Landasan Teori Sikap teologis pengurus MUI Kota Serang Banten terhadap agama-agama

9 dunia, kemudian di lain pihak timbulnya kegairahan baru dalam meneliti dan mengkaji agama-agama Timur, khususnya Islam, yang disertai dengan berkembangnya pendekatan-pendekatan baru kajian agama scientific study of religion, mulailah gagasan pluralisme agama berkembang secara pelan tapi pasti, dan mendapat tempat di hati para intelektual hampir secara universal. 15 Yang perlu digarisbawahi di sini, gagasan pluralisme agama sebenarnya bukan hasil dominasi pemikir Barat, namun juga mempunyai akar yang cukup kuat dalam pemikiran agama Timur, khususnya dari India, sebagaimana yang muncul pada gerakan-gerakan pembaruan sosioreligius di wilayah ini. Beberapa peneliti dan sarjana Barat, seperti Parrinder dan Sharpe, justru menganggap bahwa pencetus gagasan pluralisme agama adalah tokoh-tokoh dan pemikir-pemikir yang berbangsa India. Rammohan Ray 1772-1833 pencetus gerakan Brahma Samaj yang semula pemeluk agama Hindu, telah mempelajari konsep keimanan terhadap Tuhan dari sumber-sumber Islam, sehingga ia mencetuskan pemikiran Tuhan Satu dan persamaan antar agama. Sri Ramakrishna 1834-1886, seorang mistis Bengali, setelah mengarungi pengembaraan spiritual antar agama passing over dari agama Hindu ke Islam, kemudian ke Kristen dan akhirnya kembali ke Hindu lagi, juga menceritakan bahwa perbedaan-perbedaan dalam agama-agama sebenarnya tidaklah berarti, karena perbedaan tersebut sebenarnya hanya masalah ekspresi. Bahasa Bangal, Urdu dan Inggris pasti akanmempunyai ungkapan yang berbeda- beda dalam mendeskripsikan “air”, namun hakikat air adalah air. Maka menurutnya, semua agama mengantarkan manusia ke satu tujuan yang sama, maka mengubah seseorang dari satu agama ke agama yang lain prosilitisasi 15 Ibid. h. 17-18. 10 merupakan tindakan yang tidak menjustifikasi, di samping merupakan tindakan yang sia-sia. Gagasan Ramakrishna, persahabatan dan toleransi penuh antaragama, kemudian berkembang dan diterima hingga di luar anak benua India berkat kedua muridnya, Keshab Chandra Sen 1838-1884 dan Swami Vivekananda 1882-1902. 16 Sen ketika mengunjungi Eropa sempat berjumpa dan berdiskusi dengan Max Muller 1823-1900, Bapak ilmu Perbandingan Agama modern di Barat, dan menyampaikan gagasan-gagasan gurunya. Vevikananda justru mempunyai pengaruh lebih besar, dengan mendapatkan kesempatan menyampaikan pesan- pesan gurunya di depanParlemen Agama Dunia World’s Parliament of Religion di Chicago, Amerika Serikat, tahun 1893. Upaya Swani Vevikananda tersebut telah mendapat pujian yang luar biasa dari masyarakat Hindu dan mengangkat namanya sebagai pahlawan nasional. Dengan demikian, dia berhak disebut sebagai peletak dasar gerakan, yang oleh Parrinder disebut, Hindu Ortodok Baru yang mengajarkan bahwa semua agama adalah baikdan kebenaran yang paling tinggi adalah pengakuan terhadap keyakinan ini. Menyusul kemudian tokoh-tokoh India lain seperti Mahatma Gandhi 1869-1948 dan Sarvepalli Radhakrishna 1888-1975 yang juga menyaruarakan pemikiran pluralisme agama yang sama. Sementara itu, dalam diskursus pemikiran Islam, pluralisme agama, masih merupakan hal baru dan tidak mempunyai akar ideologis atau bahkan teologis yang kuat. Gagasan pluralisme agama yang muncul lebih merupakan perspektif baru yang ditimbulkan oleh proses penetrasi kultural Barat modern dalam dunia Islam. Pendapat ini disepakati oleh realitas bahwa gagasan pluralisme agama 16 Ibid. h. 20 11 dalam wacana pemikiran Islam, baru muncul pada masa-masa pasca Perang Dunia Kedua, yaitu ketika mulai terbuka kesempatan besar bagi generasi muda muslim untuk mengenyam pendidikan di universitas-universitas Barat sehingga mereka dapat berkenalan dan bergesekan langsung dengan budaya Barat. 17 Kemudian di lain pihak gagasan pluralisme agama menembus dan menyusup ke wacana pemikiran Islam melalui karya-karya pemikir mistik Barat Muslim, seperti Rene Guenon Abdul Wahid Yahya dan Frithjof Schuon Isa Nuruddin Ahmad. Karya-karya mereka ini sangat erat dengan pemikiran dan gagasan yang menjadi inspirasi dasar bagi tumbuh-kembangnya wacana pluralisme agama di kalangan Islam. Barangkali Seyyed Hossein Nasr, seorang tokoh Muslim Syi’ah moderat, merupakan tokoh yang bisa dianggap paling bertanggungjawab dalam mempopulerkan gagasan pluralisme agama di kalangan Islam tradisional –suatu prestasi yang kemudian mengantarkannya pada sebuah posisi ilmiah kaliber dunia yang sangat bergengsi bersama-sama dalam deretan nama-nama besar seperti Ninian Smart, John Hick, dan Annemarie Schimmel. 18 Dalam Kristen memang John Hick-lah yang paling bertanggungjawab dalam menyebarkan paham pluralisme agama ini. 17 Ibid. h. 30 18 Seorang pemikir Muslim kontemporer asal Amerika, Muhammad Longhausen, menceritakan bahwa beliau pernah mengikuti perdebatan tentang “apakah seluruh agama berada dalam kebenaran” yang diadakan antara Seyyed Hossein Nasr dan John Hick. Mereka berdua berbeda pendapat dalam poin penting tersebut –yang merupakan ‗barang asongan’ kaum pluralis. John Hick berusaha untuk menyelesaikan kontradiksi yang ada, yang mengharuskannya untuk membenarkan aqidah-aqidah Kristen al- ‗aqâ’id al-Masîhiyyah.Sementar itu, Nasr membela “keyakinan” bahwa pluralisme mengharuskannya mengandung dan menguasai kontradiksi tersebut. Lihat wawancara Dr. Muhammad Longhausen dalam jurnal al-Hayât al-Thayyibah, al- Ta„addudiyyah baynaal-Islâm wa al-Librâliyyah: Hiwâr fî al-Bunyi wa al-Munthaliqâ t, Lebanon-Beirut: al-Hayât al-Thayyibah, edisi ke-11, thn. ke-4, 20031423, h. 24. Artinya, memang belum ada titik final di antara pendukung pluralisme agama ini. 12 Di dunia ini tidak ada budaya dan tradisi yang benar-benar dapat mengisolasikan diri dari budaya dan tradisi lain atau luar. Realitas dari dunia sekarang mencerminkan sebuah pluralisme di mana titik-titik perbedaan saling melengkapi, saling memperkaya, dan akhirnya saling membutuhkan. Menurut Ramundo Pannikar, pluralistik menunjuk pada kenyataan bahwa tidak ada lagi budaya, ideologi maupun agama yang dapat mengklaim sebagai satu-satunya sistem yang unik dan bahkan terbaik dalam pengertian absolut. 19 Hal ini berarti bahwa komunitas manusia tidak lagi hidup dalam sekat-sekat, sehingga setiap persoalan manusia saat ini yang tidak dilihat dalam barometer kemajemukan budaya adalah persoalan yang secara metodelogis salah letak. Secara fenomenologis, pluralisme agama menunjuk pada fakta bahwa sejarah agama menunjukkan sebuah pluralitas tradisi dan variasi. Secara filosofis, pluralisme agama merupakan suatu teori yang merujuk pada hubungan antara berbagai tradisi agama, perbedaan dan klaim-klaim kompetisinya.Teori ini berisi bahwa agama-agama besar dunia memiliki konsepsi yang beragam dan persepsi yang berbeda tentang Tuhan. 20 Meskipun pada awalnya ide pluralisme berasal dari Barat, namun secarapraktis pluralisme telah menjadi bagian integral dari sejarah nenek moyang seperti yang ditunjukkan dalam sejarah kehidupan mereka di masa lalu. Hidup bersama dan tradisi saling menghormati adalah bagian tradisi yang telah berabad-abad menjadijiwa kehidupan masyarakat Indonesia. Kini dalam Indonesia modern, pluralisme disadari sebagai bagian sangat penting untuk mewujudkan integrasi nasional. 19 Ramundo Pannikar, “ Dialog yang Dialogis” Dalam Metodologi Studi Agama, Norma Permata ed., Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, h. 98. 20 Lihat John Hick “Religious Pluralisme”, The Encyclopedia of Religion, X, h.331. 13 Keragaman suku, agama, bahasa dan budaya bukan menjadi ancaman disentegrasi tetapi justru menjadi chemical cohesion bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Pluralisme dapat menumbuhkan saling ketergantungan satu-sama lain. Harold Coward, menyebutkan bahwa agama di masa depan adalah agama-agama yang akan mampu hidup berdampingan secara menyenangkan dalam sebuah komunitas dunia. Menurutnya, pluralisme akan selalu menuntut manusia agarsaling membagi pemahaman partikular mengenai agama dengan orang lain. Jika dilakukan dengan penuh simpatik dan rasa hormat terhadap pihak lain, saling berbagi pemahaman seperti dapat menyebabkan perkembangan rohani dan memperkaya semua pihak. 21 Selain pandangan tersebut, ada teori lain tentang cara memahami pluralisme, melalui filsafat perennial. Menurut pandangan ini, bahwa penglihatan dan penghayatan realitas agama pada tataran spiritual akan memberikan keuntungan ganda; pertama, spiritual akan menyediakan keseimbangan bagi kehidupan manusia yang terus menerus digerogoti oleh modernitas yang sekulerdan, kedua, dalam level spiritualitas akan dapat dijalin hubungan yang harmonisantar berbagai agama. Komaruddin Hidayat dan Wahyuni Nafis mengatakan: Kebenaran sejati itu hanya satu, bersumber dan membantu pada Yang MahaBenar. Hanya saja, manifestasi dari kebenaran itu selalu tampil dalam wujudyang plural.Di balik pluralitas itu ada kebenaran yang tunggal, namun tidakmungkin diketahui secara tuntas oleh manusia sebab realitas metafisis ontologi selalu berada di luar jangkauan manusia. Oleh karena itu, semua agama selalu hadir menyapa manusia dengan bantuan 21 . Lihat John Hick “Religious Pluralisme”, The Encyclopedia of Religion, X, h.332. 14 medium sejarah dan budaya. Dengan demikian, pluralitas pemahaman agama merupakan keniscayaan teologis, psikologis dan historis. 22 Penelitian ini termasuk dalam disiplin sosiologi sekaligus antropologi, sehingga pendekatan utama yang dipergunakan di dalam tema ini akan dikaji dengan pendekatan sosiologi dan antropologi, pendekatan ini diharapkan dapat menghasilkan sebuah titik temu dan fakta yang mampu mengungkap upaya yang berkaitan erat dengan implementasi sikap teoligis dan konsep pluralisme agama terhadap kerukunan antar umat beragama. Kemudian dapat menjelaskan hubungan, dan segi-segi dinamika sosial serta struktur sosial di dalam ineraksi antarumat beragama. 23 Kemudian perubahan sosial yang terjadi menurut Sartono Kartodirdjo, dapat dilihat dari proses transformasi struktural, yaitu adanya proses integrasi dan disintegrasi, atau disorganisasi dan reorganisasi yang silih berganti. Dalam proses transformasi struktural yang terjadi mengubah secara fundamental dan kualitatif jenis solidaritas yang menjadi ikatan kolektif, dari ikatan komunal menjadi ikatan asosiasonal yang berupa organisasi komplek. 24 implementasi serta hubungan itulah yang akan menciptakan suatu kerukunan antar umat beragama di Kota Serang Banten yang menjadi objek skripsi ini.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis memerlukan sebuah metode penelitian yang berguna untuk memperoleh data yang akan dikaji. Metode pengumpulan data 22 Komaruddin Hidayat dan Wahyuni Nafis. Agama Masa Depan Menurut Filsafat Perennial Jakarta: Paramadina 1994, h.126. 23 Margaret, Sosiologi Kontemporer, terj. Yasogama, Jakarta: Rajawali, 1984, h. 23 24 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: Gramedia, 1992, h. 161. 15 dalam kegiatan penelitian mempunyai tujuan mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti. Tujuan untuk mengetahui goal of knowing haruslah dicapai dengan menggunakan metode atau cara-cara yang akurat. 25 Metode ini meliputi tiga tahapan sebagai berikut: 1. Pengumpulan Sumber atau Heuristik Heuristik sebagai tahap pertama dalam metode sejarah digunakan untuk mengumpulkan informasi-informasi yang terkait dengan penelitian yang akan dibahas. Untuk itu, pada tahap ini dilakukan cara-cara pengumpulan sumber sebagai berikut: a Metode Observasi atau pengamatan dilakukan agar dapat memberikan informasi atas suatu kejadian yang tidak dapat diungkapkan dan telah menjadi kebiasaan masyarakat setempat. Di samping itu, metode observasi juga digunakan sebagai langkah awal yang baik untuk menjalin interaksi sosial dengan tokoh masyarakat dan siapa saja yang terlibat dalam penelitian ini. b Metode Interview atau wawancara dilakukan dengan bertatap muka dan mendengarkan secara langsung informasi-informasi dan keterangan-keterangan. Penulis melakukan tanya jawab secara langsung kepada pemuka masing-masing agama dan pengautnya, orang yang mengetahui tentang PluralismeAgama dan kerukunan antarumat Beragama. Menurut prosedurnya penulis melakukan wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara wawancara bebas 25 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, h. 91.