I.5.2 Teori Masyarakat Majemuk
Masyarakat majemuk atau masyarakat plural dapat dipahami sebagai masyarakat yang terdiri dari berbagai kelompok atau strata sosial, ekonomi, suku,
bangsa, budaya dan agama. Di dalam masyarakat plural, setiap orang dapat bergabung dengan kelompok yang ada, tanpa adanya rintangan–rintangan yang
sistematik yang mengakibatkan terhalangnya hak untuk berkelompok atau bergabung dengan kelompok tertentu Asykuri, dkk, 2002:107. Masyarakat
majemuk menurut KBBI, ialah masyarakat yang terbagi dalam kelompok persatuan yang sering memiliki budaya yang berbeda.
S.Furnivall merupakan orang pertama yang mengemukakan konsep masyarakat majemuk berdasarkan kajiannya di Indonesia dan Burma. Menurutnya
ciri utama masyarakat majemuk adalah kehidupan masyarakat yang
berkelompok–kelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi mereka terpisah– pisah karena perbedaan sosial dan tidak tergabung dalam sebuat unit politik
Liliweri, 2004: 166. Ciri–ciri masyarakat majemuk menurut Furnivall adalah:
1. Walaupun kelompok – kelompok yang tergabung dalam satu masyarakat
itu berada dalam satu sistem politik yang sama, tetapi kehidupan mereka sendiri – sendiri.
2. Interaksi sosial antar kelompok kurang sekali, dan reaksi yang terjadi
cenderung terbatas pada sektor ekonomi saja. 3.
Suatu campuran berbagai kelompok manusia itu dikatakan muncul akibat denominasi kolonialisme.
Universitas Sumatera Utara
4. Tidak ada atau lemah dalam “common sense will” atau keinginan akan
kebersamaan sosial, yaitu suatu perangkat nilai – nilai yang disepakati warga masyarakat untuk member panduan dan mengontrol tingkah laku
warga masyarakatnya Lubis, 1993:34.
I.5.3 Teori Etnosentrisme
Sumner dalam Veeger 1990 sendiri yang memberikan istilah etnosentris. Dengan sikap itu, maka setiap kelompok merasa folkwaysnya yang paling unggul
dan benar. Komunikasi antarbudaya dapat dijelaskan dengan teori etnosentrisme seperti diungkapkan oleh Samovar dan Porter 1976. Katanya, ada banyak
variabel yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbuadaya, salah satunya adalah sikap. Sikap mempengaruhi komunikasi antarbuadaya, misalnya terlihat
dalam etnosentrisme, pandangan hidup, nilai-nilai yang absolute, prasangka, dan streotip.
Zatrow 1989 menyebutkan bahwa setiap kelompok etnik memiliki keterikatan etnik yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Etnosentrisme
merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolut dan digunakan sebagai standar untuk
mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Sehingga etnosentrisme memunculkan sikap prasangka dan streotip negatif terhadap etnik
atau kelompok lain.
Universitas Sumatera Utara
Poortinga dalam Liliweri, 2001 :173 menyatakan bahwa ada 3 faktor penentu prasangka yang diduga mempengaruhi komunikasi antarbudaya, yaitu :
a. Stereotip
Streotip berasal dari kecenderungan untuk mengorganisasikan sejumlah fenomena yang sama atau sejenis yang dimiliki oleh sekelompok orang ke
dalam kategori tertentu yang bermakna. Streotip berkaitan dengan konstruksi citra yang telah ada dan terbentuk secara turun–temurun. Ia
tidak hanya mengacu pada citra negatif tetapi juga positif. b.
Jarak sosial Jarak Sosial adalah kondisi seseorang atau masyarakat yang berbeda
tingkat peradabannya dengan orang lain atau masyarakat lain meskipun itu berada dalam zaman atau masa yang sama. Jarak sosial membedakan
kelompok-kelompok masyarakat secara horizontal berdasarkan jarak peradabannya.
c. Diskriminasi
Diskriminasi adalah perlakuan terhadap orang atau kelompok yang didasarkan pada golongan atau kategori tertentu. Sementara itu dalam
pengertian lain diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan didasarkan pada gender,ras,
agama,umur atau karakteristik yang lain.
Universitas Sumatera Utara
I.5.4 Teori Hubungan yang Harmonis