Perumusan Masalah Pembatasan Masalah Kerangka Konsep

baik untuk kelurahan–kelurahan lainnya. Hal ini juga yang menjadi alasan peneliti memilih Kelurahan Polonia sebagai Lokasi Penelitian.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan di atas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut: • Sejauhmanakah komunikasi antarbudaya berperan dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan etnis non Tamil di Kelurahan Polonia? • Bagaimanakah keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh komunikator dan komunikan dari etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia?

I.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti perlu membuat pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang ditetapkan peneliti adalah sebagai berikut: 1. Responden yang dipilih adalah penduduk Kelurahan Polonia, yang terdiri dari Etnis Tamil dan non Tamil. 2. Studi korelasional tentang peran komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis hanya dilakukan penelitiannya di Kelurahan Polonia dan dibatasi pada penduduk kelurahan Medan Polonia yang berusia 15 – 54 tahun. 3. Etnis Tamil dan etnis China merupakan etnis pendatang, sedangkan etnis Non Tamil lainnya merupakan etnis lokal. Universitas Sumatera Utara 4. Penelitian dibatasi hanya sampai kepada faktor yang menjadi latar belakang terjalinnya hubungan yang harmonis di Kelurahan Polonia. I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui peranan unsur–unsur komunikasi dalam menyumbangkan efektifitas komunikasi antarbudaya. 2. Mengetahui keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh komunikator dan komunikan dari etnis yang berbeda. 3. Mengetahui perbedaan persepsi etnis yang berbeda yang menimbulkan stereotip pada etnis Tamil dan non Tamil. 4. Mengetahui peranan komunikasi antarbudaya dalam menjalin hubungan yang harmonis antara etnis Tamil dan non Tamil di Kelurahan Polonia.

I.4.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Secara Teoritis, penelitian ini berguna untuk menambah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan peneliti mengenai ilmu komunikasi khususnya komunikasi antarbudaya sebagai bagian dari ilmu komunikasi. 2. Secara Akademis, penenlitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah penelitian di departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, khususnya mengenai komunikasi antarbudaya yang juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembacanya. 3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masalah-masalah antarbudaya, khususnya peningkatan sosial di kota Universitas Sumatera Utara Medan, maupun masyarakat lainnya yang memiliki keragaman budaya dan etnik sehingga dapat memelihara hubungan yang harmonis sesama masyarakat.

I.5 Kerangka Teori

Rancangan penelitian yang baik dan memenuhi standar ilmiah haruslah menyertakan kajian teori atau perspektif teoritik yang dipandang relevan untuk membantu memahami atau menjelaskan fenomena sosial yang diteliti Bungin, 2007:45. Sedangkan Kerlinger menjabarkan pengertian teori sebagai suatu himpunan constuct konsep defenisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan gejala tersebut Rakhmat, 1998 : 6 Dalam penelitian ini teori yang digunakan agar permasalahan lebih jelas adalah sebagai berikut:

I.5.1 Teori Komunikasi Antarbudaya

Menurut Samover dan Porter, komunikasi antarbudaya terjadi bila komunikator pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesan komunikan adalah anggota suatu budaya lainnya. Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya dari studi komunikasi lainnya, yaitu perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikatornya yang disebabkan perbedaan kebudayaan. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang berbeda, berbeda pula perilaku komunikasi dan makna yang dimilikinya. Sehubungan dengan itu, Porter dan Samover memperkenalkan model komunikasi antarbudaya sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Gambar I.1 Model Komunikasi Antarbudaya Sumber : Mulyana dan Rakhmat. 1998 : 21 Pengaruh budaya atas individu dan masalah–masalah penyandian dan penyandian balik pesan terlukis pada gambar diatas. Tiga budaya diwakili dalam model ini oleh tiga bentuk geometric yang berbeda. Budaya A dan budaya B relatif serupa dan masing – masing diwakili oleh suatu segi empat dan suatu segi delapan tak beraturan yang hampir menyerupai segi empat. Budaya C sangat berbeda dari budaya A dan budaya B. Perbedaan yang lebih besar ini tampak pada bentuk melingkar budaya C dan jarak fisik dari budaya A dan budaya B. Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk budaya yang mempengaruhinya. Ini Budaya A Budaya B Budaya C Universitas Sumatera Utara menunjukkan dua hal. Pertama, ada pengaruh–pengaruh lain di samping budaya yang membentuk individu. Kedua, meskipun budaya merupakan sesuatu kekuatan dominan yang mempengaruhi individu, orang–orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat–sifat yang berbeda. Penyandian dan penyandian balik pesan antarbudaya dilukiskan oleh panah–panah yang menghubungkan budaya–budaya itu. Panah–panah ini menunjukkan pengiriman pesan dari budaya yang satu ke budaya lainnya. Ketika suatu pesan meninggalkan budaya dimana ia disandi, pesan itu mengandung makna yang dikehendaki oleh penyandi encoder. Ini ditunjukkan oleh panah yang meninggalkan suatu budaya yang mengandung pola yang sama seperti pola yang ada dalam individu penyandi. Ketika suatu pesan sampai pada budaya dimana pesan itu harus disandi balik, pesan itu mengalami suatu perubahan dalam arti pengaruh budaya penyandi balik decoder telah menjadi bagian dari makna pesan. Makna yang terkandung dalam pesan yang asli telah berubah selama fase penyandian balik dalam komunikasi antarbudaya, oleh karena perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki decoder tidak mengandung makna–makna budaya yang sama seperti yang dimiliki encoder. Model tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak ragam perbedaan budaya dalam komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya terjadi dalam banyak ragam situasi yang berkisar dari interaksi–interaksi antara orang–orang yang berbeda secara ekstrem hingga interaksi–interaksi antara orang–orang yang mempunyai budaya dominan yang sama tetapi mempunyai subkultur dan subkelompok yang berbeda Mulyana dan Rakhmat, 1998 : 20. Universitas Sumatera Utara

I.5.2 Teori Masyarakat Majemuk

Masyarakat majemuk atau masyarakat plural dapat dipahami sebagai masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok atau strata sosial, ekonomi, suku, bangsa, budaya dan agama. Di dalam masyarakat plural, setiap orang dapat bergabung dengan kelompok yang ada, tanpa adanya rintangan–rintangan yang sistematik yang mengakibatkan terhalangnya hak untuk berkelompok atau bergabung dengan kelompok tertentu Asykuri, dkk, 2002:107. Masyarakat majemuk menurut KBBI, ialah masyarakat yang terbagi dalam kelompok persatuan yang sering memiliki budaya yang berbeda. S.Furnivall merupakan orang pertama yang mengemukakan konsep masyarakat majemuk berdasarkan kajiannya di Indonesia dan Burma. Menurutnya ciri utama masyarakat majemuk adalah kehidupan masyarakat yang berkelompok–kelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi mereka terpisah– pisah karena perbedaan sosial dan tidak tergabung dalam sebuat unit politik Liliweri, 2004: 166. Ciri–ciri masyarakat majemuk menurut Furnivall adalah: 1. Walaupun kelompok – kelompok yang tergabung dalam satu masyarakat itu berada dalam satu sistem politik yang sama, tetapi kehidupan mereka sendiri – sendiri. 2. Interaksi sosial antar kelompok kurang sekali, dan reaksi yang terjadi cenderung terbatas pada sektor ekonomi saja. 3. Suatu campuran berbagai kelompok manusia itu dikatakan muncul akibat denominasi kolonialisme. Universitas Sumatera Utara 4. Tidak ada atau lemah dalam “common sense will” atau keinginan akan kebersamaan sosial, yaitu suatu perangkat nilai – nilai yang disepakati warga masyarakat untuk member panduan dan mengontrol tingkah laku warga masyarakatnya Lubis, 1993:34.

I.5.3 Teori Etnosentrisme

Sumner dalam Veeger 1990 sendiri yang memberikan istilah etnosentris. Dengan sikap itu, maka setiap kelompok merasa folkwaysnya yang paling unggul dan benar. Komunikasi antarbudaya dapat dijelaskan dengan teori etnosentrisme seperti diungkapkan oleh Samovar dan Porter 1976. Katanya, ada banyak variabel yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbuadaya, salah satunya adalah sikap. Sikap mempengaruhi komunikasi antarbuadaya, misalnya terlihat dalam etnosentrisme, pandangan hidup, nilai-nilai yang absolute, prasangka, dan streotip. Zatrow 1989 menyebutkan bahwa setiap kelompok etnik memiliki keterikatan etnik yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Etnosentrisme merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolut dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Sehingga etnosentrisme memunculkan sikap prasangka dan streotip negatif terhadap etnik atau kelompok lain. Universitas Sumatera Utara Poortinga dalam Liliweri, 2001 :173 menyatakan bahwa ada 3 faktor penentu prasangka yang diduga mempengaruhi komunikasi antarbudaya, yaitu : a. Stereotip Streotip berasal dari kecenderungan untuk mengorganisasikan sejumlah fenomena yang sama atau sejenis yang dimiliki oleh sekelompok orang ke dalam kategori tertentu yang bermakna. Streotip berkaitan dengan konstruksi citra yang telah ada dan terbentuk secara turun–temurun. Ia tidak hanya mengacu pada citra negatif tetapi juga positif. b. Jarak sosial Jarak Sosial adalah kondisi seseorang atau masyarakat yang berbeda tingkat peradabannya dengan orang lain atau masyarakat lain meskipun itu berada dalam zaman atau masa yang sama. Jarak sosial membedakan kelompok-kelompok masyarakat secara horizontal berdasarkan jarak peradabannya. c. Diskriminasi Diskriminasi adalah perlakuan terhadap orang atau kelompok yang didasarkan pada golongan atau kategori tertentu. Sementara itu dalam pengertian lain diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan didasarkan pada gender,ras, agama,umur atau karakteristik yang lain. Universitas Sumatera Utara

I.5.4 Teori Hubungan yang Harmonis

Hubungan yang harmonis merupakan suatu pertalianpersahabatan dan kontak yang dilakukan antara anggota–anggota masyarakat yang mana mereka saling bersangkutan dalam suatu hubungan yang selaras dan serasi dalam hidup bermasyarakat, bertetangga, berteman, bersaudara dan sebagainya. Berikutnya, faktor–faktor yang mendukung terjalinnya hubungan yang harmonis adalah sebagai berikut: a. Imitasi Imitasi atau meniru adalah suatu proses kognisi untuk melakukan tindakan maupun aksi seperti yang dilakukan oleh model dengan melibatkan indera sebagai penerima rangsang dan pemasangan kemampuan persepsi untuk mengolah informasi dari rangsang dengan kemampuan aksi untuk melakukan gerakan motorik http:id.wikipedia.org. b. Sugesti Sugesti adalah pengaruh yang diberikan orang lain atau kelompok lain mengenai pandangan hidup, sikap, dan perilaku tertentu yang diterima tanpa dipikirkan secara kritis akibatnya-akibatnya. Pengaruh sugesti ini sangat kuat jika berasal dari orang-orang yang berwibawa atau berpengaruh dalam masyarakat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan emosi, stress, sedih, atau tertekan biasanya akan mudah terpengaruh oleh sugesti. c. Identifikasi Identifikasi merupakan usaha seseorang untuk menjadi sama persis dengan orang lain, sifatnya lebih mendalam dari pada yang dilakukan dalam Universitas Sumatera Utara imitasi. Atau bisa juga diartikan sebagai dorongan untuk menjadi identik sama dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Proses identifikasi mula–mula berlangsung secara tidak sadar dengan sendirinya, kemudian irrasional, yaitu berdasarkan kecenderungan– kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional, dan berguna untuk melengkapi sistem–sistem norma, cita–cita dan pedoman– pedoman tingkah laku orang yang mengindentifikasi itu Ahmadi, 1991 : 63. d. Simpati Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaaan sebagaimana proses identifikasi. Simpati menghubungkan seseorang dengan orang lain Gerungan, 2004 : 74. e. Empati Empati diidefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain. Karena pikiran, kepercayaan dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaannya, seseorang yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan mood orang lain. Empati sebagai kajian multikultural meruapakan suatu penyelidikan untuk mengetahui bagaimana perbedaan dan hambatan kultural dapat diatasi dengan cara menempatkan diri pada posisi lawan bicara Puwasito, 2003: 182. Universitas Sumatera Utara

I.6 Kerangka Konsep

Teori–teori yang dijadikan landasan pada kerangka teori harus dapat menghasilkan beberapa konsep yang disebut dengan kerangka konsep. Menurut Nawawi 1995: 40 kerangka konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Agar konsep–konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Dalam penelitian ini, ada 3 kategori yang diteliti yaitu: 1. Kategori berdasarkan pelaksanaan komunikasi antarbudaya Yang kehendak diteliti adalah mengenai faktor–faktor yang menghambat terjadinya komunikasi yang efektif, seperti prasangka yang ditandai dengan adanya stereotip, jarak sosial dan diskrimasi yang sering terjadi diantara individu–individu yang berbeda etnis dan budaya. 2. Kategori berdasarkan terjalinnya hubungan yang harmonis Yang diteliti dalam kategori ini adalah proses terjalinnya hubungan yang harmonis di dalam masyarakat yang ditandai dengan adanya imitasi, identifikasi, simpati dan empati. 3. Kategori berdasarkan karakteristik responden Yaitu sejumlah gejala yang tidak dapat dikontrol tetapi diperkirakan berpengaruh terhadap proses terjalinnya hubungan yang harmonis didalam masyarakat. Karakteristik responden meliputi, etnis, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, agama, lama tinggal dan pekerjaan. Universitas Sumatera Utara

I.7 Model Teoritis

Dokumen yang terkait

Peran Identitas Etnis Dalam Komunikasi Antarbudaya Pada Komunitas India Tamil di Kampung Madras Kota Medan

3 59 147

Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

10 121 103

Identitas Budaya Dan Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Peran Identitas Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya pada Mahasiswa Etnis Minangkabau Asal Sumatera Barat di Universitas Sumatera Utara)

10 110 264

Identitas Etnis Dan Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Peran Identitas Etnis dalam Komunikasi Antarbudaya pada Mahasiswa Asal Malaysia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara)

3 46 238

Komunikasi Antarbudaya Dan Hubungan Yang Harmonis (Studi Korelasional tentang Peranan Komunikasi Antarbudaya dalam Menjalin Hubungan yang Harmonis antara Etnis Tamil dan Non Tamil di Kelurahan Polonia

5 79 166

Peranan Public Relations Scan Pasifik Tbk Bandung Dalam Menjalin Hubungan Yang Harmonis dengan Pelanggannya

0 4 1

Peran Identitas Etnis Dalam Komunikasi Antarbudaya Pada Komunitas India Tamil di Kampung Madras Kota Medan

0 0 42

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

0 1 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

0 0 5

Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

0 0 12