Sejarah Pluralisme Agama Sikap teologis pengurus MUI Kota Serang Banten terhadap agama-agama

23 dikenal dengan “liberalisme”, yang komposisinya adalah kebebasan, toleransi, persamaan dan keragaman atau pluralisme. 35 Sebenarnya kalau ditelusuri lebih jauh dalam peta sejarah peradaban agama-agama dunia, kecenderungan sikap beragama yang pluralistik, dengan pemahaman yang dikenal sekarang, sejatinya sama sekali bukan barang baru. Cikal bakal pluralisme agama ini muncul di India pada akhir abad ke-15 dalam gagasan-gagasan Kabir 1440-1518 dan muridnya, yaitu Guru Nanak 1469- 1538 pendiri “Sikhisme”.Hanya saja, pengaruh gagasan ini belum mampu menerobos batas-batas geografis regional, sehingga hanya populer di anak benua India. Ketika arus globalisasi telah semakin menipiskan pagar-pagar kultural Barat-Timur dan mulai maraknya interaksi kultural antar kebudayaan dan agama dunia, kemudian di lain pihak timbulnya kegairahan baru dalam meneliti dan mengkaji agama-agama Timur, khususnya Islam, yang disertai dengan berkembangnya pendekatan-pendekatan baru kajian agama scientific study of religion, mulailah gagasan pluralisme agama berkembang secara pelan tapi pasti, dan mendapat tempat di hati para intelektual hampir secara universal. 36 Yang perlu digarisbawahi di sini, gagasan pluralisme agama sebenarnyabukan hasil dominasi pemikir Barat, namun juga mempunyai akar yang cukup kuat dalam pemikiran agama Timur, khususnya dari India, sebagaimana yang muncul pada gerakan-gerakan pembaruan sosioreligius di wilayah ini. Beberapa peneliti dan sarjana Barat, seperti Parrinder dan Sharpe, justru menganggap bahwa pencetus gagasan pluralisme agama adalah tokoh-tokoh 35 Toha, Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, Jakarta: Gema Insani, 2005, h. 16- 17. 36 Ibid. h. 17-18. 24 dan pemikir-pemikir yang berbangsa India. Rammohan Ray 1772-1833 pencetus gerakan Brahma Samaj yang semula pemeluk agama Hindu, telah mempelajari konsep keimanan terhadap Tuhan dari sumber-sumber Islam, sehingga ia mencetuskan pemikiran Tuhan Satu dan persamaan antar agama. Sri Ramakrishna 1834-1886, seorang mistis Bengali, setelah mengarungi pengembaraan spiritual antar agama passing over dari agama Hindu keIslam, kemudian ke Kristen dan akhirnya kembali ke Hindu lagi, juga menceritakan bahwa perbedaan-perbedaan dalam agama-agama sebenarnya tidaklah berarti, karena perbedaan tersebut sebenarnya hanyamasalah ekspresi. Bahasa Bangal, Urdu dan Inggris pasti akan mempunyai ungkapan yang berbeda-beda dalam mendeskripsikan “air”,namun hakikat air adalah air. Maka menurutnya, semua agama mengantarkan manusia ke satu tujuan yang sama, maka mengubah seseorang dari satu agama ke agama yang lain prosilitisasi merupakan tindakan yang tidak menjustifikasi, di samping merupakan tindakan yang sia-sia. Gagasan Ramakrishna, persahabatan dan toleransi penuh antaragama, kemudian berkembang dan diterima hingga di luar anak benuaIndia berkat kedua muridnya, Keshab Chandra Sen 1838-1884 danSwami Vivekananda 1882-1902. 37 Sen ketika mengunjungi Eropa sempat berjumpa dan berdiskusi dengan Max Muller 1823-1900, Bapak ilmu Perbandingan Agama modern di Barat, dan menyampaikan gagasan-gagasan gurunya. Vevikananda justru mempunyai pengaruh lebih besar, dengan mendapatkan kesempatan menyampaikan pesan- pesan gurunya di depan Parlemen Agama Dunia World’s Parliament of Religion di Chicago,Amerika Serikat, tahun 1893. Upaya Swani Vevikananda tersebut 37 Ibid. h. 20 25 telah mendapat pujian yang luar biasa dari masyarakat Hindu dan mengangkat namanya sebagai pahlawan nasional. Dengan demikian, dia berhak disebut sebagai peletak dasar gerakan, yang oleh Parrinder disebut, Hindu Ortodok Baru yang mengajarkan bahwa semua agama adalah baik dan kebenaran yang paling tinggi adalah pengakuan terhadap keyakinan ini. Menyusul kemudian tokoh-tokoh India lain seperti Mahatma Gandhi 1869-1948 dan Sarvepalli Radhakrishna 1888-1975 yang juga menyuarakan pemikiran pluralisme agama yang sama. Sementara itu, dalam diskursus pemikiran Islam, pluralisme agama, masih merupakan hal baru dan tidak mempunyai akar ideologis atau bahkan teologis yang kuat. Gagasan pluralisme agama yang muncul lebih merupakan perspektif baru yang ditimbulkan oleh proses penetrasi kultural Barat modern dalam dunia Islam. Pendapat ini disepakati olehrealitas bahwa gagasan pluralisme agama dalam wacana pemikiran Islam, baru muncul pada masa-masa pasca Perang Dunia Kedua, yaitu ketikamulai terbuka kesempatan besar bagi generasi muda Muslim untuk mengenyam pendidikan di universitas-universitas Barat sehingga mereka dapat berkenalan dan bergesekan langsung dengan budaya Barat. 38 Kemudian di lain pihak gagasan pluralisme agama menembus dan menyusup ke wacana pemikiran Islam melalui karya-karya pemikir mistik Barat Muslim, seperti Rene Guenon Abdul Wahid Yahya dan Frithjof Schuon Isa Nuruddin Ahmad. Karya-karya mereka ini sangat erat dengan pemikiran dan gagasan yang menjadi inspirasi dasar bagi tumbuh-kembangnya wacana pluralisme agama di kalangan Islam. Barangkali Seyyed Hossein Nasr, seorang toko h Muslim Syi’ah moderat, merupakan tokoh yang bisa dianggap paling 38 Ibid. h. 30 26 bertanggungjawab dalam mempopulerkan gagasan pluralisme agama di kalangan Islam tradisional –suatu prestasi yang kemudian mengantarkannya pada sebuah posisiilmiah kaliber dunia yang sangat bergengsi bersama-sama dalam deretan nama-nama besar seperti Ninian Smart, John Hick, dan Annemarie Schimmel. 39 Dalam Kristen memang John Hick-lah yang paling bertanggungjawab dalam menyebarkan paham pluralisme agama ini. Di dunia ini tidak ada budaya dan tradisi yang benar-benar dapat mengisolasikan diri dari budaya dan tradisi lain atau luar. Realitas dari dunia sekarang mencerminkan sebuah pluralisme di mana titik-titik perbedaan saling melengkapi, saling memperkaya, dan akhirnya saling membutuhkan. Menurut Ramundo Pannikar, pluralistik menunjuk pada kenyataan bahwa tidak ada lagibudaya, ideologi maupun agama yang dapat mengklaim sebagai satu-satunya sistem yang unik dan bahkan terbaik dalam pengertian absolut. 40 Hal ini berarti bahwa komunitas manusia tidak lagi hidup dalam sekat-sekat, sehingga setiap persoalan manusia saat ini yang tidak dilihat dalam parameter kemajemukan budaya adalah persoalan yang secara metodelogis salah letak. 39 Seorang pemikir Muslim kontemporer asal Amerika, Muhammad Longhausen, menceritakan bahwa beliau pernah mengikuti perdebata n tentang “apakah seluruh agama berada dalam kebenaran” yang diadakan antara Seyyed Hossein Nasr dan John Hick. Mereka berdua berbeda pendapat dalam poin penting tersebut –yang merupakan ‗barang asongan’ kaum pluralis.John Hick berusaha untuk menyelesaikan kontradiksi yang ada, yang mengharuskannya untuk membenarkan aqidah-aqidah Kristen al- ‗aqâ’id al-Masîhiyyah.Sementar itu, Nasr membela “keyakinan” bahwa pluralisme mengharuskannya mengandung dan menguasai kontradiksi tersebut. Lihat wawancara Dr. Muhammad Longhausen dalam jurnal al-Hayât al- Thayyibah, al- Ta„addudiyyah baynaal-Islâm wa al-Librâliyyah: Hiwâr fî al-Bunyi wa al- Munthaliqâ t, Lebanon-Beirut: al-Hayât al-Thayyibah, edisi ke-11, thn. ke-4, 20031423, h. 24. Artinya, memang belum ada titik final di antara pendukung pluralisme agama ini. 40 Ramundo Pannikar, “ Dialog yang Dialogis” Dalam Metodologi Studi Agama, Norma Permata ed., Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, h. 98. 27 Secara fenomenologis, pluralisme agama menunjuk pada fakta bahwa sejarah agama menunjukkan sebuah pluralitas tradisi dan variasi.Secara filosofis, pluralisme agama merupakan suatu teori yang merujuk pada hubungan antara berbagai tradisi agama, perbedaan dan klaim-klaim kompetisinya. Teori ini berisi bahwa agama-agama besar dunia memiliki konsepsi yang beragam dan persepsi yang berbeda tentangTuhan. 41 Meskipun pada awalnya ide pluralisme berasal dari Barat, namun secarapraktis pluralisme telah menjadi bagian integral dari sejarah nenek moyang sepertiyang ditunjukkan dalam sejarah kehidupan mereka di masa lalu.Hidup bersamadan tradisi saling menghormati adalah bagian tradisi yang telah berabad-abad menjadijiwa kehidupan masyarakat Indonesia.Kini dalam Indonesia modern, pluralisme disadari sebagai bagian sangat penting untuk mewujudkan integrasi nasional. Keragaman suku, agama, bahasa dan budaya bukan menjadi ancaman disentegrasi tetapi justru menjadi chemical cohesion bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Pluralisme dapat menumbuhkan saling ketergantungan satu-sama lain. Harold Coward, menyebutkan bahwa agama di masa depan adalah agama- agamayang akan mampu hidup berdampingan secara menyenangkan dalam sebuah komunitas dunia. Menurutnya, pluralisme akan selalu menuntut manusia agar saling membagi pemahaman partikular mengenai agama dengan orang lain. Jika dilakukan dengan penuh simpatik dan rasa hormat terhadap pihak lain, saling berbagi pemahaman seperti dapat menyebabkan perkembangan rohani dan memperkaya semua pihak. Selain pandangan tersebut, ada teori lain tentang caramemahami pluralisme, melalui filsafat perennial. 41 Lihat John Hick’ Religious Pluralism”, The Encyclopedia of Religion, X, h.331. 28 Menurut pandangan ini, bahwa penglihatan dan penghayatan realitas agama pada tataran spiritual akan memberikan keuntungan ganda; pertama, spiritual akan menyediakan keseimbangan bagi kehidupan manusia yang terus menerus digerogoti oleh modernitas yang sekuler dan, kedua, dalam level spiritualitas akan dapat dijalin hubungan yang harmonisantar berbagai agama. Komaruddin Hidayat dan Wahyuni Nafis mengatakan: Kebenaran sejati itu hanya satu, bersumber dan membantu pada Yang Maha Benar. Hanya saja, manifestasi dari kebenaran itu selalu tampil dalam wujud yang plural. Di balik pluralitas itu ada kebenaran yang tunggal, namun tidak mungkin diketahui secara tuntas oleh manusia sebab realitas metafisis ontologi selalu berada di luar jangkauan manusia. Oleh karena itu, semua agama selalu hadir menyapa manusia dengan bantuan medium sejarah dan budaya. Dengan demikian, pluralitas pemahaman agama merupakan keniscayaan teologis, psikologis dan historis. 42 42 Komaruddin Hidayat dan Wahyuni Nafis.Agama Masa Depan Menurut Filsafat Perennial Jakarta: Paramadina 1994 h.126. 29 BAB III KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI KOTA SERANG BANTEN

A. Hakikat Kerukunan Umat Beragama

Rukun dari Bahasa Arab “rûknun” yang artinya asas-asas atau dasar.Rukun dalam arti adjektiva adalah baik atau damai.Esensi kerukunan hidup umat beragama artinya hidup dalam suasana baik dan damai, harmonis, tidak bertengkar, pertalian persahabatan, bersatu hati dan bersepakat. 43 Karena walaupun berbeda agama pada dasarnya manusia saling membutuhkan, maka dari itu kerukunan merupakan sebuah kebutuhan.Kerukunan dalam Islam diberi istilah “tasamuh” atau toleransi.Sehingga yang di maksud dengan toleransi ialah kerukunan sosial kemasyarakatan, bukan dalam bidang aqidah Islamiyah keimanan, karena aqidah telah digariskan secara jelas dan tegas di dalam Al- Qur ’an dan Al-Hadits. Kerukunan beragama berarti hubungan sesama umat beragama dilandasi dengan toleransi, saling memahami, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD RI tahun 1945.Selain itu kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari kerukunan nasional dan 43 Suparman Usman. Tugas pokok dan peranan Forum Kerukunan Umat Beragama FKUB dalam pengembangan dan pemberdayaan kerukunan umat beragama di Provinsi Bnaten, yang disampaikan dalam acara ‗Rapat Koordinasi Kerukunan Umat Beragama Tingkat Provinsi Banten Tahun 2013’yang diselenggarakan oleh Biro Kesra Setda Provinsi Banten, pada tanggal 5- 6 Desember 2013 di Hotel Mambruk Anyer. h 10 30 kerukunan nasional merupakan modal dasar bagi pembangunan bangsa dan Negara. 44 Gambaran historis kerukunan umat beragama di Indonesia terlihat ketika telah muncul sejak kerajaan Sriwijaya 692 di mana penganut agama Budha dan Hindu dapat hidup berdampingan secara harmonis.Konsep Bhineka Tunggal Ika pun lahir dari budaya bangsa serta dasar Negara yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa merupakan hasil kompromi para tokoh agama yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah sebagai kebijakan pembinaan kerukunan umat beragama sesuai dengan konteks dan dinamika masyarakat. Begitu pun di Kota Serang Banten, kerukunan umat beragama telah tampak sejak kesultanan Banten pada abad ke 15. Hal ini terlihat antara lain dari peninggalan sejarah, yaitu kedekatan tempat rumah ibadah dari agama yang berbeda. Seperti Masjid Agung Banten berdekatan dengan Vihara Budha, Masjid Agung Serang berdekatan dengan Gereja Kristus Raja Katolik dan Gereja Bathel Indonesia Protestan. 45 Kerukunan merupakan bagian terpenting dalam ruang lingkup intra dan antar agama. Oleh sebab itu, kerukunan menjadi sangat penting dalam kehidupan, memahamai kerukunan berarti memahami agama itu sendiri bahkan juga memahami agama-agama lain, karena tidak ada satu pun agama di muka bumi ini yang mengajarkan, menginginkan, serta merestui terjadinya tindakan kekerasan, seperti pembunuhan, perampokan, penodongan, pemerkosaan, atau pun bentuk anarkisme lainnya. Karena kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama yang dilandasi sikap saling mengakui dan menyadari plutalitas keberagamaan, sikap toleransi yang saling menghormati dan menghargai 44 Ibid h. 11 45 Ibid. h 12