BAB II KERANGKA TEORI
A. Penerjemahan
1. Definisi Terjemah
Sejauh yang dapat dilacak, bukti sejarah tertua tentang aktivitas penerjemahan yang paling pertama kali dilakukan adalah terjemahan yang terpatri pada batu
Rosetta di sepanjang sungai Nil Mesir, yang ditemukan para arkeolog barat tahun 1799 M. Pada batu itu terpahat tulisan Mesir Kuno Hiroglyf dengan
terjemahannya dalam bahasa Yunani kuno.
19
Kegiatan terjemah juga dikerjakan oleh bangsa Yahudi sekitar 397SM tahun, atau tahun 445 SM dalam catatan sejarah yang lain. Masyarakat Nehemiah
biasa dikumpulkan di alun-alun kota untuk mendengarkan berbagai penjelasan hukum. Masyarakat asing yang tidak mengenal bahasa Ibrani kemudian dapat
mendengarkan terjemahannya dalam bahasa Aramaika, bahasa yang dipergunakan secara luas di Mediterania.
20
Penerjemah interlingual karya sastra Eropa yang pertama kali dikerjakan oleh Livius Adronicus yang menterjemahkan naskah karya Homerus, Odyssey,
dari bahasa Yunani kuno ke dalam bahasa latin dan Naevius. Kemudian Ennius menerjemahkan naskah-naskah Yunani kuno karya Euripides, dan yang paling
19
Suhendra Yusuf, Teori Terjemah, Bandung: Mandar Maju, 1999, h. 32-33
20
Eko Setyo Humanika, Mesin Penerjemah: Sebuah Tinjauan Linguistik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003, h. 4
terkenal sangat produktif adalah Cicero dan Catulus dalam menerjemahkan naskah-naskah Yunani ke dalam bahasa latin.
21
Pada tahun 384 SM, Paus Damasus menugaskan Jerome untuk menerjemahkann kitab suci Perjanjian Baru ke dalam bahsa latin, karena
terjemahan lama yang dikerjakan para penerjemah terdahulu dirasakan kaku dan buruk, dan diubahnya dengan model terjemahan bebas.
22
Pada abad ke-7, Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan dan melakukan penerjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filsafat klasik Aristoteles,
Plato, Galen, Hipocrates, dan lain-lainnya ke dalam bahasa Arab. Sedangkan penerjemahan al-Qur’ân ke dalam bahasa Eropa dimulai pada abad ke-12 oleh
Riobert de Ratines pada tahun 1141-1143 M. terjemahan ini, menurut Abu Bakar Aceh, dianggap banyak yang menyimpang banyak yang sengaja disimpangkan
agar isi al Qur’ân menjadi rusak. Terjemahan itu pula yang dijadikan pegangan untuk menterjemahkan al Qur’ân kedalam bahasa Inggris.
23
Selanjutnya dengan berkembangnya ilmu lingustik, mulai banyak para ahli yang berbicara tentang teori terjemah, diantaranya: Eugene A. Nida, Ian Finly,
Theodore Savory, J.C Catford, J.B Carol, Leonard Foster, P. Newmark, dan lain- lain.
24
Kemudian cara menerjemahkan al-Qur’ân tentu saja sangat berbeda dengan menerjemahkan teks biasa. Seorang penerjemah al-Qur’ân harus memulai
dengan beberapa tahapan. Seperti diungkapkan oleh H. Datuk Tombak Alam dalam bukunya yang berjudul Metode Menerjemahkan Al-Qur’ân Al-Karim 100
21
Ibid
22
Yusuf, h. 34
23
Ibid., h. 33-35
24
Ibid., h. 38
Kali Pandai, beliau memberikan beberapa proses yang harus ditempuh seorang
mutarjim al-Qur’ân.
Adapun tahapannya
sebagai berikut:
Pertama ,
menerjemahkan secara harfiyah dan menurut susunan bahasa Arabnya yang sudah tentu tidak cocok dengan susunan bahasa Indonesia yang baik. Hal ini dilakukan
pada tahap pertama agar dalam menerjemahkan dapat mengenal kedudukan dan hukum kata-kata itu. Kedua, yaitu membuang kata-kata yang ada dalam al-Qur’ân
ke dalam terjemahan. Proses ketiga, menggeser atau menyusun kalimatnya dalam terjemahan untuk mencapai bahasa Indonesia yang baik, yaitu di awal digeser ke
belakang dan yang di akhir diletakkan di muka sesuai dengan susunan kalimat dalam bahasa Indonesia SPOK. Tahap ini boleh digunakan jika diperlukan, akan
tetapi jika seorang penerjemah ingin dikatakan terjemahannya itu baik, maka tahap in harus dipenuhi.
25
Definisi terjemah menurut Widyawartama adalah: penerjemahan dengan memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan
pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kedua mengungkapkan gaya bahasanya.
26
Sedangkan penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagai cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Secara luas terjemah
dapat diartikan semua kegiatan manusia dalam mengalihkan makna atau pesan, baik verbal maupun non verbal, dari suatu bentuk ke dalam bentuk yang lainnya.
27
25
Datuk Tombak Alam, Metode Menerjemahkan Al-Qur’ân Al-Kqrim 100 Kali Pandai,
26
A. Widyamartama, Seni Menerjemahkan, Yogyakarta, Kanisius, 1989, h. 11
27
Mansur Pateda, Semantik Leksikal, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, cet. Ke-1, h. 119
Lain dengan pendapat Bunyamin Ahmad yang menyebutkan dengan lebih sederahana bahwa terjemah merupakan aktifitas dan mengalih kata dari bahasa
sumber kebahasa kedua.
28
Namun menurut Maurits Simatupang menerjemahkan adalah mengalihkan makna yang terdapat dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dan
mewujudkan kembali di dalam bahasa sasaran dengan bentuk-bentuk yang sewajar mungkin menurut aturan yang berlaku dalam bahasa sasaran. Jadi yang
dialihkan adalah makna bukan bentuk.
29
Kualitas penerjemah berdampak pada kualitas terjemahan. Penerjemah berkualitas buruk akan menghasilkan terjemahan yang buruk. Karena seorang
penerjemah tidak dapat menerjemahkan naskah untuk segala bidang. Penerjemah harus menguasai pengetahuan umum, seperti tentang kehidupan sosial, politik,
ekonomi, budaya, teknologi, dan ilmu pengetahuan. Penerjemah yang berspesialisasi, misalnya hukum, tehnik, atau kedokteran, harus menguasai
subtansi yang diterjemahkan.
30
Syarif Hidayatullah mengatakan cara menanggulangi penerjemah berkualitas buruk adalah :
Pertama, etik. Salah satu butir kode etik Himpunan Penerjemah
Indonesia menyebutkan penerjemah tidak dibenarkan menerima pekerjaan
penerjemah yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Kedua, peningkatan
diri. Penerjemah harus selalu meningkatkan dan memperluas serta
menyegarkan pengetahuannya. Ketiga, perguruan tinggi harus berperan
sebagai tempat mengembangkan program pelatihan disamping program
28
Solihin Banyumas Ahmad, Metode Granada: Sistem 8 Jam Bisa Menerjemah a- Qur’ân, Jakarta: Pustaka Panjimas, 2000, h. 22
29
Maurits Simatupang, Pengantar Teori Terjemahan, Jakarta, Dirjen Dikti Depdiknas, 1999, h. 2
30
Moch. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, Jakarta, Tp, 2007,
h. 3
pendidikan formal dijenjang pascasarjana spesialis atau magister.
Keempat, HPI sedang membina para penerjemah dengan pendidikan nonformal untuk meningkatkan kualitas. Kelima, peneliti dan kritisi
terjemah harus berperan sebagai pendorong peningkatan kualitas.
Keenam, pengembangan karir penerjemah harus mendapat dorongan dari
masyarakat pengguna.
31
Sedangkan pengertian terjemah menurut Khalid Abdurrahman al-Ak adalah memindahkan makna dari satu bahasa ke bahasa lain.
32
Secara definitif, terjemah adalah suatu proses pengalihan pesan yang terdapat di dalam teks bahasa pertama
atau bahasa sumber dengan padanannya di dalam bahasa kedua atau bahasa sasaran.
33
Meski secara definitif terdengar sederhana, proses penerjemahan tidaklah mudah. Proses penerjemahan senantiasa melewati sebuah proses interpretasi ulang
atas apa yang dipahami seorang penerjemah dalam sebuah bahasa untuk diterjemahkannya dalam sebuah bahasa lainnya. Proses ini, tentunya melewati
sebuah proses pencitraan, di mana gambaran tentang sebuah konsep, baik itu sebuah peristiwa atau hanya sebuah benda, direpresentasi hanya dengan satu atau
beberapa buah kata. Hal ini karena bahasa merupakan simbol dan sistem penandaan dari dunia nyata. Realitas adalah realitas yang diketahui setelah
dibahasakan, atau realitas adalah realitas yang terbahasakan.
34
31
Hidayatullah, h. 3-4
32
Khalid Abdurrahman al-Ak. Ushul at Tafsîr wa Qawaiduhu, Beirut, Daru al-Nafais, 1986, h. 461
33
Yusuf, h. 8
34
H. Tedjoworo, Imaji dan Imajinas: Suatu Telaah Filsafat Postmodernnisme, Yogyakarta: Kanisius, 2001, h. 27
Sedangkan Muhammad ibn Shalih menyebutkan bahwa terjemah adalah “menerangkan suatu pembicaraan dengan menggunakan bahasa yang lain”.
35
2. Jenis-jenis Penerjemahan