Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada era demokrasi saat ini di Indonesia masalah kejahatan dirasa telah mencapai tingkat yang sangat meresahkan bagi masyarakat. Kejahatan memang merupakan gejala masyarakat yang amat mengganggu ketentraman, kedamaian serta ketenangan masyarakat yang seharusnya lenyap dari muka bumi ini. Namun demikian seperti halnya siang dan malam, pagi dan sore, perempuan dan laki-laki, maka kejahatan tersebut tetap akan ada sebagai kelengkapan adanya kebaikan, kebajikan dan sebagainya. Hampir setiap hari koran maupun televisi memberitakan kasus kriminalitas yang menimpa masyarakat. Bentuknya beragam, ada perampokan, pemerasan, perampasan, penjambretan, pembunuhan, perkosaan, pencopetan, penganiayaan, dengan kata lain yang mengandung unsur pemaksaan atau kekerasan terhadap fisik ataupun harta benda korban. Tindak pidana biasanya merugikan diri sendiri maupun orang lain. 1 Perkembangan dalam pendidikan masyarakat saat ini yang semakin bertambah maju di bidang ilmu perngetahuan dan teknologi, telah melahirkan berbagai kemudahan dalam kehidupan manusia. Kemudahan itu antara lain semakin dekatnya 1 Laden Merpaung, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1997, Cet Ke-1 2 hubungan manusia antar daerah, antar bangsa dan antar Negara, karena tersedianya berbagai media transportasi, media komunikasi, serta media informasi, juga semakin beraneka ragam tersedianya kebutuhan ekonomi manusia. Dengan bertambah majunya ilmu pengetahuan dan teknologi bertambah luas pula kehidupan manusia, karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu semakin banyak menyediakan macam ragam lapangan penghidupan, bertambah meningkat pula penghasilan masyarakat sehingga semakin bertambah banyak pula anggota masyarakat yang mampu memenuhi alat-alat kebutuhan hidupnya yang layak dalam kehidupan modern, baik peralatan rumah tangga, transportasi, media komunikasi dan media informasi. Kehidupan masyarakat Indonesia semakin terbuka dengan dunia luar dan semakin terbuka dengan sesamanya di dalam masyarakat itu sendiri. Semakin meningkatnya keterbukaan masyarakat Indonesia dengan dunia luar, maka semakin besar pula pengaruh ideologi, budaya, dan peradaban masyarakat dari belahan dunia lain yang lebih maju ke dalam masyarakat Indonesia. 2 Secara ekonomi, persaingan hidup yang semakin memperlebar jurang perbedaan status social ekonomi seseorang dimasyarakat, yang menimbulkan orang merasa tertekan secara kejiwaan dan akhirnya mengambil jalan pintas melakukan tindak pidana pencurian, pembunuhan, perkosaan dan sebagainya, karena ia ingin hidup mapan secara instant dan cepat menjadi kaya. Begitu pula mengenai sulitnya mencari lapangan pekerjaan, membuat tingkat kejahatan semakin tinggi karena 2 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, Jakarta : CV. Satelit Buana 3 banyaknya pengangguran disana-sini mendorong seseorang untuk berbuat kriminal melakukan tindak pidana pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, tindak pidana khusus korupsi, terorisme, narkotika dan sebagainya, karena ia ingin memiliki penghasilan. Faktor penyebab berikutnya adalah karena minimnya keterampilan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki tidak memadai untuk orang tersebut memperoleh keinginan yang diharapkannya, akhirnya ia melakukan tindakan bodoh yang menjurus kearah kriminal. Banyak sudut pandang yang digunakan untuk memberikan penjelasan fenomena tindak kriminal yang ada. Pada kesempatan ini penulis mencoba menjelaskan psikologis pelaku tindak pidana. Bermula dari berdirinya psikology sebagai ilmu pengetahuan dan beberapa kajian yang sebelumnya terkait dengan perilaku kriminalitas, yang menjelaskan psikologi merupakan ilmu tentang perilaku dengan pengertian bahwa perilaku atau aktivitas-aktivitas itu merupakan manifestasi kehidupan psikis. 3 Penjelasan tentang pelaku kriminalitas telah diberikan oleh para ahli sejak sejarah kriminalitas tercatat. Penjelasan itu diberikan oleh filosof, ahli genetika, dokter, ahli fisika, dan sebagainya. Berbagai macam pendekatan seperti pendekatan fisik, pendekatan kepribadian, pendekatan psikoanalisis, pendekatan belajar sosial dan pendekatan kognitif, bahwa pendekatan fisik merupakan sifat dan karakteristik fisik manusia berhubungan dengan pelaku kriminal, salah satu contoh karakteristik pencuri yang biasaya berambut pendek dan dicat. Pendekatan kepribadian merupakan 3 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta : C. V Andy Offset, 2010. 4 kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan criminal salah satu sampelnya adalah rendah kemampuan untuk mengontrol dirinya, orang yang cenderung pemberani, dominasi yang sangat kuat, power yang lebih, dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik yang sangat tinggi. Pendekatan psikoanalisis merupakan representasi dari “Id” yang tidak terkendalikan oleh ego dan super ego sampelnya adalah yang disebabkan oleh resolusi yang tidak baik umumnya dilakukan pada saat hilangnya ikatan cinta ibu-anak. Selanjutnya pendekatan belajar sosial merupakan peran model dalam melakukan penyimpangan yang berada di rumah, media dan subculture tertentu merupakan contoh terbentuknya perilaku criminal orang lain. Pendekatan kognitif merupakan perilaku pelaku yang memiliki fikiran yang berbeda dengan orang lain, contohnya adalah pelaku criminal seperti ahli manipulasi, liar yang kompulsif, dan orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya. 4 Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau apa yang boleh dilakukan serta beroperasi melalui orang yang memperhatikan batas antara perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan dan melawan hukum. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja kepada orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum melainkan juga perbuatan melawan hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu bentuk penegakan hukum. Dalam hukum pidana modern yang merupakan bagian dari politik kriminal disamping 4 Suryanto, Perilaku Kriminal Ditinjau Dari Aspek Psikologis Pelaku, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. 5 penanggulangan menggunakan sistem pidana, dari usaha yang rasional menanggulangi kejahatan masih ada cara lain untuk melindungi masyarakat dari kejahatan. Misalnya usaha peningkatan jiwa masyarakat, yakni dengan mengadakan pengajian, pembagian sedekah maka setiap orang menjadi sadar untuk berperilaku sesuai dengan hukum, dalam upaya menyelaraskan kehidupan masyarakat karena mempertinggi tingkat kesadaran kesehatan jiwa manusia terhadap hukum berarti sekaligus ikut menunjang sehatnya penegakan hukum. Cesare Lombroso ialah seorang dokter yang menjadi bapak angkat para ahli hukum pidana dan kriminologi yang meletakkan dasar pemikiran hubungan antara hukum pidana dan ke jahatan dengan memperhatikan faktor “manusia” pelaku kejahatan. Demikian pula Anselm Von Feuerbach juga telah memperhatikan faktor “kejiwaan” manusia dalam merumuskan hukum pidana dan penerapan sanksi pidana. 5 Berbagai macam tentang adanya faktor kejiwaan, seperti kejahatan penculikan yang dilakukan oleh wanita, kejahatan pencurian atau perampokan tertentu, pembunuhan bayi, perkosaan, kejahatan sex tertentu, perbuatan kenakalan dan lain- lainnya itu merupakan pelanggaran hukum yang berkaitan dengan kesehatan jiwa seseorang. Dalam upaya menanggulangi kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dalam masyarakat terkadang para penegak hukum belum mampu mendapatkan hasil yang maksimal, misalnya dengan adanya kasus-kasus yang berkaitan dengan pemeriksaan kesehatan mental atau jiwa dari pelaku, saksi, atau pihak-pihak yang 5 Bambang Purnomo, Operasi Pemberantasan Kejahatan dan Kemanfaatan Ahli Kedokteran Jiwa, Yogyakarta : Bina Aksara, 1984, Hal . 18 6 berkepentingan dengan perkara tersebut tidak memberikan keterangan yang akurat atau dalam bahasa orang awam keterangan tersebut tidak sesuai dengan yang sesungguhnya ia ketahui. Dari uraian tentang beberapa macam tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku kejahatan, dapat diketahui bahwa tindak pidana berarti suatu perbuatan yang dikenai hukum pidana. Pelakunya dapat dikatakan “subjek” tindak pidana. 6 Dalam hukum pidana subjektif ius peonale merupakan hak dari penguasa untuk mengancamkan suatu pidana kepada suatu tingkah laku sebagaimana digariskan dalam hukum pidana objektif, mengadakan penyidikan, menjatuhkan pidana, dan mewajibkan terpidana untuk melaksanakan hukuman yang dijatuhkan. Berbicara mengenai subjek tindak pidana, pikiran selanjutnya diarahkan kepada wujud perbuatan tindak pidana. Wujud dari perbuatan ini pertama-tama harus dilihat dari para perumusan tindak pidana dalam pasal-pasal tertentu dari peraturan pidana. Perumusan ini dalam bahasa belanda disebut delicts-omschrijving. Misalnya, dalam tindak pidana pencurian, perbuatan dirumuskan sebagai mengambil barang. Ini merupakan perumusan secara formal yaitu, benar- benar disebutkan dalam wujud suatu gerakan tertentu dari badan manusia. Sebaliknya perumusan secara materiil memuat penyebutan suatu akibat yang dalam pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai mengakibatkan matinya orang lain. Perbedaan perumusan formal dan materiil tidak berarti bahwa dalam perumusan formal tidak ada suatu akibat sebagai unsur tindak 6 Wirjono. Prodjokiro, Asas-asas Hukum PIdana di Indonesia, Jakarta : PT. Rafika Aditama, 2003. h. 19 7 pidana. Juga dalam tindak pidana formal selalu ada akibat yang merupakan alasan diancamkan hukuman pidana. Akibat ini adalah suatu kerugian bagi kepentingan orang lain atau kepentingan Negara. Menurut Kin‟s Zulkarnain hukum pidana subjektif merupakan hak Negara dan alat-alat perlengkapannya untuk menghukum berdasarkan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam hukum pidana objektif atau hukuman dari Negara bila aturan- aturan yang ditentukan dilanggar. Menurut Bambang Poernomo hukum pidana subjektif ius puniendi meliputi hukum dalam memberikan ancaman pidana, menetapkan pidana, dan melaksanakan pidana yang dibebankan kepada negara dan pejabat untuk itu. 7 Dalam sejarah terbentuknya hukum nasional Indonesia, hukum Islam merupakan satu elemen pendukung selain hukum adat dan hukum barat. Hukum Islam telah turut serta memberikan kontribusi norma-norma dan nilai-nilai hukum yang berlaku didalam masyarakat Indonesia yang heterogen. Meskipun perlu disadari pula bahwa mayoritas penduduk muslim disuatu Negara tidak selalu dapat diasumsikan mayoritas dalam politik dan melaksanakan hukum Islam. Pada saat ini kecenderungan masyarakat Indonesia menunjukkan muslim ingin semakin menegaskan diri dalam arti kekuasaan politik serta aspirasi pembentukkan dan penerapan hukum didasarkan dan bersumber pada norma-norma dan nilai-nilai hukum Islam. Dalam tindak pidana memang acap kali dikaitkan dengan persoalan kematangan emosional, psikologis dan tanggung jawab. Seorang psikolog, boleh 7 Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, Bandung : Pustaka Setia, 2000 8 dikata individu mereka yang melakukan tindak pidana adalah mereka yang masih kurang memiliki rasa tanggung jawab dalam berperilaku, kurang matang, dan cenderung melakukan perbuatan atas kemauan diri sendiri. Hal ini sangat berbeda dengan individu yang bisa mengontrol emosional, yang memiliki rasa tanggung jawab dan kecenderungan atas kepentingan umum. 8 Berdasarkan permasalah tersebut maka penulis tertarik untuk menyusun skripsi yang berjudul: “ FAKTOR KEJIWAAN SEBAGAI PENDORONG PELAKU TINDAK PIDANA DAN KAITANNYA DENGAN PENJATUHAN VONIS PIDANA ditinjau dalam Hukum Islam dan Hukum Positif”

B. Pembatasan Dan Rumusan Masalah