Ketua : Anggota 1 : Prasangka Sosial Tabel IV.6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Pada Hari : Tanggal : Pukul : Tim Penguji:

1. Ketua :

2. Anggota 1 :

3. Anggota 2 :

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR Dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk melengkapi syarat memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak menghadapi kesulitan karena keterbatasan dan kemampuan, namun penulis bersyukur dan berterima kasih karena telah mendapat perhatian dan dukungan dari berbagai pihak yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini. Maka, dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua orangtua tercinta, Ayah Ramaras dan Ibu Naumani yang telah mengasihi dan mendukung penulis setiap saat. Semoga penulis dapat membuat Ayah dan Ibu selalu tersenyum bahagia dan bangga. 2. Bapak Prof. Dr. M. Arief Nasution, M.A selaku Dekan FISIP USU. 3. Bapak Drs. Amir Purba, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi. 4. Abang Drs. Hendra Harahap, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu yang sangat banyak dan berbagi ilmu yang sangat berharga selama membimbing penulis. 5. Ibu Dra. Fatma Wardi Lubis,M.A selaku dosen wali penulis. 6. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan bekal pengetahuan selama masa perkuliahan. Universitas Sumatera Utara 7. Ibu Dra. Dewi Kurniawati selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU beserta Kak Cut, Kak Maya, dan Kak Ros. 8. Kak Hanim, Kak Puan, dan staf Laboratorium Ilmu Komunikasi. 9. Keluarga IEC yang telah sangat membantu selama penelitian skripsi. 10. Ketiga abangku, Hendra, Anand Raj dan Sattya Raj yang telah bersedia membantu penulis saat membutuhkan dan berbagi suka dan duka. Juga kasih sayang yang begitu besar yang telah diberikan kepada penulis. 11. Keluarga besar penulis dimanapun mereka berada yang terus mendorong penulis untuk menyelesaikan kuliah yang memberikan motivasi yang besar kepada penulis. 12. Anggota Indiego, yaitu Selvia, Nal, Jaswin dan Maler yang telah menjadi sahabat terbaik dan selalu ada saat penulis membutuhkan. Terima kasih atas persahabatan yang indah ini. 13. Anggota Power Rangers, yaitu Christina, Yudhy, Widya, Efron, Flora, Minarno dan Hendra yang telah menjadi sahabat terbaik penulis selama masa perkuliahan yang selalu ada didalam suka maupun duka dan selalu memberikan motivasi dan dukungan yang begitu besar yang membangkitkan semangat penulis, penulis yakin bahwa persahabatan ini tidak akan pernah berakhir selama kita masih bernafas. 14. Sathya Seger, yaitu seorang sahabat yang telah mengisi hari-hariku dengan senyuman dan tawa. Terima kasih atas dukungan dan keyakinan bahwa penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 15. Keluarga Happy Yummy, Jula-jula, Telenovela, Flickazone, dan teman- teman Komunikasi stambuk 2006 yang menjadi teman yang sangat baik Universitas Sumatera Utara bagi penulis selama masa perkuliahan. Canda tawa yang dibagi sangat berkesan dan berarti. Penulis merasa sangat senang karena telah menjadi bagian dari stambuk 2006 yang sangat kompak. 16. Semua pengarang buku yang telah memotivasi dan menjadi narasumber bagi. 17. Semua pihak yang turut membantu kelancaran skripsi ini baik disadari ataupun tidak. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini belum mencapai kesempurnaan, namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikannya dengan baik. Dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia untuk diberikan saran maupun kritik yang sifatnya membangun. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkah kepada kita semua. Terima kasih. Penulis Pina Panduwinarsih Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

I.2 Perumusan Masalah

I.3 Pembatasan Masalah

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian I.4.2 Manfaat Penelitian I.5 Kerangka Teori I.5.1 Teori Komunikasi Antarbudaya

I.5.2 Teori Masyarakat Majemuk

I.5.3 Teori Etnosentrisme

I.5.4 Teori Hubungan yang Harmonis

I.6 Kerangka Konsep

I.7 Model Teoritis

I.8 Operasional Variabel

I.9 Definisi Operasional

I.10 Hipotesis

BAB II URAIAN TEORITIS

II.1 Teori Komunikasi dan Komunikasi Antarbudaya II.1.1 Teori Komunikasi II.1.2 Teori Komunikasi Antarbudaya II.2 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Hubungan Antarbudaya di dalam Masyarakat Majemuk II.2.1 Faktor Pendukung II.2.2 Faktor Penghambat Universitas Sumatera Utara

II.3 Hubungan Antaretnis di Medan

BAB III METODOLOGI PENELEITIAN

III.1 Metode Penelitian III.2 Deskripsi Lokasi Penelitian III.2.1 Lokasi Penelitian III.2.2 Keadaan Geografis III.2.3 Keadaan Demografis III.2.4 Keadaan Sosial Ekonomi III.2.5 Sarana dan Prasarana III.3 Metode Pengukuran III.4 Metode Penarikan Sampel III.4.1 Populasi III.4.2 Sampel III.5 Teknik Penarikan Sampel III.6 Teknik Pengumpulan Data III.7 Teknik Analisis Data

BAB IV ANALISIS DATA

IV.1 Analisis Tabel Tunggal IV.1.1 Karakteristik Responden IV.1.2 Peranan Komunikasi Antarbudaya IV.1.3 Hubungan yang Harmonis IV.2 Analisis Tabel Silang dan Korelasi tentang Interaksi dan Jarak Sosial Antarbudaya yang terjadi di Kelurahan Polonia IV.2.1 Interaksi Antaretnis di Kelurahan Polonia IV.2.2 Jarak Sosial Antaretnis di Kelurahan Polonia IV.3 Uji Hipotesis IV.4 Pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

V.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL Tabel I.1 Operasional Variabel Tabel III.1 Kependudukan Berdasarkan Etnis Tabel III.2 Kependudukan Berdasarkan Usia Tabel III.3 Kependudukan Berdasarkan Agama Tabel III.4 Kependudukan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel III.5 Kependudukan Berdasarkan Pekerjaan Tabel III.6 Operasionalisasi Variabel Tabel III.7 Tabel Populasi Tabel III.8 Stratified Propotional Random Sampling Tabel IV.1 Anggapan Bahwa Budaya yang Dimiliki Lebih Hebat daripada Budaya Lain Tabel IV.2 Budayanya merupakan Budaya yang Paling BenarAbsolut Tabel IV.3 Keluarga Sebagai Orang yang Pertama Kali Dimintai Bantuan Saat Kesulitan Tabel IV.4 Orang dari Sukunya sebagai Orang yang Selalu Membantu dalam Menyelesaikan Masalah Tabel IV.5 Hanya Mau Mendengar Masukan dari Sukunya Tabel IV.6 Tidak Bisa Menjalani Hubungan Baik dengan Etnis Lain Tabel IV.7 Merasa Tersaingi dengan Keberadaan Etnis Lain Tabel IV.8 Bersikap Negatif dengan Etnis Lain Tabel IV.9 Suku Mayoritas Memiliki Kekuasaan Lebih Tabel IV.10 Terjadi Tindakan Kesewenangan Karena Adanya Perbedaan Suku Mayortias dan Suku Minoritas Tabel IV.11 Menghindari Bekerja Sama dengan Etnis Lain Tabel IV.12 Tidak Nyaman Bekerja Sama dengan Etnis Lain Tabel IV.13 Memposisikan Etnis Lain Sesuai dengan Cerita yang Berkembang Tabel IV.14 Terjadi Kekacauan di Lingkungan yang Disebabkan oleh Etnis Lain Tabel IV.15 Etnis Lain sebagai Penyebab Perselisihan Tabel IV.16 Etnis Lain Menjadi Pengaruh Buruk Bagi Lingkungan Universitas Sumatera Utara Tabel IV.17 Sulit Beradaptasi dengan Etnis Lain Tabel IV.18 Hubungan dengan Etnis Lain Hanya Sebatas Tetangga Tabel IV.19 Menghindar Apabila Dimintai Tolong Tabel IV.20 Merasa Diperlakukan Tidak Adil di Lingkungan Tabel IV.21 Pernah Mengalami Konflik dengan Etnis Lain Tabel IV.22 Ingin Mempelajari Bahasa dari Etnis Lain Tabel IV.23 Perbedaan Bahasa Menjadi Kendala dalam Berinteraksi Tabel IV.24 Tertarik dengan Adat Istiadat Etnis Lain Tabel IV.25 Mendukung dalam Pelaksanaan Acara Kebudayaan Etnis Lain Tabel IV.26 Menghindari Pendapat dari Etnis Lain Tabel IV.27 Perbedaan NormaNilai Menjadi Kendala di Dalam Berinteraksi Tabel IV.28 Perbedaan Sikap dalam Bergaul Mempengaruhi dalam Berinteraksi dengan Etnis Lain Tabel IV.29 Sering Berinteraksi dengan Etnis Lain Tabel IV.30 Pernah Bekerja Sama dengan Etnis Lain Tabel IV.31 Mudah Beradaptasi dengan Etnis Lain Tabel IV.32 Merasa Tertarik dengan Perbedaan Kebudayaan Tabel IV.33 Tertarik dengan Karakter yang Dimiliki Etnis Lain Tabel IV.34 Keadaan Lingkungan Sangat Mendukung Kenyamanan Tabel IV.35 Menghadiri Undangan Pesta dari Etnis Lain Tabel IV.36 Melayat Tetangga yang Sedang Kemalangan Tabel IV.37 Menjaga Hubungan Baik dengan Etnis Lain Tabel IV.38 Mau Memiliki Suami, Istri atau Menantu dari Etnis Lain Tabel IV.39 Tabel Jarak Sosial Antaretnis di Kelurahan Polonia Tabel IV.40 Koefisien Korelasi Spearman Rho Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR Gambar I.1 Model Teoritis Gambar II.1 Model Komunikasi Antarbudaya Gambar IV.1 Jenis Kelamin Gambar IV.2 Usia Gambar IV.3 Suku Gambar IV.4 Agama Gambar IV.5 Interaksi Etnis Jawa dengan Etnis Lain Gambar IV.6 Interaksi Etnis Batak dengan Etnis Lain Gambar IV.7 Interaksi Etnis Tamil dengan Etnis Lain Gambar IV.8 Interaksi Etnis China dengan Etnis Lain Gambar IV.9 Interaksi Etnis Lain-Lain dengan Etnis Lainnya Universitas Sumatera Utara ABSTRAKSI Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis Studi Korelasional tentang Peranan Komunikasi Antarbudaya dalam Menjalin Hubungan yang Harmonis antara Etnis Tamil dan Non Tamil di Kelurahan Polonia Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antara peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil dengan menggunakan perspektif dari faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam proses komunikasi antarbudaya untuk menciptakan suatu hubungan yang harmonis di Kelurahan Polonia. Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kelurahan Polonia. Kecamatan Medan Polonia yang berusia 15 – 54 tahun, dengan asumsi dalam rentang usia tersebut lebih sering melakukan interaksi sosial dalam kehidupan sehari–hari. Jumlah keseluruhan populasi yang terdaftar di Kelurahan Polonia adalah sebanyak 11.756 orang. Jumlah sampel yang diambil sebesar 99 orang dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik stratifikasi proporsional dan purposive. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup sejumlah 63 pertanyaan. Analisis data menggunakan bentuk tabel tunggal lalu dihubungkan menjadi tabel silang. Selanjutnya uji hipotesa dan tes signifikansi. Semuanya dilakukan dengan program SPSS for Windows version 17.0. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terbukti bahwa hubungan antara peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia terdapat hubungan yang rendah.Untuk mengetahui tingkat signifikansi hasil hipotesis, dilakukan dengan menghitung nilai tabel temuan. Nilai tabel untuk masyarakat Kelurahan Polonia adalah 0.021. Nilai signifikansi yang diperoleh pada tabel koefisien korelasi Spearman Rho yaitu: 0.034 yang berarti 96,6. Dengan demikian, nilai signifikansi temuan 96.6 lebih besar dari nilai signifikansi patokan 95 . Maka, Ho ditolak dan Ha diterima. Maka peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia adalah signifikan. Universitas Sumatera Utara ABSTRAKSI Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis Studi Korelasional tentang Peranan Komunikasi Antarbudaya dalam Menjalin Hubungan yang Harmonis antara Etnis Tamil dan Non Tamil di Kelurahan Polonia Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antara peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil dengan menggunakan perspektif dari faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam proses komunikasi antarbudaya untuk menciptakan suatu hubungan yang harmonis di Kelurahan Polonia. Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kelurahan Polonia. Kecamatan Medan Polonia yang berusia 15 – 54 tahun, dengan asumsi dalam rentang usia tersebut lebih sering melakukan interaksi sosial dalam kehidupan sehari–hari. Jumlah keseluruhan populasi yang terdaftar di Kelurahan Polonia adalah sebanyak 11.756 orang. Jumlah sampel yang diambil sebesar 99 orang dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik stratifikasi proporsional dan purposive. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup sejumlah 63 pertanyaan. Analisis data menggunakan bentuk tabel tunggal lalu dihubungkan menjadi tabel silang. Selanjutnya uji hipotesa dan tes signifikansi. Semuanya dilakukan dengan program SPSS for Windows version 17.0. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terbukti bahwa hubungan antara peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia terdapat hubungan yang rendah.Untuk mengetahui tingkat signifikansi hasil hipotesis, dilakukan dengan menghitung nilai tabel temuan. Nilai tabel untuk masyarakat Kelurahan Polonia adalah 0.021. Nilai signifikansi yang diperoleh pada tabel koefisien korelasi Spearman Rho yaitu: 0.034 yang berarti 96,6. Dengan demikian, nilai signifikansi temuan 96.6 lebih besar dari nilai signifikansi patokan 95 . Maka, Ho ditolak dan Ha diterima. Maka peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia adalah signifikan. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis suku bangsa dan keyakinan agama. Pada satu sisi, kemajemukan budaya ini merupakan kekayaan bangsa yang sangat bernilai, namun pada sisi yang lain, pluralitas kultural tersebut memiliki potensi terjadinya disintegrasi atau perpecahan bangsa. Pluralitas kultural seringkali dijadikan alat untuk memicu munculnya konflik suku, agama, ras dan antara golongan SARA, meskipun sebenaranya faktor–faktor penyebab dari pertikaian tersebut lebih pada persoalan– persoalan ketimpangan ekonomi, ketidakadilan sosial dan politik Rahardjo, 2005 : 1. Indonesia mencatat puluhan bahkan ratusan perselisihan antar kelompok etnik sejak berdirinya. Meskipun demikian hanya beberapa yang berskala luas dan besar. Selain konflik antara etnik-etnik yang digolongkan asli Indonesia dengan etnis Cina yang laten terjadi, konflik antar etnik yang terbesar diantaranya melibatkan etnik Madura dengan Etnik Dayak di Kalimantan yang terkenal dengan tragedi Sambas dan tragedi Sampit. Konflik-konflik dalam skala lebih kecil terjadi hampir setiap tahun di berbagai tempat di penjuru tanah air. Menjelang akhir pemerintahan Orde Baru pada tahun 1997, banyak terjadi konflik sosial di Indonesia, baik konflik yang bersifat horizontal maupun konflik yang bersifat vertikal. Konflik horizontal, antara lain peristiwa perusakan toko- toko milik warga keturunan Tionghoa di berbagai kota, seperti Jakarta, Medan, Universitas Sumatera Utara dan kota-kota lainnya di Indonesia. Konflik antar umat beragama di Ambon, konflik antar etnik di Sambas, dan terjadinya konflik antar pemuda dan antar desa di berbagai tempat di Indonesia. Sedangkan konflik yang bersifat vertikal, yaitu konflik antara masyarakat dengan aparat pemerintah, seperti terjadinya pembakaran kantor polisi, pengrusakan kantor DPRD, dan yang paling mengancam keutuhan Negara Republik Indonesia adalah adanya pergolakan di daerah Papua dan Aceh yang menghendaki kemerdekaan. Masyarakat di kota Medan yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama merupakan daerah yang rawan akan terjadinya konflik sosial. Namun sampai saat ini, konflik sosial yang terjadi di Medan masih berada pada batas- batas kewajaran. Perkelahian antar kelompok pemuda yang pernah terjadi di Medan, dengan segera dapat diatasi pihak keamanan. Terjadinya berbagai peristiwa peledakan bom di Gereja dan tempat-tempat lain di kota Medan, ternyata tidak menyebabkan terjadinya konflik sosial yang bersifat terbuka pada masyarakat. Kondisi yang tampak dipermukaan, menunjukkan bahwa masyarakat kota Medan yang terdiri dari berbagai etnis, suku bangsa dan agama dapat hidup rukun, dengan pengertian tidak terjadi pertentangan atau konflik secara terbuka. Peristiwa konflik sosial, adakalanya bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Bahkan ada kemungkinan, sebagian besar konflik sosial yang terjadi di masyarakat merupakan proses yang panjang; mungkin diawali dengan terjadinya salah faham antar individu, berkembang menjadi sikap antipati antar kelompok, dan dalam perkembangan selanjutnya meningkat menjadi konflik sosial. Kondisi Universitas Sumatera Utara tersebut bisa diperburuk ketika masyarakat yang berkonflik dipengaruhi oleh sikap “etnosentrisme.” Etnosentrisme merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma- norma dan nilai-nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang mutlak dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan lain. Etnosentrisme menyebabkan adanya prasangka dalam setiap etnis yang dapat memandang orang dari kelompok etnis lain sebagai barbar, kafir dan tidak mempunyai peradaban. Etnosentrisme dapat membangkitkan sikap “kami” dan “mereka”, lebih khusus dapat membentuk subkultural–subkultural yang bersumber dari suatu kebudayaan yang besar Etnosentrisme sangat berpengaruh dalam komunikasi antarbudaya, misalnya meningkatkan kecenderungan untuk memilih dengan siapa anda berkomunikasi Liliweri, 2004 : 138. Untuk menghindari muculnya konflik yang disebabkan etnosentrisme dan faktor-faktor penyebab konflik lainnya, dibutuhkan komunikasi yang efektif didalam masyarakat multikultural. Hal ini dapat membantu terbentuknya hubungan yang harmonis didalam suatu masyarakat. Dalam kenyataan sosial disebutkan bahwa manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau dia tidak berkomunikasi dan interaksi antarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya. Masyarakat Keluarahan Polonia merupakan masyarakat yang terdiri dari beberapa etnis dan agama. Masyrakat ini mencerminkan kondisi masyarakat Indonesia yang multietnis dan memiliki keanekaragaman budaya. Mereka juga hidup seperti halnya masyarakat lainnya dengan saling ketergantungan, saling Universitas Sumatera Utara menghargai dan menghormati, saling menjaga keharmonisan satu dengan yang lain. Terdapat beberapa etnis yang termasuk kedalam ingroup atau etnis mayoritas yaitu etnis Jawa, Batak, Sunda, Minangkabau dll. Selain itu ada juga etnis minoritas yaitu etnis Tamil, Cina, Punjabi dll . Suku Tamil adalah sebuah kelompok etnis yang berasal dari Asia Selatan. Komunitas Tamil yang paling tua berasal dari India bagian selatan dan Sri Lanka bagian timur laut. Berbagai kelompok masyarakat dari anak benua India telah datang ke kepulauan Indonesia sejak masa pra-sejarah Malah nama Indonesia sendiri berasal dari bahasa Latin Indus India dan bahasa Yunani nêsos pulau yang secara harafiah berarti Kepulauan India. Ada beberapa kelompok suku India-Indonesia yang telah lama menetap di Indonesia. Salah satunya adalah kelompok suku masyarakat Tamil dari India Selatan banyak terdapat di daerah Sumatera Utara Medan, Pematang Siantar, dll. Banyak dari mereka yang didatangkan oleh pemerintah kolonial Inggris untuk bekerja di perkebunan- perkebunan yang dibuka di daerah tersebut. Suku Tamil di Indonesia dianggap sebagai Keturunan asing pada masa orde baru dan kini telah disahkan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia atau disebut sebagai Warga Negara Indonesia WNI. Saat ini diperkirakan ada sekitar 70.000 warga keturunan Tamil India yang bermukim di Medan http:id.wikipedia.orgwikiSuku_Tamil . Masyarakat Tamil masih berpegang teguh terhadap budaya dan adat istiadat mereka. Mereka memiliki berbagai macam kebudayaan dan adat istiadat yang sampai sekarang masih dijalankan oleh Masyarakat Tamil di kota Medan maupun di kota–kota besar lainnya di Indonesia. Ada beberapa kebudayaan Tamil yang dilaksanakan masyarakat Hindu tamil yang tidak asing lagi bagi masyarakat Universitas Sumatera Utara kota Medan seperti perayaan Adhi Tiruvilla Upacara tolak bala dan Navaratri penghormatan kepada tiga dewi yaitu Dewi Durga, Dewi Laksmi dan Dewi Saraswathi. Pada perayaan–perayaan ini biasanya warga Tamil melakukan arak- arakan mengelilingi kota dan tidak sedikit etnis non-Tamil yang ikut menyaksikan perayaan tersebut. Hal ini menunjukkan bagaimana hubungan antara etnis Tamil dan etnis non-Tamil yang saling mendukung dan mau ikut serta dalam perayaan kebudayaan dan perayaan keagamaan tersebut walaupun hanya dengan menyaksikannya. Tersedianya tempat–tempat ibadah seperti Gereja, Masjid, Kuil, Pura, Vihara dan Guruduwara di Kelurahan Medan Polonia menunjukkan bahwa adanya kesetaraan dalam pembangunan tempat–tempat agama. Dan adanya saling menghormati sehingga tetap terjadi kerukunan antar umat agama sehingga eksistensi tempat–tempat beribadah dan umat–umatnya tetap terjaga. Hal ini menunjukkan bagaimana setiap etnis di Kelurahan Medan Polonia baik etnis Tamil maupun etnis non-Tamil dapat menjaga harmonisasi diantara etnis yang berbeda. Keharmonisan membawa kebahagiaan, sebaliknya ketidakharmonisan menciptakan banyak persoalan. Dalam suasana harmonis, damai, tentram secara fisik sangat mendukung terciptanya ketentraman internal Suamba, 2003 : 38. Masyarakat Tamil dalam filsafat Hindu percaya bahwa keharmonisan diri dengan alam dan lingkungan sekitar merupakan bagian dari keagamaan yang harus dilaksanakan. Karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan tidak dapat hidup tanpa alam sekitar. Jadi harus adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan manusia dengan sesamanya. Universitas Sumatera Utara Dalam kemajemukannya, masyarakat Kelurahan Polonia tetap dapat menjaga integrasi bangsa. Semua suku tetap mempertahankan identitas masing– masing tanpa harus adanya etnosentrisme atau menjadi lawan dari suku lainnya. Mereka tetap dapat bekerjasama di dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti sejauhmana peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis di antara Etnis Tamil dan Non-Tamil di Kelurahan Polonia, karena hubungan yang harmonis bisa saja terjadi karena besarnya toleransi dan keterbukaan diri suku mayoritas dan juga bisa saja dikarenakan kerendahan hati suku Tamil sehingga mereka mau beradaptasi dengan suku mayoritas melalui peranan komunikasi antarbudaya di dalam masyarakat tersebut. Pemilihan lokasi penelitian ini setelah penulis mengetahui bahwa di Keluarahan Polonia ini, masyarakat heterogen, terdiri dari etnis Tamil dan Non- Tamil dan terjadi pembauran diantara mereka. Selain itu keberadaan masyarakat Tamil di Kelurahan Polonia termasuk salah satu pemukiman masyarakat Tamil yang cukup besar. Selain itu Kelurahan Polonia daerah pintu gerbang Kota Medan, yang merupakan pintu masuk dari daerah lainnya baik Regional maupun Internasional melalui transportasi udara karena terdapat Bandara Internasional Polonia sebagai pelabuhan udara yang mampu dilandasi jenis pesawat berbadan lebar seperti Air Bus dan mempunyai jalur penerbangan keberbagai daerahkota secara Regional maupun Internasional. Dengan adanya Bandara International Polonia ini menjadikan lokasi ini penting sebagai gerbang Kota Medan dan masyarakatnya sebaiknya menjaga keharmonisan agar dapat menjadi contoh yang Universitas Sumatera Utara baik untuk kelurahan–kelurahan lainnya. Hal ini juga yang menjadi alasan peneliti memilih Kelurahan Polonia sebagai Lokasi Penelitian.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut: • Sejauhmanakah komunikasi antarbudaya berperan dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan etnis non Tamil di Kelurahan Polonia? • Bagaimanakah keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh komunikator dan komunikan dari etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia?

I.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti perlu membuat pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang ditetapkan peneliti adalah sebagai berikut: 1. Responden yang dipilih adalah penduduk Kelurahan Polonia, yang terdiri dari Etnis Tamil dan non Tamil. 2. Studi korelasional tentang peran komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis hanya dilakukan penelitiannya di Kelurahan Polonia dan dibatasi pada penduduk kelurahan Medan Polonia yang berusia 15 – 54 tahun. 3. Etnis Tamil dan etnis China merupakan etnis pendatang, sedangkan etnis Non Tamil lainnya merupakan etnis lokal. Universitas Sumatera Utara 4. Penelitian dibatasi hanya sampai kepada faktor yang menjadi latar belakang terjalinnya hubungan yang harmonis di Kelurahan Polonia. I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui peranan unsur–unsur komunikasi dalam menyumbangkan efektifitas komunikasi antarbudaya. 2. Mengetahui keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh komunikator dan komunikan dari etnis yang berbeda. 3. Mengetahui perbedaan persepsi etnis yang berbeda yang menimbulkan stereotip pada etnis Tamil dan non Tamil. 4. Mengetahui peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia.

I.4.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara Teoritis, penelitian ini berguna untuk menambah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan peneliti mengenai ilmu komunikasi khususnya komunikasi antarbudaya sebagai bagian dari ilmu komunikasi. 2. Secara Akademis, penenlitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah penelitian di departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, khususnya mengenai komunikasi antarbudaya yang juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembacanya. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masalah-masalah antarbudaya, khususnya peningkatan sosial di kota Universitas Sumatera Utara Medan, maupun masyarakat lainnya yang memiliki keragaman budaya dan etnik sehingga dapat memelihara hubungan yang harmonis sesama masyarakat.

I.5 Kerangka Teori

Rancangan penelitian yang baik dan memenuhi standar ilmiah haruslah menyertakan kajian teori atau perspektif teoritik yang dipandang relevan untuk membantu memahami atau menjelaskan fenomena sosial yang diteliti Bungin, 2007:45. Sedangkan Kerlinger menjabarkan pengertian teori sebagai suatu himpunan constuct konsep defenisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan gejala tersebut Rakhmat, 1998 : 6 Dalam penelitian ini teori yang digunakan agar permasalahan lebih jelas adalah sebagai berikut:

I.5.1 Teori Komunikasi Antarbudaya

Menurut Samover dan Porter, komunikasi antarbudaya terjadi bila komunikator pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesan komunikan adalah anggota suatu budaya lainnya. Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya dari studi komunikasi lainnya, yaitu perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikatornya yang disebabkan perbedaan kebudayaan. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang berbeda, berbeda pula perilaku komunikasi dan makna yang dimilikinya. Sehubungan dengan itu, Porter dan Samover memperkenalkan model komunikasi antarbudaya sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Gambar I.1 Model Komunikasi Antarbudaya Sumber : Mulyana dan Rakhmat. 1998 : 21 Pengaruh budaya atas individu dan masalah–masalah penyandian dan penyandian balik pesan terlukis pada gambar diatas. Tiga budaya diwakili dalam model ini oleh tiga bentuk geometric yang berbeda. Budaya A dan budaya B relatif serupa dan masing – masing diwakili oleh suatu segi empat dan suatu segi delapan tak beraturan yang hampir menyerupai segi empat. Budaya C sangat berbeda dari budaya A dan budaya B. Perbedaan yang lebih besar ini tampak pada bentuk melingkar budaya C dan jarak fisik dari budaya A dan budaya B. Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk budaya yang mempengaruhinya. Ini Budaya A Budaya B Budaya C Universitas Sumatera Utara menunjukkan dua hal. Pertama, ada pengaruh–pengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu. Kedua, meskipun budaya merupakan sesuatu kekuatan dominan yang mempengaruhi individu, orang–orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat–sifat yang berbeda. Penyandian dan penyandian balik pesan antarbudaya dilukiskan oleh panah–panah yang menghubungkan budaya–budaya itu. Panah–panah ini menunjukkan pengiriman pesan dari budaya yang satu ke budaya lainnya. Ketika suatu pesan meninggalkan budaya dimana ia disandi, pesan itu mengandung makna yang dikehendaki oleh penyandi encoder. Ini ditunjukkan oleh panah yang meninggalkan suatu budaya yang mengandung pola yang sama seperti pola yang ada dalam individu penyandi. Ketika suatu pesan sampai pada budaya dimana pesan itu harus disandi balik, pesan itu mengalami suatu perubahan dalam arti pengaruh budaya penyandi balik decoder telah menjadi bagian dari makna pesan. Makna yang terkandung dalam pesan yang asli telah berubah selama fase penyandian balik dalam komunikasi antarbudaya, oleh karena perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki decoder tidak mengandung makna–makna budaya yang sama seperti yang dimiliki encoder. Model tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak ragam perbedaan budaya dalam komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya terjadi dalam banyak ragam situasi yang berkisar dari interaksi–interaksi antara orang–orang yang berbeda secara ekstrem hingga interaksi–interaksi antara orang–orang yang mempunyai budaya dominan yang sama tetapi mempunyai subkultur dan subkelompok yang berbeda Mulyana dan Rakhmat, 1998 : 20. Universitas Sumatera Utara

I.5.2 Teori Masyarakat Majemuk

Masyarakat majemuk atau masyarakat plural dapat dipahami sebagai masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok atau strata sosial, ekonomi, suku, bangsa, budaya dan agama. Di dalam masyarakat plural, setiap orang dapat bergabung dengan kelompok yang ada, tanpa adanya rintangan–rintangan yang sistematik yang mengakibatkan terhalangnya hak untuk berkelompok atau bergabung dengan kelompok tertentu Asykuri, dkk, 2002:107. Masyarakat majemuk menurut KBBI, ialah masyarakat yang terbagi dalam kelompok persatuan yang sering memiliki budaya yang berbeda. S.Furnivall merupakan orang pertama yang mengemukakan konsep masyarakat majemuk berdasarkan kajiannya di Indonesia dan Burma. Menurutnya ciri utama masyarakat majemuk adalah kehidupan masyarakat yang berkelompok–kelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi mereka terpisah– pisah karena perbedaan sosial dan tidak tergabung dalam sebuat unit politik Liliweri, 2004: 166. Ciri–ciri masyarakat majemuk menurut Furnivall adalah: 1. Walaupun kelompok – kelompok yang tergabung dalam satu masyarakat itu berada dalam satu sistem politik yang sama, tetapi kehidupan mereka sendiri – sendiri. 2. Interaksi sosial antar kelompok kurang sekali, dan reaksi yang terjadi cenderung terbatas pada sektor ekonomi saja. 3. Suatu campuran berbagai kelompok manusia itu dikatakan muncul akibat denominasi kolonialisme. Universitas Sumatera Utara 4. Tidak ada atau lemah dalam “common sense will” atau keinginan akan kebersamaan sosial, yaitu suatu perangkat nilai – nilai yang disepakati warga masyarakat untuk member panduan dan mengontrol tingkah laku warga masyarakatnya Lubis, 1993:34.

I.5.3 Teori Etnosentrisme

Sumner dalam Veeger 1990 sendiri yang memberikan istilah etnosentris. Dengan sikap itu, maka setiap kelompok merasa folkwaysnya yang paling unggul dan benar. Komunikasi antarbudaya dapat dijelaskan dengan teori etnosentrisme seperti diungkapkan oleh Samovar dan Porter 1976. Katanya, ada banyak variabel yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbuadaya, salah satunya adalah sikap. Sikap mempengaruhi komunikasi antarbuadaya, misalnya terlihat dalam etnosentrisme, pandangan hidup, nilai-nilai yang absolute, prasangka, dan streotip. Zatrow 1989 menyebutkan bahwa setiap kelompok etnik memiliki keterikatan etnik yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Etnosentrisme merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolut dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Sehingga etnosentrisme memunculkan sikap prasangka dan streotip negatif terhadap etnik atau kelompok lain. Universitas Sumatera Utara Poortinga dalam Liliweri, 2001 :173 menyatakan bahwa ada 3 faktor penentu prasangka yang diduga mempengaruhi komunikasi antarbudaya, yaitu : a. Stereotip Streotip berasal dari kecenderungan untuk mengorganisasikan sejumlah fenomena yang sama atau sejenis yang dimiliki oleh sekelompok orang ke dalam kategori tertentu yang bermakna. Streotip berkaitan dengan konstruksi citra yang telah ada dan terbentuk secara turun–temurun. Ia tidak hanya mengacu pada citra negatif tetapi juga positif. b. Jarak sosial Jarak Sosial adalah kondisi seseorang atau masyarakat yang berbeda tingkat peradabannya dengan orang lain atau masyarakat lain meskipun itu berada dalam zaman atau masa yang sama. Jarak sosial membedakan kelompok-kelompok masyarakat secara horizontal berdasarkan jarak peradabannya. c. Diskriminasi Diskriminasi adalah perlakuan terhadap orang atau kelompok yang didasarkan pada golongan atau kategori tertentu. Sementara itu dalam pengertian lain diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan didasarkan pada gender,ras, agama,umur atau karakteristik yang lain. Universitas Sumatera Utara

I.5.4 Teori Hubungan yang Harmonis

Hubungan yang harmonis merupakan suatu pertalianpersahabatan dan kontak yang dilakukan antara anggota–anggota masyarakat yang mana mereka saling bersangkutan dalam suatu hubungan yang selaras dan serasi dalam hidup bermasyarakat, bertetangga, berteman, bersaudara dan sebagainya. Berikutnya, faktor–faktor yang mendukung terjalinnya hubungan yang harmonis adalah sebagai berikut: a. Imitasi Imitasi atau meniru adalah suatu proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan indera sebagai penerima rangsang dan pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari rangsang dengan kemampuan aksi untuk melakukan gerakan motorik http:id.wikipedia.org. b. Sugesti Sugesti adalah pengaruh yang diberikan orang lain atau kelompok lain mengenai pandangan hidup, sikap, dan perilaku tertentu yang diterima tanpa dipikirkan secara kritis akibatnya-akibatnya. Pengaruh sugesti ini sangat kuat jika berasal dari orang-orang yang berwibawa atau berpengaruh dalam masyarakat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan emosi, stress, sedih, atau tertekan biasanya akan mudah terpengaruh oleh sugesti. c. Identifikasi Identifikasi merupakan usaha seseorang untuk menjadi sama persis dengan orang lain, sifatnya lebih mendalam dari pada yang dilakukan dalam Universitas Sumatera Utara imitasi. Atau bisa juga diartikan sebagai dorongan untuk menjadi identik sama dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Proses identifikasi mula–mula berlangsung secara tidak sadar dengan sendirinya, kemudian irrasional, yaitu berdasarkan kecenderungan– kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional, dan berguna untuk melengkapi sistem–sistem norma, cita–cita dan pedoman– pedoman tingkah laku orang yang mengindentifikasi itu Ahmadi, 1991 : 63. d. Simpati Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaaan sebagaimana proses identifikasi. Simpati menghubungkan seseorang dengan orang lain Gerungan, 2004 : 74. e. Empati Empati diidefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain. Karena pikiran, kepercayaan dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaannya, seseorang yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan mood orang lain. Empati sebagai kajian multikultural meruapakan suatu penyelidikan untuk mengetahui bagaimana perbedaan dan hambatan kultural dapat diatasi dengan cara menempatkan diri pada posisi lawan bicara Puwasito, 2003: 182. Universitas Sumatera Utara

I.6 Kerangka Konsep

Teori–teori yang dijadikan landasan pada kerangka teori harus dapat menghasilkan beberapa konsep yang disebut dengan kerangka konsep. Menurut Nawawi 1995: 40 kerangka konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Agar konsep–konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Dalam penelitian ini, ada 3 kategori yang diteliti yaitu: 1. Kategori berdasarkan pelaksanaan komunikasi antarbudaya Yang kehendak diteliti adalah mengenai faktor–faktor yang menghambat terjadinya komunikasi yang efektif, seperti prasangka yang ditandai dengan adanya stereotip, jarak sosial dan diskrimasi yang sering terjadi diantara individu–individu yang berbeda etnis dan budaya. 2. Kategori berdasarkan terjalinnya hubungan yang harmonis Yang diteliti dalam kategori ini adalah proses terjalinnya hubungan yang harmonis di dalam masyarakat yang ditandai dengan adanya imitasi, identifikasi, simpati dan empati. 3. Kategori berdasarkan karakteristik responden Yaitu sejumlah gejala yang tidak dapat dikontrol tetapi diperkirakan berpengaruh terhadap proses terjalinnya hubungan yang harmonis didalam masyarakat. Karakteristik responden meliputi, etnis, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, agama, lama tinggal dan pekerjaan. Universitas Sumatera Utara

I.7 Model Teoritis

Berdasarkan kerangka konsep yang ada, untuk memudahkan kelanjutan penelitian maka akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut: Gambar I.1 Model Teoritis

I.8 Operasional Variabel

Berdasarkan teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka untuk memudahkan penelitian perlu dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian sebagai berikut: Tabel I.1 Operasional Variabel Variabel Teortis Variabel Operasional Komunikasi Antarbudaya • Etnosentrisme • Prasangka Sosial • Stereotip Komunikasi Antarbudaya • Etnosentrisme • Prasangka Sosial • Stereotip • Jarak Sosial • Diskriminasi Hubungan yang Harmonis • Imitasi • Identifikasi • Simpati • Empati Karakteristik Responden • Usia • Jenis Kelamin • Suku • Agama Universitas Sumatera Utara • Jarak Sosial • Diskriminasi Hubungan yang harmonis • Imitasi • Sugesti • Identifikasi • Simpati • Empati Karakteristik Responden • Usia • Jenis kelamin • Suku • Agama

I.9 Defenisi Operasional

Menurut Singarimbun 1995: 46, definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara untuk mengukur suatu variabel. Dalam penelitian ini, variabel – variabel dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Variabel bebas : Komunikasi Antarbudaya a. Etnosentrisme adalah suatu kecenderungan untuk memandang norma- norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolut dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Universitas Sumatera Utara b. Prasangka sosial adalah sikap perasaan orang – orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu. c. Stereotip adalah suatu sikap atau karakter yang dimiliki oleh untuk menilai orang lain semata-mata berdasarkan kelas atau pengelompokan yang dibuatnya sendiri dan biasanya bersifat negatif. d. Jarak sosial adalah perasaan untuk memisahkan seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan tingkat penerimaan seseorang terhadap orang lain. e. Diskriminasi antaretnik adalah perlakuan terhadap orang atau kelompok yang didasarkan pada golongan atau kategori tertentu. 2. Variabel terikat : Hubungan yang Harmonis a. Imitasi adalah sikap meniru orang lain baik dalam bahasa maupun bertingkah laku. b. Sugesti adalah pengaruh yang diberikan orang lain mengenai pandangan hidup, sikap dan perilaku. c. Identifikasi adalah usaha seseorang untuk menjadi sama persis dengan orang lain, sifatnya lebih mendalam dari pada imitasi. d. Simpati adalah perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. e. Empati adalah sikap membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. 3. Variabel Antara : Karakteristik Responden a. Usia : Usia responden b. Jenis Kelamin : Jenis kelamin responden priawanita. c. Suku : Sukuetnis responden Universitas Sumatera Utara d. Agama : Agamakepercayaan yang dianut oleh responden

I.10 Hipotesis

Hipotesis adalah pernyatuaan yang bersifat dugaan mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Champion, hipotesis adalah penghubung antara teori dengan dunia empiris Rakhmat, 2004: 14 dan merupakan jawaban sementara atas pertanyaaan penelitian yang kebenarannya akan diuji berdasarkan data yang dikumpulkan. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ho : Tidak terdapat hubungan peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan etnis non Tamil di Kelurahan Polonia. Ha : Terdapat hubungan peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan etnis non Tamil di Kelurahan Polonia. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis suku bangsa dan keyakinan agama. Pada satu sisi, kemajemukan budaya ini merupakan kekayaan bangsa yang sangat bernilai, namun pada sisi yang lain, pluralitas kultural tersebut memiliki potensi terjadinya disintegrasi atau perpecahan bangsa. Pluralitas kultural seringkali dijadikan alat untuk memicu munculnya konflik suku, agama, ras dan antara golongan SARA, meskipun sebenaranya faktor–faktor penyebab dari pertikaian tersebut lebih pada persoalan– persoalan ketimpangan ekonomi, ketidakadilan sosial dan politik Rahardjo, 2005 : 1. Indonesia mencatat puluhan bahkan ratusan perselisihan antar kelompok etnik sejak berdirinya. Meskipun demikian hanya beberapa yang berskala luas dan besar. Selain konflik antara etnik-etnik yang digolongkan asli Indonesia dengan etnis Cina yang laten terjadi, konflik antar etnik yang terbesar diantaranya melibatkan etnik Madura dengan Etnik Dayak di Kalimantan yang terkenal dengan tragedi Sambas dan tragedi Sampit. Konflik-konflik dalam skala lebih kecil terjadi hampir setiap tahun di berbagai tempat di penjuru tanah air. Menjelang akhir pemerintahan Orde Baru pada tahun 1997, banyak terjadi konflik sosial di Indonesia, baik konflik yang bersifat horizontal maupun konflik yang bersifat vertikal. Konflik horizontal, antara lain peristiwa perusakan toko- toko milik warga keturunan Tionghoa di berbagai kota, seperti Jakarta, Medan, Universitas Sumatera Utara dan kota-kota lainnya di Indonesia. Konflik antar umat beragama di Ambon, konflik antar etnik di Sambas, dan terjadinya konflik antar pemuda dan antar desa di berbagai tempat di Indonesia. Sedangkan konflik yang bersifat vertikal, yaitu konflik antara masyarakat dengan aparat pemerintah, seperti terjadinya pembakaran kantor polisi, pengrusakan kantor DPRD, dan yang paling mengancam keutuhan Negara Republik Indonesia adalah adanya pergolakan di daerah Papua dan Aceh yang menghendaki kemerdekaan. Masyarakat di kota Medan yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama merupakan daerah yang rawan akan terjadinya konflik sosial. Namun sampai saat ini, konflik sosial yang terjadi di Medan masih berada pada batas- batas kewajaran. Perkelahian antar kelompok pemuda yang pernah terjadi di Medan, dengan segera dapat diatasi pihak keamanan. Terjadinya berbagai peristiwa peledakan bom di Gereja dan tempat-tempat lain di kota Medan, ternyata tidak menyebabkan terjadinya konflik sosial yang bersifat terbuka pada masyarakat. Kondisi yang tampak dipermukaan, menunjukkan bahwa masyarakat kota Medan yang terdiri dari berbagai etnis, suku bangsa dan agama dapat hidup rukun, dengan pengertian tidak terjadi pertentangan atau konflik secara terbuka. Peristiwa konflik sosial, adakalanya bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Bahkan ada kemungkinan, sebagian besar konflik sosial yang terjadi di masyarakat merupakan proses yang panjang; mungkin diawali dengan terjadinya salah faham antar individu, berkembang menjadi sikap antipati antar kelompok, dan dalam perkembangan selanjutnya meningkat menjadi konflik sosial. Kondisi Universitas Sumatera Utara tersebut bisa diperburuk ketika masyarakat yang berkonflik dipengaruhi oleh sikap “etnosentrisme.” Etnosentrisme merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma- norma dan nilai-nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang mutlak dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan lain. Etnosentrisme menyebabkan adanya prasangka dalam setiap etnis yang dapat memandang orang dari kelompok etnis lain sebagai barbar, kafir dan tidak mempunyai peradaban. Etnosentrisme dapat membangkitkan sikap “kami” dan “mereka”, lebih khusus dapat membentuk subkultural–subkultural yang bersumber dari suatu kebudayaan yang besar Etnosentrisme sangat berpengaruh dalam komunikasi antarbudaya, misalnya meningkatkan kecenderungan untuk memilih dengan siapa anda berkomunikasi Liliweri, 2004 : 138. Untuk menghindari muculnya konflik yang disebabkan etnosentrisme dan faktor-faktor penyebab konflik lainnya, dibutuhkan komunikasi yang efektif didalam masyarakat multikultural. Hal ini dapat membantu terbentuknya hubungan yang harmonis didalam suatu masyarakat. Dalam kenyataan sosial disebutkan bahwa manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau dia tidak berkomunikasi dan interaksi antarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya. Masyarakat Keluarahan Polonia merupakan masyarakat yang terdiri dari beberapa etnis dan agama. Masyrakat ini mencerminkan kondisi masyarakat Indonesia yang multietnis dan memiliki keanekaragaman budaya. Mereka juga hidup seperti halnya masyarakat lainnya dengan saling ketergantungan, saling Universitas Sumatera Utara menghargai dan menghormati, saling menjaga keharmonisan satu dengan yang lain. Terdapat beberapa etnis yang termasuk kedalam ingroup atau etnis mayoritas yaitu etnis Jawa, Batak, Sunda, Minangkabau dll. Selain itu ada juga etnis minoritas yaitu etnis Tamil, Cina, Punjabi dll . Suku Tamil adalah sebuah kelompok etnis yang berasal dari Asia Selatan. Komunitas Tamil yang paling tua berasal dari India bagian selatan dan Sri Lanka bagian timur laut. Berbagai kelompok masyarakat dari anak benua India telah datang ke kepulauan Indonesia sejak masa pra-sejarah Malah nama Indonesia sendiri berasal dari bahasa Latin Indus India dan bahasa Yunani nêsos pulau yang secara harafiah berarti Kepulauan India. Ada beberapa kelompok suku India-Indonesia yang telah lama menetap di Indonesia. Salah satunya adalah kelompok suku masyarakat Tamil dari India Selatan banyak terdapat di daerah Sumatera Utara Medan, Pematang Siantar, dll. Banyak dari mereka yang didatangkan oleh pemerintah kolonial Inggris untuk bekerja di perkebunan- perkebunan yang dibuka di daerah tersebut. Suku Tamil di Indonesia dianggap sebagai Keturunan asing pada masa orde baru dan kini telah disahkan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia atau disebut sebagai Warga Negara Indonesia WNI. Saat ini diperkirakan ada sekitar 70.000 warga keturunan Tamil India yang bermukim di Medan http:id.wikipedia.orgwikiSuku_Tamil . Masyarakat Tamil masih berpegang teguh terhadap budaya dan adat istiadat mereka. Mereka memiliki berbagai macam kebudayaan dan adat istiadat yang sampai sekarang masih dijalankan oleh Masyarakat Tamil di kota Medan maupun di kota–kota besar lainnya di Indonesia. Ada beberapa kebudayaan Tamil yang dilaksanakan masyarakat Hindu tamil yang tidak asing lagi bagi masyarakat Universitas Sumatera Utara kota Medan seperti perayaan Adhi Tiruvilla Upacara tolak bala dan Navaratri penghormatan kepada tiga dewi yaitu Dewi Durga, Dewi Laksmi dan Dewi Saraswathi. Pada perayaan–perayaan ini biasanya warga Tamil melakukan arak- arakan mengelilingi kota dan tidak sedikit etnis non-Tamil yang ikut menyaksikan perayaan tersebut. Hal ini menunjukkan bagaimana hubungan antara etnis Tamil dan etnis non-Tamil yang saling mendukung dan mau ikut serta dalam perayaan kebudayaan dan perayaan keagamaan tersebut walaupun hanya dengan menyaksikannya. Tersedianya tempat–tempat ibadah seperti Gereja, Masjid, Kuil, Pura, Vihara dan Guruduwara di Kelurahan Medan Polonia menunjukkan bahwa adanya kesetaraan dalam pembangunan tempat–tempat agama. Dan adanya saling menghormati sehingga tetap terjadi kerukunan antar umat agama sehingga eksistensi tempat–tempat beribadah dan umat–umatnya tetap terjaga. Hal ini menunjukkan bagaimana setiap etnis di Kelurahan Medan Polonia baik etnis Tamil maupun etnis non-Tamil dapat menjaga harmonisasi diantara etnis yang berbeda. Keharmonisan membawa kebahagiaan, sebaliknya ketidakharmonisan menciptakan banyak persoalan. Dalam suasana harmonis, damai, tentram secara fisik sangat mendukung terciptanya ketentraman internal Suamba, 2003 : 38. Masyarakat Tamil dalam filsafat Hindu percaya bahwa keharmonisan diri dengan alam dan lingkungan sekitar merupakan bagian dari keagamaan yang harus dilaksanakan. Karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan tidak dapat hidup tanpa alam sekitar. Jadi harus adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan manusia dengan sesamanya. Universitas Sumatera Utara Dalam kemajemukannya, masyarakat Kelurahan Polonia tetap dapat menjaga integrasi bangsa. Semua suku tetap mempertahankan identitas masing– masing tanpa harus adanya etnosentrisme atau menjadi lawan dari suku lainnya. Mereka tetap dapat bekerjasama di dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti sejauhmana peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis di antara Etnis Tamil dan Non-Tamil di Kelurahan Polonia, karena hubungan yang harmonis bisa saja terjadi karena besarnya toleransi dan keterbukaan diri suku mayoritas dan juga bisa saja dikarenakan kerendahan hati suku Tamil sehingga mereka mau beradaptasi dengan suku mayoritas melalui peranan komunikasi antarbudaya di dalam masyarakat tersebut. Pemilihan lokasi penelitian ini setelah penulis mengetahui bahwa di Keluarahan Polonia ini, masyarakat heterogen, terdiri dari etnis Tamil dan Non- Tamil dan terjadi pembauran diantara mereka. Selain itu keberadaan masyarakat Tamil di Kelurahan Polonia termasuk salah satu pemukiman masyarakat Tamil yang cukup besar. Selain itu Kelurahan Polonia daerah pintu gerbang Kota Medan, yang merupakan pintu masuk dari daerah lainnya baik Regional maupun Internasional melalui transportasi udara karena terdapat Bandara Internasional Polonia sebagai pelabuhan udara yang mampu dilandasi jenis pesawat berbadan lebar seperti Air Bus dan mempunyai jalur penerbangan keberbagai daerahkota secara Regional maupun Internasional. Dengan adanya Bandara International Polonia ini menjadikan lokasi ini penting sebagai gerbang Kota Medan dan masyarakatnya sebaiknya menjaga keharmonisan agar dapat menjadi contoh yang Universitas Sumatera Utara baik untuk kelurahan–kelurahan lainnya. Hal ini juga yang menjadi alasan peneliti memilih Kelurahan Polonia sebagai Lokasi Penelitian.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut: • Sejauhmanakah komunikasi antarbudaya berperan dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan etnis non Tamil di Kelurahan Polonia? • Bagaimanakah keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh komunikator dan komunikan dari etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia?

I.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti perlu membuat pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang ditetapkan peneliti adalah sebagai berikut: 1. Responden yang dipilih adalah penduduk Kelurahan Polonia, yang terdiri dari Etnis Tamil dan non Tamil. 2. Studi korelasional tentang peran komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis hanya dilakukan penelitiannya di Kelurahan Polonia dan dibatasi pada penduduk kelurahan Medan Polonia yang berusia 15 – 54 tahun. 3. Etnis Tamil dan etnis China merupakan etnis pendatang, sedangkan etnis Non Tamil lainnya merupakan etnis lokal. Universitas Sumatera Utara 4. Penelitian dibatasi hanya sampai kepada faktor yang menjadi latar belakang terjalinnya hubungan yang harmonis di Kelurahan Polonia. I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui peranan unsur–unsur komunikasi dalam menyumbangkan efektifitas komunikasi antarbudaya. 2. Mengetahui keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh komunikator dan komunikan dari etnis yang berbeda. 3. Mengetahui perbedaan persepsi etnis yang berbeda yang menimbulkan stereotip pada etnis Tamil dan non Tamil. 4. Mengetahui peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia.

I.4.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara Teoritis, penelitian ini berguna untuk menambah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan peneliti mengenai ilmu komunikasi khususnya komunikasi antarbudaya sebagai bagian dari ilmu komunikasi. 2. Secara Akademis, penenlitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah penelitian di departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, khususnya mengenai komunikasi antarbudaya yang juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembacanya. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masalah-masalah antarbudaya, khususnya peningkatan sosial di kota Universitas Sumatera Utara Medan, maupun masyarakat lainnya yang memiliki keragaman budaya dan etnik sehingga dapat memelihara hubungan yang harmonis sesama masyarakat.

I.5 Kerangka Teori

Rancangan penelitian yang baik dan memenuhi standar ilmiah haruslah menyertakan kajian teori atau perspektif teoritik yang dipandang relevan untuk membantu memahami atau menjelaskan fenomena sosial yang diteliti Bungin, 2007:45. Sedangkan Kerlinger menjabarkan pengertian teori sebagai suatu himpunan constuct konsep defenisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan gejala tersebut Rakhmat, 1998 : 6 Dalam penelitian ini teori yang digunakan agar permasalahan lebih jelas adalah sebagai berikut:

I.5.1 Teori Komunikasi Antarbudaya

Menurut Samover dan Porter, komunikasi antarbudaya terjadi bila komunikator pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesan komunikan adalah anggota suatu budaya lainnya. Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya dari studi komunikasi lainnya, yaitu perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikatornya yang disebabkan perbedaan kebudayaan. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang berbeda, berbeda pula perilaku komunikasi dan makna yang dimilikinya. Sehubungan dengan itu, Porter dan Samover memperkenalkan model komunikasi antarbudaya sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Gambar I.1 Model Komunikasi Antarbudaya Sumber : Mulyana dan Rakhmat. 1998 : 21 Pengaruh budaya atas individu dan masalah–masalah penyandian dan penyandian balik pesan terlukis pada gambar diatas. Tiga budaya diwakili dalam model ini oleh tiga bentuk geometric yang berbeda. Budaya A dan budaya B relatif serupa dan masing – masing diwakili oleh suatu segi empat dan suatu segi delapan tak beraturan yang hampir menyerupai segi empat. Budaya C sangat berbeda dari budaya A dan budaya B. Perbedaan yang lebih besar ini tampak pada bentuk melingkar budaya C dan jarak fisik dari budaya A dan budaya B. Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk budaya yang mempengaruhinya. Ini Budaya A Budaya B Budaya C Universitas Sumatera Utara menunjukkan dua hal. Pertama, ada pengaruh–pengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu. Kedua, meskipun budaya merupakan sesuatu kekuatan dominan yang mempengaruhi individu, orang–orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat–sifat yang berbeda. Penyandian dan penyandian balik pesan antarbudaya dilukiskan oleh panah–panah yang menghubungkan budaya–budaya itu. Panah–panah ini menunjukkan pengiriman pesan dari budaya yang satu ke budaya lainnya. Ketika suatu pesan meninggalkan budaya dimana ia disandi, pesan itu mengandung makna yang dikehendaki oleh penyandi encoder. Ini ditunjukkan oleh panah yang meninggalkan suatu budaya yang mengandung pola yang sama seperti pola yang ada dalam individu penyandi. Ketika suatu pesan sampai pada budaya dimana pesan itu harus disandi balik, pesan itu mengalami suatu perubahan dalam arti pengaruh budaya penyandi balik decoder telah menjadi bagian dari makna pesan. Makna yang terkandung dalam pesan yang asli telah berubah selama fase penyandian balik dalam komunikasi antarbudaya, oleh karena perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki decoder tidak mengandung makna–makna budaya yang sama seperti yang dimiliki encoder. Model tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak ragam perbedaan budaya dalam komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya terjadi dalam banyak ragam situasi yang berkisar dari interaksi–interaksi antara orang–orang yang berbeda secara ekstrem hingga interaksi–interaksi antara orang–orang yang mempunyai budaya dominan yang sama tetapi mempunyai subkultur dan subkelompok yang berbeda Mulyana dan Rakhmat, 1998 : 20. Universitas Sumatera Utara

I.5.2 Teori Masyarakat Majemuk

Masyarakat majemuk atau masyarakat plural dapat dipahami sebagai masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok atau strata sosial, ekonomi, suku, bangsa, budaya dan agama. Di dalam masyarakat plural, setiap orang dapat bergabung dengan kelompok yang ada, tanpa adanya rintangan–rintangan yang sistematik yang mengakibatkan terhalangnya hak untuk berkelompok atau bergabung dengan kelompok tertentu Asykuri, dkk, 2002:107. Masyarakat majemuk menurut KBBI, ialah masyarakat yang terbagi dalam kelompok persatuan yang sering memiliki budaya yang berbeda. S.Furnivall merupakan orang pertama yang mengemukakan konsep masyarakat majemuk berdasarkan kajiannya di Indonesia dan Burma. Menurutnya ciri utama masyarakat majemuk adalah kehidupan masyarakat yang berkelompok–kelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi mereka terpisah– pisah karena perbedaan sosial dan tidak tergabung dalam sebuat unit politik Liliweri, 2004: 166. Ciri–ciri masyarakat majemuk menurut Furnivall adalah: 1. Walaupun kelompok – kelompok yang tergabung dalam satu masyarakat itu berada dalam satu sistem politik yang sama, tetapi kehidupan mereka sendiri – sendiri. 2. Interaksi sosial antar kelompok kurang sekali, dan reaksi yang terjadi cenderung terbatas pada sektor ekonomi saja. 3. Suatu campuran berbagai kelompok manusia itu dikatakan muncul akibat denominasi kolonialisme. Universitas Sumatera Utara 4. Tidak ada atau lemah dalam “common sense will” atau keinginan akan kebersamaan sosial, yaitu suatu perangkat nilai – nilai yang disepakati warga masyarakat untuk member panduan dan mengontrol tingkah laku warga masyarakatnya Lubis, 1993:34.

I.5.3 Teori Etnosentrisme

Sumner dalam Veeger 1990 sendiri yang memberikan istilah etnosentris. Dengan sikap itu, maka setiap kelompok merasa folkwaysnya yang paling unggul dan benar. Komunikasi antarbudaya dapat dijelaskan dengan teori etnosentrisme seperti diungkapkan oleh Samovar dan Porter 1976. Katanya, ada banyak variabel yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbuadaya, salah satunya adalah sikap. Sikap mempengaruhi komunikasi antarbuadaya, misalnya terlihat dalam etnosentrisme, pandangan hidup, nilai-nilai yang absolute, prasangka, dan streotip. Zatrow 1989 menyebutkan bahwa setiap kelompok etnik memiliki keterikatan etnik yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Etnosentrisme merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolut dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Sehingga etnosentrisme memunculkan sikap prasangka dan streotip negatif terhadap etnik atau kelompok lain. Universitas Sumatera Utara Poortinga dalam Liliweri, 2001 :173 menyatakan bahwa ada 3 faktor penentu prasangka yang diduga mempengaruhi komunikasi antarbudaya, yaitu : a. Stereotip Streotip berasal dari kecenderungan untuk mengorganisasikan sejumlah fenomena yang sama atau sejenis yang dimiliki oleh sekelompok orang ke dalam kategori tertentu yang bermakna. Streotip berkaitan dengan konstruksi citra yang telah ada dan terbentuk secara turun–temurun. Ia tidak hanya mengacu pada citra negatif tetapi juga positif. b. Jarak sosial Jarak Sosial adalah kondisi seseorang atau masyarakat yang berbeda tingkat peradabannya dengan orang lain atau masyarakat lain meskipun itu berada dalam zaman atau masa yang sama. Jarak sosial membedakan kelompok-kelompok masyarakat secara horizontal berdasarkan jarak peradabannya. c. Diskriminasi Diskriminasi adalah perlakuan terhadap orang atau kelompok yang didasarkan pada golongan atau kategori tertentu. Sementara itu dalam pengertian lain diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan didasarkan pada gender,ras, agama,umur atau karakteristik yang lain. Universitas Sumatera Utara

I.5.4 Teori Hubungan yang Harmonis

Hubungan yang harmonis merupakan suatu pertalianpersahabatan dan kontak yang dilakukan antara anggota–anggota masyarakat yang mana mereka saling bersangkutan dalam suatu hubungan yang selaras dan serasi dalam hidup bermasyarakat, bertetangga, berteman, bersaudara dan sebagainya. Berikutnya, faktor–faktor yang mendukung terjalinnya hubungan yang harmonis adalah sebagai berikut: a. Imitasi Imitasi atau meniru adalah suatu proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan indera sebagai penerima rangsang dan pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari rangsang dengan kemampuan aksi untuk melakukan gerakan motorik http:id.wikipedia.org. b. Sugesti Sugesti adalah pengaruh yang diberikan orang lain atau kelompok lain mengenai pandangan hidup, sikap, dan perilaku tertentu yang diterima tanpa dipikirkan secara kritis akibatnya-akibatnya. Pengaruh sugesti ini sangat kuat jika berasal dari orang-orang yang berwibawa atau berpengaruh dalam masyarakat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan emosi, stress, sedih, atau tertekan biasanya akan mudah terpengaruh oleh sugesti. c. Identifikasi Identifikasi merupakan usaha seseorang untuk menjadi sama persis dengan orang lain, sifatnya lebih mendalam dari pada yang dilakukan dalam Universitas Sumatera Utara imitasi. Atau bisa juga diartikan sebagai dorongan untuk menjadi identik sama dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Proses identifikasi mula–mula berlangsung secara tidak sadar dengan sendirinya, kemudian irrasional, yaitu berdasarkan kecenderungan– kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional, dan berguna untuk melengkapi sistem–sistem norma, cita–cita dan pedoman– pedoman tingkah laku orang yang mengindentifikasi itu Ahmadi, 1991 : 63. d. Simpati Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaaan sebagaimana proses identifikasi. Simpati menghubungkan seseorang dengan orang lain Gerungan, 2004 : 74. e. Empati Empati diidefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain. Karena pikiran, kepercayaan dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaannya, seseorang yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan mood orang lain. Empati sebagai kajian multikultural meruapakan suatu penyelidikan untuk mengetahui bagaimana perbedaan dan hambatan kultural dapat diatasi dengan cara menempatkan diri pada posisi lawan bicara Puwasito, 2003: 182. Universitas Sumatera Utara

I.6 Kerangka Konsep

Teori–teori yang dijadikan landasan pada kerangka teori harus dapat menghasilkan beberapa konsep yang disebut dengan kerangka konsep. Menurut Nawawi 1995: 40 kerangka konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Agar konsep–konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Dalam penelitian ini, ada 3 kategori yang diteliti yaitu: 1. Kategori berdasarkan pelaksanaan komunikasi antarbudaya Yang kehendak diteliti adalah mengenai faktor–faktor yang menghambat terjadinya komunikasi yang efektif, seperti prasangka yang ditandai dengan adanya stereotip, jarak sosial dan diskrimasi yang sering terjadi diantara individu–individu yang berbeda etnis dan budaya. 2. Kategori berdasarkan terjalinnya hubungan yang harmonis Yang diteliti dalam kategori ini adalah proses terjalinnya hubungan yang harmonis di dalam masyarakat yang ditandai dengan adanya imitasi, identifikasi, simpati dan empati. 3. Kategori berdasarkan karakteristik responden Yaitu sejumlah gejala yang tidak dapat dikontrol tetapi diperkirakan berpengaruh terhadap proses terjalinnya hubungan yang harmonis didalam masyarakat. Karakteristik responden meliputi, etnis, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, agama, lama tinggal dan pekerjaan. Universitas Sumatera Utara

I.7 Model Teoritis

Berdasarkan kerangka konsep yang ada, untuk memudahkan kelanjutan penelitian maka akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut: Gambar I.1 Model Teoritis

I.8 Operasional Variabel

Berdasarkan teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka untuk memudahkan penelitian perlu dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian sebagai berikut: Tabel I.1 Operasional Variabel Variabel Teortis Variabel Operasional Komunikasi Antarbudaya • Etnosentrisme • Prasangka Sosial • Stereotip Komunikasi Antarbudaya • Etnosentrisme • Prasangka Sosial • Stereotip • Jarak Sosial • Diskriminasi Hubungan yang Harmonis • Imitasi • Identifikasi • Simpati • Empati Karakteristik Responden • Usia • Jenis Kelamin • Suku • Agama Universitas Sumatera Utara • Jarak Sosial • Diskriminasi Hubungan yang harmonis • Imitasi • Sugesti • Identifikasi • Simpati • Empati Karakteristik Responden • Usia • Jenis kelamin • Suku • Agama

I.9 Defenisi Operasional

Menurut Singarimbun 1995: 46, definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara untuk mengukur suatu variabel. Dalam penelitian ini, variabel – variabel dapat didefinisikan sebagai berikut: 1. Variabel bebas : Komunikasi Antarbudaya a. Etnosentrisme adalah suatu kecenderungan untuk memandang norma- norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolut dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Universitas Sumatera Utara b. Prasangka sosial adalah sikap perasaan orang – orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu. c. Stereotip adalah suatu sikap atau karakter yang dimiliki oleh untuk menilai orang lain semata-mata berdasarkan kelas atau pengelompokan yang dibuatnya sendiri dan biasanya bersifat negatif. d. Jarak sosial adalah perasaan untuk memisahkan seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan tingkat penerimaan seseorang terhadap orang lain. e. Diskriminasi antaretnik adalah perlakuan terhadap orang atau kelompok yang didasarkan pada golongan atau kategori tertentu. 2. Variabel terikat : Hubungan yang Harmonis a. Imitasi adalah sikap meniru orang lain baik dalam bahasa maupun bertingkah laku. b. Sugesti adalah pengaruh yang diberikan orang lain mengenai pandangan hidup, sikap dan perilaku. c. Identifikasi adalah usaha seseorang untuk menjadi sama persis dengan orang lain, sifatnya lebih mendalam dari pada imitasi. d. Simpati adalah perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. e. Empati adalah sikap membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. 3. Variabel Antara : Karakteristik Responden a. Usia : Usia responden b. Jenis Kelamin : Jenis kelamin responden priawanita. c. Suku : Sukuetnis responden Universitas Sumatera Utara d. Agama : Agamakepercayaan yang dianut oleh responden

I.10 Hipotesis

Hipotesis adalah pernyatuaan yang bersifat dugaan mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Champion, hipotesis adalah penghubung antara teori dengan dunia empiris Rakhmat, 2004: 14 dan merupakan jawaban sementara atas pertanyaaan penelitian yang kebenarannya akan diuji berdasarkan data yang dikumpulkan. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ho : Tidak terdapat hubungan peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan etnis non Tamil di Kelurahan Polonia. Ha : Terdapat hubungan peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan etnis non Tamil di Kelurahan Polonia. Universitas Sumatera Utara

BAB II URAIAN TEORITIS

II.1 Teori Komunikasi dan Komunikasi Antarbudaya II.1.1 Teori Komunikasi Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Dalam komunikasi yang melibatkan dua orang, komunikasi berlangsung apabila adanya kesamaan makna. Effendy, 2004 : 9. Komunikasi juga dapat berarti adanya kesamaan makna antara komunikator dan komunikan dengan tujuan mengubah sikap, opini, atau pandanganprilaku orang lain tentang pesan yang disampaikan. Walaupun demikian tidak semua pesan yang disampaikan itu sesuai dengan apa yang diharapkan dan bahkan ada kesalahan maksud dalam penerimaan pesan tersebut, untuk itu diperlukan suatu komunikasi yang efektif. Para ahli komunikasi mendefinisikan proses komunikasi sebagai “Knowing what he wants to communicate and knowing how he should deliver his message to give it the deepest penetration possible into the minds of his audience.” Definisi tersebut mengindikasikan, bahwa karakter komunikator selalu berusaha meraih keberhasilan semaksimal mungkin dalam menyampaikan pesan “deepest penetration possible.” Artinya, pengertian komunikasi bersumber dari gagasan komunikator yang ingin disampaikan kepada pihak penerima, dengan segala daya dan usaha bahkan tipu daya agar pihak penerima tersebut Universitas Sumatera Utara komunikan mengenal, mengerti , memahami dan menerima “ideologinya” lewat pesan–pesan yang disampaikan Purwasito, 2003 :195. Komunikasi pada umumnya diartikan sebagai hubungan atau kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan, ada pula yang mengartikan saling tukar-menukar pikiran dan pendapat. Gode dalam Wiryanto, 2004: 6 memberikan pengertian mengenai komunikasi sebagai suatu proses yang membuat kebersamaan bagi dua atau lebih yang semula dimonopoli oleh satu atau beberapa orang. Raymond S. Ross dalam Wiryanto, 2004: 6 mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses menyortir, memilih dan mengirim simbol-simbol sedemikian rupa, sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksud oleh sang komunikator. Everet M. Rogers dan Lawrence Kincaid dalam Wiryanto, 2004: 6 menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang ada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam. Definisi-definisi diatas belum bisa mewakili semua definisi yang telah dibuat oleh para ahli. Namun, paling tidak kita memperoleh gambaran tentang apa yang dimaksud dengan komunikasi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Shannon Weaver dalam Wiryanto, 2004: 7, bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi. Universitas Sumatera Utara Komunikasi juga dapat berarti adanya kesamaan makna antara komunikator dan komunikan dengan tujuan mengubah sikap, opini atau pandanganperilaku orang lain tentang pesan yang disampaikan. Walaupun demikian tidak semua pesan yang disampaikan itu sesuai dengan apa yang diharapkan dan bahkan ada kesalahan dalam penerimaan pesan tersebut, untuk itu diperlukan suatu komunikasi yang efektif. Menurut Effendy 1992 komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan efek tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh si penyampai. Efek yang ditimbulkan oleh komunikasi dapat diklarifikasikan pada : 1. Efek Kognitif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, diperpsepsi oleh komunikan atau yang berkaitan dengan pikiran dan nalarratio. Dengan kata lain, pesan yang disampaikan ditujukan kepada pikiran komunikasi. 2. Efek afektif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang dirasakan atau yang berhubungan dengan perasaan. Dengan kata lain, tujuan komunikator bukan saja agar komunikan tahu tapi juga tergerak hatinya. 3. Efek konatif, yaitu perilaku yang nyata yang meliputi pola–pola tindakan, kegiatan kebiasaan atau dapat juga dikatakan menimbulkan itikad baik untuk berprilaku tertentu dalam arti kita melakukan suatu tindakan atau kegiatan yang bersifat fisik jasmaniah. Komunikasi memang menyentuh semua aspek kehidupan bermasyarakat, atau sebaliknya semua aspek kehidupan bermasyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu orang melukiskan komunikasi sebagai ubiquitos atau serba hadir. Artinya komunikasi berada di manapun dan kapan pun juga. Universitas Sumatera Utara Teori komunikasi digunakan karena merupakan dasar dari adanya komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya merupakan salah satu kajian dalam ilmu komunikasi. Komunikasi antarbudaya sebagai objek formal yang telah dijadikan bidang kajian sebuah ilmu tentu mempunyai teori. Pembentukan teori- teori dalam Komunikasi Antarbudaya sudah tentu mempunyai daya guna untuk membahas masalah-masalah kemanusiaan antarbudaya. Jadi, teori-teori komunikasi antarbudaya merupakan teori-teori yang secara khusus menggeneralisasi konsep komunikasi diantara komunikator dengan komunikan yang berbeda kebudayaan, dan yang membahas pengaruh kebudayaan terhadap kegiatan komunikasi Liliweri: 2001: 29.

II.1.2 Teori Komunikasi Antarbudaya

Kata ‘budaya’ berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak antara buddhi, yang berarti ‘budi’ atau ‘akal’. Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal. Istilah ‘culture’ berasal dari kata colere yang artinya adalah mengolah atau mengerjakan, yang dimaksudkan kepada keahlian mengolah atau mengerjakan tanah atau bertani. Kata ‘colere’, kemudian berubah menjadi culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam Soekamto, 1996: 188. Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya dari studi komunikasi lainny, yaitu perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikatornya, yang disebabkan perbedaan kebudayaan. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang berbeda budaya maka akan berbeda pula perilaku komunikasi dan makna yang dimilikinya. Universitas Sumatera Utara E.B. Taylor, seorang antropolog memberikan definisi mengenai kebudayaan sebagai sesuatu yang kompleks yang mencakupi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Bahkan beliau mengatakan bahwa kebudayaan mencakupi semua yang didapatkan dan dipelajari dari pola-pola perilaku normatif artinya mencakup segala cara atau pola berpikir, merasakan dan bertindak dalam Soekamto, 1996: 189. Definisi yang paling sederhana dari komunikasi antarbudaya adalah menambahkan kata budaya dalam kedalam pernyataan “komunikasi antara dua oranglebih yang berbeda latar belakang kebudayaan” dalam beberapa definisi komunikasi diatas. Kita juga dapat memberikan definisi komunikasi antarbudaya yang paling sederhana, yakni komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan. Ada beberapa pengertian komunikasi antarbudaya yang dikutip oleh Alo Liliweri yaitu: 1. Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa dalam buku Larry A. Samovar dan Richard E. Porter Intercultural Communication, A Reader – komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antara suku bangsa, antar etnik dan ras, antar kelas sosial Samovar dan Porter, 1976: 25. 2. Samovar dan Porter juga mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi di antara produser pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda Samover dan Porter, 1976: 4. Universitas Sumatera Utara 3. Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi, dan kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta Dood, 1991: 5. 4. Komunikasi antarbudaya adalah suatu proses komunikasi simbolik, interpretatif, transaksional, kontekstual, yang dilakukan oleh sejumlah orang - yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan tertentu – memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk prilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan Lustig dan Koester, Intercultural Communication Competence, 1993. 5. Intercultural Comunication yang disingkat “ICC”, mengartikan komunikasi antarbudaya merupakan interaksi antarpribadi antara seorang anggota dengan kelompok yang berbeda kebudayaan. 6. Guo-Ming Chen dan William J. Starosta mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan: 1 Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema penyampaian tema melalui simbol yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya Universitas Sumatera Utara mempunyai makna tetapi dia dapat berarti kedalam satu konteks, dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan; 2 Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung dari persetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama; 3 Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita; 4 Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengindentifikasinya dengan pelbagai cara. Menurut Samover dan Porter, komunikasi antarbudaya terjadi bila komunikator pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesan komunikan adalah anggota suatu budaya lainnya. Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya dari studi komunikasi lainnya, yaitu perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikatornya yang disebabkan perbedaan kebudayaan. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang berbeda, berbeda pula perilaku komunikasi dan makna yang dimilikinya. Sehubungan dengan itu, Porter dan Samover memperkenalkan model komunikasi antarbudaya sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Gambar II.1 Model Komunikasi Antarbudaya Sumber : Mulyana dan Rakhmat. 1998: 21 Pengaruh budaya atas individu dan masalah–masalah penyandian dan penyandian balik pesan terlukis pada gambar diatas. Tiga budaya diwakili dalam model ini oleh tiga bentuk geometric yang berbeda. Budaya A dan budaya B relatif serupa dan masing – masing diwakili oleh suatu segi empat dan suatu segi delapan tak beraturan yang hampir menyerupai segi empat. Budaya C sangat berbeda dari budaya A dan budaya B. Perbedaan yang lebih besar ini tampak pada bentuk melingkar budaya C dan jarak fisik dari budaya A dan budaya B. Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk budaya yang mempengaruhinya. Ini Budaya A Budaya B Budaya C Universitas Sumatera Utara menunjukkan dua hal. Pertama, ada pengaruh–pengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu. Kedua, meskipun budaya merupakan sesuatu kekuatan dominan yang mempengaruhi individu, orang–orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat–sifat yang berbeda. Penyandian dan penyandian balik pesan antarbudaya dilukiskan oleh panah–panah yang menghubungkan budaya–budaya itu. Panah–panah ini menunjukkan pengiriman pesan dari budaya yang satu ke budaya lainnya. Ketika suatu pesan meninggalkan budaya dimana ia disandi, pesan itu mengandung makna yang dikehendaki oleh penyandi encoder. Ini ditunjukkan oleh panah yang meninggalkan suatu budaya yang mengandung pola yang sama seperti pola yang ada dalam individu penyandi. Ketika suatu pesan sampai pada budaya dimana pesan itu harus disandi balik, pesan itu mengalami suatu perubahan dalam arti pengaruh budaya penyandi balik decoder telah menjadi bagian dari makna pesan. Makna yang terkandung dalam pesan yang asli telah berubah selama fase penyandian balik dalam komunikasi antarbudaya, oleh karena perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki decoder tidak mengandung makna–makna budaya yang sama seperti yang dimiliki encoder. Model tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak ragam perbedaan budaya dalam komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya terjadi dalam banyak ragam situasi yang berkisar dari interaksi–interaksi antara orang–orang yang berbeda secara ekstrem hingga interaksi–interaksi antara orang–orang yang mempunyai budaya dominan yang sama tetapi mempunyai subkultur dan subkelompok yang berbeda Mulyana dan Rakhmat, 1998 : 20. Universitas Sumatera Utara Menurut Gundyskunt 1983, kita mengenal beberapa pendekatan teoritis dalam tradisi Ilmu Komunikasi. Lima pendekatan yang diasumsikan dapat menerangkan komunikasi antarbudaya adalah: 1. Teori komunikasi berdasarkan analisis kebudayaan implisit Pendekatan kebudayaan menarik perhatian para ahli sosio-linguisitik yang mendorong mereka mengajukan suatu argumentasi, bahwa pembentukan skema kognitif individu berhubungan resiprokal dengan pengembangan simbol–simbol verbal menentukan perkembangan skema kognitif. Para ahli sosio-linguistik juga berasumsi bahwa pengembangan linguistik atau bahasa sebagai alat komunikasi antar manusia dimulai pada tingkat semantik dan paragmatis. Manusia menggunakan bahasa sebagai cara terbaik untuk berkomunikasi demi mempertahankan hubungan antara pribadi dengan organisasi sosial dalam masyarakat. Dan bahasa dalam tataran komunikasi antarmanusia selalu memakai simbol–simbol verbal dengan regularitas tertentu yang diorganisasikan dalam “kode–kode sosio-linguistik”. Kode–kode sosio-linguistik melalu bahasa itu justru menjadi karakteristik utama setiap masyarakat dengan budaya lisan. Kebudayaan implisit adalah kebudayaan immaterial, kebudayaan yang bentuknya tidak nampak sebagai benda namun dia ‘tercantum” atau “tersirat” dalam nilai dan norma budaya suatu masyarakat, misalnya bahwa setiap manusia telah menjadikan bahasa sebagai kebudayaan implisit tersebut untuk mengungkapkan skema kognitifnya, yaitu skema pikiran, gagasan, pandangan dan pengalaman manusia tentang dunia. Pendekatan kebudayaan implisit mengandung beberapa asumsi yaitu : Universitas Sumatera Utara 1 Kebudayaan mempengaruhi skema kognitif Frake 1968 mengemukakan bahwa setiap manusia mempunyai domain atau wilayah skema kognitif tersendiri. Manusia dan skema kognitif yang dimiliki itu, selalu menentukan strategi berpikir dan berindak. Dia menyimpulkan bahwa setiap kata pasti mewakili konsep tertentu dengan konsep itu merupakan skema kognitif individu. Dia juga menerangkan bahwa struktur sistem kognitif individu berasal berasal dari latar belakang budaya tertentu. Bahwa latar belakang kebudayaan, dalam hal ini kebudayaan implisit, sangat mempengaruhi skema kognitif yang dikomunikasikan dalam bahasa. Kesimpulannya adalah kebudayaan implisit dalam hal ini bahasa sangat menentukan skema kognitif manusia. 2 Kebudayaan mempengaruhi organisasi tujuan dan strategi tindakan Halliday 1978 berpendapat, bahasa merupakan suatu alat yang terbaik untuk mengkonseptualisasikan semua ikhwal tentang dunia secara objektif. Halliday telah melakukan penelitian lalu membentuk taksonomi fungsi–fungsi utama bahasa yang berkaitan dengan pilihan strategi tindakan manusia. 3 Kebudayaan dan Pengorganisasian Skema Interaksi Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kebudayaan juga mempengaruhi skema–skema kognitif individu anggota kebudayaan tersebut. Skema kognitif itu antara lain berisi skema interaksi antarmanusia apakah interaksi intrabudaya atau antarbudaya. Meskipun harus diakui bahwa tidak semua interaksi akan menghasilkan proses komunikasi, paling tidak interaksi menggunakan awal komunikasi antarmanusia. Dan tugas skema kognitif interkasi itu membentangkan kepada kita semacam peta tentang prinsip yang mengarahkan cara–cara interaksi antarmanusia termasuk yang berbeda kebudayaannya. Universitas Sumatera Utara 4 Kebudayaan dan Proses Komunikasi Berbagai analisis menunjukkan bahwa kualitas kebudayaan sangat menentukan skema kognitif dan strategi pengorganisasian skema. Padahal kualitas dua faktor itu sangat menentukan komunikasi antarpribadi dan antarbudaya. Skema kognitif membantu individu yang berkomunikasi untuk mengetahui bentuk dan fungsi isi kognitif tertentu dalam kebudayaan terhadap komunikasi, dia harus menguji kualitas skema kognitif, memahami skema kognitif, daya guna dan tepat guna skema kognitif itu dalam hubungan antarmanusia yang bersifat umum dan khusus Liliweri, 2001: 43. 2. Teori Komunikasi berdasarkan Analisis “Regularitas Peran” Berbagai penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi beragam variasi penerapan prinsip-prinsip teori “kaidah peran”. Beberapa isu yang menonjol misalnya: 1 Sifat dasar masyarakat Donohue, Cushman dkk. dalam Gundykunst 1983, menggambarkan bahwa: a Perbedaan-perbedaan tatanan sosial suatu masyarakat selalu bergerak dari arah yang homogen ke yang heterogen. Dengan kata lain, kalau suatu masyarakat makin homogen, jumlah dan tingkat kerumitan tatanan sosial makin sedikit. Sebaliknya, manakala masyarakat makin heterogen, jumlah dan tingkat kerumitan tatanan sosial semakin banyak. Keadaan ini berdampak terhadap komunikasi antar budaya. b Manakala jumlah dan tingkat heterogenitasnya makin banyak dan tingkat kerumitan makin tinggi, maka setiap komunikasi senantiasa Universitas Sumatera Utara melakukan manajemen koordinasi atas tindakan-tindakannya melalui “kaidah peran.” Jadi, harus ada semacam standar perilaku dan tindakan. 2 Sifat dasar kaidah peran dan tindakan Berikut adalah tiga perspektif dalam ‘kaidah peran,” yaitu: a Kaidah peran menghasilkan perilaku Perspektif ini menerangkan bahwa setiap kaidah peran menghasilkan perilaku, dan setiap perilaku merupakan bagian dari perilaku lain. Persepktif ini diperkenalkan oleh Rom Harre dalam Pearce 1976 yang mengemukakan bahwa setiap peran manusia mempunyai “kaidah peran” tertentu sehingga satu peran akan diikuti oleh peran lain, satu perilaku akan diikuti oleh perilaku lain. b Kaidah peran membentuk perilaku Perspektif ini diajukan oleh Cushman dan Pearce dalam Pierce 1976, bahwa mereka telah melakukan penelitian tentang relasi dalam komunikasi. Perspektif tersebut nampak konsisten dengan “teori tindakan” yang pernah dikemukakan para ahli terdahulu bahwa semua perilaku manusia dilakukan secara sadar, dapat dimaknakan dan dilakukan secara purposif. c Kaidah peran menentukan perilaku Perspektif ini berasumsi bahwa manusia sadar akan tindakannya sehingga dia mampu membagi manakah tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. 3. Teori Analisis Interaksi Antarbudaya Universitas Sumatera Utara Ada beberapa pendekatan yang selalu digunakan dalam tradisi komunikasi, yakni: a Pendekatan Jaringan Metateoritikal Bohcner 1967 pernah meneliti tingkat persaingan individu dalam sebuah organisasi. Dia menemukan bahwa ketegangan individu dapat dijelaskan dengan melihat sifat hubungan antarpribadi “tertutup”, maka setiap karyawan akan merasa tegang. Sebaliknya, semakin “terbuka, maka ketegangan mereka akan berkurang. Menurut Bochner ketegangan yang terjadi dalam perspektif antarbudaya; 1 Ketegangan terjadi kalau individu terlalu banyak larangan di masa kecil mengakibatkan individu setelah dewasa tidak otonom dan juga tidak bergantung pada orang lain. 2 Kita senantiasa menganalisis setiap tindakan komunikasi dengan memperhatikan pada tingkat mana individu memiliki otonomi dan pada tingkat mana individu masih tergantung pada orang lain. Dua faktor ini mempengaruhi hubungan antarpribadi termasuk komunikasi antarbudaya. b Teori Pertukaran Teori perspektif pertukaran dikembangkan oleh Thilbaut dan Kelley Liliweri, 1991. Inti teori ini mengatakan bahwa hubungan antarpribadi bisa diteruskan dan dihentikan. Hal ini disebabkan karena dalam perkembangan hubungan antarpribadi, setiap orang mempunyai pengalaman tertentu sehingga dia dapat membandingkan faktor-faktor motivasi dan sasaran hubungan antarpribadi yang dilakukan di antara Universitas Sumatera Utara beberapa orang. Makin besar keuntungan yang diperoleh dari hubungan antarpribadi, maka besar peluang hubungan tersebut diteruskan. Sebaliknya, makin kecil keuntungan yang diperoleh dari hubungan antarpribadi, maka makin kecil peluang hubungan tersebut diteruskan. c Teori Pengurangan Tingkat Ketidakpastian Berger 1982 mengemukakan bahwa salah satu dari beberapa fungsi utama komunikasi-komunikasi, fungsi informasi untuk mengurangi ketidakpastian komunikator dan komunikan. Berger merekomendasikan strategi mencari informasi agar individu mengurangi tingkat ketidakpastian antarpribadi, yakni: 1mengamati pihak lain secara pasif; 2menyelidiki atau menelusuri pihak lain; 3menanyakan informasi melalui pihak ketiga; 4penanganan lingkungan kehidupan pihak lain; 5interogasi dan; 6membuka diri. d Pendekatan Psikologi Humanistik, Self Disclosure, dan Koorientasi Berbagai penelitian yang dilakukan oleh Walter Kaufmann 1980, McNamee 1980, demikian pula Cissna dan Sieberg, Haris dkk. dalam Gundykunst 1983 menunjukkan bahwa pada umumnya setiap individu selalu berusaha membuka diri, derajat keterbukaan pribadi itu sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi, waktu dan kesempatan, siapa yang dijadikan objek relasi, jenis media yang dipilih dan lain- lain. Universitas Sumatera Utara e Pendekatan Peran berdasarkan Deskripsi Etnografi Wallace 1961 berpendapat bahwa komunikasi antarpribadi ditentukan oleh pendekatan peran berdasarkan deskripsi etnografi. Pertanyaan inti adalah, apakah setiap norma kelompok etnik memberikan peluang terbentuknya otonomi individu dan ketergantungan antarpribadi. Sebagaimana telah dijelaskan diatas, apabila tingkat otonomi pada masyarakat arkais sangat kecil maka jelas bahwa deskripsi etnografi masyarakat arkais selalu digambarkan memiliki sikap kolektif. Dan ketika masyarakat arkais telah berkurang atau memudarnya nilai-nilai kolektivitas pada masyarakat arkais kalau masih ada maka kecenderungan meningkatnya tingkat otonomi individu. Faktor terakhir ini sangat mempengaruhi hubungan antarbudaya, karena kita memerlukan deskripsi etnografi yang mendalam terhadap individu. f Pendekatan Adaptasi Pendekatan ini diperkenalkan oleh Ellingsworth dalam Gundykunst 1983, dia mengemukakan bahwa setiap individu dianugerahi kemampuan untuk beradaptasi antarpribadi. Oleh karena itu maka setiap individu memiliki kemampuan untuk menyaring manakah perilaku yang harus atau yang tidak harus dilakukan. Dalam realitas komunikasi antarbudaya, pendekatan adaptasi ini selalu digunakan dalam komunikasi antarbudaya di negara-negara berkembang. Universitas Sumatera Utara g Pendekatan yang Berpusat pada NilaiValues Centered Approach- ValCom Kluckhohn dan Strodbeck 1961 mengindentifikasi lima orientasi nilai dari berbagai kebudayaan yang diteliti: 1 Nilai yang berkaitan dengan sifat dasar manusia, yakni orientasi nilai tentang: kejahatan-kebaikan dan kejahatan-kebaikan. 2 Nilai yang berkaitan dengan relasi manusia dengan alam., sering disebut orientasi manusia terhadap alam. Ada tiga orientasi nilai: manusia tunduk pada alam-harmoni dengan alam-manusia menguasai alam. 3 Nilai yang berhubungan dengan waktu kehidupan manusia yakni orientasi nilai: waktu masa lalu-kini-yang akan datang. 4 Nilai rata-rata aktivitas manusia, sering disebut orientasi aktivitas, yakni orientasi nilai: mengubah yang ada- menjadikan yang ada semakin bermutu-membuat sesuatu yang baru. 5 Nilai rata-rata relasi individu dengan manusia, sering disebut orientasi relasional. Ada tiga nilai orientasi relasional: mengubah relasi yang sedang berlangsung-menjamin relasi yang sedang berlangsung- tetap bersikap individual. Kelima nilai diatas disebut juga ‘iklim perilaku” dari sebagian besar hasil penelitian menunjukkan bahwa kebudayaan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap “iklim perilaku”, “iklim perilaku” mempengaruhi orientasi nilai termasuk komunikasi antarbudaya. Universitas Sumatera Utara Penulis menggunakan teori komunikasi antarbudaya karena berhubungan langsung dengan masalah penelitian. Teori ini hanya menjelaskan pengertian dan asumsi komunikasi antarbudaya , sementara faktor pendukung dan faktor penghambat dalam menciptakan hubungan yang harmonis akan dijelaskan lebih lanjut.

II.2 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Hubungan Antarbudaya di dalam Masyarakat Majemuk

II.2.1 Faktor Pendukung

Faktor – faktor yang mendukung terjadinya hubungan antarbudaya yang harmonis di dalam masyarakat majemuk adalah sebagai berikut: 1. Imitasi Faktor ini diuraikan oleh Gabriel Trade yang beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya bedasarkan faktor imitasi saja. Walaupun pendapat ini yang berat sebelah, namun imitasi dalam interaksi sosial tidak kecil. Imitasi atau meniru adalah suatu proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan indera sebagai penerima rangsang dan pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari rangsang dengan kemampuan aksi untuk melakukan gerakan motorik http:id.wikipedia.org. Orang sukar untuk belajar bahasa tanpa mengimitasi orang lain. Bahkan tidak hanya berbahasa saja, tetapi juga tingkah laku tertentu, seperti cara member hormat, cara berterima kasih, cara memberi isyarat dan sebagainya yang kita pelajari mula–mula mengimitasinya. Demikian juga cara berpakaian, adat–istiadat, dan konvensi– konvensi lainnya, faktor imitasilah yang memegang peranan penting. Universitas Sumatera Utara Imitasi sosial dapat berdampak positif maupun negatif. Berdampak positif jika hasil peniruan itu berupa perilaku yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakatnya. Mencontoh cara berbusana rapi dari orang-orang barat merupakan suatu sikap yang penting dan bermanfaat. Mencontoh etos kerja orang-orang Barat perlu dilakukan karena bermanfaat bagi kemajuan hidup. Berdampak negatif jika hasil peniruan itu bertentangan dengan nilai dan norma sosial yang berlaku. Berpakaian minim dan urakan sebagai hasil meniru budaya Barat merupakan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa sendiri. Segi-segi negatif faktor imitasi, yaitu: a. Kemungkinan yang diimitasi itu salah, sehingga menimbulkan kesalahan kolektif yang meliputi jumlah manusia yang besar. b. Kadang-kadang orang mengimitasi sesuatu tanpa kritik, sehingga dapat menghambat perkembangan kebiasaan berpikir kritis Ahmadi, 1991:57. Sebelum mengimitasi suatu hal, seseorang terlebih dahulu memenuhi beberapa syarat, yaitu: a. Minat perhatian yang besar akan hal tersebut, b. Sikap menjunjung tinggi atau mengagumi hal-hal yang diimitasi, c. Dapat juga orang-orang mengimitasi suatu pandangan atau tingkah laku, karena hal itu mempunyai penghargaan sosial yang tinggi. Jadi, seseorang mungkin mengimitasi sesuatu karena ia ingin memperoleh penghargaan sosial dalam lingkungannya. Seorang sosiolog Prancis, Gabriel Tarde menyebutkan bahwa semua peniru merupakan hasil langsung dari berbagai bentuk imitasi, antara lain imitasi Universitas Sumatera Utara gaya, imitasi pendidikan, imitasi kepatuhan, dan imitasi kebudayaan. Dengan cara imitasi, pandangan dan tingkah laku seseorang mewujudkan sikap-sikap, ide-ide, dan adat istiadat dari suatu keseluruhan kelompok masyarakat, dan dengan demikian pula seseorang dapat melebarkan dan meluaskan hubungan- hubungannya dengan orang lain Gerungan, 2002. 2. Sugesti Sugesti adalah pengaruh yang diberikan orang lain atau kelompok lain mengenai pandangan hidup, sikap, dan perilaku tertentu yang diterima tanpa dipikirkan secara kritis akibatnya-akibatnya. Pengaruh sugesti ini sangat kuat jika berasal dari orang-orang yang berwibawa atau berpengaruh dalam masyarakat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan emosi, stress, sedih, atau tertekan biasanya akan mudah terpengaruh oleh sugesti. Remaja umumnya mudah sekali terpengaruh oleh reklame atau promosi barang-baarang produk terbaru. Promosi melalui radio, televisi, surat kabar, atau majalah mudah sekali memberi sugesti kepada para remaja. Namun, bagi orang- orang dewasa yang selalu berpikir kritis tidak mudah terpengaruh oleh sugesti. Faktor pendorong proses sugesti, antara lain sebagai berikut. 1 Kelompok idola atau kaum selebritis artis film, penyanyi tenar, atau orang- orang terkenal. 2 Reklame atau propaganda melalui media massa: radio, televisi, surat kabar, majalah, dan selebaran. 3 Orang-orang dewasa yang memiliki pengaruh, kharisma, atau wibawa. Misalnya : orang tua, guru, tokoh ulama, elit politik, pemimpin Negara, dan orang-orang pandai. Universitas Sumatera Utara 4 Orang-orang yang memiliki keduduk an tinggi di masyarakat dan pemerintahan. Misalnya: presiden, menteri, tokoh politik, pejabat Negara, dan para pemimpin yang kharismatik. Beberapa faktor penyebab orang mudah tersugesti, antara lain sebagai berikut. 1 Tidak mampu berpikir kritis atau tidak menggunakan akal sehat. Orang- orang yang tidak mampu berpikir kritis, biasanya mudah terpengaruh sugesti. 2 Pikiran yang kacau, stress, tertekan, atau bercabang. Orang yang berpikirannya kacau atau tertekan akan mudah tersugesti. Misalnya, orang yang banyak utang akan mudah menerima saran pergi ke dukun agar mudah mendapatkan uang. 3 Kuatnya pengaruh pihak pemberi sugesti. Orang-orang yang berpengaruh, seperti guru, dokter, ulama, atau orang-orang pintar nasihatnya akan diterima oleh orang-orang yang mengaguminya. 4 Adanya dukungan dari kelompok mayoritas. Seseorang akan mudah menerima nasihat, saran, atau pandangan bila ada dukungan dari banyak orang. 5 Adanya pengaruh yang berulang-ulang. Iklan atau reklame yang ditayangkan berulang-ulang di televisi atau radio, akan mempengaruhi seseorang untuk membeli barang yang dipromosikan tersebut. 3. Identifikasi Identifikasi merupakan usaha seseorang untuk menjadi sama persis dengan orang lain, sifatnya lebih mendalam dari pada yang dilakukan dalam imitasi. Atau bisa juga diartikan sebagai dorongan untuk menjadi identik sama dengan orang Universitas Sumatera Utara lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Proses identifikasi mula–mula berlangsung secara tidak sadar dengan sendirinya, kemudian irrasional, yaitu berdasarkan kecenderungan–kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional, dan berguna untuk melengkapi sistem–sistem norma, cita–cita dan pedoman–pedoman tingkah laku orang yang mengindentifikasi itu Ahmadi, 1991 : 63. Dalam proses identifikasi, proses peniruan dilakukan secara keseluruhan. Identifikasi ini dapat mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang. Prosesnya dapat berlangsung secara sadar atau tidak. Ini terjadi karena orang memerlukan tipe-tipe atau model-model ideal untuk dicontohkan dalam kehidupannya. Identifikasi dilakukan kepada orang lain yang dianggapnya ideal dalam suatu segi, untuk memperoleh sistem norma, sikap, dan nilai yang dianggapnya ideal, dan masih kurang pada dirinya. Objek penelitian dipilih berdasarkan penelitian subjektif, berperasaan. Ikatan yang terjadi antara orang yang mengidentifikasi dan orang tempat identifikasi merupakan kaitan batin yang lebih mendalam daripada orang yang saling mengimitasi tingkah lakunya Gerungan, 2002:68. 4. Simpati Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaaan sebagaimana proses identifikasi. Orang tiba–tiba merasa dirinya tertarik kepada orang lain seakan–akan dengan sendirinya, dan tertariknya itu bukan karena salah satu cirri tertentu melainkan karena keseluruhan cara bertingkah laku orang tersebut.Timbulnya simpati itu merupakan proses yang Universitas Sumatera Utara sadar bagi diri manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Simpati menghubungkan seseorang dengan orang lain Gerungan, 2004 : 74. Simpati adalah perasaan suka dan tertarik pada suatu sikap dan pola prilaku seseorang atau kelompok. Simpati merupakan proses yang seolah-olah terlarut dalam perasaan, pikiran, kebahagiaan, atau kesedihan orang lain. Misalnya, seseorang ikut merasakan sakit dan sedih atas musibah yang dialami oleh temannya. Orang itu mungkin akan menhibur temannya.Simpati sangat penting dalam menjalin hubungan dan komunikasi sosial. Theodore Ribot dalam bukunya yang diberi judul “Pschology of Emotion,” menekankan pada peranan simpati yang dikatakan sebagai “adalah foundation for all social science.” Ribot membagi simpati menjadi tiga, yaitu: a. Tipe Primitif atau otomatis, yang dapat diterangkan dengan respon bersyarat. b. Refleksif, yang mana seseorang sadar dalam dirinya terhadap keadaan jiwanya. Ia tahu bahwa ia merasa apa yang dirasakan orang lain, walaupun ia tidak mengalaminya. c. Tipe yang intelektual, yaitu rasa setia, rasa toleran dan philantropi: bentuk ini tidak diarahkan pada orang tertentu, tetapi mempunyai corak-corak yang lebih umum dan abstrak Ahmadi, 1991:66. 5. Empati Empati adalah perasaan ketertarikan yang mendalam terhadap orang lain atau kelompok lain. Empati lebih tinggi derajat pengaruhnya disbanding simpati. Empati mempengaruhi kejiwaan seseorang. Contohnya, seorang ayah ikut merasakan penderitaan anaknya yang sedang sakit keras dan dirawat di rumah Universitas Sumatera Utara sakit. Ayah itu sangat sedih, sehingga jatuh sakit. Contoh lain, Putri merasa kasihan kepada pengemis yang tua renta. Perasaan itu mendorongnya untuk memberikan sedekah kepada pengemis tersebut. Empati diidefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain. Karena pikiran, kepercayaan dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaannya, seseorang yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan mood orang lain. Empati sering dianggap sebagai semacam resonansi perasaan wikipedia.org. Menurut KBBI, empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang mengidentifikasi atau merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Empati sebagai kajian multikultural meruapakan suatu penyelidikan untuk mengetahui bagaimana perbedaan dan hambatan kultural dapat diatasi dengan cara menempatkan diri pada posisi lawan bicara Puwasito, 2003: 182.

II.2.2 Faktor Penghambat

1. Etnosentrisme Sumner dalam Veeger 1990 sendiri yang memberikan istilah etnosentris. Dengan sikap itu, maka setiap kelompok merasa folkwaysnya yang paling unggul dan benar. Seperti yang dikutip oleh LeVine, dkk 1972, teori etnosentrisme Sumner mempunyai tiga segi, yaitu: 1 sejumlah masyarakat memiliki sejumlah ciri kehidupan sosial yang dapat dihipotesiskan sebagai sindrom, 2 sindrom-sindrom etnosentrisme secara fungsional berhubungan dengan susunan dan keberadaan kelompok serta persaingan antarkelompok, dan Universitas Sumatera Utara 3 adanya generalisasi bahwa semua kelompok menunjukkan sindrom tersebut. Ia menyebutkan sindrom itu seperti: kelompok intra yang aman ingroups sementara kelompok lain outgroups diremehkan atau malah tidak aman. Menurut Sumner 1906, manusia pada dasarnya seorang yang individualis yang cenderung mengikuti naluri biologis mementingkan diri sendiri sehingga menghasilkan hubungan di antara manusia yang bersifat antagonistic pertentangan yang menceraiberaikan. Agar pertentangan dapat dicegah maka perlu adanya folkways yang bersumber pada pola-pola tertentu. Pola-pola itu merupakan kebiasaan habits, lama-kelamaan, menjadi adat istiadat customs, kemudian menjadi norma-norma susila mores, akhirnya menjadi hukum laws. Kerjasama antarindividu dalam masyarakat pada umumnya bersifat antagonictic cooperation kerjasama antarpihak yang berprinsip pertentangan. Akibatnya, manusia mementingkan kelompok dan dirinya atau orang lain. Lahirlah rasa ingroups atau we groups yang berlawanan dengan rasa outgroups atau they groups yang bermuara pada sikap etnosentris. Komunikasi antarbudaya dapat dijelaskan dengan teori etnosentrisme seperti diungkapkan oleh Samovar dan Porter 1976. Katanya, ada banyak variable yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbudaya, salah satunya adalah sikap. Sikap mempengaruhi komunikasi antarbuadaya, misalnya terlihat dalam etnosentrisme , pandangan hidup , nilai-nilai yang absolut, prasangka, dan streotip. Zatrow 1989 menyebutkan bahwa setiap kelompok etnik memiliki keterikatan etnik yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Etnosentrisme Universitas Sumatera Utara merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolute dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Sehingga etnosentrisme memunculkan sikap prasangka dan streotip negatif terhadap etnik atau kelompok lain. 2. Prasangka Sosial Prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang – orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu. Prasangka sosial terdiri atas attitude– attitude sosial yang negatif terhadap golongan manusia lain tadi. Prasangka sosial yang pada awalnya hanya merupakan sikap–sikap perasaan negatif itu lambat laun menyatakan dirinya dalam tindakan–tindakan yang diskrimintaif terhadap orang- orang yang termasuk golongan–golongan yang diprasangkai itu tanpa terdapat alasan–alasan yang objektif pada pribadi orang yang dikenai tindakan–tindakan diskriminatif Gerungan, 2004 : 179. Prasangka menjadi fokus kajian berangkat dari adanya pandangan negatif dengan adanya pemisahan yang tegas antara perasaan kelompokku in group dan perasaan kelompok lain out group feeling. Prasangka adalah cara pandang atau perilaku seseorang terhadap orang lain secara negatif yang membawa kepada kenyataan bahwa prasangka sangat potensial menimbulkan kesalahpahaman dalam tindak berkomunikasi Purwasito, 2003:178. Poortinga dalam Liliweri, 2001 :173 menyatakan bahwa ada 3 faktor penentu prasangka yang diduga mempengaruhi komunikasi antarbudaya, yaitu : Universitas Sumatera Utara d. Stereotip Streotip berasal dari kecenderungan untuk mengorganisasikan sejumlah fenomena yang sama atau sejenis yang dimiliki oleh sekelompok orang ke dalam kategori tertentu yang bermakna. Streotip berkaitan dengan konstruksi citra yang telah ada dan terbentuk secara turun–temurun. Ia tidak hanya mengacu pada citra negatif tetapi juga positif. Menurut Gerungan 2002, streotip merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai sifat – sifat dan watak pribadi orang golongan lain yang bercorak negatif. Stereotip mengenai orang lain sudah terbentuk pada orang yang berprasangka sebelum ia mempunyai kesempatan untuk bergaul sewajarnya dengan orang–orang lain yang dikenai prasangka itu. Dapat disimpulkan, jika komunikasi diantara mereka yang berbeda etnik didahului oleh stereotip negatif antaretnik akan mempengaruhi efektivitas komunikasi Liliweri, 2001: 177. Jenis-jenis stereotipe mudah kita jumpai dalam masyarakat majemuk. Berdasarkan sumbernya, stereotipe negatif memiliki tingkatan: dari sebab pengamatan yang dangkal hingga stereotipe yang bersumber dari kebencian terhadap orang atau kelompok. Stereotipe yang rendah hanya bisa menyebabkan kesalahpahaman, namun stereotipe yang disengaja dibangun untuk kepentingan tertentu—kekuasaan umpamanya—bisa menyebabkan benturan hingga kekerasan. Stereotipe biasanya merupakan refrensi pertama penilaian umum ketika seseorang atau kelompok melihat orang atau kelompok lain. Stereotipe akhirnya merupakan penghambat potensial dalam komunikasi antarbudaya. Universitas Sumatera Utara e. Jarak sosial Jarak Sosial adalah kondisi seseorang atau masyarakat yang berbeda tingkat peradabannya dengan orang lain atau masyarakat lain meskipun itu berada dalam zaman atau masa yang sama. Jarak sosial membedakan kelompok- kelompok masyarakat secara horizontal berdasarkan jarak peradabannya. Jarak sosial memasukkan faktor pemisah nonfisik, misalnya perbedaan pendidikan, penghasilan, kekayaan, pekerjaan, kebangsaan, atau agama. Dalam komunikasi antarbudaya kadang faktor sosial tersebut lebih berperan daripada pemisahan secara geografis fisik. Keluarga kaya yang bertetangga dengan keluarga miskin, misalnya, meskipun secara fisik dekat, tetapi jarak sosialnya jauh. Edward Hall 1959, 1966 membedakan empat macam jarak yang menurutnya menggambarkan macam hubungan yang dibolehkan. Masing-masing dari keempat jarak ini mempunyai fasa dekat dan fasa jauh, sehingga ada delapan macam jarak vang dapat diidentifikasi. a. Jarak Intim. Dalam jarak intim, mulai dari fasa dekat bersentuhan sampai ke fasa jauh sekitar 15 sampai 45 cm., kehadiran seseorang sangat jelas. Masing-masing pihak dapat mendengar, mencium dan merasakan napas yang lain. Manusia menggunakan fasa dekat bila sedang bercumbu dan bergulat, untuk rnenenangkan dan melindungi. Dalam fasa dekat otot-otot dan kulit berkominikasi, sedangkan verbalisasi aktual hanya sedikit saja perannya. Dalam fasa dekat ini bahkan suara bisikan mempunyai efek memperbesar jarak psikologis antara kedua orang yang terlibat. Fasa jauh memungkinkan untuk saling menyentuh dengan mengulurkan tangan. Jarak ini masih terlalu dekat sehingga dipandang Universitas Sumatera Utara tidak patut di muka umum. Karena perasaan ketidak-patutan dan ketidak-nyamanan setidak-tidaknya bagi orang Amerika, mata jarang sekali saling menatap. Mata terpaku pada obyek lain yang berjarak cukup jauh. b. Jarak Pribadi Personal Distance. Setiap manusia memiliki daerah yang disebut jarak pribadi. Daerah ini melindungi dari sentuhan orang lain. Dalam fasa dekti jarak pribadi ini antara 45 sampai 75 cm., masih dapat saling menyentuh atau memegang tetapi hanya dengan mengulurkan tangan. Kemudian dapat melindungi orang-orang tertentu - misalnya, kekasih. Dalam fasa jauh dari 75 sampai 120 cm., dua orang dapat saling menyentuh hanya jika mereka keduanya mengulurkan tangan. Fasa jauh ini menggambarkan sejauh mana secara fisik menjangkaukan tangan untuk meraih sesuatu. Jadi, fasa ini menentukan, dalam artian tertentu, batas kendali fisik atas orang lain. Pada jarak ini manusia masih dapat melihat banyak detil dari seseorang - rambut yang beruban, gigi yang kuning, pakaian yang kusut, dan sebagainya. Tetapi, kita tidak lagi dapat mendeteksi hangat tubuh. Kadang-kadang masih dapat mencium bau napas, tetapi pada jarak ini etiket mengharuskan untuk mengarahkan napas ke bagian netral sehingga tidak mengganggu lawan bicara seperti yang sering kita lihat dalam Man televisi. Bila ruang pribadi diganggu, manusia sering merasa tidak nyaman dan tegang. Bila orang berdiri terlalu dekat, pembicaraan dapat terganggu, tidak mantap, terguncang, dan terputus-putus. Kita mungkin sukar memelihara kontak mata dan mungkin Universitas Sumatera Utara sering menghindari tatapan langsung. Ketidak-nyamanan ini mungkin juga terungkap dalam bentuk gerakan tubuh yang berlebihan. c. Jarak Sosial. Dalam jarak sosial umumnya manusia kehilangan detil visual yang diperoleh dalam jarak pribadi. Fasa dekat dari 120 sampai 2 10 cm adalah jarak yang digunakan bila melakukan pertemuan bisnis dan interaksi pada pertemuan-pertemuan yang bersifat sosial. Fasa jauh dari 210 sampai 360cm. adalah jarak yang dipelihara Pada jarak ini, transaksi bisnis mempunyai nada yang lebih resmi. Di kantor pejabat-pejabat tinggi meja-meja ditempatkan sedemikian hingga si pejabat memastikan jarak ini bila sedang berunding dengan klien. Tidak seperti jarak intim, di mana kontak mata terasa janggal, fasa jauh dari jarak sosial membuat kontak mata sangat penting; jika tidak, komunikasi akan hilang. Suara pada umumnya lebih keras dari biasa pada jarak ini. Tetapi berteriak atau menaikkan suara, akan mempunyai efek mengurangi jarak sosial ini ke jarak pribadi. d. Jarak Publik. Padafasa dekat dari jarak publik dari 360 sampai 450 cm. orang terlindung oleh jarak. Pada jarak ini seseorang dapat mengambil tindakan defensif bila terancam. Dalam bis kota atau kereta, misalnya mengambil jarak ini dari orang yang sedang mabuk. Pada fasa jauh lebih clari 750 cm, manusia melihat orang-orang tidak sebagai individu yang terpisah, melainkan sebagai bagian dari suatu kesatuan yang lengkap. Kita secara otomatis mengambil jarak sekitar 9 meter dari seorang tokoh penting. Fasa jauh ini merupakan jarak yang diambil Universitas Sumatera Utara seorang aktor untuk beraksi di panggung. Pada jarak ini, gerak-gerik maupun suara harus sedikit berlebihan agar tertangkap secara detil. f. Diskriminasi Diskriminasi adalah perlakuan terhadap orang atau kelompok yang didasarkan pada golongan atau kategori tertentu. Sementara itu dalam pengertian lain diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan didasarkan pada gender,ras, agama,umur atau karakteristik yang lain. Menurut Theodorson Theodorson, 1979: 115-116: Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Istilah tersebut biasanya untuk melukiskan, suatu tindakan dari pihak mayoritas yang dominan dalam hubungannya dengan minoritas yang lemah, sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku mereka itu bersifat tidak bermoral dan tidak demokrasi. Dalam arti tersebut, diskriminasi adalah bersifat. Aktif atau aspek yang dapat terlihat overt dari prasangka yang bersifat negatif [negative prejudice] terhadap seorang individu atau suatu kelompok. Dalam rangka ini dapat juga kita kemukakan definisi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB yang berbunyi demikian: “Diskrimasi mencakup perilaku apa saja, yang berdasarkan perbedaan yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian masyarakat, yang tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau jasanya Universitas Sumatera Utara 3. Dimensi Variasi Kebudayaan Samovar dan Porter dalam bukunya yang berjudul Intercultural Communication menjelaskan bahwa ada beberapa dimensi variasi kebudayaan karena besarnya potensi terjadinya kesalahpahaman yang begitu besar. Dimensi variasi kebudayaan itu antara lain: a. Immediacy dan Expressiveness Perilaku Immediacy adalah tindakan secara bersamaan dengan keramahan dalam berkomunikasi; dengan menggunakan sinyal pendekatan daripada penghindaran dan kedekatan daripada jarak Andersen, 1985. Contoh dari perilaku immediacy adalah senyuman, sentuhan, kontak mata, jarak yang dekat, dan animasi vokal. Beberapa sarjana telah menamakan prilaku ini sebagai “ekspresif” Patterson, 1983. Kebudayaan menampilkan kedekatan antar peseorangan atau immediacy disebut “hubungan budaya” karena orang-orang dinegara ini posisinya berdekatan dan sering bersentuhan Hall, 1996. Orang–orang yang hubungan budayanya rendah cenderung menjaga jarak dan tidak mau bersentuhan dengan orang lain. Hal yang menarik adalah bahwa hubungan budaya terjadi di negara yang beriklim panas dan hubungan budaya yang rendah di negara yang beriklim dingin. b. Individualisme Yang menjadi dimensi yang paling pokok adalah dimana perbedaan kebudayaan adalah tingkatan dari individualism melawan kolektivisme. Dimensi Universitas Sumatera Utara ini menentukan bagaimana orang hidup bersama sendirian, didalam keluarga, dalam suku; lihat Hofstede,1982, nilainya, dan bagaimana mereka berkomunikasi. Individualisme adalah kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan diri sendiri sebagai lawan dari kepentingan bersama, dan kecenderungan mengutamakan kegiatan sendiri dari pada kegiatan bersama. Kecenderungan demikian itu muncul dari naluri manusia yang paling mendasar yaitu cinta-diri. Cinta-diri dirumuskan oleh Jeremy Bentham —filsuf Inggris yang sezaman dengan Adam Smith— dalam aturan pokok sederhana yang mengatur kehidupan manusia: memaksimalkan kenikmatan untuk dirinya dan meminimasi penderitaan. Atas dasar cinta-diri yang demikian demokrasi Barat dibangun di atas empat jenis kebebasan: Kebebasan ekonomi; Kebebasan politik; Kebebasan membentuk dan menganut ide; Serta kebebasan individu. Secara singkat individualisme dapatlah diartikan sebagai kebebasan penuh individu. c. MasculinityMaskulin MasculinityMaskulin adalah dimensi kebudayaan yang diabaikan. Ciri- ciri maskulin adalah tanda khusus seperti kekuatan, ketegasan, daya saing, dan ambisius, sebaliknya ciri-ciri feminin adalah tanda khusus seperti kasih sayang, perasaan terharu, pemelihara, dan emosional Bem, 1974; Hofstede, 1982. Kebudayaan maskulin mengangggap kompetisi dan ketegasan itu penting, sedangkan kebudayaan feminin meletakan kesopanan dan perhatian sebagai hal yang penting. Tidak mengejutkan, sifat kejantanan pada kebudayaan adalah berkorelasi negatif dengan presentasi wanita secara teknis dan pekerjaan Universitas Sumatera Utara profesional dan berkorelasi positif dengan pemisahan gender pada pendidikan yang lebih tinggi Hofstede, 1982. d. Jarak Kekuasaan Dimensi komunikasi antarbudaya yang keempat adalah jarak kekuasaan. Power DistanceJarak Kekuasaan menyangkut tingkat kesetaraan masyarakat dalam kekuasaan. Jarak kekuasaan yang kecil menunjukkan masyarakat yang setara. Semua pihak kekuataannya relatif sama. Jarak kekuasaan dimana kekuasaan, martabat, dan kekayaan tidak sama dibagikan didalam budaya – telah diatur dalam nomor dari kebudayaan menggunakan Power Distance Index PDI atau Indeks Jarak Kekuasaan Hofstede, 1982. Condon dan Yousef 1983 membedakan antara tiga pola kebudayaan yaitu: demokratis, kekuasaan pusat, dan otoriter. Indeks Jarak Kekuasaan sangat berhubungan dengan sifat otoriter Hofstede, 1982. e. Konteks Tinggi dan Konteks Rendah Dimensi terakhir yang dibutuhkan dalam komunikasi antarbudaya adalah konteks. Menurut Edward T. Hall, budaya dapat diklarifikasi ke dalam gaya komunikasi konteks tinggi dan gaya komunikasi konteks rendah. Dalam budaya konteks tinggi, makna terinternalisasikan pada orang yang bersangkutan, dan pesan nonverbal lebih ditekankan. Kebanyakan masyarakat homogen berbudaya konteks tinggi. Hall berpendapat bahwa komunikasi konteks tinggi merupakan kekuatan kohesif bersama yang memiliki sejarah yang panjang, lamban, berubah dan berrfungsi untuk menyatukan kelompok. Sebalikanya komunikasi konteks rendah cepat dan mudah berubah, karenanya tidak mengikat kelompok. Oleh karena perbedaan ini, orang – orang Universitas Sumatera Utara dalam budaya konteks tinggi cenderung lebih curiga terhadap pendatang dan orang asing. Kelima dimensi variasi kebudayaan ini merupakan sebagai bagian dari faktor – faktor penghambat komunikasi anatarbudaya. Penulis menjelaskan faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat dalam komunikasi antarbudaya dengan maksud agar dapat memahami apa yang menjadi faktor munculnya dan menghambat hubungan yang harmonis didalam suatu masyarakat yang majemuk.

II.3 Hubungan Antaretnis di Medan

Potret kemajemukan budaya karena adanya perpindahan penduduk secara massif tersebut dapat kita temukan salah satunya di kota Medan. Kota Medan adalah ibukota dan merupakan pusat pemerintahan Propinsi Sumatera Utara yang juga merupakan kota terbesar nomor tiga di Indonesia, adalah sebuah kota yang tumbuh pesat sejak pertengahan abad ke-19 sebagai sebuah kota berpenduduk majemuk baik dari kalangan penduduk pribumi maupun imigran dari kawasan Asia seperti Cina, India, Arab dan imigran dari kawasan Asia Tenggara. Gerak perpindahan kaum migran ke kota Medan tidak lepas dari tarikan magnit pertumbuhan kota ini sebagai sentral kemajuan ekonomi sehingga dijadikan sebagai tempat tujuan baru yang menjanjikan harapan untuk perbaikan hidup. Sudah luas diketahui bahwa kota Medan dan Tanah Deli Sumatera Timur pada umumnya yang pernah dijuluki sebagai “Het Dollar Land” berkembang sangat cepat sejak pertengahan abad ke-19 seiring dengan perkembangan industri perkebunan mulanya perkebunan tembakau yang dirintis oleh Jacobus Nienhys sejak 1863. Buruh-buruh dari Cina, India dan Pulau Jawa ketika itu didatangkan Universitas Sumatera Utara dalam jumlah besar oleh pengusaha-pengusaha perkebunan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Selain mereka yang didatangkan sebagai kuli, migran lain pun terus berdatangan ke kota ini untuk tujuan berdagang dan mengisi berbagai lowongan pekerjaan yang tersedia. Kota Medan dalam masa-masa perkembangannya mengalami pertumbuhan penduduk yang begitu pesat, akibat terjadinya proses urbanisasi dari berbagai daerah yang ada disekitarnya. Bahkan ada juga etnis-etnis pendatang pada masa penjajahan seperti keturunan Cina dan India. Yang hadir di kota medan pada masa penjajahan di Indonesia pada masa pemerintahan Kolonia Belanda. Ada beberapa kelompok suku India-Indonesia yang telah lama menetap di Indonesia. Salah satunya adalah kelompok suku masyarakat Tamil dari India Selatan banyak terdapat di daerah Sumatera Utara Medan, Pematang Siantar, dll. Banyak dari mereka yang didatangkan oleh pemerintah kolonial Inggris untuk bekerja di perkebunan-perkebunan yang dibuka di daerah tersebut. Suku Tamil adalah sebuah kelompok etnis yang berasal dari Asia Selatan. Komunitas Tamil yang paling tua berasal dari India bagian selatan dan Sri Lanka bagian timur laut. Berbagai kelompok masyarakat dari anak benua India telah datang ke kepulauan Indonesia sejak masa pra-sejarah. Malah nama Indonesia sendiri berasal dari bahasa Latin Indus India dan bahasa Yunani nêsos pulau yang secara harafiah berarti Kepulauan India. Suku Tamil di Indonesia dianggap sebagai Keturunan asing pada masa orde baru dan kini telah disahkan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia atau disebut sebagai Warga Negara Indonesia WNI. Saat ini diperkirakan ada sekitar 70.000 warga keturunan Tamil India Universitas Sumatera Utara yang bermukim di Medan. Suku Tamil sendiri memiliki bahasa daerahnya yang berasala dari India Selatan yang disebut Bahasa Tamil. Pada masa kolonial orang-orang Tamil bermukim di sekitar lokasi-lokasi perkebunan yang ada di sekitar kota Medan dan Sumatera Timur. Setelah masa kemerdekaan, mereka pada umumnya berdiam di sekitar kota, yang terbanyak di kota Medan, juga di Binjai, Lubuk Pakam dan Tebing Tinggi. Pemukiman mereka yang tertua di kota Medan terdapat di suatu tempat yang dulu dikenal dengan nama Kampung Madras, yaitu di kawasan bisnis Jl. Zainul Arifin dulu bernama Jalan Calcutta. Kawasan ini lazim juga dikenal dengan sebutan Kampung Keling, dan sekarang sudah dikembalikan namanya menjadi Kampung Madras. Lokasi perkampungan mereka terletak di pinggiran Sungai Babura, sebuah sungai yang membelah kota Medan dan menjadi jalur utama transportasi di masa lampau. Di kawasan ini hingga sekarang masih mudah ditemukan situs- situs yang menandakan keberadaan orang Tamil, misalnya tempat ibadah umat Hindu Shri Mariamman Kuil sebagai kuil terbesar yang dibangun tahun 1884 dan sejumlah kuil lainnya; juga pemukiman dan mesjid yang dibangun oleh orang Tamil Muslim sejak tahun 1887. Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman plural adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Kota Medan saat ini telah memperlihatkan suatu gambaran keadaan yang terjadi proses penguatan rasa kesatuan kelompok etnis sebagai komunitas baru. Seperti yang telah dikemukakan dalam perkampungan etnis tersebut, ternyata setiap kelompok etnis mempergunakan norma dan aturan serta ideologi tradisional Universitas Sumatera Utara daerah asal mereka, sehingga terjadilah suatu proses penguatan ikatan primordial pada setiap kelompok etnis. Masyarakat di kota Medan yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama merupakan daerah yang rawan akan terjadinya konflik sosial. Namun sampai saat ini, konflik sosial yang terjadi di Medan masih berada pada batas- batas kewajaran. Perkelahian antar kelompok pemuda yang pernah terjadi di Medan, dengan segera dapat diatasi pihak keamanan. Terjadinya berbagai peristiwa peledakan bom di Gereja dan tempat-tempat lain di kota Medan, ternyata tidak menyebabkan terjadinya konflik sosial yang bersifat terbuka pada masyarakat. Kondisi yang tampak dipermukaan, menunjukkan bahwa masyarakat kota Medan yang terdiri dari berbagai etnis, suku bangsa dan agama dapat hidup rukun, dengan pengertian tidak terjadi pertentangan atau konflik secara terbuka. Konflik sosial, tidak selamanya bersifat terbuka. Pertentangan yang terjadi dalam masyarakat, ungkapan-ungkapan rasa benci antara satu kelompok dengan kelompok lain, ungkapan-ungkapan yang sifatnya memojokkan kelompok lain, dapat dipandang sebagai suatu konflik sosial. Pertentangan-pertentangan seperti itu, bisa jadi merupakan awal terjadinya konflik sosial yang lebih besar dan bersifat terbuka, dalam bentuk perkelahian dan tindak kekerasan. Peristiwa konflik sosial, adakalanya bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Bahkan ada kemungkinan, sebagian besar konflik sosial yang terjadi di masyarakat merupakan proses yang panjang; mungkin diawali dengan terjadinya salah faham antar individu, berkembang menjadi sikap antipati antar kelompok, dan dalam perkembangan selanjutnya meningkat menjadi konflik sosial. Kondisi tersebut Universitas Sumatera Utara bisa diperburuk ketika masyarakat yang berkonflik dipengaruhi oleh sikap “etnosentrisme”, dimana menurut Chang satu etnis atau kelompok tertentu merasa lebih superior dari kelompok lain. Oleh karena itu, ada kemungkinan terjadinya konflik sosial yang dapat merusak ketentraman didalam sebuah masyarakat. Hal ini menunjukkan perlu adanya suatu komunikasi antarbudaya yang efektif sehingga memunculkan suatu harmonisasi dalam sebuah masyarakat majemuk guna mengantisipasi terjadinya konflik sosial terutama konflik etnis dan agama pada masyarakat di kota Medan. Dengan demikian peneliti tertarik untuk meneliti peranan komunikasi antarbudaya dalam membina hubungan yang harmonis. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian korelasional. Metode korelasional adalah metode yang berusaha menjelaskan suatu permasalahan atau gejala yang lebih khusus dalam penjelasan antara dua objek. Metode penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan apabila ada, seberapa besar eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan tersebut. III.2 Deskripsi Lokasi Penelitian III.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di daerah Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia, Kotamadya Medan. III.2.2 Keadaan Geografis Kelurahan Polonia merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Medan Polonia, Kotamadya Medan yang memiliki luas ± 1.57 km 2 . Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Anggrung. b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sukadamai. c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sari Rejo. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Babura dan Kecamatan Medan Baru. Kelurahan ini terletak pada ketinggian 25 m di atas permukaan laut. Kelurahan Polonia adalah daerah pintu gerbang Kota Medan, yang merupakan Universitas Sumatera Utara pintu masuk dari daerah lainnya baik Regional maupun Internasional melalui transportasi udara. Di KelurahanPolonia ini terdapat Bandara Internasional Polonia sebagai pelabuhan udara yang mampu dilandasi jenis pesawat berbadan lebar seperti Air Bus dan mempunyai jalur penerbangan keberbagai daerahKota secara Regional maupun Internasional. III.2.3 Keadaan Demografis Jumlah penduduk Kelurahan Polonia secara keseluruhan adalah 17.270 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 4200 KK. Untuk lebih jelasnya tentang perincian jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini. Kependudukan berdasarkan etnis di Kelurahan Polonia dapat di lihat pada tabel berikut ini: Tabel III.1 Kependudukan Berdasarkan Etnis No. Etnis Jumlah 1 Jawa 7.029 2 Batak 4.981 3 Cina 2.648 4 India 1.792 5 Lain-lain 820 Jumlah 17.270 Sumber: Kelurahan Polonia, Maret 2008 Universitas Sumatera Utara Untuk mengetahui lebih jelas mengenai komposisi penduduk berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel III.2 Kependudukan Berdasarkan Usia No. Kelompok Usia tahun Jumlah 1 0-4 963 2 5-9 1.559 3 10-14 1.597 4 15-19 1.616 5 20-24 1.675 6 25-29 1.717 7 30-34 1.533 8 35-39 1.353 9 40-44 1.313 10 45-49 1.211 11 50-54 1.338 12 55-59 956 13 +60 439 Jumlah 17.270 Sumber: Kelurahan Polonia, Maret 2008 Universitas Sumatera Utara Untuk mengetahui komposisi penduduk berdasarkan agama, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel III.3 Kependudukan Berdasarkan Agama No. Agama Jumlah 1 Islam 8.848 2 Kristen 3.282 3 Katolik 699 4 Hindu 1.792 5 Buddha 2.648 Jumlah 17.269 Sumber: Kelurahan Polonia, Maret 2008 Data yang lebih rinci tentang penduduk Kelurahan Polonia tidak dapat diperoleh karena keterbatasan informasi dan data yang dimiliki oleh Kantor Kelurahan Polonia. III.2.4 Keadaan Sosial Ekonomi Tingkat ekonom, semua daerah ditentukan oleh sumber daya alama dan sumber daya manusianya. Sumber daya alam banyak membantu dalam meningkatkan ekonomi daerah jika diolah dengan baik. Sumber daya manusia membantu peningkatan ekonomi melalui pendidikan dan keahlian masyarakat. Untuk mengetahui lebih jelas tentang tingkat pendidikan masyarakat di Kelurahan Polonia, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Universitas Sumatera Utara Tabel III.4 Kependudukan Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Pendidikan Jumlah 1 Belum Sekolah 1.255 2 Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah 5 3 Pernah SD tetapi tidak tamat 884 4 Tamat SDSederajat 6.291 5 SLTPSederajat 5.580 6 SLTASederajat 2.214 7 Diploma 485 8 Sarjana S1-S3 556 Jumlah 17.270 Sumber: Kelurahan Polonia, Maret 2008 Tingkatan kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi oleh tingkatan perekonomiannya. Untuk mengetahui lebih jelas struktur ekonomi masyarakat Kelurahan Polonia, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel III.5 Kependudukan Berdasarkan Pekerjaan No. Pekerjaan Jumlah 1 Buruhswasta 5.161 2 Pegawai Negri 305 3 Pengrajin - Universitas Sumatera Utara 4 Pedagang 1.317 5 Penjahit 40 6 Tukang Batu 30 7 Tukang Kayu 146 8 Peternak 3 9 Nelayan - 10 Montir 15 11 Dokter 5 12 Sopir 68 13 Pengemudi Bajaj - 14 Pengemudi Becak 185 15 TNIPolri 19 16 Pengusaha 60 Jumlah 7.354 Sumber: Kelurahan Polonia, Maret 2008 III.2.5 Sarana dan Prasarana 1. Sarana Transportasi Sarana transportasi umum di Kelurahan Polonia adalah angkutan kota dan becak. Di Kelurahan Polonia penduduknya sudah banyak yang memiliki kendaraan bermotor seperti ada sebanyak 90 RT yang memiliki mobil dan 3500 RT yang memiliki sepeda motor dan selebihnya ada yang memiliki mobil pengangkutan, becak dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara 2. Sarana Pendidikan Pada Kelurahan Polonia terdapat 25 sekolah, yang terdiri dari 2 buah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTA, 4 buah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP, 11 buah Sekolah Dasar SD, 4 buah Taman Kanak-Kanak TK, 1 buah Tes Potensi Akademik TPA, dan 1 buah lembaga pendidikan keagamaan. Sarana pendidikan di Kelurahan Polonia sehingga penduduk di Kelurahan Polonia tidak kesusahan dalam menyekolahkan anaknya. 3. Sarana Komunikasi dan Penerangan Jumlah penerangan di Kelurahan Polonia yang berada di daerah perkotaan memungkinkan penduduknya menjadi pengguna sarana komunikasi dan penerangan. Jumlah pelanggan Telkom sebanyak 1600 rumah tangga. Di Kelurahan Polonia ini sebagian besar penduduk telah menggunakan berlangganan PLN dan setiap kampung dilengkapi dengan lampu penerangan.. 4. Sarana Air Bersih Penduduk di Kelurahan Polonia menggunakan beberapa cara dalam pemerolehan air bersih. Ada yang menggunakan sumur gali sebanyak 402 KK, menggunakan hidran umum sebanyak 2 KK, dan sebagian besar penduduk telah menggunakan PDAM dalam memperoleh sarana air bersih yaitu sebanyak 1401 KK. 5. Sarana Kesehatan Di Kelurahan Polonia terdapat beberapa sarana kesehatan, ada 2 unit Rumah Sakit Umum, 1 unit Puskesmas, 3 unit Poliklinik atau Balai Pengobatan, 13 unit Posyandu, 1 unit Apotek, 1 unit toko obat dan 5 unit praktek dokter. Universitas Sumatera Utara Prasarana ini memudahkan masyarakat Kelurahan Polonia untuk mencari tempat- tempat berobat saat sedang sakit. 6. Sarana Peribadatan Sarana peribadatan di Kelurahan Polonia terdiri dari 6 buah mesjid, 3 buah langgarmushola, 6 buah gereja kristen, 1 buah gereja katolik, 9 buah Vihara dan Kuil dan 1 buah pura. Banyaknya tempat ibadah untuk masing-masing umat beragama menunjukkan bagaiman setiap umat beragama dapat mempertahankan hubungan yang harmonis satu dengan yang lain dalam kemajemukan. III.3 Metode Pengukuran Tabel III.6 Operasionalisasi Variabel No. Variabel Dimensi Indikator Skala 1 Komunikasi Antarbudaya Etnosentrisme • Menganggap budayanya lebih tinggi dari orang lain. • Memandang budayanya sebagai budaya yang absolut • Ketergantungan Prasangka Sosial • Persaingan secara berlebihan antara individu dan kelompok • Sikap negatif yang ditujukan kepada orang atau budaya lain • Mayoritas – minoritas Stereotip • Sikap superior dan inferior • Sikap yang bersahabat dan tidak bersahabat • Pengacau – Pendamai Jarak Sosial • Tetangga • Teman dekat Universitas Sumatera Utara • Saudara Diskriminasi • Menghindar • Menekaneksplotasi terhadap orang lain • Bertindak tidak adil 2 Hubungan yang Harmonis Imitasi • Bahasa • Adat istiadat Sugesti • Kuatnya pengaruh orang yang mensugesti • Dukungan dari kelompok mayoritas Identifikasi • Norma • Nilai • Sikap Simpati • Perasaan tertarik dengan orang lain • Karakter Empati • Sukacita • Dukacita 3 Karakteristik Responden Jenis Kelamin • Laki-laki • Perempuan Usia • 15 - 24 tahun • 25 – 34 tahun • 35 – 44 tahun • 45 – 54 tahun Suku • Tamil • Non Tamil Jawa, Batak,Ambon, Minangkabau Sunda, Bugi, Cina, dll Agama • Islam • Kristen Protestan • Kristen Katolik • Hindu • Buddha • Penghayatan kepada YME Universitas Sumatera Utara III.4 Metode Penarikan Sampel III.4.1 Populasi Populasi adalah jumlah kebutuhan dari unit analisa yang cirri – cirinya akan diduga Singarimbun, 1998 : 152. Menurut Rakhmat 2000 :78, populasi adalah jumlah kumpulan objek penelitian. Maka populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung maupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas Nawawi, 1995: 141. Dalam penelitian ini yang menjadi populasinya adalah penduduk Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia yang berusia 15 – 54 tahun, dengan asumsi dalam rentang usia tersebut lebih sering melakukan interaksi sosial dalam kehidupan sehari–hari. Jumlah keseluruhannya yang terdaftar di Kelurahan Polonia adalah sebanyak 11.756 orang. Tabel III.7 Tabel Populasi No. Usia Jumlah 1 15-24 3.291 3 25-34 3.250 5 35-44 2.666 7 45-49 2.549 Jumlah 11.756 III.4.2 Sampel Pada dasarnya sampel merupakan bagian dari populasi yang memperoleh perlakuan penelitian secara keseluruhan mempunyai sifat yang sama dengan sifat Universitas Sumatera Utara populasi. Sampel merupakan wakil yang bersifat representatif dari populasi, khususnya dalam hal pendataan Bulaleng, 2004 : 156. Secara sederhana sampel diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian. Dengan kata lain sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili seluruh populasi Nawawi, 1995 : 144. Berdasarkan populasi yang ada, maka untuk menghitung jumlah sampel digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10 dengan tingkat kepercayaan 90. Rumus ini digunakan karena jumlah populasi yang cukup besar. = 99 orang Keterangan: N= Populasi n= Sampel d 2 =Presisi yang digunakan 10 atau 0.1 III.5 Teknik Penarikan Sampel Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu sebagai berikut: 1. Teknik Stratified Propotional Random Sampling Universitas Sumatera Utara Penggunaan teknik dengan pertimbangan bahwa adakalanya banyaknya subek yang terdapat pada setiap stratasetiap wilayah tidak sama, oleh karena itu untuk memperoleh sampel yang representatif, pengambilan subjek dari setiap stratasetiap wilayah ditentukan seimbangsebanding dengan banyaknya subjek dalam masing-masing stratawilayah. Dan dikatakan jenis sampel Stratified Propotional Random Sampling karena pengambilan sampel dilakukan secara acak Arikunto, 2002:116. Adapun rumus yang digunakan Prasetyo, 2005: 129: Tabel III.8 Stratified Propotional Random Sampling Usia Populasi Penarikan Sampel Sampel 15-24 3.291 28 25-34 3.250 28 35-44 2.666 22 45-54 2.549 21 Total Sampel 99 Universitas Sumatera Utara 2. Purposive Sampling Purposive sampling adalah pengambilan sampel yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Sampel yang digunakan disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian Nawawi, 1991 : 137. Pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Adapun yang menjadi kriteria-kriterianya adalah: a. Sampel adalah warga Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia, Kotamadya Medan yang berusia 15-54 tahun. b. Sampel adalah individu yang suka berinteraksi dengan sesama warga Kelurahan Polonia. c. Sampel adalah individu yang tinggal di Kelurahan Polonia selama minimal 2 tahun. 3. Accidental Sampling Penarikan sampel dengan teknik ini dilakukan dengan cara mengambil siapa saja yang secara kebetulan ditemukan dilapangan lokasi penelitian. Setelah jumlahnya mencukupi, maka pengumpulan data dihentikan Nawawi, 1995:156. III.6 Teknik Pengumpulan data Sebagai unsur yang paling penting dalam sebuah penelitian maka data mutlak diperlukan, sebab penelitian ilmiah adalah proses penggabungan antara teori–teori ilmiah dengan data atau fakta di lapangan. Sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai dikarenakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dilapangan. Universitas Sumatera Utara a. Penelitian Kepustakaan Library Research, yaitu mengadakan penelitian dengan mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan sumber bacaan yang relevan yang mendukung penelitian ini. b. Penelitian lapangan Field Research, yaitu pengumpulan data yang meliputi kegiatan survey dilokasi penelitan, pengumpulan data dari responden melalui: • Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui Arikunto, 2002: 132. Dalam hal ini peneliti akan menyebarkan kuesioner di Kelurahan Polonia. • Wawancara adalah bentuk komunikasi antar dua orang , melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu Mulyana, 2001 : 180. Dalam menggunakan teknik wawancara ini, keberhasilan dalam mendapatkan data atau informasi dari obyek yang diteliti sangat bergantung pada kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara. III.7 Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan Singarimbun, 1995:. Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dalam beberapa tahap analisis yaitu: 1. Analisis Tabel Tunggal Merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian kedalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar Universitas Sumatera Utara frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisis data yang terdiri dari 2 kolom yaitu kolom sejumlah frekuensi dan kolom presentasi untuk setiap kategori Singarimbun, 1995:266. 2. Analisis Tabel Silang Teknik yang digunakan untuk menganalisis dan mengetahui variabel yang satu memiliki hubungan dengan variabel lainnya, sehingga dapat dikietahui apakah variabel tersebut bernilai positif atau negatif Singarimbun, 1995: 273. 3. Uji Hipotesa Uji hipotesa adalah pengujian data statistik untuk mengetahui data yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Untuk menguji tingkat hubungan antara kedua variabel yang dikorelasikan dalam penelitian digunakan “Koefisien Korelasi Tata Jenjang” oleh Spearman Spearman’s Rho Rank- Order Correlation Coeficient. Spearman Rho Koefisien menunjukkan hubungan antara variabel X dan variabel Y yang tidak diketahui sebaran datanya. Koefisien korelasi non parametik ini digunakan untuk menghitung data dua variabel yang ditetapkan peringkatnya dari yang terkecil sampai yang terbesar dirangkingkan. Rumus untuk koefisien korelasinya adalah: Keterangan: r s = koefisien korelasi rank-order 1 = angka satu, yaitu bilangan konstan 6 = angka enam, yaitu bilangan konstan d = perbedaan antara pasangan jenjang Universitas Sumatera Utara N = jumlah individu dalam sampel ∑ = sigma atau jumlah Spearman Rho Koefisien adalah metode untuk menganalisis data dan untuk melihat hubungan antara variabel yang sebenarnya dengan skala ordinal. Jika r s 0, maka hipotesa ditolak Jika r s 0, maka hipotesa diterima Sementara dasar pengambilan keputusan signifikansi: didalam ilmu sosial suatu hasil dinyatakan signifikan apabila nilai signifikansi temuan lebih besar dari 95 α=0.05 sampai 99 α=0.01. Selanjutnya untuk melihat kuat lemahnya korelasi digunakan skala Guilford Rakhmat, 2004: 29, yaitu sebagai berikutnya: Kurang dari 0,20 = hubungan rendah sekali 0,20 - 0,40 = hubungan rendah tapi pasti 0,40 - 0,70 = hubungan yang cukup berarti 0,70 – 0,90 = hubungan yang tinggi Lebih dari 0,90 =hubungan yang cukup tinggi atau kuat sekali, bisa diandalkan. Universitas Sumatera Utara

BAB IV ANALISIS DATA

IV.1 Analisis Tabel Tunggal

Merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian kedalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisis data yang terdiri dari 2 kolom yaitu kolom sejumlah frekuensi dan kolom presentasi untuk setiap kategori Singarimbun, 1995:266. Data yang disajikan dan dibahas dalam tabel tunggal penelitian ini masing- masing sebagai berikut:

IV.1.1 Karakteristik Responden Gambar IV.1

Berdasarkan Gambar IV.1 diatas adapun analisis mengenai karakteristik responden dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: diketahui pada Gambar IV.1 mengenai Jenis Kelamin responden, adapun yang berjenis kelamin laki-laki adalah sejumlah 53 orang 53.5 dan responden yang berjenis kelamin perempuan adalah sejumlah 46 orang 46.5 . Universitas Sumatera Utara Gambar IV.2 Berdasarkan Gambar IV.2 diatas adapun analisis mengenai karakteristik responden dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: diketahui pada Gambar IV.2 mengenai Usia responden, adapun yang berusia 15 sampai dengan 24 tahun adalah 28 orang 28.3 , 25 sampai dengan 34 tahun adalah 28 orang 28.3 , 35 sampai dengan 44 tahun adalah 22 orang 22.2 dan 45 sampai dengan 54 tahun adalah 21 orang 21.2. Gambar IV.3 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Gambar IV.3 diatas adapun analisis mengenai karakteristik responden dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: diketahui pada Gambar IV.3 mengenai Suku responden, adapun yang bersuku Jawa adalah 23 orang 23.2 , suku Batak adalah 21 orang 21.2 , suku Tamil adalah 33 orang 33.3 suku China adalah 15 orang 15.2 dan suku lainnya Sunda, Minangkabau, Aceh, Ambon, Bugis dll adalah 7 orang 7.1. Gambar IV.4 Agama Islam Kristen Protestan Kristen Katolik Hindu Buddha Berdasarkan Gambar IV.4 diatas adapun analisis mengenai karakteristik responden dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: diketahui pada tabel IV.4 mengenai Agama responden, adapun yang beragama Islam adalah 32 orang 32.3 , agama Kristen Protestan adalah 17 orang 17.2 , agama Kristen Katolik adalah 5 orang 5.1 agama Hindu adalah 25 orang 25.3, agama Buddha adalah 19 orang 19,2 dan kepercayaan lainnya adalah 1 orang 1.0 . Universitas Sumatera Utara

IV.1.2 Peranan Komunikasi Antarbudaya 1. Etnosentrisme

Tabel IV.1 Anggapan Bahwa Budaya yang Dimiliki Lebih Hebat daripada Budaya Lain No. F 1 2 3 4 Tidak Setuju 59 59.6 Kurang Setuju 20 20.2 Setuju 5 5.1 Sangat Setuju 15 15.2 Total 99 100.0 Berdasarkan Tabel IV.1 adapun analisis tabel tunggal mengenai Anggapan Bahwa Budaya yang Dimiliki Lebih Hebat daripada Budaya Lain, dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 59 orang 59.6, kurang setuju adalah 20 orang 20.2, Setuju adalah 5 orang 5.1 dan sangat setuju adalah 15orang 15.2. Tabel IV.2 Budayanya merupakan Budaya yang Paling BenarAbsolut No. F 1 2 3 4 Tidak Setuju 52 52.5 Kurang Setuju 20 20.2 Setuju 3 3.0 Sangat Setuju 24 24.2 Total 99 100.0 Berdasarkan Tabel IV.2 adapun analisis tabel tunggal mengenai Budayanya merupakan Budaya yang Paling BenarAbsolut, dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Diketahui responden yang tidak setuju adalah 52 orang 52.5, kurang setuju adalah 20 orang 20.2, Setuju adalah 3 orang 3.0 dan sangat setuju adalah 24 orang 24.2 Tabel IV.3 Keluarga sebagai Orang yang Pertama Kali Dimintai Bantuan saat Kesulitan No. F 1 2 3 4 Tidak Setuju 19 19.2 Kurang Setuju 14 14.1 Setuju 4 4.0 Sangat Setuju 62 62.6 Total 99 100.0 Berdasarkan tabel IV.3 adapun analisis tabel tunggal mengenai Keluarga sebagai Orang yang Pertama Kali Dimintai Bantuan saat Kesulitan, dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 19 orang 19.2, kurang setuju adalah 14 orang 14.1, Setuju adalah 4 orang 4.0 dan sangat setuju adalah 62 orang 62.6. Tabel IV.4 Orang dari Sukunya sebagai Orang yang Selalu Membantu dalam Menyelesaikan Masalah No. F 1 2 3 4 Tidak Setuju 21 21.2 Kurang Setuju 31 31.3 Setuju 16 16.2 Sangat Setuju 31 31.3 Total 99 100.0 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel IV.4 adapun analisis tabel tunggal mengenai Orang dari Sukunya sebagai Orang yang Selalu Membantu dalam Menyelesaikan Masalah, dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 21 orang 21.2, kurang setuju adalah 31 orang 31.3, Setuju adalah 16 orang 16.2 dan sangat setuju adalah 31 orang 31.3. Tabel IV.5 Hanya Mau Mendengarkan Masukan dari Sukunya No. F 1 2 3 4 Tidak Setuju 54 54.5 Kurang Setuju 33 33.3 Setuju 2 2.0 Sangat Setuju 10 10.1 Total 99 100.0 Berdasarkan Tabel IV.5 adapun analisis tabel tunggal mengenai Hanya Mau Mendengarkan Masukan dari Sukunya, dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 54 orang 54.5, kurang setuju adalah 33 orang 33.3, Setuju adalah 2 orang 2.0 dan sangat setuju adalah 10 orang 10.1.

2. Prasangka Sosial Tabel IV.6

Tidak Bisa Menjalani Hubungan Baik dengan Etnis Lain No. F 1 2 3 4 Tidak Setuju 67 67.7 Kurang Setuju 17 17.2 Setuju 5 5.1 Sangat Setuju 10 10.1 Total 99 100.0 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel IV.6 adapun analisis tabel tunggal mengenai Tidak Bisa Menjalani Hubungan Baik dengan Etnis Lain, dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 67 orang 67.7, kurang setuju adalah 17 orang 17.2, Setuju adalah 5 orang 5.1 dan sangat setuju adalah 10 orang 10.1. Tabel IV.7 Merasa Tersaingi dengan Keberadaan Etnis Lain No. F 1 2 3 4 Tidak Setuju 76 76.8 Kurang Setuju 14 14.1 Setuju 2 2.0 Sangat Setuju 7 7.1 Total 99 100.0 Berdasarkan Tabel IV.7 adapun analisis tabel tunggal mengenai Merasa Tersaingi dengan Keberadaan Etnis Lain, dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 76 orang 76.8, kurang setuju adalah 14 orang 14.1, Setuju adalah 2 orang 2.0 dan sangat setuju adalah 7 orang 7.1. Tabel IV.8 Bersikap Negatif dengan Etnis Lain No. F 1 2 3 4 Tidak Setuju 73 73.7 Kurang Setuju 15 15.2 Setuju 7 7.1 Sangat Setuju 4 4.0 Total 99 100.0 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel IV.8 adapun analisis tabel tunggal mengenai Bersikap Negatif dengan Etnis Lain, dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 73 orang 73.7, kurang setuju adalah 15 orang 15.2, Setuju adalah 7 orang 7.1 dan sangat setuju adalah 4 orang 4.0. Tabel IV.9 Suku Mayoritas Memiliki Kekuasaan Lebih No. F 1 2 3 4 Tidak Setuju 62 62.6 Kurang Setuju 22 22.2 Setuju 5 5.1 Sangat Setuju 10 10.1 Total 99 100.0 Berdasarkan Tabel IV.9 adapun analisis tabel tunggal mengenai Suku Mayoritas Memiliki Kekuasaan Lebih, dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 62 orang 62.6, kurang setuju adalah 22 orang 22.2, Setuju adalah 5 orang 5.1 dan sangat setuju adalah 10 orang 10.1. Universitas Sumatera Utara Tabel IV.10 Terjadi Tindakan Kesewenangan Karena Adanya Perbedaan Suku Mayoritas dan Suku Minoritas No. F 1 2 3 4 Tidak Setuju 62 62.6 Kurang Setuju 23 23.2 Setuju 6 6.1 Sangat Setuju 8 8.1 Total 99 100.0 Berdasarkan Tabel IV.10 adapun analisis tabel tunggal mengenai Terjadi Tindakan Kesewenangan karena adanya Perbedaan Suku Mayoritas dan Suku Minoritas, dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 62 orang 62.6, kurang setuju adalah 23 orang 23.2, Setuju adalah 6 orang 6.1 dan sangat setuju adalah 8 orang 8.1.

3. Stereotip Tabel IV.11

Dokumen yang terkait

Peran Identitas Etnis Dalam Komunikasi Antarbudaya Pada Komunitas India Tamil di Kampung Madras Kota Medan

3 59 147

Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

10 121 103

Identitas Budaya Dan Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Peran Identitas Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya pada Mahasiswa Etnis Minangkabau Asal Sumatera Barat di Universitas Sumatera Utara)

10 110 264

Identitas Etnis Dan Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Peran Identitas Etnis dalam Komunikasi Antarbudaya pada Mahasiswa Asal Malaysia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara)

3 46 238

Komunikasi Antarbudaya Dan Hubungan Yang Harmonis (Studi Korelasional tentang Peranan Komunikasi Antarbudaya dalam Menjalin Hubungan yang Harmonis antara Etnis Tamil dan Non Tamil di Kelurahan Polonia

5 79 166

Peranan Public Relations Scan Pasifik Tbk Bandung Dalam Menjalin Hubungan Yang Harmonis dengan Pelanggannya

0 4 1

Peran Identitas Etnis Dalam Komunikasi Antarbudaya Pada Komunitas India Tamil di Kampung Madras Kota Medan

0 0 42

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

0 1 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

0 0 5

Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

0 0 12