Tatacara Hakim Dalam Menetapkan Suatu Putusan

39

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETAPAN

VONIS HAKIM

A. Tatacara Hakim Dalam Menetapkan Suatu Putusan

Pada bab sebelumnya, telah diurai sedikit tentang adanya faktor kejiwaan yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana. Dalam hal peradilan, selalu saja yang diungkap adalah memberikan suatu keadilan kepada pemiliknya. Pada bab ini akan diuraikan bagaimana seorang hakim harus memberikan putusan terhadap suatu perkara. Hukuman adalah sesuatu yang diucapkan oleh hakim, yang menunjukkan kepada seseorang yang terhukum memenuhi sesuatu hak untuk pihak terdakwa. Maka dari itu, yang menjadi pedoman bagi hakim baik dia seorang mujtahid atau seorang muqalid, atau seorang yang diperintah memutuskan suatu perkara dengan undang- undang yang sudah ditentukan atau mazhab yang sudah ditetapkan. 35 Keadilan merupakan prinsip dasar ideology Islam. Pelaksanaan keadilan tidak boleh berat sebelah, tanpa membeda-bedakan status sosial seseorang, kekayaan, kelas, ras, pengaruh politik, maupun keyakinan agama. Walau lingkup pembahasan ini terbatas sehingga dapat dirinci lebih lanjut tetntang praktik umum muslim dalam menegakkan keadilan dimasa permulaan Islam, namun jelas bahwa pada masa-masa permulaan Islam keadilan pernah mencapai taraf 35 Tengku Muhammad Hasbi Ash Shidieqqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, h. 61 40 sangat tinggi, yang tidak pernah dapat dicapai dalam sejarah ummat manusia mana pun. 36 Al- Qur‟an mewajibkan ummat Islam agar memutuskan perkara secara adil, tidak berat sebelah, dan menepati janji, karenanya seluruh ummat Islam bukan saja para penguasanya, memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan. Ayat-ayat al- Qur‟an seperti berikut ini menggambarkan konsepsi Islam tentang keadilan, bukan saja dalam pengertian teoritis, tetapi juga sebagaimana telah terlaksana oleh Rasulallah Shallallahu „Alaihi Wasallama sendiri dan para sahabatnya. Surat An Nisaa ayat 135                                           Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia orang yang tergugat atau yang terdakwa kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan kata-kata atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. QS. An-Nisaa :135. Tugas hakim adalah melaksanakan keadilan. Oleh karena itu, seorang hakim harus selalu menjaga tingkah lakunya dan menjaga mertabat serta kewibaan sebagai 36 Muhammad A. Al-Buraey, h. 86 41 hakim. Jangan sampai hakim mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya, hakim harus tetap istiqomah dengan pendiriannya walau hantaman akan menimpa dirinya. Firman Allah :                                     Artinya : “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati- hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling dari hukum yang telah diturunkan Allah, Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasi k”. Dalam surat Al-Maidah ayat 49, Allah Subhanahu wa Ta‟ala memperingatkan bahwa jika engkau menghukum, maka hukumlah diantara mereka dengan adil, karena sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang berlaku adil. Selain itu, Allah juga memperingatkan kepada seorang hakim untuk berlaku adil dalam mengambil segala keputusan, berkata dan berlaku adil walau itu dengan kerabat. Berkaitan dengan ini, maka hakim harus memiliki etika dalam memberikan suatu putusan serta dalam pergaulan sehari-hari. Artinya, adab seorang hakim merupakan tingkah laku yang baik dan terpuji yang harus dilaksanakan oleh seorang hakim dalam berinteraksi sesama manusia dalam menjalankan tugasnya. Artinya, seorang 42 hakim patut melakukan perbuatan yang terpuji dalam pergaulan di luar mahkamah atau disaat bertugas menjadi seorang hakim di dalam mahkamah. Di luar mahkamah, seorang hakim tidak seharusnya ia bergaul bebas dengan mereka, melainkan hanya sekedar perlunya saja. Hakim juga tidak dibenarkan bersenda gurau secara berlebihan, hal ini dikhawatirkan akan menjatuhkan martabat dan wibawanya sebagai hakim. 37 selain itu, seseorang yang menjabat sebagai hakim tidak diperbolehkan menerima hadiah dari pihak yang berperkara, dari orang-orang yang berada dalam lingkup jabatannya, meskipun orang itu tidak sedang dalam perkara hukum, karena dikhawatirkan hal itu dapat melemah ketika mengurus masalah hukum nantinya. Hal ini didasarkan kepada sebuah hadits shahih, bahwa Rasulallah Salallahu „Alaihi wa Sallam pernah bersabda : hadayal umarai ghululun, hadiah-hadiah yang diterima para pejabat adalah suatu bentuk korupsi. 38 Apabila seorang hakim telah menerima hadiah dari seseorang yang sedang dalam masalah hukum, maka diharuskan untuk mengembalikannya. Jikalau pihak tersebut tidak diketahuinya, maka hadiah tersebut diserahkan kepada pihak Baitul Maal, karena Baitul Maal berhak atas hadiahnya. Walau ada beberapa pendapat yang tidak melarang seorang hakim menerima hadiah, yang terpenting ada sangkut-pautnya dengan perkara hukumannya. Menurut penulis, hal itu harus dihindari oleh seorang 37 Muhammad Bin Ahmad Al-Qarati, Qawanial- Ahkam As Syari‟ah, Beirut : Lebanon, tanpa penerbit, h. 324. Sebagaimana telah dikutip dari Abdul Manan, h. 34 38 Imam Al Mawardi dan Abu Al Hasan bin Muhammad bin Habib, Al Ahkam Al Sulhaniyyah, Kairo : Mathaba‟at Al Halabi, 1375H, h. 155. Sebagaimana telah dikutip dari Abdul Manan, h. 34 43 hakim demi menjaga kewibawaan dan kekhawatiran akan menjadi boomerang baginya. Di samping itu, hakim tidak boleh memberi suap atau melakukan penyogokan untuk mendapatkan suatu jabatan, karena apabila hal tersebut dilakukan maka dalam menjatuhkan putusan terhadap suatu kasus sedangkan putusannya itu didasarkan kepada rusywah, maka putusan itu tidak boleh dijalankan, meskipun putusan itu mendekati kebenaran. Memutus suatu perkara itu adalah ibadah, jika putusannya itu didorong karena sogok, maka putusan itu tidak lagi didasarkan ibadah, tetapi karena kepentingan pribadinya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Tarmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al Baihaqi dan Ibn Amru, Tsabit dari Rasulallah Salallahu „Alaihi wa Sallam melaknat keras si pemberi suap, dan yang menjadi perantara transaksi suap-menyuap itu. Umar bin Abi Salamah, dari Abu Hurairah radiyallahu‟anhu berkata, Rasulallah bersabda : La‟anar Rasyi wal Murtasyi wa ar Raisya. Rasulallah Salallahu „Alaihi wa Sallam melaknat penyuap dan penerima suap dalam peradilan. HR. Tarmidzi, nomor 1236. 39 Konsep kehakiman dalam peradilan Islam sangat mengutamakan asas equality before the law dan asas audi et alteram partem. Kedudukan para pihak adalah sama di muka bumi dan memutuskan perkara hakim harus menghadirkan ke dalam majelis pihak-pihak yang berperkara dan hakim dilarang memutus perkara sebelum 39 Abu Fida‟ Abdul Rafi‟, Terapi Penyakit Korupsi Dengan Tzkiyyatun Nafs Penyucian Jiwa, Jakarta : Republika, 2004,Cet. 1. h. 9 44 mendengar semua pihak yang terkait dengan perkara yang disidangkan itu. Hakim dilarang berbicara dengan lembut dan bahasa yang hormat kepada salah satu pihak. Tidak boleh menekan satu pihak dan menolong pihak lain. Hakim harus bersikap berimbang dengan memeriksa keterangan para pihak yang berperkara, ia harus bersikap adil. As Syaukani menjelaskan, bahwa Rasulallah pernah bersabda yang maksudnya siapa saja yang mengadili suatu perkara diantara orang-orang Islam, maka hendaklah memeriksanya dengan adil, baik dalam percakapan, isyarat, duduknya, jangan terlalu keras suaranya pada seseorang, tapi lemah-lembut kepada orang lain. 40 Hakim dalam menghadapi masalah hukum, hendaklah selalu berlapang dada dan sabar mendengar segala keluhan pihak-pihak yang berperkara. Janganlah menjatuhkan putusan berdasarkan keterangan dari satu pihak saja, tetapi hendaknya mendengar keterangan dari pihak yang terlibat dalam perkara tersebut. Dapat dipahami, jika keadilan merupakan cita yang harus diterapkan dalam hubungan dengan negara. Rosul sendiri melaksanakan keadilan yang tidak berat sebelah, dan untuk menjamin pelaksanaanya, maka ditunjuklah hakim, yaitu mereka yang bertaqwa kepada Allah, shaleh, tidak berkelakuan tercela, memahami syari‟ah dan telah dilatih dengan baik. 40 Muhammad As Syaukani, Nailur Autar, Mesir : Penerbit tidak terbaca, Juz 8, h. 282. Sebagaimana telah dikutip dari Abdul Manan, h. 36 45 System keadilan seperti ini merupakan lembaga pertama yang didirikan oleh Islam. Hal ini bukan saja disebut di dalam Al Qur‟an dan As Sunnah, namun juga dilukiskan dalam banyak karya kepustakaan Arab. “Celakalah suatu umat bila yang melakukan kejahatan itu orang bangsawan, tidak berlaku baginya hukum. Dengarlah, sekiranya Fatimah anak kandungku melakukan pencurian, akan diberlakukan hukum potong tangan akibat perbuatannya”. Hadits Nabi Muhammad Sholallahu „Alaihi wa Sallam. 41 Disebut keadilan bukan hukum karena keadilan selalu menjadi hukum. Sedangkan hukum belum tentu menjadi keadilan. Untuk tidak member peluang penyalanggunaan dalam pemakaian sehari-hari digabungkan dua istilah itu, sehingga bunyinya hukum dan keadilan.

B. Hal - hal Yang Mempengaruhi Vonis Hakim