Hakikat Kerukunan Umat Beragama
30 kerukunan nasional merupakan modal dasar bagi pembangunan bangsa dan
Negara.
44
Gambaran historis kerukunan umat beragama di Indonesia terlihat ketika telah muncul sejak kerajaan Sriwijaya 692 di mana penganut agama Budha dan
Hindu dapat hidup berdampingan secara harmonis.Konsep Bhineka Tunggal Ika pun lahir dari budaya bangsa serta dasar Negara yang dirumuskan oleh para
pendiri bangsa merupakan hasil kompromi para tokoh agama yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah sebagai kebijakan pembinaan kerukunan umat
beragama sesuai dengan konteks dan dinamika masyarakat. Begitu pun di Kota Serang Banten, kerukunan umat beragama telah tampak sejak kesultanan Banten
pada abad ke 15. Hal ini terlihat antara lain dari peninggalan sejarah, yaitu kedekatan tempat rumah ibadah dari agama yang berbeda. Seperti Masjid Agung
Banten berdekatan dengan Vihara Budha, Masjid Agung Serang berdekatan dengan Gereja Kristus Raja Katolik dan Gereja Bathel Indonesia Protestan.
45
Kerukunan merupakan bagian terpenting dalam ruang lingkup intra dan antar agama. Oleh sebab itu, kerukunan menjadi sangat penting dalam kehidupan,
memahamai kerukunan berarti memahami agama itu sendiri bahkan juga memahami agama-agama lain, karena tidak ada satu pun agama di muka bumi ini
yang mengajarkan, menginginkan, serta merestui terjadinya tindakan kekerasan, seperti pembunuhan, perampokan, penodongan, pemerkosaan, atau pun bentuk
anarkisme lainnya. Karena kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama yang dilandasi sikap saling mengakui dan menyadari plutalitas
keberagamaan, sikap toleransi yang saling menghormati dan menghargai
44
Ibid h. 11
45
Ibid. h 12
31 kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya.Serta sikap saling bekerjasama
dalam sosial kemasyarakatan, tanpa mengorbankan prinsip teologi masing- masing.
46
Umat beragama dan Pemerintah harus melakukan upaya dalam artian bekerjasama dalam memelihara kerukunan umat beragama dibidang pelayanan,
pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama, termasuk dalam mendirikan rumah ibadah yang didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh
berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahandesa. Sebagaimanadimaksud dalam PBM
pasal 13 ayat 1 dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenrtaman dan ketertiban umum, serta mematuhui peraturan
perundang-undangan.Jika tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupatenkota atau provinsi.
Selain itu dalam PBM pasal 14 ayat 1 dan 2 juga dijelaskan bahwa, pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administrative dan persyaratan teknis
bangunan gedung. Selain memenuhi persyartan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan khusus meliputi: daftar
nama dan kartu tanda penduduk pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orangyang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan pasal 13 ayat 3,
dukungan masyarakat setempat pling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurahkepala desa, mendapat rekomendasi tertulis dari kepala kantor departemen
agama kabupatenkota dan Forum Kerukuan Umat Beragama FKUB setempat.Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat sebelumnya
46
Ibid. h. 17.
32 harus terpenuhi dan jika belum terpenuhi, pemerintah berkewajiaban
memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah. Dalam pasal 15 juga merekomendasikan bahwa pasal 14 merupakan hasil musyawarah dan
mufakat dalam rapat Forum Kerukunan Umat Beragama FKUB yang dituangkan dalam bentuk tertulis.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama di tingkat provinsi menjadi tugas dan kewajiban Gubernur yang dibantu oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen
dan Kementrian Agama Provinsi, sedangkan untuk tinngkat KabupatenKota menjadi tanggung jawab BupatiWalikota, yang dibantu oleh Kantor Departemen
Agama KabupatenKota.
47