Profil Majalah TEMPO Hirarki Pengaruh Pada Pemberitaan Ahmadiyah Di Majalah Tempo

BAB III GAMBARAN UMUM

MAJALAH TEMPO DAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA

A. Profil Majalah TEMPO

1. Sejarah Berdirinya Majalah TEMPO

Tempo didirikan pada tahun 1971, pada awal masa pemerintahan Orde Baru.Para pendiri majalah ini seluruhnya adalah “angkatan 66”, yang pada masa itu bergabung dengan mahasiswa dan militer untuk meruntuhkan pemerintahan Soekarno. 59 Para wartawan muda itu diantaranya adalah Goenawan Mohamad, Fikri Jufri, Bur Rasuanto, Cristianto Wibisono, Yusril Djalinus dan Putu Wijaya yang pada akhirnya mereka sepakat untuk mendirikan Majalah Tempo. Sebagai kantor mereka menjadikan satu blok gedung di jalan Senin Raya nomor 83, Jakarta Pusat. Pada tanggal 6 maret 1971, terbitan perdana Tempo kemudian dilahirkan dengan Yayasan Jaya Raya sebagai penerbitnya. 60 Yayasan Jaya Raya yang memilki hubungan kerjasama dengan Tempo sendiri adalah bagian dari Grup Pembangunan Jaya yang dimilki oleh pengusaha Ciputra. 61 Edisi pertama Tempo laku sekira 10.000 eksemplar. Disusul edisi kedua yang laku sekira 15.000 eksemplar..Selanjutnya, oplah MajalahTempoterus meningkat pesat hingga pada tahun ke-10, penjualan Tempo mencapai sekira 100.000 eksemplar. 62 59 Janet Steele, Wars Within : The Story of Tempo an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia , Jakarta, Equinox Publishing Indonesia:2005 h. 3 60 Fahcrul Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo : Konflik dan Pemberedelan, artikel ini diakses pada 31 Februari 2011 pukul 13.23 dari http;id.Wikipedia.orgmajalah-tempo 61 Janet Steele, Wars Within, h. 61 62 Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo: Konflik dan Pemberedelan 35 Pada 12 April 1982, di usia yang ke-12 tahun, Tempo dibredel oleh Departemen Penerangan melalui surat yang dikeluarkan oleh Ali Moertopo Menteri Penerangan. Tempo dianggap telah melanggar kode etik pers. Ide pembredelan itu sendiri datang dari Persatuan Wartawan Indonesia PWI yang saat itu dipimpin oleh Harmoko, wartawan harian Pos Kota. 63 Pembredelan tersebut terjadi karena Tempo meliput kampanye partai Golkar di Lapangan Banteng, Jakarta, yang berakhir rusuh. Presiden Soeharto, yang notabene motor partai Golkar, tidak suka dengan berita tersebut. 64 Pada Juni 1994, Majalah Tempo memberitakan kisah tentang pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur oleh Pemerintah Orde Baru. Kisah terfokus pada harga pembelian kapal perang tersebut, dan mengungkap konflik antara Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie dan Menteri Keua ngan Mar”ie Muhammad. Karena pemberitaan ini Surat Izin Usaha Penerbitan Pers SIUPP Majalah Tempo dicabut oleh Menteri Penerangan Harmoko, karena pemberitaan tersebut dianggap sebagai penggangu stabilitas Pers Pancasila. 65 Jatuhnya Presiden Soeharto pada reformasi 21 Mei 1998 dan naiknya B.J Habibie sebagai Presiden memberi angin segar bagi masa depan Majalah Tempo. Presiden kala itu B.J Habibie mencabut pembredelan Tempo dan mengizinkannya untuk terbit kembali.Pada tanggal 6 Oktober 1998 Majalah Tempo terbit setelah bredel dicabut. 66 63 Janet Steele, Wars Within, h. 107 64 Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo: Konflik dan Pemberedelan 65 Janet Steele, Wars Within, h. 234 66 Khoirudin, Sejarah Majalah Tempo: Konflik dan Pemberedelan

2. Struktur Organisasi Majalah Tempo

Struktur organisasi Majalah Tempo terdiri dari : 1. Komisaris 2. Direksi 3. Biro SIM 4. Corporate Secretary 5. Departemen Produksi 6. Redaktur Majalah 7. Redaktur Pelaksana 8. Penanggung Jawab Rubrik 9. Redaktur Bahasa 10. News Desk Sumber: Pusat Data dan Analisa TEMPO PDAT

3. Visi Dan Misi Majalah Tempo

a. Visi. Menjadi acuan dalam proses memingkatkan kebebasan rakyat untuk berfikir dan mengutarakan pendapat serta membangun suatu masyarakat yang menghargai kecerdasan dan kebebasan berpendapat. b. Misi 1. Menyumbangkan kepada masyarakat suatu produk multimedia yang menampung dan menyalurkan secara adil suara yang berbeda-beda. 2. Sebuah produk multimedia yang mandiri, bebas dari tekanan kekuasaan modal dan politik. 3. Terus menerus meningkatkan apresiasi terhadap ide-ide baru, bahasa, dan terampil visual yang baik. 4. Sebuah karya yang bermutu tinggi dan berpegang pada kode etik. 5. Menjadikan tempat kerja yang mencerminkan Indonesia yang beragam sesuai kemajuam jaman. 6. Sebuah proses kerja yang menghargai kemitraan dari semua sektor. 7. Menjadi lahan yang subur bagi kegiatan-kegiatan untuk memperkaya khasanah artistik dan intelektual.

B. Profil Jemaat Ahmadiyah Indonesia