UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Pada Hari :
Tanggal :
Pukul :
Tim Penguji:
1. Ketua :
2. Anggota 1 :
3. Anggota 2 :
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk melengkapi syarat memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak menghadapi
kesulitan karena keterbatasan dan kemampuan, namun penulis bersyukur dan berterima kasih karena telah mendapat perhatian dan dukungan dari berbagai
pihak yang turut membantu menyelesaikan skripsi ini. Maka, dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orangtua tercinta, Ayah Ramaras dan Ibu Naumani yang telah
mengasihi dan mendukung penulis setiap saat. Semoga penulis dapat membuat Ayah dan Ibu selalu tersenyum bahagia dan bangga.
2. Bapak Prof. Dr. M. Arief Nasution, M.A selaku Dekan FISIP USU.
3. Bapak Drs. Amir Purba, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi.
4. Abang Drs. Hendra Harahap, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu yang sangat banyak dan berbagi ilmu yang sangat berharga selama membimbing penulis.
5. Ibu Dra. Fatma Wardi Lubis,M.A selaku dosen wali penulis.
6. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan bekal
pengetahuan selama masa perkuliahan.
Universitas Sumatera Utara
7. Ibu Dra. Dewi Kurniawati selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi
FISIP USU beserta Kak Cut, Kak Maya, dan Kak Ros. 8.
Kak Hanim, Kak Puan, dan staf Laboratorium Ilmu Komunikasi. 9.
Keluarga IEC yang telah sangat membantu selama penelitian skripsi. 10.
Ketiga abangku, Hendra, Anand Raj dan Sattya Raj yang telah bersedia membantu penulis saat membutuhkan dan berbagi suka dan duka. Juga
kasih sayang yang begitu besar yang telah diberikan kepada penulis. 11.
Keluarga besar penulis dimanapun mereka berada yang terus mendorong penulis untuk menyelesaikan kuliah yang memberikan motivasi yang besar
kepada penulis. 12.
Anggota Indiego, yaitu Selvia, Nal, Jaswin dan Maler yang telah menjadi sahabat terbaik dan selalu ada saat penulis membutuhkan. Terima kasih
atas persahabatan yang indah ini. 13.
Anggota Power Rangers, yaitu Christina, Yudhy, Widya, Efron, Flora, Minarno dan Hendra yang telah menjadi sahabat terbaik penulis selama
masa perkuliahan yang selalu ada didalam suka maupun duka dan selalu memberikan motivasi dan dukungan yang begitu besar yang
membangkitkan semangat penulis, penulis yakin bahwa persahabatan ini tidak akan pernah berakhir selama kita masih bernafas.
14. Sathya Seger, yaitu seorang sahabat yang telah mengisi hari-hariku dengan
senyuman dan tawa. Terima kasih atas dukungan dan keyakinan bahwa penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
15. Keluarga Happy Yummy, Jula-jula, Telenovela, Flickazone, dan teman-
teman Komunikasi stambuk 2006 yang menjadi teman yang sangat baik
Universitas Sumatera Utara
bagi penulis selama masa perkuliahan. Canda tawa yang dibagi sangat berkesan dan berarti. Penulis merasa sangat senang karena telah menjadi
bagian dari stambuk 2006 yang sangat kompak. 16.
Semua pengarang buku yang telah memotivasi dan menjadi narasumber bagi.
17. Semua pihak yang turut membantu kelancaran skripsi ini baik disadari
ataupun tidak. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini belum mencapai
kesempurnaan, namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikannya dengan baik. Dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia
untuk diberikan saran maupun kritik yang sifatnya membangun. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkah kepada kita semua. Terima kasih.
Penulis
Pina Panduwinarsih
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAKSI
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
I.2 Perumusan Masalah
I.3 Pembatasan Masalah
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
I.4.1 Tujuan Penelitian I.4.2
Manfaat Penelitian I.5
Kerangka Teori I.5.1 Teori Komunikasi Antarbudaya
I.5.2 Teori Masyarakat Majemuk
I.5.3 Teori Etnosentrisme
I.5.4 Teori Hubungan yang Harmonis
I.6 Kerangka Konsep
I.7 Model Teoritis
I.8 Operasional Variabel
I.9 Definisi Operasional
I.10 Hipotesis
BAB II URAIAN TEORITIS
II.1 Teori Komunikasi dan Komunikasi Antarbudaya
II.1.1 Teori Komunikasi II.1.2 Teori Komunikasi Antarbudaya
II.2 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Hubungan Antarbudaya
di dalam Masyarakat Majemuk
II.2.1 Faktor Pendukung II.2.2 Faktor Penghambat
Universitas Sumatera Utara
II.3 Hubungan Antaretnis di Medan
BAB III METODOLOGI PENELEITIAN
III.1 Metode Penelitian
III.2 Deskripsi Lokasi Penelitian III.2.1 Lokasi Penelitian
III.2.2 Keadaan Geografis III.2.3 Keadaan Demografis
III.2.4 Keadaan Sosial Ekonomi III.2.5 Sarana dan Prasarana
III.3 Metode Pengukuran
III.4 Metode Penarikan Sampel
III.4.1 Populasi III.4.2 Sampel
III.5 Teknik Penarikan Sampel
III.6 Teknik Pengumpulan Data
III.7 Teknik Analisis Data
BAB IV ANALISIS DATA
IV.1 Analisis Tabel Tunggal IV.1.1 Karakteristik Responden
IV.1.2 Peranan Komunikasi Antarbudaya IV.1.3 Hubungan yang Harmonis
IV.2 Analisis Tabel Silang dan Korelasi tentang Interaksi dan Jarak Sosial Antarbudaya yang terjadi di Kelurahan Polonia
IV.2.1 Interaksi Antaretnis di Kelurahan Polonia IV.2.2 Jarak Sosial Antaretnis di Kelurahan Polonia
IV.3 Uji Hipotesis IV.4 Pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel I.1 Operasional Variabel
Tabel III.1 Kependudukan Berdasarkan Etnis
Tabel III.2 Kependudukan Berdasarkan Usia
Tabel III.3 Kependudukan Berdasarkan Agama
Tabel III.4 Kependudukan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel III.5 Kependudukan Berdasarkan Pekerjaan
Tabel III.6 Operasionalisasi Variabel
Tabel III.7 Tabel Populasi
Tabel III.8 Stratified Propotional Random Sampling
Tabel IV.1 Anggapan Bahwa Budaya yang Dimiliki Lebih Hebat daripada
Budaya Lain Tabel IV.2
Budayanya merupakan Budaya yang Paling BenarAbsolut
Tabel IV.3 Keluarga Sebagai Orang yang Pertama Kali Dimintai Bantuan Saat
Kesulitan Tabel IV.4
Orang dari Sukunya sebagai Orang yang Selalu Membantu dalam Menyelesaikan Masalah
Tabel IV.5 Hanya Mau Mendengar Masukan dari Sukunya
Tabel IV.6 Tidak Bisa Menjalani Hubungan Baik dengan Etnis Lain
Tabel IV.7 Merasa Tersaingi dengan Keberadaan Etnis Lain
Tabel IV.8 Bersikap Negatif dengan Etnis Lain
Tabel IV.9 Suku Mayoritas Memiliki Kekuasaan Lebih
Tabel IV.10 Terjadi Tindakan Kesewenangan Karena Adanya Perbedaan Suku
Mayortias dan Suku Minoritas Tabel IV.11
Menghindari Bekerja Sama dengan Etnis Lain Tabel IV.12
Tidak Nyaman Bekerja Sama dengan Etnis Lain Tabel IV.13
Memposisikan Etnis Lain Sesuai dengan Cerita yang Berkembang Tabel IV.14
Terjadi Kekacauan di Lingkungan yang Disebabkan oleh Etnis Lain
Tabel IV.15 Etnis Lain sebagai Penyebab Perselisihan
Tabel IV.16 Etnis Lain Menjadi Pengaruh Buruk Bagi Lingkungan
Universitas Sumatera Utara
Tabel IV.17 Sulit Beradaptasi dengan Etnis Lain
Tabel IV.18 Hubungan dengan Etnis Lain Hanya Sebatas Tetangga
Tabel IV.19 Menghindar Apabila Dimintai Tolong
Tabel IV.20 Merasa Diperlakukan Tidak Adil di Lingkungan
Tabel IV.21 Pernah Mengalami Konflik dengan Etnis Lain Tabel IV.22
Ingin Mempelajari Bahasa dari Etnis Lain Tabel IV.23
Perbedaan Bahasa Menjadi Kendala dalam Berinteraksi Tabel IV.24
Tertarik dengan Adat Istiadat Etnis Lain Tabel IV.25
Mendukung dalam Pelaksanaan Acara Kebudayaan Etnis Lain Tabel IV.26
Menghindari Pendapat dari Etnis Lain Tabel IV.27
Perbedaan NormaNilai Menjadi Kendala di Dalam Berinteraksi Tabel IV.28
Perbedaan Sikap dalam Bergaul Mempengaruhi dalam Berinteraksi dengan Etnis Lain
Tabel IV.29 Sering Berinteraksi dengan Etnis Lain
Tabel IV.30 Pernah Bekerja Sama dengan Etnis Lain
Tabel IV.31 Mudah Beradaptasi dengan Etnis Lain
Tabel IV.32 Merasa Tertarik dengan Perbedaan Kebudayaan
Tabel IV.33 Tertarik dengan Karakter yang Dimiliki Etnis Lain
Tabel IV.34 Keadaan Lingkungan Sangat Mendukung Kenyamanan
Tabel IV.35 Menghadiri Undangan Pesta dari Etnis Lain
Tabel IV.36 Melayat Tetangga yang Sedang Kemalangan
Tabel IV.37 Menjaga Hubungan Baik dengan Etnis Lain
Tabel IV.38 Mau Memiliki Suami, Istri atau Menantu dari Etnis Lain
Tabel IV.39 Tabel Jarak Sosial Antaretnis di Kelurahan Polonia
Tabel IV.40 Koefisien Korelasi Spearman Rho
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Model Teoritis Gambar II.1 Model Komunikasi Antarbudaya
Gambar IV.1 Jenis Kelamin Gambar IV.2 Usia
Gambar IV.3 Suku Gambar IV.4 Agama
Gambar IV.5 Interaksi Etnis Jawa dengan Etnis Lain Gambar IV.6 Interaksi Etnis Batak dengan Etnis Lain
Gambar IV.7 Interaksi Etnis Tamil dengan Etnis Lain Gambar IV.8 Interaksi Etnis China dengan Etnis Lain
Gambar IV.9 Interaksi Etnis Lain-Lain dengan Etnis Lainnya
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis Studi Korelasional tentang Peranan Komunikasi Antarbudaya dalam
Menjalin Hubungan yang Harmonis antara Etnis Tamil dan Non Tamil di Kelurahan Polonia
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antara peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis
Tamil dan non Tamil dengan menggunakan perspektif dari faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam proses komunikasi antarbudaya untuk
menciptakan suatu hubungan yang harmonis di Kelurahan Polonia.
Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kelurahan Polonia. Kecamatan Medan Polonia yang berusia 15 – 54 tahun, dengan asumsi dalam
rentang usia tersebut lebih sering melakukan interaksi sosial dalam kehidupan sehari–hari. Jumlah keseluruhan populasi yang terdaftar di Kelurahan Polonia
adalah sebanyak 11.756 orang.
Jumlah sampel yang diambil sebesar 99 orang dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik
stratifikasi proporsional dan purposive. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup sejumlah 63 pertanyaan. Analisis
data menggunakan bentuk tabel tunggal lalu dihubungkan menjadi tabel silang. Selanjutnya uji hipotesa dan tes signifikansi. Semuanya dilakukan dengan
program SPSS for Windows version 17.0.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa terbukti bahwa hubungan antara peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara
etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia terdapat hubungan yang rendah.Untuk mengetahui tingkat signifikansi hasil hipotesis, dilakukan dengan
menghitung nilai tabel temuan. Nilai tabel untuk masyarakat Kelurahan Polonia adalah 0.021. Nilai signifikansi yang diperoleh pada tabel koefisien korelasi
Spearman Rho yaitu: 0.034 yang berarti 96,6. Dengan demikian, nilai signifikansi temuan 96.6 lebih besar dari nilai signifikansi patokan 95 .
Maka, Ho ditolak dan Ha diterima. Maka peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan
Polonia adalah signifikan.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis Studi Korelasional tentang Peranan Komunikasi Antarbudaya dalam
Menjalin Hubungan yang Harmonis antara Etnis Tamil dan Non Tamil di Kelurahan Polonia
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antara peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis
Tamil dan non Tamil dengan menggunakan perspektif dari faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam proses komunikasi antarbudaya untuk
menciptakan suatu hubungan yang harmonis di Kelurahan Polonia.
Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kelurahan Polonia. Kecamatan Medan Polonia yang berusia 15 – 54 tahun, dengan asumsi dalam
rentang usia tersebut lebih sering melakukan interaksi sosial dalam kehidupan sehari–hari. Jumlah keseluruhan populasi yang terdaftar di Kelurahan Polonia
adalah sebanyak 11.756 orang.
Jumlah sampel yang diambil sebesar 99 orang dengan menggunakan rumus dari Taro Yamane. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik
stratifikasi proporsional dan purposive. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup sejumlah 63 pertanyaan. Analisis
data menggunakan bentuk tabel tunggal lalu dihubungkan menjadi tabel silang. Selanjutnya uji hipotesa dan tes signifikansi. Semuanya dilakukan dengan
program SPSS for Windows version 17.0.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa terbukti bahwa hubungan antara peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara
etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia terdapat hubungan yang rendah.Untuk mengetahui tingkat signifikansi hasil hipotesis, dilakukan dengan
menghitung nilai tabel temuan. Nilai tabel untuk masyarakat Kelurahan Polonia adalah 0.021. Nilai signifikansi yang diperoleh pada tabel koefisien korelasi
Spearman Rho yaitu: 0.034 yang berarti 96,6. Dengan demikian, nilai signifikansi temuan 96.6 lebih besar dari nilai signifikansi patokan 95 .
Maka, Ho ditolak dan Ha diterima. Maka peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan
Polonia adalah signifikan.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa,
etnis suku bangsa dan keyakinan agama. Pada satu sisi, kemajemukan budaya ini merupakan kekayaan bangsa yang sangat bernilai, namun pada sisi yang lain,
pluralitas kultural tersebut memiliki potensi terjadinya disintegrasi atau perpecahan bangsa. Pluralitas kultural seringkali dijadikan alat untuk memicu
munculnya konflik suku, agama, ras dan antara golongan SARA, meskipun sebenaranya faktor–faktor penyebab dari pertikaian tersebut lebih pada persoalan–
persoalan ketimpangan ekonomi, ketidakadilan sosial dan politik Rahardjo, 2005 : 1.
Indonesia mencatat puluhan bahkan ratusan perselisihan antar kelompok etnik sejak berdirinya. Meskipun demikian hanya beberapa yang berskala luas dan
besar. Selain konflik antara etnik-etnik yang digolongkan asli Indonesia dengan etnis Cina yang laten terjadi, konflik antar etnik yang terbesar diantaranya
melibatkan etnik Madura dengan Etnik Dayak di Kalimantan yang terkenal dengan tragedi Sambas dan tragedi Sampit. Konflik-konflik dalam skala lebih
kecil terjadi hampir setiap tahun di berbagai tempat di penjuru tanah air. Menjelang akhir pemerintahan Orde Baru pada tahun 1997, banyak terjadi
konflik sosial di Indonesia, baik konflik yang bersifat horizontal maupun konflik yang bersifat vertikal. Konflik horizontal, antara lain peristiwa perusakan toko-
toko milik warga keturunan Tionghoa di berbagai kota, seperti Jakarta, Medan,
Universitas Sumatera Utara
dan kota-kota lainnya di Indonesia. Konflik antar umat beragama di Ambon, konflik antar etnik di Sambas, dan terjadinya konflik antar pemuda dan antar desa
di berbagai tempat di Indonesia. Sedangkan konflik yang bersifat vertikal, yaitu konflik antara masyarakat dengan aparat pemerintah, seperti terjadinya
pembakaran kantor polisi, pengrusakan kantor DPRD, dan yang paling mengancam keutuhan Negara Republik Indonesia adalah adanya pergolakan di
daerah Papua dan Aceh yang menghendaki kemerdekaan. Masyarakat di kota Medan yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan
agama merupakan daerah yang rawan akan terjadinya konflik sosial. Namun sampai saat ini, konflik sosial yang terjadi di Medan masih berada pada batas-
batas kewajaran. Perkelahian antar kelompok pemuda yang pernah terjadi di Medan, dengan segera dapat diatasi pihak keamanan. Terjadinya berbagai
peristiwa peledakan bom di Gereja dan tempat-tempat lain di kota Medan, ternyata tidak menyebabkan terjadinya konflik sosial yang bersifat terbuka pada
masyarakat. Kondisi yang tampak dipermukaan, menunjukkan bahwa masyarakat kota
Medan yang terdiri dari berbagai etnis, suku bangsa dan agama dapat hidup rukun, dengan pengertian tidak terjadi pertentangan atau konflik secara terbuka.
Peristiwa konflik sosial, adakalanya bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Bahkan ada kemungkinan, sebagian besar konflik sosial yang terjadi di
masyarakat merupakan proses yang panjang; mungkin diawali dengan terjadinya salah faham antar individu, berkembang menjadi sikap antipati antar kelompok,
dan dalam perkembangan selanjutnya meningkat menjadi konflik sosial. Kondisi
Universitas Sumatera Utara
tersebut bisa diperburuk ketika masyarakat yang berkonflik dipengaruhi oleh sikap “etnosentrisme.”
Etnosentrisme merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma- norma dan nilai-nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang mutlak dan
digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan lain. Etnosentrisme menyebabkan adanya prasangka dalam setiap
etnis yang dapat memandang orang dari kelompok etnis lain sebagai barbar, kafir dan tidak mempunyai peradaban. Etnosentrisme dapat membangkitkan sikap
“kami” dan “mereka”, lebih khusus dapat membentuk subkultural–subkultural yang bersumber dari suatu kebudayaan yang besar Etnosentrisme sangat
berpengaruh dalam komunikasi antarbudaya, misalnya meningkatkan kecenderungan untuk memilih dengan siapa anda berkomunikasi Liliweri, 2004 :
138. Untuk menghindari muculnya konflik yang disebabkan etnosentrisme dan
faktor-faktor penyebab konflik lainnya, dibutuhkan komunikasi yang efektif didalam masyarakat multikultural. Hal ini dapat membantu terbentuknya
hubungan yang harmonis didalam suatu masyarakat. Dalam kenyataan sosial disebutkan bahwa manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau dia
tidak berkomunikasi dan interaksi antarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya.
Masyarakat Keluarahan Polonia merupakan masyarakat yang terdiri dari beberapa etnis dan agama. Masyrakat ini mencerminkan kondisi masyarakat
Indonesia yang multietnis dan memiliki keanekaragaman budaya. Mereka juga hidup seperti halnya masyarakat lainnya dengan saling ketergantungan, saling
Universitas Sumatera Utara
menghargai dan menghormati, saling menjaga keharmonisan satu dengan yang lain. Terdapat beberapa etnis yang termasuk kedalam ingroup atau etnis mayoritas
yaitu etnis Jawa, Batak, Sunda, Minangkabau dll. Selain itu ada juga etnis minoritas yaitu etnis Tamil, Cina, Punjabi dll .
Suku Tamil adalah sebuah kelompok etnis yang berasal dari Asia Selatan. Komunitas Tamil yang paling tua berasal dari India bagian selatan dan Sri Lanka
bagian timur laut. Berbagai kelompok masyarakat dari anak benua India telah datang ke kepulauan Indonesia sejak masa pra-sejarah Malah nama Indonesia
sendiri berasal dari bahasa Latin Indus India dan bahasa Yunani nêsos pulau yang secara harafiah berarti Kepulauan India. Ada beberapa kelompok suku
India-Indonesia yang telah lama menetap di Indonesia. Salah satunya adalah kelompok suku masyarakat Tamil dari India Selatan banyak terdapat di daerah
Sumatera Utara Medan, Pematang Siantar, dll. Banyak dari mereka yang didatangkan oleh pemerintah kolonial Inggris untuk bekerja di perkebunan-
perkebunan yang dibuka di daerah tersebut. Suku Tamil di Indonesia dianggap sebagai Keturunan asing pada masa orde baru dan kini telah disahkan menjadi
bagian dari masyarakat Indonesia atau disebut sebagai Warga Negara Indonesia WNI. Saat ini diperkirakan ada sekitar 70.000 warga keturunan Tamil India
yang bermukim di Medan http:id.wikipedia.orgwikiSuku_Tamil
. Masyarakat Tamil masih berpegang teguh terhadap budaya dan adat
istiadat mereka. Mereka memiliki berbagai macam kebudayaan dan adat istiadat yang sampai sekarang masih dijalankan oleh Masyarakat Tamil di kota Medan
maupun di kota–kota besar lainnya di Indonesia. Ada beberapa kebudayaan Tamil yang dilaksanakan masyarakat Hindu tamil yang tidak asing lagi bagi masyarakat
Universitas Sumatera Utara
kota Medan seperti perayaan Adhi Tiruvilla Upacara tolak bala dan Navaratri penghormatan kepada tiga dewi yaitu Dewi Durga, Dewi Laksmi dan Dewi
Saraswathi. Pada perayaan–perayaan ini biasanya warga Tamil melakukan arak- arakan mengelilingi kota dan tidak sedikit etnis non-Tamil yang ikut menyaksikan
perayaan tersebut. Hal ini menunjukkan bagaimana hubungan antara etnis Tamil dan etnis non-Tamil yang saling mendukung dan mau ikut serta dalam perayaan
kebudayaan dan perayaan keagamaan tersebut walaupun hanya dengan menyaksikannya.
Tersedianya tempat–tempat ibadah seperti Gereja, Masjid, Kuil, Pura, Vihara dan Guruduwara di Kelurahan Medan Polonia menunjukkan bahwa
adanya kesetaraan dalam pembangunan tempat–tempat agama. Dan adanya saling menghormati sehingga tetap terjadi kerukunan antar umat agama sehingga
eksistensi tempat–tempat beribadah dan umat–umatnya tetap terjaga. Hal ini menunjukkan bagaimana setiap etnis di Kelurahan Medan Polonia baik etnis
Tamil maupun etnis non-Tamil dapat menjaga harmonisasi diantara etnis yang berbeda.
Keharmonisan membawa kebahagiaan, sebaliknya ketidakharmonisan menciptakan banyak persoalan. Dalam suasana harmonis, damai, tentram secara
fisik sangat mendukung terciptanya ketentraman internal Suamba, 2003 : 38. Masyarakat Tamil dalam filsafat Hindu percaya bahwa keharmonisan diri dengan
alam dan lingkungan sekitar merupakan bagian dari keagamaan yang harus dilaksanakan. Karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan tidak dapat hidup
tanpa alam sekitar. Jadi harus adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan manusia dengan sesamanya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kemajemukannya, masyarakat Kelurahan Polonia tetap dapat menjaga integrasi bangsa. Semua suku tetap mempertahankan identitas masing–
masing tanpa harus adanya etnosentrisme atau menjadi lawan dari suku lainnya. Mereka tetap dapat bekerjasama di dalam kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti sejauhmana peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang
harmonis di antara Etnis Tamil dan Non-Tamil di Kelurahan Polonia, karena hubungan yang harmonis bisa saja terjadi karena besarnya toleransi dan
keterbukaan diri suku mayoritas dan juga bisa saja dikarenakan kerendahan hati suku Tamil sehingga mereka mau beradaptasi dengan suku mayoritas melalui
peranan komunikasi antarbudaya di dalam masyarakat tersebut. Pemilihan lokasi penelitian ini setelah penulis mengetahui bahwa di
Keluarahan Polonia ini, masyarakat heterogen, terdiri dari etnis Tamil dan Non- Tamil dan terjadi pembauran diantara mereka. Selain itu keberadaan masyarakat
Tamil di Kelurahan Polonia termasuk salah satu pemukiman masyarakat Tamil yang cukup besar. Selain itu Kelurahan Polonia daerah pintu gerbang Kota
Medan, yang merupakan pintu masuk dari daerah lainnya baik Regional maupun Internasional melalui transportasi udara karena terdapat Bandara Internasional
Polonia sebagai pelabuhan udara yang mampu dilandasi jenis pesawat berbadan lebar seperti Air Bus dan mempunyai jalur penerbangan keberbagai daerahkota
secara Regional maupun Internasional. Dengan adanya Bandara International Polonia ini menjadikan lokasi ini penting sebagai gerbang Kota Medan dan
masyarakatnya sebaiknya menjaga keharmonisan agar dapat menjadi contoh yang
Universitas Sumatera Utara
baik untuk kelurahan–kelurahan lainnya. Hal ini juga yang menjadi alasan peneliti memilih Kelurahan Polonia sebagai Lokasi Penelitian.
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:
• Sejauhmanakah komunikasi antarbudaya berperan dalam menjalin
hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan etnis non Tamil di Kelurahan Polonia?
• Bagaimanakah keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh
komunikator dan komunikan dari etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia?
I.3 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti perlu membuat pembatasan masalah yang
akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang ditetapkan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Responden yang dipilih adalah penduduk Kelurahan Polonia, yang terdiri
dari Etnis Tamil dan non Tamil. 2.
Studi korelasional tentang peran komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis hanya dilakukan penelitiannya di Kelurahan
Polonia dan dibatasi pada penduduk kelurahan Medan Polonia yang berusia 15 – 54 tahun.
3. Etnis Tamil dan etnis China merupakan etnis pendatang, sedangkan etnis
Non Tamil lainnya merupakan etnis lokal.
Universitas Sumatera Utara
4. Penelitian dibatasi hanya sampai kepada faktor yang menjadi latar
belakang terjalinnya hubungan yang harmonis di Kelurahan Polonia.
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Mengetahui peranan unsur–unsur komunikasi dalam menyumbangkan efektifitas komunikasi antarbudaya.
2. Mengetahui keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh
komunikator dan komunikan dari etnis yang berbeda. 3.
Mengetahui perbedaan persepsi etnis yang berbeda yang menimbulkan stereotip pada etnis Tamil dan non Tamil.
4. Mengetahui peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan
yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia.
I.4.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
Secara Teoritis, penelitian ini berguna untuk menambah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan peneliti mengenai ilmu komunikasi khususnya
komunikasi antarbudaya sebagai bagian dari ilmu komunikasi. 2.
Secara Akademis, penenlitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah penelitian di departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, khususnya
mengenai komunikasi antarbudaya yang juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembacanya.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
bagi masalah-masalah antarbudaya, khususnya peningkatan sosial di kota
Universitas Sumatera Utara
Medan, maupun masyarakat lainnya yang memiliki keragaman budaya dan etnik sehingga dapat memelihara hubungan yang harmonis sesama
masyarakat.
I.5 Kerangka Teori
Rancangan penelitian yang baik dan memenuhi standar ilmiah haruslah menyertakan kajian teori atau perspektif teoritik yang dipandang relevan untuk
membantu memahami atau menjelaskan fenomena sosial yang diteliti Bungin, 2007:45.
Sedangkan Kerlinger menjabarkan pengertian teori sebagai suatu himpunan constuct konsep defenisi dan proposisi yang mengemukakan
pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan gejala tersebut Rakhmat, 1998 : 6
Dalam penelitian ini teori yang digunakan agar permasalahan lebih jelas adalah sebagai berikut:
I.5.1 Teori Komunikasi Antarbudaya
Menurut Samover dan Porter, komunikasi antarbudaya terjadi bila komunikator pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesan komunikan
adalah anggota suatu budaya lainnya. Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya dari studi komunikasi lainnya, yaitu perbedaan latar
belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikatornya yang disebabkan perbedaan kebudayaan. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang
berbeda, berbeda pula perilaku komunikasi dan makna yang dimilikinya. Sehubungan dengan itu, Porter dan Samover memperkenalkan model
komunikasi antarbudaya sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Gambar I.1 Model Komunikasi Antarbudaya
Sumber : Mulyana dan Rakhmat. 1998 : 21 Pengaruh budaya atas individu dan masalah–masalah penyandian dan
penyandian balik pesan terlukis pada gambar diatas. Tiga budaya diwakili dalam model ini oleh tiga bentuk geometric yang berbeda. Budaya A dan budaya B
relatif serupa dan masing – masing diwakili oleh suatu segi empat dan suatu segi delapan tak beraturan yang hampir menyerupai segi empat. Budaya C sangat
berbeda dari budaya A dan budaya B. Perbedaan yang lebih besar ini tampak pada bentuk melingkar budaya C dan jarak fisik dari budaya A dan budaya B.
Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh budaya. Bentuk
individu sedikit berbeda dari bentuk budaya yang mempengaruhinya. Ini
Budaya A Budaya B
Budaya C
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan dua hal. Pertama, ada pengaruh–pengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu. Kedua, meskipun budaya merupakan sesuatu kekuatan
dominan yang mempengaruhi individu, orang–orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat–sifat yang berbeda.
Penyandian dan penyandian balik pesan antarbudaya dilukiskan oleh panah–panah yang menghubungkan budaya–budaya itu. Panah–panah ini
menunjukkan pengiriman pesan dari budaya yang satu ke budaya lainnya. Ketika suatu pesan meninggalkan budaya dimana ia disandi, pesan itu mengandung
makna yang dikehendaki oleh penyandi encoder. Ini ditunjukkan oleh panah yang meninggalkan suatu budaya yang mengandung pola yang sama seperti pola
yang ada dalam individu penyandi. Ketika suatu pesan sampai pada budaya dimana pesan itu harus disandi balik, pesan itu mengalami suatu perubahan dalam
arti pengaruh budaya penyandi balik decoder telah menjadi bagian dari makna pesan. Makna yang terkandung dalam pesan yang asli telah berubah selama fase
penyandian balik dalam komunikasi antarbudaya, oleh karena perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki decoder tidak mengandung
makna–makna budaya yang sama seperti yang dimiliki encoder. Model tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak ragam perbedaan
budaya dalam komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya terjadi dalam banyak ragam situasi yang berkisar dari interaksi–interaksi antara orang–orang
yang berbeda secara ekstrem hingga interaksi–interaksi antara orang–orang yang mempunyai budaya dominan yang sama tetapi mempunyai subkultur dan
subkelompok yang berbeda Mulyana dan Rakhmat, 1998 : 20.
Universitas Sumatera Utara
I.5.2 Teori Masyarakat Majemuk
Masyarakat majemuk atau masyarakat plural dapat dipahami sebagai masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok atau strata sosial, ekonomi, suku,
bangsa, budaya dan agama. Di dalam masyarakat plural, setiap orang dapat bergabung dengan kelompok yang ada, tanpa adanya rintangan–rintangan yang
sistematik yang mengakibatkan terhalangnya hak untuk berkelompok atau bergabung dengan kelompok tertentu Asykuri, dkk, 2002:107. Masyarakat
majemuk menurut KBBI, ialah masyarakat yang terbagi dalam kelompok persatuan yang sering memiliki budaya yang berbeda.
S.Furnivall merupakan orang pertama yang mengemukakan konsep masyarakat majemuk berdasarkan kajiannya di Indonesia dan Burma. Menurutnya
ciri utama masyarakat majemuk adalah kehidupan masyarakat yang
berkelompok–kelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi mereka terpisah– pisah karena perbedaan sosial dan tidak tergabung dalam sebuat unit politik
Liliweri, 2004: 166. Ciri–ciri masyarakat majemuk menurut Furnivall adalah:
1. Walaupun kelompok – kelompok yang tergabung dalam satu masyarakat
itu berada dalam satu sistem politik yang sama, tetapi kehidupan mereka sendiri – sendiri.
2. Interaksi sosial antar kelompok kurang sekali, dan reaksi yang terjadi
cenderung terbatas pada sektor ekonomi saja. 3.
Suatu campuran berbagai kelompok manusia itu dikatakan muncul akibat denominasi kolonialisme.
Universitas Sumatera Utara
4. Tidak ada atau lemah dalam “common sense will” atau keinginan akan
kebersamaan sosial, yaitu suatu perangkat nilai – nilai yang disepakati warga masyarakat untuk member panduan dan mengontrol tingkah laku
warga masyarakatnya Lubis, 1993:34.
I.5.3 Teori Etnosentrisme
Sumner dalam Veeger 1990 sendiri yang memberikan istilah etnosentris. Dengan sikap itu, maka setiap kelompok merasa folkwaysnya yang paling unggul
dan benar. Komunikasi antarbudaya dapat dijelaskan dengan teori etnosentrisme seperti diungkapkan oleh Samovar dan Porter 1976. Katanya, ada banyak
variabel yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbuadaya, salah satunya adalah sikap. Sikap mempengaruhi komunikasi antarbuadaya, misalnya terlihat
dalam etnosentrisme, pandangan hidup, nilai-nilai yang absolute, prasangka, dan streotip.
Zatrow 1989 menyebutkan bahwa setiap kelompok etnik memiliki keterikatan etnik yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Etnosentrisme
merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolut dan digunakan sebagai standar untuk
mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Sehingga etnosentrisme memunculkan sikap prasangka dan streotip negatif terhadap etnik
atau kelompok lain.
Universitas Sumatera Utara
Poortinga dalam Liliweri, 2001 :173 menyatakan bahwa ada 3 faktor penentu prasangka yang diduga mempengaruhi komunikasi antarbudaya, yaitu :
a. Stereotip
Streotip berasal dari kecenderungan untuk mengorganisasikan sejumlah fenomena yang sama atau sejenis yang dimiliki oleh sekelompok orang ke
dalam kategori tertentu yang bermakna. Streotip berkaitan dengan konstruksi citra yang telah ada dan terbentuk secara turun–temurun. Ia
tidak hanya mengacu pada citra negatif tetapi juga positif. b.
Jarak sosial Jarak Sosial adalah kondisi seseorang atau masyarakat yang berbeda
tingkat peradabannya dengan orang lain atau masyarakat lain meskipun itu berada dalam zaman atau masa yang sama. Jarak sosial membedakan
kelompok-kelompok masyarakat secara horizontal berdasarkan jarak peradabannya.
c. Diskriminasi
Diskriminasi adalah perlakuan terhadap orang atau kelompok yang didasarkan pada golongan atau kategori tertentu. Sementara itu dalam
pengertian lain diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan didasarkan pada gender,ras,
agama,umur atau karakteristik yang lain.
Universitas Sumatera Utara
I.5.4 Teori Hubungan yang Harmonis
Hubungan yang harmonis merupakan suatu pertalianpersahabatan dan kontak yang dilakukan antara anggota–anggota masyarakat yang mana mereka
saling bersangkutan dalam suatu hubungan yang selaras dan serasi dalam hidup bermasyarakat, bertetangga, berteman, bersaudara dan sebagainya.
Berikutnya, faktor–faktor yang mendukung terjalinnya hubungan yang harmonis adalah sebagai berikut:
a. Imitasi
Imitasi atau meniru adalah suatu proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan indera
sebagai penerima rangsang dan pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari rangsang dengan kemampuan aksi untuk
melakukan gerakan motorik http:id.wikipedia.org. b.
Sugesti Sugesti adalah pengaruh yang diberikan orang lain atau kelompok lain
mengenai pandangan hidup, sikap, dan perilaku tertentu yang diterima tanpa dipikirkan secara kritis akibatnya-akibatnya. Pengaruh sugesti ini
sangat kuat jika berasal dari orang-orang yang berwibawa atau berpengaruh dalam masyarakat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan
emosi, stress, sedih, atau tertekan biasanya akan mudah terpengaruh oleh sugesti.
c. Identifikasi
Identifikasi merupakan usaha seseorang untuk menjadi sama persis dengan orang lain, sifatnya lebih mendalam dari pada yang dilakukan dalam
Universitas Sumatera Utara
imitasi. Atau bisa juga diartikan sebagai dorongan untuk menjadi identik sama dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Proses
identifikasi mula–mula berlangsung secara tidak sadar dengan sendirinya, kemudian irrasional, yaitu berdasarkan kecenderungan–
kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional, dan berguna untuk melengkapi sistem–sistem norma, cita–cita dan pedoman–
pedoman tingkah laku orang yang mengindentifikasi itu Ahmadi, 1991 : 63.
d. Simpati
Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi
berdasarkan penilaian perasaaan sebagaimana proses identifikasi. Simpati menghubungkan seseorang dengan orang lain Gerungan, 2004 : 74.
e. Empati
Empati diidefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain. Karena pikiran,
kepercayaan dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaannya, seseorang yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan mood
orang lain. Empati sebagai kajian multikultural meruapakan suatu penyelidikan untuk mengetahui bagaimana perbedaan dan hambatan
kultural dapat diatasi dengan cara menempatkan diri pada posisi lawan bicara Puwasito, 2003: 182.
Universitas Sumatera Utara
I.6 Kerangka Konsep
Teori–teori yang dijadikan landasan pada kerangka teori harus dapat menghasilkan beberapa konsep yang disebut dengan kerangka konsep. Menurut
Nawawi 1995: 40 kerangka konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan
dicapai. Agar konsep–konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.
Dalam penelitian ini, ada 3 kategori yang diteliti yaitu: 1.
Kategori berdasarkan pelaksanaan komunikasi antarbudaya Yang kehendak diteliti adalah mengenai faktor–faktor yang menghambat
terjadinya komunikasi yang efektif, seperti prasangka yang ditandai dengan adanya stereotip, jarak sosial dan diskrimasi yang sering terjadi
diantara individu–individu yang berbeda etnis dan budaya. 2.
Kategori berdasarkan terjalinnya hubungan yang harmonis Yang diteliti dalam kategori ini adalah proses terjalinnya hubungan yang
harmonis di dalam masyarakat yang ditandai dengan adanya imitasi, identifikasi, simpati dan empati.
3. Kategori berdasarkan karakteristik responden
Yaitu sejumlah gejala yang tidak dapat dikontrol tetapi diperkirakan berpengaruh terhadap proses terjalinnya hubungan yang harmonis didalam
masyarakat. Karakteristik responden meliputi, etnis, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, agama, lama tinggal dan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
I.7 Model Teoritis
Berdasarkan kerangka konsep yang ada, untuk memudahkan kelanjutan penelitian maka akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut:
Gambar I.1 Model Teoritis
I.8 Operasional Variabel
Berdasarkan teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka untuk memudahkan penelitian perlu dibuat operasional variabel yang berfungsi
untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian sebagai berikut:
Tabel I.1 Operasional Variabel
Variabel Teortis Variabel Operasional
Komunikasi Antarbudaya •
Etnosentrisme •
Prasangka Sosial •
Stereotip
Komunikasi Antarbudaya
• Etnosentrisme
• Prasangka Sosial
• Stereotip
• Jarak Sosial
• Diskriminasi
Hubungan yang Harmonis
• Imitasi
• Identifikasi
• Simpati
• Empati
Karakteristik Responden
• Usia
• Jenis Kelamin
• Suku
• Agama
Universitas Sumatera Utara
• Jarak Sosial
• Diskriminasi
Hubungan yang harmonis •
Imitasi •
Sugesti •
Identifikasi •
Simpati •
Empati Karakteristik Responden
• Usia
• Jenis kelamin
• Suku
• Agama
I.9 Defenisi Operasional
Menurut Singarimbun 1995: 46, definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara untuk mengukur suatu variabel.
Dalam penelitian ini, variabel – variabel dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Variabel bebas : Komunikasi Antarbudaya
a. Etnosentrisme adalah suatu kecenderungan untuk memandang norma-
norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolut dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap
semua kebudayaan yang lain.
Universitas Sumatera Utara
b. Prasangka sosial adalah sikap perasaan orang – orang terhadap golongan
manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu.
c. Stereotip adalah suatu sikap atau karakter yang dimiliki oleh untuk
menilai orang lain semata-mata berdasarkan kelas atau pengelompokan yang dibuatnya sendiri dan biasanya bersifat negatif.
d. Jarak sosial adalah perasaan untuk memisahkan seseorang atau kelompok
tertentu berdasarkan tingkat penerimaan seseorang terhadap orang lain. e.
Diskriminasi antaretnik adalah perlakuan terhadap orang atau kelompok yang didasarkan pada golongan atau kategori tertentu.
2. Variabel terikat : Hubungan yang Harmonis
a. Imitasi adalah sikap meniru orang lain baik dalam bahasa maupun
bertingkah laku. b.
Sugesti adalah pengaruh yang diberikan orang lain mengenai pandangan hidup, sikap dan perilaku.
c. Identifikasi adalah usaha seseorang untuk menjadi sama persis dengan
orang lain, sifatnya lebih mendalam dari pada imitasi. d.
Simpati adalah perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. e.
Empati adalah sikap membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain.
3. Variabel Antara : Karakteristik Responden
a. Usia
: Usia responden b.
Jenis Kelamin : Jenis kelamin responden priawanita. c.
Suku : Sukuetnis responden
Universitas Sumatera Utara
d. Agama
: Agamakepercayaan yang dianut oleh responden
I.10 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyatuaan yang bersifat dugaan mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Champion, hipotesis adalah penghubung
antara teori dengan dunia empiris Rakhmat, 2004: 14 dan merupakan jawaban sementara atas pertanyaaan penelitian yang kebenarannya akan diuji berdasarkan
data yang dikumpulkan. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho : Tidak terdapat hubungan peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan etnis non Tamil di Kelurahan
Polonia. Ha : Terdapat hubungan peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin
hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan etnis non Tamil di Kelurahan Polonia.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa,
etnis suku bangsa dan keyakinan agama. Pada satu sisi, kemajemukan budaya ini merupakan kekayaan bangsa yang sangat bernilai, namun pada sisi yang lain,
pluralitas kultural tersebut memiliki potensi terjadinya disintegrasi atau perpecahan bangsa. Pluralitas kultural seringkali dijadikan alat untuk memicu
munculnya konflik suku, agama, ras dan antara golongan SARA, meskipun sebenaranya faktor–faktor penyebab dari pertikaian tersebut lebih pada persoalan–
persoalan ketimpangan ekonomi, ketidakadilan sosial dan politik Rahardjo, 2005 : 1.
Indonesia mencatat puluhan bahkan ratusan perselisihan antar kelompok etnik sejak berdirinya. Meskipun demikian hanya beberapa yang berskala luas dan
besar. Selain konflik antara etnik-etnik yang digolongkan asli Indonesia dengan etnis Cina yang laten terjadi, konflik antar etnik yang terbesar diantaranya
melibatkan etnik Madura dengan Etnik Dayak di Kalimantan yang terkenal dengan tragedi Sambas dan tragedi Sampit. Konflik-konflik dalam skala lebih
kecil terjadi hampir setiap tahun di berbagai tempat di penjuru tanah air. Menjelang akhir pemerintahan Orde Baru pada tahun 1997, banyak terjadi
konflik sosial di Indonesia, baik konflik yang bersifat horizontal maupun konflik yang bersifat vertikal. Konflik horizontal, antara lain peristiwa perusakan toko-
toko milik warga keturunan Tionghoa di berbagai kota, seperti Jakarta, Medan,
Universitas Sumatera Utara
dan kota-kota lainnya di Indonesia. Konflik antar umat beragama di Ambon, konflik antar etnik di Sambas, dan terjadinya konflik antar pemuda dan antar desa
di berbagai tempat di Indonesia. Sedangkan konflik yang bersifat vertikal, yaitu konflik antara masyarakat dengan aparat pemerintah, seperti terjadinya
pembakaran kantor polisi, pengrusakan kantor DPRD, dan yang paling mengancam keutuhan Negara Republik Indonesia adalah adanya pergolakan di
daerah Papua dan Aceh yang menghendaki kemerdekaan. Masyarakat di kota Medan yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan
agama merupakan daerah yang rawan akan terjadinya konflik sosial. Namun sampai saat ini, konflik sosial yang terjadi di Medan masih berada pada batas-
batas kewajaran. Perkelahian antar kelompok pemuda yang pernah terjadi di Medan, dengan segera dapat diatasi pihak keamanan. Terjadinya berbagai
peristiwa peledakan bom di Gereja dan tempat-tempat lain di kota Medan, ternyata tidak menyebabkan terjadinya konflik sosial yang bersifat terbuka pada
masyarakat. Kondisi yang tampak dipermukaan, menunjukkan bahwa masyarakat kota
Medan yang terdiri dari berbagai etnis, suku bangsa dan agama dapat hidup rukun, dengan pengertian tidak terjadi pertentangan atau konflik secara terbuka.
Peristiwa konflik sosial, adakalanya bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Bahkan ada kemungkinan, sebagian besar konflik sosial yang terjadi di
masyarakat merupakan proses yang panjang; mungkin diawali dengan terjadinya salah faham antar individu, berkembang menjadi sikap antipati antar kelompok,
dan dalam perkembangan selanjutnya meningkat menjadi konflik sosial. Kondisi
Universitas Sumatera Utara
tersebut bisa diperburuk ketika masyarakat yang berkonflik dipengaruhi oleh sikap “etnosentrisme.”
Etnosentrisme merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma- norma dan nilai-nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang mutlak dan
digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan lain. Etnosentrisme menyebabkan adanya prasangka dalam setiap
etnis yang dapat memandang orang dari kelompok etnis lain sebagai barbar, kafir dan tidak mempunyai peradaban. Etnosentrisme dapat membangkitkan sikap
“kami” dan “mereka”, lebih khusus dapat membentuk subkultural–subkultural yang bersumber dari suatu kebudayaan yang besar Etnosentrisme sangat
berpengaruh dalam komunikasi antarbudaya, misalnya meningkatkan kecenderungan untuk memilih dengan siapa anda berkomunikasi Liliweri, 2004 :
138. Untuk menghindari muculnya konflik yang disebabkan etnosentrisme dan
faktor-faktor penyebab konflik lainnya, dibutuhkan komunikasi yang efektif didalam masyarakat multikultural. Hal ini dapat membantu terbentuknya
hubungan yang harmonis didalam suatu masyarakat. Dalam kenyataan sosial disebutkan bahwa manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau dia
tidak berkomunikasi dan interaksi antarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya.
Masyarakat Keluarahan Polonia merupakan masyarakat yang terdiri dari beberapa etnis dan agama. Masyrakat ini mencerminkan kondisi masyarakat
Indonesia yang multietnis dan memiliki keanekaragaman budaya. Mereka juga hidup seperti halnya masyarakat lainnya dengan saling ketergantungan, saling
Universitas Sumatera Utara
menghargai dan menghormati, saling menjaga keharmonisan satu dengan yang lain. Terdapat beberapa etnis yang termasuk kedalam ingroup atau etnis mayoritas
yaitu etnis Jawa, Batak, Sunda, Minangkabau dll. Selain itu ada juga etnis minoritas yaitu etnis Tamil, Cina, Punjabi dll .
Suku Tamil adalah sebuah kelompok etnis yang berasal dari Asia Selatan. Komunitas Tamil yang paling tua berasal dari India bagian selatan dan Sri Lanka
bagian timur laut. Berbagai kelompok masyarakat dari anak benua India telah datang ke kepulauan Indonesia sejak masa pra-sejarah Malah nama Indonesia
sendiri berasal dari bahasa Latin Indus India dan bahasa Yunani nêsos pulau yang secara harafiah berarti Kepulauan India. Ada beberapa kelompok suku
India-Indonesia yang telah lama menetap di Indonesia. Salah satunya adalah kelompok suku masyarakat Tamil dari India Selatan banyak terdapat di daerah
Sumatera Utara Medan, Pematang Siantar, dll. Banyak dari mereka yang didatangkan oleh pemerintah kolonial Inggris untuk bekerja di perkebunan-
perkebunan yang dibuka di daerah tersebut. Suku Tamil di Indonesia dianggap sebagai Keturunan asing pada masa orde baru dan kini telah disahkan menjadi
bagian dari masyarakat Indonesia atau disebut sebagai Warga Negara Indonesia WNI. Saat ini diperkirakan ada sekitar 70.000 warga keturunan Tamil India
yang bermukim di Medan http:id.wikipedia.orgwikiSuku_Tamil
. Masyarakat Tamil masih berpegang teguh terhadap budaya dan adat
istiadat mereka. Mereka memiliki berbagai macam kebudayaan dan adat istiadat yang sampai sekarang masih dijalankan oleh Masyarakat Tamil di kota Medan
maupun di kota–kota besar lainnya di Indonesia. Ada beberapa kebudayaan Tamil yang dilaksanakan masyarakat Hindu tamil yang tidak asing lagi bagi masyarakat
Universitas Sumatera Utara
kota Medan seperti perayaan Adhi Tiruvilla Upacara tolak bala dan Navaratri penghormatan kepada tiga dewi yaitu Dewi Durga, Dewi Laksmi dan Dewi
Saraswathi. Pada perayaan–perayaan ini biasanya warga Tamil melakukan arak- arakan mengelilingi kota dan tidak sedikit etnis non-Tamil yang ikut menyaksikan
perayaan tersebut. Hal ini menunjukkan bagaimana hubungan antara etnis Tamil dan etnis non-Tamil yang saling mendukung dan mau ikut serta dalam perayaan
kebudayaan dan perayaan keagamaan tersebut walaupun hanya dengan menyaksikannya.
Tersedianya tempat–tempat ibadah seperti Gereja, Masjid, Kuil, Pura, Vihara dan Guruduwara di Kelurahan Medan Polonia menunjukkan bahwa
adanya kesetaraan dalam pembangunan tempat–tempat agama. Dan adanya saling menghormati sehingga tetap terjadi kerukunan antar umat agama sehingga
eksistensi tempat–tempat beribadah dan umat–umatnya tetap terjaga. Hal ini menunjukkan bagaimana setiap etnis di Kelurahan Medan Polonia baik etnis
Tamil maupun etnis non-Tamil dapat menjaga harmonisasi diantara etnis yang berbeda.
Keharmonisan membawa kebahagiaan, sebaliknya ketidakharmonisan menciptakan banyak persoalan. Dalam suasana harmonis, damai, tentram secara
fisik sangat mendukung terciptanya ketentraman internal Suamba, 2003 : 38. Masyarakat Tamil dalam filsafat Hindu percaya bahwa keharmonisan diri dengan
alam dan lingkungan sekitar merupakan bagian dari keagamaan yang harus dilaksanakan. Karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan tidak dapat hidup
tanpa alam sekitar. Jadi harus adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan manusia dengan sesamanya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kemajemukannya, masyarakat Kelurahan Polonia tetap dapat menjaga integrasi bangsa. Semua suku tetap mempertahankan identitas masing–
masing tanpa harus adanya etnosentrisme atau menjadi lawan dari suku lainnya. Mereka tetap dapat bekerjasama di dalam kehidupan bermasyarakat.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti sejauhmana peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang
harmonis di antara Etnis Tamil dan Non-Tamil di Kelurahan Polonia, karena hubungan yang harmonis bisa saja terjadi karena besarnya toleransi dan
keterbukaan diri suku mayoritas dan juga bisa saja dikarenakan kerendahan hati suku Tamil sehingga mereka mau beradaptasi dengan suku mayoritas melalui
peranan komunikasi antarbudaya di dalam masyarakat tersebut. Pemilihan lokasi penelitian ini setelah penulis mengetahui bahwa di
Keluarahan Polonia ini, masyarakat heterogen, terdiri dari etnis Tamil dan Non- Tamil dan terjadi pembauran diantara mereka. Selain itu keberadaan masyarakat
Tamil di Kelurahan Polonia termasuk salah satu pemukiman masyarakat Tamil yang cukup besar. Selain itu Kelurahan Polonia daerah pintu gerbang Kota
Medan, yang merupakan pintu masuk dari daerah lainnya baik Regional maupun Internasional melalui transportasi udara karena terdapat Bandara Internasional
Polonia sebagai pelabuhan udara yang mampu dilandasi jenis pesawat berbadan lebar seperti Air Bus dan mempunyai jalur penerbangan keberbagai daerahkota
secara Regional maupun Internasional. Dengan adanya Bandara International Polonia ini menjadikan lokasi ini penting sebagai gerbang Kota Medan dan
masyarakatnya sebaiknya menjaga keharmonisan agar dapat menjadi contoh yang
Universitas Sumatera Utara
baik untuk kelurahan–kelurahan lainnya. Hal ini juga yang menjadi alasan peneliti memilih Kelurahan Polonia sebagai Lokasi Penelitian.
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:
• Sejauhmanakah komunikasi antarbudaya berperan dalam menjalin
hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan etnis non Tamil di Kelurahan Polonia?
• Bagaimanakah keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh
komunikator dan komunikan dari etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia?
I.3 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti perlu membuat pembatasan masalah yang
akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang ditetapkan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Responden yang dipilih adalah penduduk Kelurahan Polonia, yang terdiri
dari Etnis Tamil dan non Tamil. 2.
Studi korelasional tentang peran komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis hanya dilakukan penelitiannya di Kelurahan
Polonia dan dibatasi pada penduduk kelurahan Medan Polonia yang berusia 15 – 54 tahun.
3. Etnis Tamil dan etnis China merupakan etnis pendatang, sedangkan etnis
Non Tamil lainnya merupakan etnis lokal.
Universitas Sumatera Utara
4. Penelitian dibatasi hanya sampai kepada faktor yang menjadi latar
belakang terjalinnya hubungan yang harmonis di Kelurahan Polonia.
I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Mengetahui peranan unsur–unsur komunikasi dalam menyumbangkan efektifitas komunikasi antarbudaya.
2. Mengetahui keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh
komunikator dan komunikan dari etnis yang berbeda. 3.
Mengetahui perbedaan persepsi etnis yang berbeda yang menimbulkan stereotip pada etnis Tamil dan non Tamil.
4. Mengetahui peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan
yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia.
I.4.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.
Secara Teoritis, penelitian ini berguna untuk menambah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan peneliti mengenai ilmu komunikasi khususnya
komunikasi antarbudaya sebagai bagian dari ilmu komunikasi. 2.
Secara Akademis, penenlitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah penelitian di departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, khususnya
mengenai komunikasi antarbudaya yang juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembacanya.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan
bagi masalah-masalah antarbudaya, khususnya peningkatan sosial di kota
Universitas Sumatera Utara
Medan, maupun masyarakat lainnya yang memiliki keragaman budaya dan etnik sehingga dapat memelihara hubungan yang harmonis sesama
masyarakat.
I.5 Kerangka Teori
Rancangan penelitian yang baik dan memenuhi standar ilmiah haruslah menyertakan kajian teori atau perspektif teoritik yang dipandang relevan untuk
membantu memahami atau menjelaskan fenomena sosial yang diteliti Bungin, 2007:45.
Sedangkan Kerlinger menjabarkan pengertian teori sebagai suatu himpunan constuct konsep defenisi dan proposisi yang mengemukakan
pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan gejala tersebut Rakhmat, 1998 : 6
Dalam penelitian ini teori yang digunakan agar permasalahan lebih jelas adalah sebagai berikut:
I.5.1 Teori Komunikasi Antarbudaya
Menurut Samover dan Porter, komunikasi antarbudaya terjadi bila komunikator pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesan komunikan
adalah anggota suatu budaya lainnya. Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya dari studi komunikasi lainnya, yaitu perbedaan latar
belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikatornya yang disebabkan perbedaan kebudayaan. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang
berbeda, berbeda pula perilaku komunikasi dan makna yang dimilikinya. Sehubungan dengan itu, Porter dan Samover memperkenalkan model
komunikasi antarbudaya sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Gambar I.1 Model Komunikasi Antarbudaya
Sumber : Mulyana dan Rakhmat. 1998 : 21 Pengaruh budaya atas individu dan masalah–masalah penyandian dan
penyandian balik pesan terlukis pada gambar diatas. Tiga budaya diwakili dalam model ini oleh tiga bentuk geometric yang berbeda. Budaya A dan budaya B
relatif serupa dan masing – masing diwakili oleh suatu segi empat dan suatu segi delapan tak beraturan yang hampir menyerupai segi empat. Budaya C sangat
berbeda dari budaya A dan budaya B. Perbedaan yang lebih besar ini tampak pada bentuk melingkar budaya C dan jarak fisik dari budaya A dan budaya B.
Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh budaya. Bentuk
individu sedikit berbeda dari bentuk budaya yang mempengaruhinya. Ini
Budaya A Budaya B
Budaya C
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan dua hal. Pertama, ada pengaruh–pengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu. Kedua, meskipun budaya merupakan sesuatu kekuatan
dominan yang mempengaruhi individu, orang–orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat–sifat yang berbeda.
Penyandian dan penyandian balik pesan antarbudaya dilukiskan oleh panah–panah yang menghubungkan budaya–budaya itu. Panah–panah ini
menunjukkan pengiriman pesan dari budaya yang satu ke budaya lainnya. Ketika suatu pesan meninggalkan budaya dimana ia disandi, pesan itu mengandung
makna yang dikehendaki oleh penyandi encoder. Ini ditunjukkan oleh panah yang meninggalkan suatu budaya yang mengandung pola yang sama seperti pola
yang ada dalam individu penyandi. Ketika suatu pesan sampai pada budaya dimana pesan itu harus disandi balik, pesan itu mengalami suatu perubahan dalam
arti pengaruh budaya penyandi balik decoder telah menjadi bagian dari makna pesan. Makna yang terkandung dalam pesan yang asli telah berubah selama fase
penyandian balik dalam komunikasi antarbudaya, oleh karena perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki decoder tidak mengandung
makna–makna budaya yang sama seperti yang dimiliki encoder. Model tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak ragam perbedaan
budaya dalam komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya terjadi dalam banyak ragam situasi yang berkisar dari interaksi–interaksi antara orang–orang
yang berbeda secara ekstrem hingga interaksi–interaksi antara orang–orang yang mempunyai budaya dominan yang sama tetapi mempunyai subkultur dan
subkelompok yang berbeda Mulyana dan Rakhmat, 1998 : 20.
Universitas Sumatera Utara
I.5.2 Teori Masyarakat Majemuk
Masyarakat majemuk atau masyarakat plural dapat dipahami sebagai masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok atau strata sosial, ekonomi, suku,
bangsa, budaya dan agama. Di dalam masyarakat plural, setiap orang dapat bergabung dengan kelompok yang ada, tanpa adanya rintangan–rintangan yang
sistematik yang mengakibatkan terhalangnya hak untuk berkelompok atau bergabung dengan kelompok tertentu Asykuri, dkk, 2002:107. Masyarakat
majemuk menurut KBBI, ialah masyarakat yang terbagi dalam kelompok persatuan yang sering memiliki budaya yang berbeda.
S.Furnivall merupakan orang pertama yang mengemukakan konsep masyarakat majemuk berdasarkan kajiannya di Indonesia dan Burma. Menurutnya
ciri utama masyarakat majemuk adalah kehidupan masyarakat yang
berkelompok–kelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi mereka terpisah– pisah karena perbedaan sosial dan tidak tergabung dalam sebuat unit politik
Liliweri, 2004: 166. Ciri–ciri masyarakat majemuk menurut Furnivall adalah:
1. Walaupun kelompok – kelompok yang tergabung dalam satu masyarakat
itu berada dalam satu sistem politik yang sama, tetapi kehidupan mereka sendiri – sendiri.
2. Interaksi sosial antar kelompok kurang sekali, dan reaksi yang terjadi
cenderung terbatas pada sektor ekonomi saja. 3.
Suatu campuran berbagai kelompok manusia itu dikatakan muncul akibat denominasi kolonialisme.
Universitas Sumatera Utara
4. Tidak ada atau lemah dalam “common sense will” atau keinginan akan
kebersamaan sosial, yaitu suatu perangkat nilai – nilai yang disepakati warga masyarakat untuk member panduan dan mengontrol tingkah laku
warga masyarakatnya Lubis, 1993:34.
I.5.3 Teori Etnosentrisme
Sumner dalam Veeger 1990 sendiri yang memberikan istilah etnosentris. Dengan sikap itu, maka setiap kelompok merasa folkwaysnya yang paling unggul
dan benar. Komunikasi antarbudaya dapat dijelaskan dengan teori etnosentrisme seperti diungkapkan oleh Samovar dan Porter 1976. Katanya, ada banyak
variabel yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbuadaya, salah satunya adalah sikap. Sikap mempengaruhi komunikasi antarbuadaya, misalnya terlihat
dalam etnosentrisme, pandangan hidup, nilai-nilai yang absolute, prasangka, dan streotip.
Zatrow 1989 menyebutkan bahwa setiap kelompok etnik memiliki keterikatan etnik yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Etnosentrisme
merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolut dan digunakan sebagai standar untuk
mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Sehingga etnosentrisme memunculkan sikap prasangka dan streotip negatif terhadap etnik
atau kelompok lain.
Universitas Sumatera Utara
Poortinga dalam Liliweri, 2001 :173 menyatakan bahwa ada 3 faktor penentu prasangka yang diduga mempengaruhi komunikasi antarbudaya, yaitu :
a. Stereotip
Streotip berasal dari kecenderungan untuk mengorganisasikan sejumlah fenomena yang sama atau sejenis yang dimiliki oleh sekelompok orang ke
dalam kategori tertentu yang bermakna. Streotip berkaitan dengan konstruksi citra yang telah ada dan terbentuk secara turun–temurun. Ia
tidak hanya mengacu pada citra negatif tetapi juga positif. b.
Jarak sosial Jarak Sosial adalah kondisi seseorang atau masyarakat yang berbeda
tingkat peradabannya dengan orang lain atau masyarakat lain meskipun itu berada dalam zaman atau masa yang sama. Jarak sosial membedakan
kelompok-kelompok masyarakat secara horizontal berdasarkan jarak peradabannya.
c. Diskriminasi
Diskriminasi adalah perlakuan terhadap orang atau kelompok yang didasarkan pada golongan atau kategori tertentu. Sementara itu dalam
pengertian lain diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan didasarkan pada gender,ras,
agama,umur atau karakteristik yang lain.
Universitas Sumatera Utara
I.5.4 Teori Hubungan yang Harmonis
Hubungan yang harmonis merupakan suatu pertalianpersahabatan dan kontak yang dilakukan antara anggota–anggota masyarakat yang mana mereka
saling bersangkutan dalam suatu hubungan yang selaras dan serasi dalam hidup bermasyarakat, bertetangga, berteman, bersaudara dan sebagainya.
Berikutnya, faktor–faktor yang mendukung terjalinnya hubungan yang harmonis adalah sebagai berikut:
a. Imitasi
Imitasi atau meniru adalah suatu proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan indera
sebagai penerima rangsang dan pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari rangsang dengan kemampuan aksi untuk
melakukan gerakan motorik http:id.wikipedia.org. b.
Sugesti Sugesti adalah pengaruh yang diberikan orang lain atau kelompok lain
mengenai pandangan hidup, sikap, dan perilaku tertentu yang diterima tanpa dipikirkan secara kritis akibatnya-akibatnya. Pengaruh sugesti ini
sangat kuat jika berasal dari orang-orang yang berwibawa atau berpengaruh dalam masyarakat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan
emosi, stress, sedih, atau tertekan biasanya akan mudah terpengaruh oleh sugesti.
c. Identifikasi
Identifikasi merupakan usaha seseorang untuk menjadi sama persis dengan orang lain, sifatnya lebih mendalam dari pada yang dilakukan dalam
Universitas Sumatera Utara
imitasi. Atau bisa juga diartikan sebagai dorongan untuk menjadi identik sama dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Proses
identifikasi mula–mula berlangsung secara tidak sadar dengan sendirinya, kemudian irrasional, yaitu berdasarkan kecenderungan–
kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional, dan berguna untuk melengkapi sistem–sistem norma, cita–cita dan pedoman–
pedoman tingkah laku orang yang mengindentifikasi itu Ahmadi, 1991 : 63.
d. Simpati
Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi
berdasarkan penilaian perasaaan sebagaimana proses identifikasi. Simpati menghubungkan seseorang dengan orang lain Gerungan, 2004 : 74.
e. Empati
Empati diidefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain. Karena pikiran,
kepercayaan dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaannya, seseorang yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan mood
orang lain. Empati sebagai kajian multikultural meruapakan suatu penyelidikan untuk mengetahui bagaimana perbedaan dan hambatan
kultural dapat diatasi dengan cara menempatkan diri pada posisi lawan bicara Puwasito, 2003: 182.
Universitas Sumatera Utara
I.6 Kerangka Konsep
Teori–teori yang dijadikan landasan pada kerangka teori harus dapat menghasilkan beberapa konsep yang disebut dengan kerangka konsep. Menurut
Nawawi 1995: 40 kerangka konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan
dicapai. Agar konsep–konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.
Dalam penelitian ini, ada 3 kategori yang diteliti yaitu: 1.
Kategori berdasarkan pelaksanaan komunikasi antarbudaya Yang kehendak diteliti adalah mengenai faktor–faktor yang menghambat
terjadinya komunikasi yang efektif, seperti prasangka yang ditandai dengan adanya stereotip, jarak sosial dan diskrimasi yang sering terjadi
diantara individu–individu yang berbeda etnis dan budaya. 2.
Kategori berdasarkan terjalinnya hubungan yang harmonis Yang diteliti dalam kategori ini adalah proses terjalinnya hubungan yang
harmonis di dalam masyarakat yang ditandai dengan adanya imitasi, identifikasi, simpati dan empati.
3. Kategori berdasarkan karakteristik responden
Yaitu sejumlah gejala yang tidak dapat dikontrol tetapi diperkirakan berpengaruh terhadap proses terjalinnya hubungan yang harmonis didalam
masyarakat. Karakteristik responden meliputi, etnis, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, agama, lama tinggal dan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
I.7 Model Teoritis
Berdasarkan kerangka konsep yang ada, untuk memudahkan kelanjutan penelitian maka akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut:
Gambar I.1 Model Teoritis
I.8 Operasional Variabel
Berdasarkan teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka untuk memudahkan penelitian perlu dibuat operasional variabel yang berfungsi
untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian sebagai berikut:
Tabel I.1 Operasional Variabel
Variabel Teortis Variabel Operasional
Komunikasi Antarbudaya •
Etnosentrisme •
Prasangka Sosial •
Stereotip
Komunikasi Antarbudaya
• Etnosentrisme
• Prasangka Sosial
• Stereotip
• Jarak Sosial
• Diskriminasi
Hubungan yang Harmonis
• Imitasi
• Identifikasi
• Simpati
• Empati
Karakteristik Responden
• Usia
• Jenis Kelamin
• Suku
• Agama
Universitas Sumatera Utara
• Jarak Sosial
• Diskriminasi
Hubungan yang harmonis •
Imitasi •
Sugesti •
Identifikasi •
Simpati •
Empati Karakteristik Responden
• Usia
• Jenis kelamin
• Suku
• Agama
I.9 Defenisi Operasional
Menurut Singarimbun 1995: 46, definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara untuk mengukur suatu variabel.
Dalam penelitian ini, variabel – variabel dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Variabel bebas : Komunikasi Antarbudaya
a. Etnosentrisme adalah suatu kecenderungan untuk memandang norma-
norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolut dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap
semua kebudayaan yang lain.
Universitas Sumatera Utara
b. Prasangka sosial adalah sikap perasaan orang – orang terhadap golongan
manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu.
c. Stereotip adalah suatu sikap atau karakter yang dimiliki oleh untuk
menilai orang lain semata-mata berdasarkan kelas atau pengelompokan yang dibuatnya sendiri dan biasanya bersifat negatif.
d. Jarak sosial adalah perasaan untuk memisahkan seseorang atau kelompok
tertentu berdasarkan tingkat penerimaan seseorang terhadap orang lain. e.
Diskriminasi antaretnik adalah perlakuan terhadap orang atau kelompok yang didasarkan pada golongan atau kategori tertentu.
2. Variabel terikat : Hubungan yang Harmonis
a. Imitasi adalah sikap meniru orang lain baik dalam bahasa maupun
bertingkah laku. b.
Sugesti adalah pengaruh yang diberikan orang lain mengenai pandangan hidup, sikap dan perilaku.
c. Identifikasi adalah usaha seseorang untuk menjadi sama persis dengan
orang lain, sifatnya lebih mendalam dari pada imitasi. d.
Simpati adalah perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. e.
Empati adalah sikap membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain.
3. Variabel Antara : Karakteristik Responden
a. Usia
: Usia responden b.
Jenis Kelamin : Jenis kelamin responden priawanita. c.
Suku : Sukuetnis responden
Universitas Sumatera Utara
d. Agama
: Agamakepercayaan yang dianut oleh responden
I.10 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyatuaan yang bersifat dugaan mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Champion, hipotesis adalah penghubung
antara teori dengan dunia empiris Rakhmat, 2004: 14 dan merupakan jawaban sementara atas pertanyaaan penelitian yang kebenarannya akan diuji berdasarkan
data yang dikumpulkan. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho : Tidak terdapat hubungan peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan etnis non Tamil di Kelurahan
Polonia. Ha : Terdapat hubungan peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin
hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan etnis non Tamil di Kelurahan Polonia.
Universitas Sumatera Utara
BAB II URAIAN TEORITIS
II.1 Teori Komunikasi dan Komunikasi Antarbudaya II.1.1 Teori Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama
disini maksudnya adalah sama makna. Dalam komunikasi yang melibatkan dua orang, komunikasi berlangsung apabila adanya kesamaan makna. Effendy, 2004 :
9. Komunikasi juga dapat berarti adanya kesamaan makna antara
komunikator dan komunikan dengan tujuan mengubah sikap, opini, atau pandanganprilaku orang lain tentang pesan yang disampaikan. Walaupun
demikian tidak semua pesan yang disampaikan itu sesuai dengan apa yang diharapkan dan bahkan ada kesalahan maksud dalam penerimaan pesan tersebut,
untuk itu diperlukan suatu komunikasi yang efektif. Para ahli komunikasi mendefinisikan proses komunikasi sebagai
“Knowing what he wants to communicate and knowing how he should deliver his message to give it the deepest penetration possible into the minds of his
audience.” Definisi tersebut mengindikasikan, bahwa karakter komunikator selalu berusaha meraih keberhasilan semaksimal mungkin dalam menyampaikan pesan
“deepest penetration possible.” Artinya, pengertian komunikasi bersumber dari gagasan komunikator yang ingin disampaikan kepada pihak penerima, dengan
segala daya dan usaha bahkan tipu daya agar pihak penerima tersebut
Universitas Sumatera Utara
komunikan mengenal, mengerti , memahami dan menerima “ideologinya” lewat pesan–pesan yang disampaikan Purwasito, 2003 :195.
Komunikasi pada umumnya diartikan sebagai hubungan atau kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan, ada pula yang mengartikan saling
tukar-menukar pikiran dan pendapat. Gode dalam Wiryanto, 2004: 6 memberikan pengertian mengenai
komunikasi sebagai suatu proses yang membuat kebersamaan bagi dua atau lebih yang semula dimonopoli oleh satu atau beberapa orang.
Raymond S. Ross dalam Wiryanto, 2004: 6 mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses menyortir, memilih dan mengirim simbol-simbol sedemikian
rupa, sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksud oleh sang komunikator.
Everet M. Rogers dan Lawrence Kincaid dalam Wiryanto, 2004: 6 menyatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang ada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam.
Definisi-definisi diatas belum bisa mewakili semua definisi yang telah dibuat oleh para ahli. Namun, paling tidak kita memperoleh gambaran tentang apa
yang dimaksud dengan komunikasi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Shannon Weaver dalam Wiryanto, 2004: 7, bahwa komunikasi adalah bentuk
interaksi manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal
ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi.
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi juga dapat berarti adanya kesamaan makna antara komunikator dan komunikan dengan tujuan mengubah sikap, opini atau
pandanganperilaku orang lain tentang pesan yang disampaikan. Walaupun demikian tidak semua pesan yang disampaikan itu sesuai dengan apa yang
diharapkan dan bahkan ada kesalahan dalam penerimaan pesan tersebut, untuk itu diperlukan suatu komunikasi yang efektif.
Menurut Effendy 1992 komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan efek tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh si
penyampai. Efek yang ditimbulkan oleh komunikasi dapat diklarifikasikan pada : 1.
Efek Kognitif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, diperpsepsi oleh komunikan atau yang berkaitan dengan pikiran
dan nalarratio. Dengan kata lain, pesan yang disampaikan ditujukan kepada pikiran komunikasi.
2. Efek afektif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang dirasakan atau yang
berhubungan dengan perasaan. Dengan kata lain, tujuan komunikator bukan saja agar komunikan tahu tapi juga tergerak hatinya.
3. Efek konatif, yaitu perilaku yang nyata yang meliputi pola–pola tindakan,
kegiatan kebiasaan atau dapat juga dikatakan menimbulkan itikad baik untuk berprilaku tertentu dalam arti kita melakukan suatu tindakan atau
kegiatan yang bersifat fisik jasmaniah. Komunikasi memang menyentuh semua aspek kehidupan bermasyarakat,
atau sebaliknya semua aspek kehidupan bermasyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu orang melukiskan komunikasi sebagai ubiquitos atau serba hadir.
Artinya komunikasi berada di manapun dan kapan pun juga.
Universitas Sumatera Utara
Teori komunikasi digunakan karena merupakan dasar dari adanya komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya merupakan salah satu kajian
dalam ilmu komunikasi. Komunikasi antarbudaya sebagai objek formal yang telah dijadikan bidang kajian sebuah ilmu tentu mempunyai teori. Pembentukan teori-
teori dalam Komunikasi Antarbudaya sudah tentu mempunyai daya guna untuk membahas masalah-masalah kemanusiaan antarbudaya. Jadi, teori-teori
komunikasi antarbudaya merupakan teori-teori yang secara khusus menggeneralisasi konsep komunikasi diantara komunikator dengan komunikan
yang berbeda kebudayaan, dan yang membahas pengaruh kebudayaan terhadap kegiatan komunikasi Liliweri: 2001: 29.
II.1.2 Teori Komunikasi Antarbudaya
Kata ‘budaya’ berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak antara buddhi, yang berarti ‘budi’ atau ‘akal’. Kebudayaan itu
sendiri diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal. Istilah ‘culture’ berasal dari kata colere yang artinya adalah mengolah atau
mengerjakan, yang dimaksudkan kepada keahlian mengolah atau mengerjakan tanah atau bertani. Kata ‘colere’, kemudian berubah menjadi culture, diartikan
sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam Soekamto, 1996: 188.
Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya dari studi komunikasi lainny, yaitu perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif
besar antara para komunikatornya, yang disebabkan perbedaan kebudayaan. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang berbeda budaya maka akan berbeda
pula perilaku komunikasi dan makna yang dimilikinya.
Universitas Sumatera Utara
E.B. Taylor, seorang antropolog memberikan definisi mengenai kebudayaan sebagai sesuatu yang kompleks yang mencakupi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Bahkan beliau mengatakan bahwa kebudayaan mencakupi semua yang didapatkan dan dipelajari dari pola-pola perilaku normatif artinya mencakup segala cara atau
pola berpikir, merasakan dan bertindak dalam Soekamto, 1996: 189. Definisi yang paling sederhana dari komunikasi antarbudaya adalah
menambahkan kata budaya dalam kedalam pernyataan “komunikasi antara dua oranglebih yang berbeda latar belakang kebudayaan” dalam beberapa definisi
komunikasi diatas. Kita juga dapat memberikan definisi komunikasi antarbudaya yang paling sederhana, yakni komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh
mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan. Ada beberapa pengertian komunikasi antarbudaya yang dikutip oleh Alo
Liliweri yaitu: 1.
Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa dalam buku Larry A. Samovar dan Richard E. Porter Intercultural Communication, A Reader – komunikasi
antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antara suku bangsa, antar etnik dan ras, antar kelas
sosial Samovar dan Porter, 1976: 25. 2.
Samovar dan Porter juga mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi di antara produser pesan dan penerima pesan yang latar belakang
kebudayaannya berbeda Samover dan Porter, 1976: 4.
Universitas Sumatera Utara
3. Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi
komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi, dan kelompok, dengan tekanan pada perbedaan latar
belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta Dood, 1991: 5.
4. Komunikasi antarbudaya adalah suatu proses komunikasi simbolik,
interpretatif, transaksional, kontekstual, yang dilakukan oleh sejumlah orang - yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan tertentu –
memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk prilaku tertentu sebagai makna yang
dipertukarkan Lustig dan Koester, Intercultural Communication Competence, 1993.
5. Intercultural Comunication
yang disingkat “ICC”, mengartikan komunikasi antarbudaya merupakan interaksi antarpribadi antara seorang
anggota dengan kelompok yang berbeda kebudayaan. 6.
Guo-Ming Chen dan William J. Starosta mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang
membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu
dilakukan: 1
Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema penyampaian tema melalui
simbol yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya
Universitas Sumatera Utara
mempunyai makna tetapi dia dapat berarti kedalam satu konteks, dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan;
2 Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung dari persetujuan
antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama;
3 Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun
bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita; 4
Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengindentifikasinya dengan
pelbagai cara. Menurut Samover dan Porter, komunikasi antarbudaya terjadi bila
komunikator pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesan komunikan adalah anggota suatu budaya lainnya. Komunikasi antarbudaya memiliki tema
pokok yang membedakannya dari studi komunikasi lainnya, yaitu perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikatornya yang
disebabkan perbedaan kebudayaan. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang berbeda, berbeda pula perilaku komunikasi dan makna yang dimilikinya.
Sehubungan dengan itu, Porter dan Samover memperkenalkan model komunikasi antarbudaya sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Gambar II.1 Model Komunikasi Antarbudaya
Sumber : Mulyana dan Rakhmat. 1998: 21 Pengaruh budaya atas individu dan masalah–masalah penyandian dan
penyandian balik pesan terlukis pada gambar diatas. Tiga budaya diwakili dalam model ini oleh tiga bentuk geometric yang berbeda. Budaya A dan budaya B
relatif serupa dan masing – masing diwakili oleh suatu segi empat dan suatu segi delapan tak beraturan yang hampir menyerupai segi empat. Budaya C sangat
berbeda dari budaya A dan budaya B. Perbedaan yang lebih besar ini tampak pada bentuk melingkar budaya C dan jarak fisik dari budaya A dan budaya B.
Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh budaya. Bentuk
individu sedikit berbeda dari bentuk budaya yang mempengaruhinya. Ini
Budaya A Budaya B
Budaya C
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan dua hal. Pertama, ada pengaruh–pengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu. Kedua, meskipun budaya merupakan sesuatu kekuatan
dominan yang mempengaruhi individu, orang–orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat–sifat yang berbeda.
Penyandian dan penyandian balik pesan antarbudaya dilukiskan oleh panah–panah yang menghubungkan budaya–budaya itu. Panah–panah ini
menunjukkan pengiriman pesan dari budaya yang satu ke budaya lainnya. Ketika suatu pesan meninggalkan budaya dimana ia disandi, pesan itu mengandung
makna yang dikehendaki oleh penyandi encoder. Ini ditunjukkan oleh panah yang meninggalkan suatu budaya yang mengandung pola yang sama seperti pola
yang ada dalam individu penyandi. Ketika suatu pesan sampai pada budaya dimana pesan itu harus disandi balik, pesan itu mengalami suatu perubahan dalam
arti pengaruh budaya penyandi balik decoder telah menjadi bagian dari makna pesan. Makna yang terkandung dalam pesan yang asli telah berubah selama fase
penyandian balik dalam komunikasi antarbudaya, oleh karena perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki decoder tidak mengandung
makna–makna budaya yang sama seperti yang dimiliki encoder. Model tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak ragam perbedaan
budaya dalam komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya terjadi dalam banyak ragam situasi yang berkisar dari interaksi–interaksi antara orang–orang
yang berbeda secara ekstrem hingga interaksi–interaksi antara orang–orang yang mempunyai budaya dominan yang sama tetapi mempunyai subkultur dan
subkelompok yang berbeda Mulyana dan Rakhmat, 1998 : 20.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Gundyskunt 1983, kita mengenal beberapa pendekatan teoritis dalam tradisi Ilmu Komunikasi. Lima pendekatan yang diasumsikan dapat
menerangkan komunikasi antarbudaya adalah: 1.
Teori komunikasi berdasarkan analisis kebudayaan implisit Pendekatan kebudayaan menarik perhatian para ahli sosio-linguisitik yang
mendorong mereka mengajukan suatu argumentasi, bahwa pembentukan skema kognitif individu berhubungan resiprokal dengan pengembangan simbol–simbol
verbal menentukan perkembangan skema kognitif. Para ahli sosio-linguistik juga berasumsi bahwa pengembangan linguistik
atau bahasa sebagai alat komunikasi antar manusia dimulai pada tingkat semantik dan paragmatis. Manusia menggunakan bahasa sebagai cara terbaik untuk
berkomunikasi demi mempertahankan hubungan antara pribadi dengan organisasi sosial dalam masyarakat. Dan bahasa dalam tataran komunikasi antarmanusia
selalu memakai simbol–simbol verbal dengan regularitas tertentu yang diorganisasikan dalam “kode–kode sosio-linguistik”. Kode–kode sosio-linguistik
melalu bahasa itu justru menjadi karakteristik utama setiap masyarakat dengan budaya lisan.
Kebudayaan implisit adalah kebudayaan immaterial, kebudayaan yang bentuknya tidak nampak sebagai benda namun dia ‘tercantum” atau “tersirat”
dalam nilai dan norma budaya suatu masyarakat, misalnya bahwa setiap manusia telah menjadikan bahasa sebagai kebudayaan implisit tersebut untuk
mengungkapkan skema kognitifnya, yaitu skema pikiran, gagasan, pandangan dan pengalaman manusia tentang dunia.
Pendekatan kebudayaan implisit mengandung beberapa asumsi yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1 Kebudayaan mempengaruhi skema kognitif
Frake 1968 mengemukakan bahwa setiap manusia mempunyai domain atau wilayah skema kognitif tersendiri. Manusia dan skema kognitif yang dimiliki
itu, selalu menentukan strategi berpikir dan berindak. Dia menyimpulkan bahwa setiap kata pasti mewakili konsep tertentu dengan konsep itu merupakan skema
kognitif individu. Dia juga menerangkan bahwa struktur sistem kognitif individu berasal berasal dari latar belakang budaya tertentu. Bahwa latar belakang
kebudayaan, dalam hal ini kebudayaan implisit, sangat mempengaruhi skema kognitif yang dikomunikasikan dalam bahasa. Kesimpulannya adalah kebudayaan
implisit dalam hal ini bahasa sangat menentukan skema kognitif manusia. 2
Kebudayaan mempengaruhi organisasi tujuan dan strategi tindakan Halliday 1978 berpendapat, bahasa merupakan suatu alat yang terbaik
untuk mengkonseptualisasikan semua ikhwal tentang dunia secara objektif. Halliday telah melakukan penelitian lalu membentuk taksonomi fungsi–fungsi
utama bahasa yang berkaitan dengan pilihan strategi tindakan manusia. 3
Kebudayaan dan Pengorganisasian Skema Interaksi Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kebudayaan juga mempengaruhi
skema–skema kognitif individu anggota kebudayaan tersebut. Skema kognitif itu antara lain berisi skema interaksi antarmanusia apakah interaksi intrabudaya atau
antarbudaya. Meskipun harus diakui bahwa tidak semua interaksi akan menghasilkan proses komunikasi, paling tidak interaksi menggunakan awal
komunikasi antarmanusia. Dan tugas skema kognitif interkasi itu membentangkan kepada kita semacam peta tentang prinsip yang mengarahkan cara–cara interaksi
antarmanusia termasuk yang berbeda kebudayaannya.
Universitas Sumatera Utara
4 Kebudayaan dan Proses Komunikasi
Berbagai analisis menunjukkan bahwa kualitas kebudayaan sangat menentukan skema kognitif dan strategi pengorganisasian skema. Padahal kualitas
dua faktor itu sangat menentukan komunikasi antarpribadi dan antarbudaya. Skema kognitif membantu individu yang berkomunikasi untuk mengetahui bentuk
dan fungsi isi kognitif tertentu dalam kebudayaan terhadap komunikasi, dia harus menguji kualitas skema kognitif, memahami skema kognitif, daya guna dan tepat
guna skema kognitif itu dalam hubungan antarmanusia yang bersifat umum dan khusus Liliweri, 2001: 43.
2. Teori Komunikasi berdasarkan Analisis “Regularitas Peran”
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi beragam variasi penerapan prinsip-prinsip teori “kaidah peran”. Beberapa isu yang menonjol
misalnya: 1
Sifat dasar masyarakat Donohue, Cushman dkk. dalam Gundykunst 1983, menggambarkan
bahwa: a
Perbedaan-perbedaan tatanan sosial suatu masyarakat selalu bergerak dari arah yang homogen ke yang heterogen. Dengan kata lain, kalau
suatu masyarakat makin homogen, jumlah dan tingkat kerumitan tatanan sosial makin sedikit. Sebaliknya, manakala masyarakat makin
heterogen, jumlah dan tingkat kerumitan tatanan sosial semakin banyak. Keadaan ini berdampak terhadap komunikasi antar budaya.
b Manakala jumlah dan tingkat heterogenitasnya makin banyak dan
tingkat kerumitan makin tinggi, maka setiap komunikasi senantiasa
Universitas Sumatera Utara
melakukan manajemen koordinasi atas tindakan-tindakannya melalui “kaidah peran.” Jadi, harus ada semacam standar perilaku dan
tindakan. 2
Sifat dasar kaidah peran dan tindakan Berikut adalah tiga perspektif dalam ‘kaidah peran,” yaitu:
a Kaidah peran menghasilkan perilaku
Perspektif ini menerangkan bahwa setiap kaidah peran menghasilkan perilaku, dan setiap perilaku merupakan bagian dari perilaku lain.
Persepktif ini diperkenalkan oleh Rom Harre dalam Pearce 1976 yang mengemukakan bahwa setiap peran manusia mempunyai “kaidah
peran” tertentu sehingga satu peran akan diikuti oleh peran lain, satu perilaku akan diikuti oleh perilaku lain.
b Kaidah peran membentuk perilaku
Perspektif ini diajukan oleh Cushman dan Pearce dalam Pierce 1976, bahwa mereka telah melakukan penelitian tentang relasi dalam
komunikasi. Perspektif tersebut nampak konsisten dengan “teori tindakan” yang pernah dikemukakan para ahli terdahulu bahwa semua
perilaku manusia dilakukan secara sadar, dapat dimaknakan dan dilakukan secara purposif.
c Kaidah peran menentukan perilaku
Perspektif ini berasumsi bahwa manusia sadar akan tindakannya sehingga dia mampu membagi manakah tindakan yang boleh dan tidak
boleh dilakukan. 3.
Teori Analisis Interaksi Antarbudaya
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa pendekatan yang selalu digunakan dalam tradisi komunikasi, yakni:
a Pendekatan Jaringan Metateoritikal
Bohcner 1967 pernah meneliti tingkat persaingan individu dalam sebuah organisasi. Dia menemukan bahwa ketegangan individu dapat
dijelaskan dengan melihat sifat hubungan antarpribadi “tertutup”, maka setiap karyawan akan merasa tegang. Sebaliknya, semakin
“terbuka, maka ketegangan mereka akan berkurang. Menurut Bochner ketegangan yang terjadi dalam perspektif antarbudaya;
1 Ketegangan terjadi kalau individu terlalu banyak larangan di masa kecil mengakibatkan individu setelah dewasa tidak otonom dan
juga tidak bergantung pada orang lain. 2 Kita senantiasa menganalisis setiap tindakan komunikasi dengan
memperhatikan pada tingkat mana individu memiliki otonomi dan pada tingkat mana individu masih tergantung pada orang
lain. Dua faktor ini mempengaruhi hubungan antarpribadi termasuk komunikasi antarbudaya.
b Teori Pertukaran
Teori perspektif pertukaran dikembangkan oleh Thilbaut dan Kelley Liliweri, 1991. Inti teori ini mengatakan bahwa hubungan
antarpribadi bisa diteruskan dan dihentikan. Hal ini disebabkan karena dalam perkembangan hubungan antarpribadi, setiap orang mempunyai
pengalaman tertentu sehingga dia dapat membandingkan faktor-faktor motivasi dan sasaran hubungan antarpribadi yang dilakukan di antara
Universitas Sumatera Utara
beberapa orang. Makin besar keuntungan yang diperoleh dari hubungan antarpribadi, maka besar peluang hubungan tersebut
diteruskan. Sebaliknya, makin kecil keuntungan yang diperoleh dari hubungan antarpribadi, maka makin kecil peluang hubungan tersebut
diteruskan. c
Teori Pengurangan Tingkat Ketidakpastian Berger 1982 mengemukakan bahwa salah satu dari beberapa fungsi
utama komunikasi-komunikasi, fungsi informasi untuk mengurangi ketidakpastian komunikator dan komunikan. Berger
merekomendasikan strategi mencari informasi agar individu mengurangi tingkat ketidakpastian antarpribadi, yakni: 1mengamati
pihak lain secara pasif; 2menyelidiki atau menelusuri pihak lain; 3menanyakan informasi melalui pihak ketiga; 4penanganan
lingkungan kehidupan pihak lain; 5interogasi dan; 6membuka diri. d
Pendekatan Psikologi Humanistik, Self Disclosure, dan Koorientasi Berbagai penelitian yang dilakukan oleh Walter Kaufmann 1980,
McNamee 1980, demikian pula Cissna dan Sieberg, Haris dkk. dalam Gundykunst 1983 menunjukkan bahwa pada umumnya setiap
individu selalu berusaha membuka diri, derajat keterbukaan pribadi itu sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi, waktu dan kesempatan,
siapa yang dijadikan objek relasi, jenis media yang dipilih dan lain- lain.
Universitas Sumatera Utara
e Pendekatan Peran berdasarkan Deskripsi Etnografi
Wallace 1961 berpendapat bahwa komunikasi antarpribadi ditentukan oleh pendekatan peran berdasarkan deskripsi etnografi.
Pertanyaan inti adalah, apakah setiap norma kelompok etnik memberikan peluang terbentuknya otonomi individu dan
ketergantungan antarpribadi. Sebagaimana telah dijelaskan diatas, apabila tingkat otonomi pada masyarakat arkais sangat kecil maka
jelas bahwa deskripsi etnografi masyarakat arkais selalu digambarkan memiliki sikap kolektif. Dan ketika masyarakat arkais telah berkurang
atau memudarnya nilai-nilai kolektivitas pada masyarakat arkais kalau masih ada maka kecenderungan meningkatnya tingkat otonomi
individu. Faktor terakhir ini sangat mempengaruhi hubungan antarbudaya, karena kita memerlukan deskripsi etnografi yang
mendalam terhadap individu. f
Pendekatan Adaptasi Pendekatan ini diperkenalkan oleh Ellingsworth dalam Gundykunst
1983, dia mengemukakan bahwa setiap individu dianugerahi kemampuan untuk beradaptasi antarpribadi. Oleh karena itu maka
setiap individu memiliki kemampuan untuk menyaring manakah perilaku yang harus atau yang tidak harus dilakukan. Dalam realitas
komunikasi antarbudaya, pendekatan adaptasi ini selalu digunakan dalam komunikasi antarbudaya di negara-negara berkembang.
Universitas Sumatera Utara
g Pendekatan yang Berpusat pada NilaiValues Centered Approach-
ValCom Kluckhohn dan Strodbeck 1961 mengindentifikasi lima orientasi
nilai dari berbagai kebudayaan yang diteliti: 1 Nilai yang berkaitan dengan sifat dasar manusia, yakni orientasi
nilai tentang: kejahatan-kebaikan dan kejahatan-kebaikan. 2 Nilai yang berkaitan dengan relasi manusia dengan alam., sering
disebut orientasi manusia terhadap alam. Ada tiga orientasi nilai: manusia tunduk pada alam-harmoni dengan alam-manusia menguasai
alam. 3 Nilai yang berhubungan dengan waktu kehidupan manusia yakni
orientasi nilai: waktu masa lalu-kini-yang akan datang. 4 Nilai rata-rata aktivitas manusia, sering disebut orientasi aktivitas,
yakni orientasi nilai: mengubah yang ada- menjadikan yang ada semakin bermutu-membuat sesuatu yang baru.
5 Nilai rata-rata relasi individu dengan manusia, sering disebut orientasi relasional. Ada tiga nilai orientasi relasional: mengubah relasi
yang sedang berlangsung-menjamin relasi yang sedang berlangsung- tetap bersikap individual.
Kelima nilai diatas disebut juga ‘iklim perilaku” dari sebagian besar hasil penelitian menunjukkan bahwa kebudayaan mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap “iklim perilaku”, “iklim perilaku” mempengaruhi orientasi nilai termasuk komunikasi
antarbudaya.
Universitas Sumatera Utara
Penulis menggunakan teori komunikasi antarbudaya karena berhubungan langsung dengan masalah penelitian. Teori ini hanya menjelaskan pengertian dan
asumsi komunikasi antarbudaya , sementara faktor pendukung dan faktor penghambat dalam menciptakan hubungan yang harmonis akan dijelaskan lebih
lanjut.
II.2 Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Hubungan Antarbudaya di dalam Masyarakat Majemuk
II.2.1 Faktor Pendukung
Faktor – faktor yang mendukung terjadinya hubungan antarbudaya yang harmonis di dalam masyarakat majemuk adalah sebagai berikut:
1. Imitasi
Faktor ini diuraikan oleh Gabriel Trade yang beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya bedasarkan faktor imitasi saja. Walaupun
pendapat ini yang berat sebelah, namun imitasi dalam interaksi sosial tidak kecil. Imitasi atau meniru adalah suatu proses kognisi untuk melakukan tindakan
maupun aksi seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan indera sebagai penerima rangsang dan pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah
informasi dari rangsang dengan kemampuan aksi untuk melakukan gerakan motorik http:id.wikipedia.org. Orang sukar untuk belajar bahasa tanpa
mengimitasi orang lain. Bahkan tidak hanya berbahasa saja, tetapi juga tingkah laku tertentu, seperti cara member hormat, cara berterima kasih, cara memberi
isyarat dan sebagainya yang kita pelajari mula–mula mengimitasinya. Demikian juga cara berpakaian, adat–istiadat, dan konvensi– konvensi lainnya, faktor
imitasilah yang memegang peranan penting.
Universitas Sumatera Utara
Imitasi sosial dapat berdampak positif maupun negatif. Berdampak positif jika hasil peniruan itu berupa perilaku yang baik dan bermanfaat bagi diri sendiri
dan masyarakatnya. Mencontoh cara berbusana rapi dari orang-orang barat merupakan suatu sikap yang penting dan bermanfaat. Mencontoh etos kerja
orang-orang Barat perlu dilakukan karena bermanfaat bagi kemajuan hidup. Berdampak negatif jika hasil peniruan itu bertentangan dengan nilai dan norma
sosial yang berlaku. Berpakaian minim dan urakan sebagai hasil meniru budaya Barat merupakan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa
sendiri. Segi-segi negatif faktor imitasi, yaitu:
a. Kemungkinan yang diimitasi itu salah, sehingga menimbulkan kesalahan
kolektif yang meliputi jumlah manusia yang besar. b.
Kadang-kadang orang mengimitasi sesuatu tanpa kritik, sehingga dapat menghambat perkembangan kebiasaan berpikir kritis Ahmadi, 1991:57.
Sebelum mengimitasi suatu hal, seseorang terlebih dahulu memenuhi beberapa syarat, yaitu:
a. Minat perhatian yang besar akan hal tersebut,
b. Sikap menjunjung tinggi atau mengagumi hal-hal yang diimitasi,
c. Dapat juga orang-orang mengimitasi suatu pandangan atau tingkah laku,
karena hal itu mempunyai penghargaan sosial yang tinggi. Jadi, seseorang mungkin mengimitasi sesuatu karena ia ingin memperoleh penghargaan sosial
dalam lingkungannya.
Seorang sosiolog Prancis, Gabriel Tarde menyebutkan bahwa semua peniru merupakan hasil langsung dari berbagai bentuk imitasi, antara lain imitasi
Universitas Sumatera Utara
gaya, imitasi pendidikan, imitasi kepatuhan, dan imitasi kebudayaan. Dengan cara imitasi, pandangan dan tingkah laku seseorang mewujudkan sikap-sikap, ide-ide,
dan adat istiadat dari suatu keseluruhan kelompok masyarakat, dan dengan demikian pula seseorang dapat melebarkan dan meluaskan hubungan-
hubungannya dengan orang lain Gerungan, 2002. 2.
Sugesti Sugesti adalah pengaruh yang diberikan orang lain atau kelompok lain
mengenai pandangan hidup, sikap, dan perilaku tertentu yang diterima tanpa dipikirkan secara kritis akibatnya-akibatnya. Pengaruh sugesti ini sangat kuat jika
berasal dari orang-orang yang berwibawa atau berpengaruh dalam masyarakat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan emosi, stress, sedih, atau tertekan
biasanya akan mudah terpengaruh oleh sugesti. Remaja umumnya mudah sekali terpengaruh oleh reklame atau promosi
barang-baarang produk terbaru. Promosi melalui radio, televisi, surat kabar, atau majalah mudah sekali memberi sugesti kepada para remaja. Namun, bagi orang-
orang dewasa yang selalu berpikir kritis tidak mudah terpengaruh oleh sugesti. Faktor pendorong proses sugesti, antara lain sebagai berikut.
1 Kelompok idola atau kaum selebritis artis film, penyanyi tenar, atau orang- orang terkenal.
2 Reklame atau propaganda melalui media massa: radio, televisi, surat kabar, majalah, dan selebaran.
3 Orang-orang dewasa yang memiliki pengaruh, kharisma, atau wibawa. Misalnya : orang tua, guru, tokoh ulama, elit politik, pemimpin Negara, dan
orang-orang pandai.
Universitas Sumatera Utara
4 Orang-orang yang memiliki keduduk an tinggi di masyarakat dan pemerintahan. Misalnya: presiden, menteri, tokoh politik, pejabat Negara, dan
para pemimpin yang kharismatik. Beberapa faktor penyebab orang mudah tersugesti, antara lain sebagai
berikut. 1 Tidak mampu berpikir kritis atau tidak menggunakan akal sehat. Orang-
orang yang tidak mampu berpikir kritis, biasanya mudah terpengaruh sugesti. 2 Pikiran yang kacau, stress, tertekan, atau bercabang. Orang yang
berpikirannya kacau atau tertekan akan mudah tersugesti. Misalnya, orang yang banyak utang akan mudah menerima saran pergi ke dukun agar mudah
mendapatkan uang. 3 Kuatnya pengaruh pihak pemberi sugesti. Orang-orang yang berpengaruh,
seperti guru, dokter, ulama, atau orang-orang pintar nasihatnya akan diterima oleh orang-orang yang mengaguminya.
4 Adanya dukungan dari kelompok mayoritas. Seseorang akan mudah menerima nasihat, saran, atau pandangan bila ada dukungan dari banyak
orang. 5 Adanya pengaruh yang berulang-ulang. Iklan atau reklame yang
ditayangkan berulang-ulang di televisi atau radio, akan mempengaruhi seseorang untuk membeli barang yang dipromosikan tersebut.
3. Identifikasi
Identifikasi merupakan usaha seseorang untuk menjadi sama persis dengan orang lain, sifatnya lebih mendalam dari pada yang dilakukan dalam imitasi. Atau
bisa juga diartikan sebagai dorongan untuk menjadi identik sama dengan orang
Universitas Sumatera Utara
lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Proses identifikasi mula–mula berlangsung secara tidak sadar dengan sendirinya, kemudian irrasional, yaitu
berdasarkan kecenderungan–kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional, dan berguna untuk melengkapi sistem–sistem norma, cita–cita
dan pedoman–pedoman tingkah laku orang yang mengindentifikasi itu Ahmadi, 1991 : 63.
Dalam proses identifikasi, proses peniruan dilakukan secara keseluruhan. Identifikasi ini dapat mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang.
Prosesnya dapat berlangsung secara sadar atau tidak. Ini terjadi karena orang memerlukan tipe-tipe atau model-model ideal untuk dicontohkan dalam
kehidupannya. Identifikasi dilakukan kepada orang lain yang dianggapnya ideal dalam suatu segi, untuk memperoleh sistem norma, sikap, dan nilai yang
dianggapnya ideal, dan masih kurang pada dirinya. Objek penelitian dipilih berdasarkan penelitian subjektif, berperasaan. Ikatan yang terjadi antara orang
yang mengidentifikasi dan orang tempat identifikasi merupakan kaitan batin yang lebih mendalam daripada orang yang saling mengimitasi tingkah lakunya
Gerungan, 2002:68. 4.
Simpati Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap
orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaaan sebagaimana proses identifikasi. Orang tiba–tiba merasa
dirinya tertarik kepada orang lain seakan–akan dengan sendirinya, dan tertariknya itu bukan karena salah satu cirri tertentu melainkan karena keseluruhan cara
bertingkah laku orang tersebut.Timbulnya simpati itu merupakan proses yang
Universitas Sumatera Utara
sadar bagi diri manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Simpati menghubungkan seseorang dengan orang lain Gerungan, 2004 : 74.
Simpati adalah perasaan suka dan tertarik pada suatu sikap dan pola prilaku seseorang atau kelompok. Simpati merupakan proses yang seolah-olah
terlarut dalam perasaan, pikiran, kebahagiaan, atau kesedihan orang lain. Misalnya, seseorang ikut merasakan sakit dan sedih atas musibah yang dialami
oleh temannya. Orang itu mungkin akan menhibur temannya.Simpati sangat penting dalam menjalin hubungan dan komunikasi sosial.
Theodore Ribot dalam bukunya yang diberi judul “Pschology of Emotion,” menekankan pada peranan simpati yang dikatakan sebagai “adalah foundation for
all social science.” Ribot membagi simpati menjadi tiga, yaitu: a.
Tipe Primitif atau otomatis, yang dapat diterangkan dengan respon bersyarat.
b. Refleksif, yang mana seseorang sadar dalam dirinya terhadap keadaan
jiwanya. Ia tahu bahwa ia merasa apa yang dirasakan orang lain, walaupun ia tidak mengalaminya.
c. Tipe yang intelektual, yaitu rasa setia, rasa toleran dan philantropi: bentuk
ini tidak diarahkan pada orang tertentu, tetapi mempunyai corak-corak yang lebih umum dan abstrak Ahmadi, 1991:66.
5. Empati
Empati adalah perasaan ketertarikan yang mendalam terhadap orang lain atau kelompok lain. Empati lebih tinggi derajat pengaruhnya disbanding simpati.
Empati mempengaruhi kejiwaan seseorang. Contohnya, seorang ayah ikut merasakan penderitaan anaknya yang sedang sakit keras dan dirawat di rumah
Universitas Sumatera Utara
sakit. Ayah itu sangat sedih, sehingga jatuh sakit. Contoh lain, Putri merasa kasihan kepada pengemis yang tua renta. Perasaan itu mendorongnya untuk
memberikan sedekah kepada pengemis tersebut. Empati diidefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali,
mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain. Karena pikiran, kepercayaan dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaannya, seseorang yang
berempati akan mampu mengetahui pikiran dan mood orang lain. Empati sering dianggap sebagai semacam resonansi perasaan wikipedia.org. Menurut KBBI,
empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang mengidentifikasi atau merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau
kelompok lain. Empati sebagai kajian multikultural meruapakan suatu penyelidikan untuk mengetahui bagaimana perbedaan dan hambatan kultural
dapat diatasi dengan cara menempatkan diri pada posisi lawan bicara Puwasito, 2003: 182.
II.2.2 Faktor Penghambat
1. Etnosentrisme
Sumner dalam Veeger 1990 sendiri yang memberikan istilah etnosentris. Dengan sikap itu, maka setiap kelompok merasa folkwaysnya yang paling unggul
dan benar. Seperti yang dikutip oleh LeVine, dkk 1972, teori etnosentrisme Sumner mempunyai tiga segi, yaitu:
1 sejumlah masyarakat memiliki sejumlah ciri kehidupan sosial yang dapat dihipotesiskan sebagai sindrom,
2 sindrom-sindrom etnosentrisme secara fungsional berhubungan dengan susunan dan keberadaan kelompok serta persaingan antarkelompok, dan
Universitas Sumatera Utara
3 adanya generalisasi bahwa semua kelompok menunjukkan sindrom tersebut. Ia menyebutkan sindrom itu seperti: kelompok intra yang aman
ingroups sementara kelompok lain outgroups diremehkan atau malah tidak aman.
Menurut Sumner 1906, manusia pada dasarnya seorang yang individualis yang cenderung mengikuti naluri biologis mementingkan diri sendiri sehingga
menghasilkan hubungan di antara manusia yang bersifat antagonistic pertentangan yang menceraiberaikan. Agar pertentangan dapat dicegah maka
perlu adanya folkways yang bersumber pada pola-pola tertentu. Pola-pola itu merupakan kebiasaan habits, lama-kelamaan, menjadi adat
istiadat customs, kemudian menjadi norma-norma susila mores, akhirnya menjadi hukum laws. Kerjasama antarindividu dalam masyarakat pada
umumnya bersifat antagonictic cooperation kerjasama antarpihak yang berprinsip pertentangan. Akibatnya, manusia mementingkan kelompok dan
dirinya atau orang lain. Lahirlah rasa ingroups atau we groups yang berlawanan dengan rasa outgroups atau they groups yang bermuara pada sikap etnosentris.
Komunikasi antarbudaya dapat dijelaskan dengan teori etnosentrisme seperti diungkapkan oleh Samovar dan Porter 1976. Katanya, ada banyak
variable yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbudaya, salah satunya adalah sikap. Sikap mempengaruhi komunikasi antarbuadaya, misalnya terlihat
dalam etnosentrisme , pandangan hidup , nilai-nilai yang absolut, prasangka, dan streotip.
Zatrow 1989 menyebutkan bahwa setiap kelompok etnik memiliki keterikatan etnik yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Etnosentrisme
Universitas Sumatera Utara
merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolute dan digunakan sebagai standar untuk
mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Sehingga etnosentrisme memunculkan sikap prasangka dan streotip negatif terhadap etnik
atau kelompok lain. 2.
Prasangka Sosial Prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang – orang terhadap
golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu. Prasangka sosial terdiri atas attitude–
attitude sosial yang negatif terhadap golongan manusia lain tadi. Prasangka sosial yang pada awalnya hanya merupakan sikap–sikap perasaan negatif itu lambat laun
menyatakan dirinya dalam tindakan–tindakan yang diskrimintaif terhadap orang- orang yang termasuk golongan–golongan yang diprasangkai itu tanpa terdapat
alasan–alasan yang objektif pada pribadi orang yang dikenai tindakan–tindakan diskriminatif Gerungan, 2004 : 179.
Prasangka menjadi fokus kajian berangkat dari adanya pandangan negatif dengan adanya pemisahan yang tegas antara perasaan kelompokku in group dan
perasaan kelompok lain out group feeling. Prasangka adalah cara pandang atau perilaku seseorang terhadap orang lain secara negatif yang membawa kepada
kenyataan bahwa prasangka sangat potensial menimbulkan kesalahpahaman dalam tindak berkomunikasi Purwasito, 2003:178.
Poortinga dalam Liliweri, 2001 :173 menyatakan bahwa ada 3 faktor penentu prasangka yang diduga mempengaruhi komunikasi antarbudaya, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
d. Stereotip
Streotip berasal dari kecenderungan untuk mengorganisasikan sejumlah fenomena yang sama atau sejenis yang dimiliki oleh sekelompok orang ke dalam
kategori tertentu yang bermakna. Streotip berkaitan dengan konstruksi citra yang telah ada dan terbentuk secara turun–temurun. Ia tidak hanya mengacu pada citra
negatif tetapi juga positif. Menurut Gerungan 2002, streotip merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai sifat – sifat dan watak pribadi orang
golongan lain yang bercorak negatif. Stereotip mengenai orang lain sudah terbentuk pada orang yang berprasangka sebelum ia mempunyai kesempatan
untuk bergaul sewajarnya dengan orang–orang lain yang dikenai prasangka itu. Dapat disimpulkan, jika komunikasi diantara mereka yang berbeda etnik didahului
oleh stereotip negatif antaretnik akan mempengaruhi efektivitas komunikasi Liliweri, 2001: 177.
Jenis-jenis stereotipe mudah kita jumpai dalam masyarakat majemuk. Berdasarkan sumbernya, stereotipe negatif memiliki tingkatan: dari sebab
pengamatan yang dangkal hingga stereotipe yang bersumber dari kebencian terhadap orang atau kelompok. Stereotipe yang rendah hanya bisa menyebabkan
kesalahpahaman, namun stereotipe yang disengaja dibangun untuk kepentingan tertentu—kekuasaan umpamanya—bisa menyebabkan benturan hingga kekerasan.
Stereotipe biasanya merupakan refrensi pertama penilaian umum ketika seseorang atau kelompok melihat orang atau kelompok lain. Stereotipe akhirnya
merupakan penghambat potensial dalam komunikasi antarbudaya.
Universitas Sumatera Utara
e. Jarak sosial
Jarak Sosial adalah kondisi seseorang atau masyarakat yang berbeda tingkat peradabannya dengan orang lain atau masyarakat lain meskipun itu berada
dalam zaman atau masa yang sama. Jarak sosial membedakan kelompok- kelompok masyarakat secara horizontal berdasarkan jarak peradabannya. Jarak
sosial memasukkan faktor pemisah nonfisik, misalnya perbedaan pendidikan, penghasilan, kekayaan, pekerjaan, kebangsaan, atau agama. Dalam komunikasi
antarbudaya kadang faktor sosial tersebut lebih berperan daripada pemisahan secara geografis fisik. Keluarga kaya yang bertetangga dengan keluarga miskin,
misalnya, meskipun secara fisik dekat, tetapi jarak sosialnya jauh. Edward Hall 1959, 1966 membedakan empat macam jarak yang
menurutnya menggambarkan macam hubungan yang dibolehkan. Masing-masing dari keempat jarak ini mempunyai fasa dekat dan fasa jauh, sehingga ada delapan
macam jarak vang dapat diidentifikasi. a. Jarak Intim. Dalam jarak intim, mulai dari fasa dekat bersentuhan
sampai ke fasa jauh sekitar 15 sampai 45 cm., kehadiran seseorang sangat jelas. Masing-masing pihak dapat mendengar, mencium dan merasakan
napas yang lain. Manusia menggunakan fasa dekat bila sedang bercumbu dan bergulat, untuk rnenenangkan dan melindungi. Dalam fasa dekat
otot-otot dan kulit berkominikasi, sedangkan verbalisasi aktual hanya sedikit saja perannya. Dalam fasa dekat ini bahkan suara bisikan
mempunyai efek memperbesar jarak psikologis antara kedua orang yang terlibat. Fasa jauh memungkinkan untuk saling menyentuh dengan
mengulurkan tangan. Jarak ini masih terlalu dekat sehingga dipandang
Universitas Sumatera Utara
tidak patut di muka umum. Karena perasaan ketidak-patutan dan ketidak-nyamanan setidak-tidaknya bagi orang Amerika, mata jarang
sekali saling menatap. Mata terpaku pada obyek lain yang berjarak cukup jauh.
b. Jarak Pribadi Personal Distance. Setiap manusia memiliki daerah yang disebut jarak pribadi. Daerah ini melindungi dari sentuhan orang
lain. Dalam fasa dekti jarak pribadi ini antara 45 sampai 75 cm., masih dapat saling menyentuh atau memegang tetapi hanya dengan mengulurkan
tangan. Kemudian dapat melindungi orang-orang tertentu - misalnya, kekasih. Dalam fasa jauh dari 75 sampai 120 cm., dua orang dapat saling
menyentuh hanya jika mereka keduanya mengulurkan tangan. Fasa jauh ini menggambarkan sejauh mana secara fisik menjangkaukan tangan untuk
meraih sesuatu. Jadi, fasa ini menentukan, dalam artian tertentu, batas kendali fisik atas orang lain. Pada jarak ini manusia masih dapat melihat
banyak detil dari seseorang - rambut yang beruban, gigi yang kuning, pakaian yang kusut, dan sebagainya. Tetapi, kita tidak lagi dapat
mendeteksi hangat tubuh. Kadang-kadang masih dapat mencium bau napas, tetapi pada jarak ini etiket mengharuskan untuk mengarahkan napas
ke bagian netral sehingga tidak mengganggu lawan bicara seperti yang sering kita lihat dalam Man televisi. Bila ruang pribadi diganggu, manusia
sering merasa tidak nyaman dan tegang. Bila orang berdiri terlalu dekat, pembicaraan dapat terganggu, tidak mantap, terguncang, dan
terputus-putus. Kita mungkin sukar memelihara kontak mata dan mungkin
Universitas Sumatera Utara
sering menghindari tatapan langsung. Ketidak-nyamanan ini mungkin juga terungkap dalam bentuk gerakan tubuh yang berlebihan.
c. Jarak Sosial. Dalam jarak sosial umumnya manusia kehilangan detil visual yang diperoleh dalam jarak pribadi. Fasa dekat dari 120 sampai 2
10 cm adalah jarak yang digunakan bila melakukan pertemuan bisnis dan interaksi pada pertemuan-pertemuan yang bersifat sosial. Fasa jauh dari
210 sampai 360cm. adalah jarak yang dipelihara Pada jarak ini, transaksi bisnis mempunyai nada yang lebih resmi. Di kantor pejabat-pejabat tinggi
meja-meja ditempatkan sedemikian hingga si pejabat memastikan jarak ini bila sedang berunding dengan klien. Tidak seperti jarak intim, di mana
kontak mata terasa janggal, fasa jauh dari jarak sosial membuat kontak mata sangat penting; jika tidak, komunikasi akan hilang. Suara pada
umumnya lebih keras dari biasa pada jarak ini. Tetapi berteriak atau menaikkan suara, akan mempunyai efek mengurangi jarak sosial ini ke
jarak pribadi. d. Jarak Publik. Padafasa dekat dari jarak publik dari 360 sampai 450
cm. orang terlindung oleh jarak. Pada jarak ini seseorang dapat mengambil tindakan defensif bila terancam. Dalam bis kota atau kereta,
misalnya mengambil jarak ini dari orang yang sedang mabuk. Pada fasa jauh lebih clari 750 cm, manusia melihat orang-orang tidak sebagai
individu yang terpisah, melainkan sebagai bagian dari suatu kesatuan yang lengkap. Kita secara otomatis mengambil jarak sekitar 9 meter dari
seorang tokoh penting. Fasa jauh ini merupakan jarak yang diambil
Universitas Sumatera Utara
seorang aktor untuk beraksi di panggung. Pada jarak ini, gerak-gerik maupun suara harus sedikit berlebihan agar tertangkap secara detil.
f. Diskriminasi
Diskriminasi adalah perlakuan terhadap orang atau kelompok yang didasarkan pada golongan atau kategori tertentu. Sementara itu dalam pengertian
lain diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan didasarkan pada gender,ras, agama,umur atau karakteristik
yang lain. Menurut Theodorson Theodorson, 1979: 115-116: Diskriminasi
adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas,
seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Istilah tersebut biasanya untuk melukiskan, suatu tindakan dari pihak
mayoritas yang dominan dalam hubungannya dengan minoritas yang lemah, sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku mereka itu bersifat tidak bermoral dan
tidak demokrasi. Dalam arti tersebut, diskriminasi adalah bersifat. Aktif atau aspek yang dapat terlihat overt dari prasangka yang bersifat negatif [negative
prejudice] terhadap seorang individu atau suatu kelompok. Dalam rangka ini dapat juga kita kemukakan definisi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB yang
berbunyi demikian: “Diskrimasi mencakup perilaku apa saja, yang berdasarkan perbedaan yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian masyarakat,
yang tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau jasanya
Universitas Sumatera Utara
3. Dimensi Variasi Kebudayaan
Samovar dan Porter dalam bukunya yang berjudul Intercultural Communication menjelaskan bahwa ada beberapa dimensi variasi kebudayaan
karena besarnya potensi terjadinya kesalahpahaman yang begitu besar. Dimensi variasi kebudayaan itu antara lain:
a. Immediacy dan Expressiveness
Perilaku Immediacy adalah tindakan secara bersamaan dengan keramahan dalam berkomunikasi; dengan menggunakan sinyal pendekatan daripada
penghindaran dan kedekatan daripada jarak Andersen, 1985. Contoh dari perilaku immediacy adalah senyuman, sentuhan, kontak mata, jarak yang dekat,
dan animasi vokal. Beberapa sarjana telah menamakan prilaku ini sebagai “ekspresif” Patterson, 1983.
Kebudayaan menampilkan kedekatan antar peseorangan atau immediacy disebut “hubungan budaya” karena orang-orang dinegara ini posisinya berdekatan
dan sering bersentuhan Hall, 1996. Orang–orang yang hubungan budayanya rendah cenderung menjaga jarak dan tidak mau bersentuhan dengan orang lain.
Hal yang menarik adalah bahwa hubungan budaya terjadi di negara yang beriklim panas dan hubungan budaya yang rendah di negara yang beriklim dingin.
b. Individualisme
Yang menjadi dimensi yang paling pokok adalah dimana perbedaan kebudayaan adalah tingkatan dari individualism melawan kolektivisme. Dimensi
Universitas Sumatera Utara
ini menentukan bagaimana orang hidup bersama sendirian, didalam keluarga, dalam suku; lihat Hofstede,1982, nilainya, dan bagaimana mereka
berkomunikasi. Individualisme adalah kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan
diri sendiri sebagai lawan dari kepentingan bersama, dan kecenderungan mengutamakan kegiatan sendiri dari pada kegiatan bersama. Kecenderungan
demikian itu muncul dari naluri manusia yang paling mendasar yaitu cinta-diri. Cinta-diri dirumuskan oleh Jeremy Bentham —filsuf Inggris yang sezaman
dengan Adam Smith— dalam aturan pokok sederhana yang mengatur kehidupan manusia: memaksimalkan kenikmatan untuk dirinya dan meminimasi penderitaan.
Atas dasar cinta-diri yang demikian demokrasi Barat dibangun di atas empat jenis kebebasan: Kebebasan ekonomi; Kebebasan politik; Kebebasan membentuk dan
menganut ide; Serta kebebasan individu. Secara singkat individualisme dapatlah diartikan sebagai kebebasan penuh individu.
c. MasculinityMaskulin
MasculinityMaskulin adalah dimensi kebudayaan yang diabaikan. Ciri- ciri maskulin adalah tanda khusus seperti kekuatan, ketegasan, daya saing, dan
ambisius, sebaliknya ciri-ciri feminin adalah tanda khusus seperti kasih sayang, perasaan terharu, pemelihara, dan emosional Bem, 1974; Hofstede, 1982.
Kebudayaan maskulin mengangggap kompetisi dan ketegasan itu penting, sedangkan kebudayaan feminin meletakan kesopanan dan perhatian sebagai hal
yang penting. Tidak mengejutkan, sifat kejantanan pada kebudayaan adalah berkorelasi negatif dengan presentasi wanita secara teknis dan pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
profesional dan berkorelasi positif dengan pemisahan gender pada pendidikan yang lebih tinggi Hofstede, 1982.
d. Jarak Kekuasaan
Dimensi komunikasi antarbudaya yang keempat adalah jarak kekuasaan. Power DistanceJarak Kekuasaan menyangkut tingkat kesetaraan masyarakat
dalam kekuasaan. Jarak kekuasaan yang kecil menunjukkan masyarakat yang setara. Semua pihak kekuataannya relatif sama. Jarak kekuasaan dimana
kekuasaan, martabat, dan kekayaan tidak sama dibagikan didalam budaya – telah diatur dalam nomor dari kebudayaan menggunakan Power Distance Index PDI
atau Indeks Jarak Kekuasaan Hofstede, 1982. Condon dan Yousef 1983 membedakan antara tiga pola kebudayaan
yaitu: demokratis, kekuasaan pusat, dan otoriter. Indeks Jarak Kekuasaan sangat berhubungan dengan sifat otoriter Hofstede, 1982.
e. Konteks Tinggi dan Konteks Rendah
Dimensi terakhir yang dibutuhkan dalam komunikasi antarbudaya adalah konteks. Menurut Edward T. Hall, budaya dapat diklarifikasi ke dalam gaya
komunikasi konteks tinggi dan gaya komunikasi konteks rendah. Dalam budaya konteks tinggi, makna terinternalisasikan pada orang yang bersangkutan, dan
pesan nonverbal lebih ditekankan. Kebanyakan masyarakat homogen berbudaya konteks tinggi. Hall berpendapat bahwa komunikasi konteks tinggi merupakan
kekuatan kohesif bersama yang memiliki sejarah yang panjang, lamban, berubah dan berrfungsi untuk menyatukan kelompok.
Sebalikanya komunikasi konteks rendah cepat dan mudah berubah, karenanya tidak mengikat kelompok. Oleh karena perbedaan ini, orang – orang
Universitas Sumatera Utara
dalam budaya konteks tinggi cenderung lebih curiga terhadap pendatang dan orang asing.
Kelima dimensi variasi kebudayaan ini merupakan sebagai bagian dari faktor – faktor penghambat komunikasi anatarbudaya. Penulis menjelaskan
faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat dalam komunikasi antarbudaya dengan maksud agar dapat memahami apa yang menjadi faktor
munculnya dan menghambat hubungan yang harmonis didalam suatu masyarakat yang majemuk.
II.3 Hubungan Antaretnis di Medan
Potret kemajemukan budaya karena adanya perpindahan penduduk secara massif tersebut dapat kita temukan salah satunya di kota Medan. Kota Medan
adalah ibukota dan merupakan pusat pemerintahan Propinsi Sumatera Utara yang juga merupakan kota terbesar nomor tiga di Indonesia, adalah sebuah kota yang
tumbuh pesat sejak pertengahan abad ke-19 sebagai sebuah kota berpenduduk majemuk baik dari kalangan penduduk pribumi maupun imigran dari kawasan
Asia seperti Cina, India, Arab dan imigran dari kawasan Asia Tenggara. Gerak perpindahan kaum migran ke kota Medan tidak lepas dari tarikan magnit
pertumbuhan kota ini sebagai sentral kemajuan ekonomi sehingga dijadikan sebagai tempat tujuan baru yang menjanjikan harapan untuk perbaikan hidup.
Sudah luas diketahui bahwa kota Medan dan Tanah Deli Sumatera Timur pada umumnya yang pernah dijuluki sebagai “Het Dollar Land” berkembang sangat
cepat sejak pertengahan abad ke-19 seiring dengan perkembangan industri perkebunan mulanya perkebunan tembakau yang dirintis oleh Jacobus Nienhys
sejak 1863. Buruh-buruh dari Cina, India dan Pulau Jawa ketika itu didatangkan
Universitas Sumatera Utara
dalam jumlah besar oleh pengusaha-pengusaha perkebunan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Selain mereka yang didatangkan sebagai kuli, migran lain
pun terus berdatangan ke kota ini untuk tujuan berdagang dan mengisi berbagai lowongan pekerjaan yang tersedia.
Kota Medan dalam masa-masa perkembangannya mengalami pertumbuhan penduduk yang begitu pesat, akibat terjadinya proses urbanisasi dari
berbagai daerah yang ada disekitarnya. Bahkan ada juga etnis-etnis pendatang pada masa penjajahan seperti keturunan Cina dan India. Yang hadir di kota medan
pada masa penjajahan di Indonesia pada masa pemerintahan Kolonia Belanda. Ada beberapa kelompok suku India-Indonesia yang telah lama menetap di
Indonesia. Salah satunya adalah kelompok suku masyarakat Tamil dari India Selatan banyak terdapat di daerah Sumatera Utara Medan, Pematang Siantar, dll.
Banyak dari mereka yang didatangkan oleh pemerintah kolonial Inggris untuk bekerja di perkebunan-perkebunan yang dibuka di daerah tersebut.
Suku Tamil adalah sebuah kelompok etnis yang berasal dari Asia Selatan. Komunitas Tamil yang paling tua berasal dari India bagian selatan dan Sri Lanka
bagian timur laut. Berbagai kelompok masyarakat dari anak benua India telah datang ke kepulauan Indonesia sejak masa pra-sejarah. Malah nama Indonesia
sendiri berasal dari bahasa Latin Indus India dan bahasa Yunani nêsos pulau yang secara harafiah berarti Kepulauan India. Suku Tamil di Indonesia dianggap
sebagai Keturunan asing pada masa orde baru dan kini telah disahkan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia atau disebut sebagai Warga Negara Indonesia
WNI. Saat ini diperkirakan ada sekitar 70.000 warga keturunan Tamil India
Universitas Sumatera Utara
yang bermukim di Medan. Suku Tamil sendiri memiliki bahasa daerahnya yang berasala dari India Selatan yang disebut Bahasa Tamil.
Pada masa kolonial orang-orang Tamil bermukim di sekitar lokasi-lokasi perkebunan yang ada di sekitar kota Medan dan Sumatera Timur. Setelah masa
kemerdekaan, mereka pada umumnya berdiam di sekitar kota, yang terbanyak di kota Medan, juga di Binjai, Lubuk Pakam dan Tebing Tinggi. Pemukiman
mereka yang tertua di kota Medan terdapat di suatu tempat yang dulu dikenal dengan nama Kampung Madras, yaitu di kawasan bisnis Jl. Zainul Arifin dulu
bernama Jalan Calcutta. Kawasan ini lazim juga dikenal dengan sebutan Kampung Keling, dan sekarang sudah dikembalikan namanya menjadi Kampung
Madras. Lokasi perkampungan mereka terletak di pinggiran Sungai Babura, sebuah sungai yang membelah kota Medan dan menjadi jalur utama transportasi
di masa lampau. Di kawasan ini hingga sekarang masih mudah ditemukan situs- situs yang menandakan keberadaan orang Tamil, misalnya tempat ibadah umat
Hindu Shri Mariamman Kuil sebagai kuil terbesar yang dibangun tahun 1884 dan sejumlah kuil lainnya; juga pemukiman dan mesjid yang dibangun oleh orang
Tamil Muslim sejak tahun 1887. Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur
agama, suku etnis, budaya dan keragaman plural adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka.
Kota Medan saat ini telah memperlihatkan suatu gambaran keadaan yang terjadi proses penguatan rasa kesatuan kelompok etnis sebagai komunitas baru. Seperti
yang telah dikemukakan dalam perkampungan etnis tersebut, ternyata setiap kelompok etnis mempergunakan norma dan aturan serta ideologi tradisional
Universitas Sumatera Utara
daerah asal mereka, sehingga terjadilah suatu proses penguatan ikatan primordial pada setiap kelompok etnis.
Masyarakat di kota Medan yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama merupakan daerah yang rawan akan terjadinya konflik sosial. Namun
sampai saat ini, konflik sosial yang terjadi di Medan masih berada pada batas- batas kewajaran. Perkelahian antar kelompok pemuda yang pernah terjadi di
Medan, dengan segera dapat diatasi pihak keamanan. Terjadinya berbagai peristiwa peledakan bom di Gereja dan tempat-tempat lain di kota Medan,
ternyata tidak menyebabkan terjadinya konflik sosial yang bersifat terbuka pada masyarakat.
Kondisi yang tampak dipermukaan, menunjukkan bahwa masyarakat kota Medan yang terdiri dari berbagai etnis, suku bangsa dan agama dapat hidup rukun,
dengan pengertian tidak terjadi pertentangan atau konflik secara terbuka. Konflik sosial, tidak selamanya bersifat terbuka. Pertentangan yang terjadi dalam
masyarakat, ungkapan-ungkapan rasa benci antara satu kelompok dengan kelompok lain, ungkapan-ungkapan yang sifatnya memojokkan kelompok lain,
dapat dipandang sebagai suatu konflik sosial. Pertentangan-pertentangan seperti itu, bisa jadi merupakan awal terjadinya konflik sosial yang lebih besar dan
bersifat terbuka, dalam bentuk perkelahian dan tindak kekerasan. Peristiwa konflik sosial, adakalanya bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Bahkan ada
kemungkinan, sebagian besar konflik sosial yang terjadi di masyarakat merupakan proses yang panjang; mungkin diawali dengan terjadinya salah faham
antar individu, berkembang menjadi sikap antipati antar kelompok, dan dalam perkembangan selanjutnya meningkat menjadi konflik sosial. Kondisi tersebut
Universitas Sumatera Utara
bisa diperburuk ketika masyarakat yang berkonflik dipengaruhi oleh sikap “etnosentrisme”, dimana menurut Chang satu etnis atau kelompok tertentu merasa
lebih superior dari kelompok lain. Oleh karena itu, ada kemungkinan terjadinya konflik sosial yang dapat
merusak ketentraman didalam sebuah masyarakat. Hal ini menunjukkan perlu adanya suatu komunikasi antarbudaya yang efektif sehingga memunculkan suatu
harmonisasi dalam sebuah masyarakat majemuk guna mengantisipasi terjadinya konflik sosial terutama konflik etnis dan agama pada masyarakat di kota Medan.
Dengan demikian peneliti tertarik untuk meneliti peranan komunikasi antarbudaya dalam membina hubungan yang harmonis.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian korelasional. Metode korelasional adalah metode yang berusaha menjelaskan suatu
permasalahan atau gejala yang lebih khusus dalam penjelasan antara dua objek. Metode penelitian ini bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan dan
apabila ada, seberapa besar eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan tersebut.
III.2 Deskripsi Lokasi Penelitian III.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di daerah Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia, Kotamadya Medan.
III.2.2 Keadaan Geografis
Kelurahan Polonia merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Medan Polonia, Kotamadya Medan yang memiliki luas ± 1.57 km
2
. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Anggrung.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sukadamai.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sari Rejo.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Babura dan Kecamatan Medan
Baru. Kelurahan ini terletak pada ketinggian 25 m di atas permukaan laut.
Kelurahan Polonia adalah daerah pintu gerbang Kota Medan, yang merupakan
Universitas Sumatera Utara
pintu masuk dari daerah lainnya baik Regional maupun Internasional melalui transportasi udara. Di KelurahanPolonia ini terdapat Bandara Internasional
Polonia sebagai pelabuhan udara yang mampu dilandasi jenis pesawat berbadan lebar seperti Air Bus dan mempunyai jalur penerbangan keberbagai daerahKota
secara Regional maupun Internasional.
III.2.3 Keadaan Demografis
Jumlah penduduk Kelurahan Polonia secara keseluruhan adalah 17.270 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 4200 KK. Untuk lebih jelasnya
tentang perincian jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini. Kependudukan berdasarkan etnis di Kelurahan Polonia dapat di lihat pada
tabel berikut ini:
Tabel III.1 Kependudukan Berdasarkan Etnis
No. Etnis
Jumlah
1 Jawa
7.029 2
Batak 4.981
3 Cina
2.648 4
India 1.792
5 Lain-lain
820
Jumlah 17.270
Sumber: Kelurahan Polonia, Maret 2008
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai komposisi penduduk berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel III.2 Kependudukan Berdasarkan Usia
No. Kelompok Usia tahun
Jumlah
1 0-4
963 2
5-9 1.559
3 10-14
1.597 4
15-19 1.616
5 20-24
1.675 6
25-29 1.717
7 30-34
1.533 8
35-39 1.353
9 40-44
1.313 10
45-49 1.211
11 50-54
1.338 12
55-59 956
13 +60
439
Jumlah 17.270
Sumber: Kelurahan Polonia, Maret 2008
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengetahui komposisi penduduk berdasarkan agama, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel III.3 Kependudukan Berdasarkan Agama
No. Agama
Jumlah
1 Islam
8.848 2
Kristen 3.282
3 Katolik
699 4
Hindu 1.792
5 Buddha
2.648
Jumlah 17.269
Sumber: Kelurahan Polonia, Maret 2008
Data yang lebih rinci tentang penduduk Kelurahan Polonia tidak dapat diperoleh karena keterbatasan informasi dan data yang dimiliki oleh Kantor
Kelurahan Polonia.
III.2.4 Keadaan Sosial Ekonomi
Tingkat ekonom, semua daerah ditentukan oleh sumber daya alama dan sumber daya manusianya. Sumber daya alam banyak membantu dalam
meningkatkan ekonomi daerah jika diolah dengan baik. Sumber daya manusia membantu peningkatan ekonomi melalui pendidikan dan keahlian masyarakat.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang tingkat pendidikan masyarakat di
Kelurahan Polonia, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel III.4 Kependudukan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Pendidikan
Jumlah
1 Belum Sekolah
1.255 2
Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah 5
3 Pernah SD tetapi tidak tamat
884 4
Tamat SDSederajat 6.291
5 SLTPSederajat
5.580 6
SLTASederajat 2.214
7 Diploma
485 8
Sarjana S1-S3 556
Jumlah 17.270
Sumber: Kelurahan Polonia, Maret 2008
Tingkatan kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi oleh tingkatan perekonomiannya. Untuk mengetahui lebih jelas struktur ekonomi masyarakat
Kelurahan Polonia, dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel III.5
Kependudukan Berdasarkan Pekerjaan No.
Pekerjaan Jumlah
1 Buruhswasta
5.161 2
Pegawai Negri 305
3 Pengrajin
-
Universitas Sumatera Utara
4 Pedagang
1.317 5
Penjahit 40
6 Tukang Batu
30 7
Tukang Kayu 146
8 Peternak
3 9
Nelayan -
10 Montir
15 11
Dokter 5
12 Sopir
68 13
Pengemudi Bajaj -
14 Pengemudi Becak
185 15
TNIPolri 19
16 Pengusaha
60
Jumlah 7.354
Sumber: Kelurahan Polonia, Maret 2008
III.2.5 Sarana dan Prasarana
1. Sarana Transportasi
Sarana transportasi umum di Kelurahan Polonia adalah angkutan kota dan becak. Di Kelurahan Polonia penduduknya sudah banyak yang memiliki
kendaraan bermotor seperti ada sebanyak 90 RT yang memiliki mobil dan 3500 RT yang memiliki sepeda motor dan selebihnya ada yang memiliki mobil
pengangkutan, becak dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
2. Sarana Pendidikan
Pada Kelurahan Polonia terdapat 25 sekolah, yang terdiri dari 2 buah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTA, 4 buah Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama SLTP, 11 buah Sekolah Dasar SD, 4 buah Taman Kanak-Kanak TK, 1 buah Tes Potensi Akademik TPA, dan 1 buah lembaga pendidikan keagamaan.
Sarana pendidikan di Kelurahan Polonia sehingga penduduk di Kelurahan Polonia tidak kesusahan dalam menyekolahkan anaknya.
3. Sarana Komunikasi dan Penerangan
Jumlah penerangan di Kelurahan Polonia yang berada di daerah perkotaan memungkinkan penduduknya menjadi pengguna sarana komunikasi dan
penerangan. Jumlah pelanggan Telkom sebanyak 1600 rumah tangga. Di Kelurahan Polonia ini sebagian besar penduduk telah menggunakan berlangganan
PLN dan setiap kampung dilengkapi dengan lampu penerangan.. 4.
Sarana Air Bersih Penduduk di Kelurahan Polonia menggunakan beberapa cara dalam
pemerolehan air bersih. Ada yang menggunakan sumur gali sebanyak 402 KK, menggunakan hidran umum sebanyak 2 KK, dan sebagian besar penduduk telah
menggunakan PDAM dalam memperoleh sarana air bersih yaitu sebanyak 1401 KK.
5. Sarana Kesehatan
Di Kelurahan Polonia terdapat beberapa sarana kesehatan, ada 2 unit Rumah Sakit Umum, 1 unit Puskesmas, 3 unit Poliklinik atau Balai Pengobatan,
13 unit Posyandu, 1 unit Apotek, 1 unit toko obat dan 5 unit praktek dokter.
Universitas Sumatera Utara
Prasarana ini memudahkan masyarakat Kelurahan Polonia untuk mencari tempat- tempat berobat saat sedang sakit.
6. Sarana Peribadatan
Sarana peribadatan di Kelurahan Polonia terdiri dari 6 buah mesjid, 3 buah langgarmushola, 6 buah gereja kristen, 1 buah gereja katolik, 9 buah Vihara dan
Kuil dan 1 buah pura. Banyaknya tempat ibadah untuk masing-masing umat beragama menunjukkan bagaiman setiap umat beragama dapat mempertahankan
hubungan yang harmonis satu dengan yang lain dalam kemajemukan.
III.3 Metode Pengukuran Tabel III.6
Operasionalisasi Variabel No.
Variabel Dimensi
Indikator Skala
1 Komunikasi
Antarbudaya Etnosentrisme
• Menganggap
budayanya lebih tinggi dari orang lain.
• Memandang budayanya
sebagai budaya yang absolut
• Ketergantungan
Prasangka Sosial
• Persaingan secara
berlebihan antara individu dan kelompok
• Sikap negatif yang
ditujukan kepada orang atau budaya lain
• Mayoritas – minoritas
Stereotip •
Sikap superior dan inferior
• Sikap yang bersahabat
dan tidak bersahabat •
Pengacau – Pendamai Jarak Sosial
• Tetangga
• Teman dekat
Universitas Sumatera Utara
• Saudara
Diskriminasi •
Menghindar •
Menekaneksplotasi terhadap orang lain
• Bertindak tidak adil
2 Hubungan yang
Harmonis Imitasi
• Bahasa
• Adat istiadat
Sugesti •
Kuatnya pengaruh orang yang mensugesti
• Dukungan dari
kelompok mayoritas Identifikasi
• Norma
• Nilai
• Sikap
Simpati •
Perasaan tertarik dengan orang lain
• Karakter
Empati •
Sukacita •
Dukacita 3
Karakteristik Responden
Jenis Kelamin •
Laki-laki •
Perempuan Usia
• 15 - 24 tahun
• 25 – 34 tahun
• 35 – 44 tahun
• 45 – 54 tahun
Suku •
Tamil •
Non Tamil Jawa, Batak,Ambon,
Minangkabau Sunda, Bugi, Cina, dll
Agama •
Islam •
Kristen Protestan •
Kristen Katolik •
Hindu •
Buddha •
Penghayatan kepada YME
Universitas Sumatera Utara
III.4 Metode Penarikan Sampel III.4.1 Populasi
Populasi adalah jumlah kebutuhan dari unit analisa yang cirri – cirinya akan diduga Singarimbun, 1998 : 152. Menurut Rakhmat 2000 :78, populasi
adalah jumlah kumpulan objek penelitian. Maka populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung maupun pengukuran, kuantitatif
maupun kualitatif daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas Nawawi, 1995: 141.
Dalam penelitian ini yang menjadi populasinya adalah penduduk Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia yang berusia 15 – 54 tahun,
dengan asumsi dalam rentang usia tersebut lebih sering melakukan interaksi sosial dalam kehidupan sehari–hari. Jumlah keseluruhannya yang terdaftar di Kelurahan
Polonia adalah sebanyak 11.756 orang. Tabel III.7
Tabel Populasi No.
Usia Jumlah
1 15-24
3.291 3
25-34 3.250
5 35-44
2.666 7
45-49 2.549
Jumlah 11.756
III.4.2 Sampel
Pada dasarnya sampel merupakan bagian dari populasi yang memperoleh perlakuan penelitian secara keseluruhan mempunyai sifat yang sama dengan sifat
Universitas Sumatera Utara
populasi. Sampel merupakan wakil yang bersifat representatif dari populasi, khususnya dalam hal pendataan Bulaleng, 2004 : 156.
Secara sederhana sampel diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian. Dengan kata lain sampel
adalah sebagian dari populasi yang mewakili seluruh populasi Nawawi, 1995 : 144.
Berdasarkan populasi yang ada, maka untuk menghitung jumlah sampel digunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10 dengan tingkat kepercayaan
90. Rumus ini digunakan karena jumlah populasi yang cukup besar.
= 99 orang Keterangan:
N= Populasi n= Sampel
d
2
=Presisi yang digunakan 10 atau 0.1
III.5 Teknik Penarikan Sampel
Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu sebagai berikut:
1. Teknik Stratified Propotional Random Sampling
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan teknik dengan pertimbangan bahwa adakalanya banyaknya subek yang terdapat pada setiap stratasetiap wilayah tidak sama, oleh
karena itu untuk memperoleh sampel yang representatif, pengambilan subjek dari setiap stratasetiap wilayah ditentukan seimbangsebanding
dengan banyaknya subjek dalam masing-masing stratawilayah. Dan dikatakan jenis sampel Stratified Propotional Random Sampling karena
pengambilan sampel dilakukan secara acak Arikunto, 2002:116. Adapun rumus yang digunakan Prasetyo, 2005: 129:
Tabel III.8 Stratified Propotional Random Sampling
Usia Populasi
Penarikan Sampel Sampel
15-24 3.291
28
25-34 3.250
28
35-44 2.666
22
45-54 2.549
21
Total Sampel 99
Universitas Sumatera Utara
2. Purposive Sampling
Purposive sampling adalah pengambilan sampel yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Sampel yang digunakan disesuaikan dengan kriteria-kriteria
tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian Nawawi, 1991 : 137. Pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini
disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Adapun yang menjadi kriteria-kriterianya adalah:
a. Sampel adalah warga Kelurahan Polonia, Kecamatan Medan Polonia,
Kotamadya Medan yang berusia 15-54 tahun. b.
Sampel adalah individu yang suka berinteraksi dengan sesama warga Kelurahan Polonia.
c. Sampel adalah individu yang tinggal di Kelurahan Polonia selama minimal
2 tahun. 3.
Accidental Sampling Penarikan sampel dengan teknik ini dilakukan dengan cara mengambil
siapa saja yang secara kebetulan ditemukan dilapangan lokasi penelitian. Setelah jumlahnya mencukupi, maka pengumpulan data dihentikan Nawawi, 1995:156.
III.6 Teknik Pengumpulan data
Sebagai unsur yang paling penting dalam sebuah penelitian maka data mutlak diperlukan, sebab penelitian ilmiah adalah proses penggabungan antara
teori–teori ilmiah dengan data atau fakta di lapangan. Sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai dikarenakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dilapangan.
Universitas Sumatera Utara
a. Penelitian Kepustakaan Library Research, yaitu mengadakan penelitian
dengan mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan sumber bacaan yang relevan yang mendukung penelitian ini.
b. Penelitian lapangan Field Research, yaitu pengumpulan data yang meliputi
kegiatan survey dilokasi penelitan, pengumpulan data dari responden melalui: •
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui Arikunto, 2002: 132. Dalam hal ini peneliti akan menyebarkan kuesioner di Kelurahan Polonia.
• Wawancara adalah bentuk komunikasi antar dua orang , melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu
Mulyana, 2001 : 180. Dalam menggunakan teknik wawancara ini, keberhasilan dalam
mendapatkan data atau informasi dari obyek yang diteliti sangat bergantung pada kemampuan peneliti dalam melakukan wawancara.
III.7 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan Singarimbun, 1995:. Data yang
diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dalam beberapa tahap analisis yaitu:
1. Analisis Tabel Tunggal
Merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian kedalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar
Universitas Sumatera Utara
frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisis data yang terdiri dari 2 kolom yaitu kolom sejumlah frekuensi dan kolom
presentasi untuk setiap kategori Singarimbun, 1995:266. 2.
Analisis Tabel Silang Teknik yang digunakan untuk menganalisis dan mengetahui variabel yang
satu memiliki hubungan dengan variabel lainnya, sehingga dapat dikietahui apakah variabel tersebut bernilai positif atau negatif
Singarimbun, 1995: 273. 3.
Uji Hipotesa Uji hipotesa adalah pengujian data statistik untuk mengetahui data yang
diajukan dapat diterima atau ditolak. Untuk menguji tingkat hubungan antara kedua variabel yang dikorelasikan dalam penelitian digunakan
“Koefisien Korelasi Tata Jenjang” oleh Spearman Spearman’s Rho Rank- Order Correlation Coeficient. Spearman Rho Koefisien menunjukkan
hubungan antara variabel X dan variabel Y yang tidak diketahui sebaran datanya. Koefisien korelasi non parametik ini digunakan untuk
menghitung data dua variabel yang ditetapkan peringkatnya dari yang terkecil sampai yang terbesar dirangkingkan. Rumus untuk koefisien
korelasinya adalah:
Keterangan: r
s
= koefisien korelasi rank-order 1
= angka satu, yaitu bilangan konstan 6
= angka enam, yaitu bilangan konstan d
= perbedaan antara pasangan jenjang
Universitas Sumatera Utara
N = jumlah individu dalam sampel
∑ = sigma atau jumlah
Spearman Rho Koefisien adalah metode untuk menganalisis data dan untuk melihat hubungan antara variabel yang sebenarnya dengan skala ordinal.
Jika r
s
0, maka hipotesa ditolak Jika r
s
0, maka hipotesa diterima Sementara dasar pengambilan keputusan signifikansi: didalam ilmu sosial
suatu hasil dinyatakan signifikan apabila nilai signifikansi temuan lebih besar dari 95 α=0.05 sampai 99 α=0.01.
Selanjutnya untuk melihat kuat lemahnya korelasi digunakan skala Guilford Rakhmat, 2004: 29, yaitu sebagai berikutnya:
Kurang dari 0,20 = hubungan rendah sekali
0,20 - 0,40 = hubungan rendah tapi pasti
0,40 - 0,70 = hubungan yang cukup berarti
0,70 – 0,90 = hubungan yang tinggi
Lebih dari 0,90 =hubungan yang cukup tinggi atau kuat sekali, bisa
diandalkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV ANALISIS DATA
IV.1 Analisis Tabel Tunggal
Merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian kedalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi.
Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisis data yang terdiri dari 2 kolom yaitu kolom sejumlah frekuensi dan kolom presentasi untuk setiap
kategori Singarimbun, 1995:266. Data yang disajikan dan dibahas dalam tabel tunggal penelitian ini masing-
masing sebagai berikut:
IV.1.1 Karakteristik Responden Gambar IV.1
Berdasarkan Gambar IV.1 diatas adapun analisis mengenai karakteristik responden dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut:
diketahui pada Gambar IV.1 mengenai Jenis Kelamin responden, adapun yang berjenis kelamin laki-laki adalah sejumlah 53 orang 53.5 dan responden yang
berjenis kelamin perempuan adalah sejumlah 46 orang 46.5 .
Universitas Sumatera Utara
Gambar IV.2
Berdasarkan Gambar IV.2 diatas adapun analisis mengenai karakteristik responden dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut:
diketahui pada Gambar IV.2 mengenai Usia responden, adapun yang berusia 15 sampai dengan 24 tahun adalah 28 orang 28.3 , 25 sampai dengan 34 tahun
adalah 28 orang 28.3 , 35 sampai dengan 44 tahun adalah 22 orang 22.2 dan 45 sampai dengan 54 tahun adalah 21 orang 21.2.
Gambar IV.3
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Gambar IV.3 diatas adapun analisis mengenai karakteristik responden dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut:
diketahui pada Gambar IV.3 mengenai Suku responden, adapun yang bersuku Jawa adalah 23 orang 23.2 , suku Batak adalah 21 orang 21.2 , suku Tamil
adalah 33 orang 33.3 suku China adalah 15 orang 15.2 dan suku lainnya Sunda, Minangkabau, Aceh, Ambon, Bugis dll adalah 7 orang 7.1.
Gambar IV.4
Agama
Islam Kristen Protestan
Kristen Katolik Hindu
Buddha
Berdasarkan Gambar IV.4 diatas adapun analisis mengenai karakteristik responden dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut:
diketahui pada tabel IV.4 mengenai Agama responden, adapun yang beragama Islam adalah 32 orang 32.3 , agama Kristen Protestan adalah 17 orang 17.2
, agama Kristen Katolik adalah 5 orang 5.1 agama Hindu adalah 25 orang 25.3, agama Buddha adalah 19 orang 19,2 dan kepercayaan lainnya
adalah 1 orang 1.0 .
Universitas Sumatera Utara
IV.1.2 Peranan Komunikasi Antarbudaya 1. Etnosentrisme
Tabel IV.1 Anggapan Bahwa Budaya yang Dimiliki Lebih Hebat daripada Budaya Lain
No. F
1 2
3 4
Tidak Setuju 59
59.6 Kurang Setuju
20 20.2
Setuju 5
5.1 Sangat Setuju
15 15.2
Total 99
100.0
Berdasarkan Tabel IV.1 adapun analisis tabel tunggal mengenai Anggapan Bahwa Budaya yang Dimiliki Lebih Hebat daripada Budaya Lain, dari jumlah
sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 59 orang 59.6, kurang setuju
adalah 20 orang 20.2, Setuju adalah 5 orang 5.1 dan sangat setuju adalah 15orang 15.2.
Tabel IV.2 Budayanya merupakan Budaya yang Paling BenarAbsolut
No. F
1 2
3 4
Tidak Setuju 52
52.5 Kurang Setuju
20 20.2
Setuju 3
3.0 Sangat Setuju
24 24.2
Total 99
100.0
Berdasarkan Tabel IV.2 adapun analisis tabel tunggal mengenai Budayanya merupakan Budaya yang Paling BenarAbsolut, dari jumlah sampel
N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Diketahui responden yang tidak setuju adalah 52 orang 52.5, kurang setuju adalah 20 orang 20.2, Setuju adalah 3 orang 3.0 dan sangat setuju adalah
24 orang 24.2
Tabel IV.3 Keluarga sebagai Orang yang Pertama Kali Dimintai Bantuan saat Kesulitan
No. F
1 2
3 4
Tidak Setuju 19
19.2 Kurang Setuju
14 14.1
Setuju 4
4.0 Sangat Setuju
62 62.6
Total 99
100.0
Berdasarkan tabel IV.3 adapun analisis tabel tunggal mengenai Keluarga sebagai Orang yang Pertama Kali Dimintai Bantuan saat Kesulitan, dari jumlah
sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 19 orang 19.2, kurang setuju
adalah 14 orang 14.1, Setuju adalah 4 orang 4.0 dan sangat setuju adalah 62 orang 62.6.
Tabel IV.4 Orang dari Sukunya sebagai Orang yang Selalu Membantu
dalam Menyelesaikan Masalah No.
F 1
2 3
4 Tidak Setuju
21 21.2
Kurang Setuju 31
31.3 Setuju
16 16.2
Sangat Setuju 31
31.3 Total
99 100.0
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel IV.4 adapun analisis tabel tunggal mengenai Orang dari Sukunya sebagai Orang yang Selalu Membantu dalam Menyelesaikan
Masalah, dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 21 orang 21.2, kurang setuju
adalah 31 orang 31.3, Setuju adalah 16 orang 16.2 dan sangat setuju adalah 31 orang 31.3.
Tabel IV.5 Hanya Mau Mendengarkan Masukan dari Sukunya
No. F
1 2
3 4
Tidak Setuju 54
54.5 Kurang Setuju
33 33.3
Setuju 2
2.0 Sangat Setuju
10 10.1
Total 99
100.0
Berdasarkan Tabel IV.5 adapun analisis tabel tunggal mengenai Hanya Mau Mendengarkan Masukan dari Sukunya, dari jumlah sampel N=99 orang
dapat diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 54 orang 54.5, kurang setuju
adalah 33 orang 33.3, Setuju adalah 2 orang 2.0 dan sangat setuju adalah 10 orang 10.1.
2. Prasangka Sosial Tabel IV.6
Tidak Bisa Menjalani Hubungan Baik dengan Etnis Lain No.
F 1
2 3
4 Tidak Setuju
67 67.7
Kurang Setuju 17
17.2 Setuju
5 5.1
Sangat Setuju 10
10.1 Total
99 100.0
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel IV.6 adapun analisis tabel tunggal mengenai Tidak Bisa Menjalani Hubungan Baik dengan Etnis Lain, dari jumlah sampel N=99
orang dapat diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 67 orang 67.7, kurang setuju
adalah 17 orang 17.2, Setuju adalah 5 orang 5.1 dan sangat setuju adalah 10 orang 10.1.
Tabel IV.7 Merasa Tersaingi dengan Keberadaan Etnis Lain
No. F
1 2
3 4
Tidak Setuju 76
76.8 Kurang Setuju
14 14.1
Setuju 2
2.0 Sangat Setuju
7 7.1
Total 99
100.0
Berdasarkan Tabel IV.7 adapun analisis tabel tunggal mengenai Merasa Tersaingi dengan Keberadaan Etnis Lain, dari jumlah sampel N=99 orang dapat
diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 76 orang 76.8, kurang setuju
adalah 14 orang 14.1, Setuju adalah 2 orang 2.0 dan sangat setuju adalah 7 orang 7.1.
Tabel IV.8 Bersikap Negatif dengan Etnis Lain
No. F
1 2
3 4
Tidak Setuju 73
73.7 Kurang Setuju
15 15.2
Setuju 7
7.1 Sangat Setuju
4 4.0
Total 99
100.0
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel IV.8 adapun analisis tabel tunggal mengenai Bersikap Negatif dengan Etnis Lain, dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan
sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 73 orang 73.7, kurang setuju
adalah 15 orang 15.2, Setuju adalah 7 orang 7.1 dan sangat setuju adalah 4 orang 4.0.
Tabel IV.9 Suku Mayoritas Memiliki Kekuasaan Lebih
No. F
1 2
3 4
Tidak Setuju 62
62.6 Kurang Setuju
22 22.2
Setuju 5
5.1 Sangat Setuju
10 10.1
Total 99
100.0
Berdasarkan Tabel IV.9 adapun analisis tabel tunggal mengenai Suku Mayoritas Memiliki Kekuasaan Lebih, dari jumlah sampel N=99 orang dapat
diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 62 orang 62.6, kurang setuju
adalah 22 orang 22.2, Setuju adalah 5 orang 5.1 dan sangat setuju adalah 10 orang 10.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel IV.10 Terjadi Tindakan Kesewenangan Karena Adanya Perbedaan
Suku Mayoritas dan Suku Minoritas No.
F 1
2 3
4 Tidak Setuju
62 62.6
Kurang Setuju 23
23.2 Setuju
6 6.1
Sangat Setuju 8
8.1 Total
99 100.0
Berdasarkan Tabel IV.10 adapun analisis tabel tunggal mengenai Terjadi Tindakan Kesewenangan karena adanya Perbedaan Suku Mayoritas dan Suku
Minoritas, dari jumlah sampel N=99 orang dapat diuraikan sebagai berikut: Diketahui responden yang tidak setuju adalah 62 orang 62.6, kurang setuju
adalah 23 orang 23.2, Setuju adalah 6 orang 6.1 dan sangat setuju adalah 8 orang 8.1.
3. Stereotip Tabel IV.11