Faktor Penghambat Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Hubungan Antarbudaya di dalam Masyarakat Majemuk

sakit. Ayah itu sangat sedih, sehingga jatuh sakit. Contoh lain, Putri merasa kasihan kepada pengemis yang tua renta. Perasaan itu mendorongnya untuk memberikan sedekah kepada pengemis tersebut. Empati diidefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain. Karena pikiran, kepercayaan dan keinginan seseorang berhubungan dengan perasaannya, seseorang yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan mood orang lain. Empati sering dianggap sebagai semacam resonansi perasaan wikipedia.org. Menurut KBBI, empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang mengidentifikasi atau merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Empati sebagai kajian multikultural meruapakan suatu penyelidikan untuk mengetahui bagaimana perbedaan dan hambatan kultural dapat diatasi dengan cara menempatkan diri pada posisi lawan bicara Puwasito, 2003: 182.

II.2.2 Faktor Penghambat

1. Etnosentrisme Sumner dalam Veeger 1990 sendiri yang memberikan istilah etnosentris. Dengan sikap itu, maka setiap kelompok merasa folkwaysnya yang paling unggul dan benar. Seperti yang dikutip oleh LeVine, dkk 1972, teori etnosentrisme Sumner mempunyai tiga segi, yaitu: 1 sejumlah masyarakat memiliki sejumlah ciri kehidupan sosial yang dapat dihipotesiskan sebagai sindrom, 2 sindrom-sindrom etnosentrisme secara fungsional berhubungan dengan susunan dan keberadaan kelompok serta persaingan antarkelompok, dan Universitas Sumatera Utara 3 adanya generalisasi bahwa semua kelompok menunjukkan sindrom tersebut. Ia menyebutkan sindrom itu seperti: kelompok intra yang aman ingroups sementara kelompok lain outgroups diremehkan atau malah tidak aman. Menurut Sumner 1906, manusia pada dasarnya seorang yang individualis yang cenderung mengikuti naluri biologis mementingkan diri sendiri sehingga menghasilkan hubungan di antara manusia yang bersifat antagonistic pertentangan yang menceraiberaikan. Agar pertentangan dapat dicegah maka perlu adanya folkways yang bersumber pada pola-pola tertentu. Pola-pola itu merupakan kebiasaan habits, lama-kelamaan, menjadi adat istiadat customs, kemudian menjadi norma-norma susila mores, akhirnya menjadi hukum laws. Kerjasama antarindividu dalam masyarakat pada umumnya bersifat antagonictic cooperation kerjasama antarpihak yang berprinsip pertentangan. Akibatnya, manusia mementingkan kelompok dan dirinya atau orang lain. Lahirlah rasa ingroups atau we groups yang berlawanan dengan rasa outgroups atau they groups yang bermuara pada sikap etnosentris. Komunikasi antarbudaya dapat dijelaskan dengan teori etnosentrisme seperti diungkapkan oleh Samovar dan Porter 1976. Katanya, ada banyak variable yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbudaya, salah satunya adalah sikap. Sikap mempengaruhi komunikasi antarbuadaya, misalnya terlihat dalam etnosentrisme , pandangan hidup , nilai-nilai yang absolut, prasangka, dan streotip. Zatrow 1989 menyebutkan bahwa setiap kelompok etnik memiliki keterikatan etnik yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Etnosentrisme Universitas Sumatera Utara merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolute dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Sehingga etnosentrisme memunculkan sikap prasangka dan streotip negatif terhadap etnik atau kelompok lain. 2. Prasangka Sosial Prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang – orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu. Prasangka sosial terdiri atas attitude– attitude sosial yang negatif terhadap golongan manusia lain tadi. Prasangka sosial yang pada awalnya hanya merupakan sikap–sikap perasaan negatif itu lambat laun menyatakan dirinya dalam tindakan–tindakan yang diskrimintaif terhadap orang- orang yang termasuk golongan–golongan yang diprasangkai itu tanpa terdapat alasan–alasan yang objektif pada pribadi orang yang dikenai tindakan–tindakan diskriminatif Gerungan, 2004 : 179. Prasangka menjadi fokus kajian berangkat dari adanya pandangan negatif dengan adanya pemisahan yang tegas antara perasaan kelompokku in group dan perasaan kelompok lain out group feeling. Prasangka adalah cara pandang atau perilaku seseorang terhadap orang lain secara negatif yang membawa kepada kenyataan bahwa prasangka sangat potensial menimbulkan kesalahpahaman dalam tindak berkomunikasi Purwasito, 2003:178. Poortinga dalam Liliweri, 2001 :173 menyatakan bahwa ada 3 faktor penentu prasangka yang diduga mempengaruhi komunikasi antarbudaya, yaitu : Universitas Sumatera Utara d. Stereotip Streotip berasal dari kecenderungan untuk mengorganisasikan sejumlah fenomena yang sama atau sejenis yang dimiliki oleh sekelompok orang ke dalam kategori tertentu yang bermakna. Streotip berkaitan dengan konstruksi citra yang telah ada dan terbentuk secara turun–temurun. Ia tidak hanya mengacu pada citra negatif tetapi juga positif. Menurut Gerungan 2002, streotip merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai sifat – sifat dan watak pribadi orang golongan lain yang bercorak negatif. Stereotip mengenai orang lain sudah terbentuk pada orang yang berprasangka sebelum ia mempunyai kesempatan untuk bergaul sewajarnya dengan orang–orang lain yang dikenai prasangka itu. Dapat disimpulkan, jika komunikasi diantara mereka yang berbeda etnik didahului oleh stereotip negatif antaretnik akan mempengaruhi efektivitas komunikasi Liliweri, 2001: 177. Jenis-jenis stereotipe mudah kita jumpai dalam masyarakat majemuk. Berdasarkan sumbernya, stereotipe negatif memiliki tingkatan: dari sebab pengamatan yang dangkal hingga stereotipe yang bersumber dari kebencian terhadap orang atau kelompok. Stereotipe yang rendah hanya bisa menyebabkan kesalahpahaman, namun stereotipe yang disengaja dibangun untuk kepentingan tertentu—kekuasaan umpamanya—bisa menyebabkan benturan hingga kekerasan. Stereotipe biasanya merupakan refrensi pertama penilaian umum ketika seseorang atau kelompok melihat orang atau kelompok lain. Stereotipe akhirnya merupakan penghambat potensial dalam komunikasi antarbudaya. Universitas Sumatera Utara e. Jarak sosial Jarak Sosial adalah kondisi seseorang atau masyarakat yang berbeda tingkat peradabannya dengan orang lain atau masyarakat lain meskipun itu berada dalam zaman atau masa yang sama. Jarak sosial membedakan kelompok- kelompok masyarakat secara horizontal berdasarkan jarak peradabannya. Jarak sosial memasukkan faktor pemisah nonfisik, misalnya perbedaan pendidikan, penghasilan, kekayaan, pekerjaan, kebangsaan, atau agama. Dalam komunikasi antarbudaya kadang faktor sosial tersebut lebih berperan daripada pemisahan secara geografis fisik. Keluarga kaya yang bertetangga dengan keluarga miskin, misalnya, meskipun secara fisik dekat, tetapi jarak sosialnya jauh. Edward Hall 1959, 1966 membedakan empat macam jarak yang menurutnya menggambarkan macam hubungan yang dibolehkan. Masing-masing dari keempat jarak ini mempunyai fasa dekat dan fasa jauh, sehingga ada delapan macam jarak vang dapat diidentifikasi. a. Jarak Intim. Dalam jarak intim, mulai dari fasa dekat bersentuhan sampai ke fasa jauh sekitar 15 sampai 45 cm., kehadiran seseorang sangat jelas. Masing-masing pihak dapat mendengar, mencium dan merasakan napas yang lain. Manusia menggunakan fasa dekat bila sedang bercumbu dan bergulat, untuk rnenenangkan dan melindungi. Dalam fasa dekat otot-otot dan kulit berkominikasi, sedangkan verbalisasi aktual hanya sedikit saja perannya. Dalam fasa dekat ini bahkan suara bisikan mempunyai efek memperbesar jarak psikologis antara kedua orang yang terlibat. Fasa jauh memungkinkan untuk saling menyentuh dengan mengulurkan tangan. Jarak ini masih terlalu dekat sehingga dipandang Universitas Sumatera Utara tidak patut di muka umum. Karena perasaan ketidak-patutan dan ketidak-nyamanan setidak-tidaknya bagi orang Amerika, mata jarang sekali saling menatap. Mata terpaku pada obyek lain yang berjarak cukup jauh. b. Jarak Pribadi Personal Distance. Setiap manusia memiliki daerah yang disebut jarak pribadi. Daerah ini melindungi dari sentuhan orang lain. Dalam fasa dekti jarak pribadi ini antara 45 sampai 75 cm., masih dapat saling menyentuh atau memegang tetapi hanya dengan mengulurkan tangan. Kemudian dapat melindungi orang-orang tertentu - misalnya, kekasih. Dalam fasa jauh dari 75 sampai 120 cm., dua orang dapat saling menyentuh hanya jika mereka keduanya mengulurkan tangan. Fasa jauh ini menggambarkan sejauh mana secara fisik menjangkaukan tangan untuk meraih sesuatu. Jadi, fasa ini menentukan, dalam artian tertentu, batas kendali fisik atas orang lain. Pada jarak ini manusia masih dapat melihat banyak detil dari seseorang - rambut yang beruban, gigi yang kuning, pakaian yang kusut, dan sebagainya. Tetapi, kita tidak lagi dapat mendeteksi hangat tubuh. Kadang-kadang masih dapat mencium bau napas, tetapi pada jarak ini etiket mengharuskan untuk mengarahkan napas ke bagian netral sehingga tidak mengganggu lawan bicara seperti yang sering kita lihat dalam Man televisi. Bila ruang pribadi diganggu, manusia sering merasa tidak nyaman dan tegang. Bila orang berdiri terlalu dekat, pembicaraan dapat terganggu, tidak mantap, terguncang, dan terputus-putus. Kita mungkin sukar memelihara kontak mata dan mungkin Universitas Sumatera Utara sering menghindari tatapan langsung. Ketidak-nyamanan ini mungkin juga terungkap dalam bentuk gerakan tubuh yang berlebihan. c. Jarak Sosial. Dalam jarak sosial umumnya manusia kehilangan detil visual yang diperoleh dalam jarak pribadi. Fasa dekat dari 120 sampai 2 10 cm adalah jarak yang digunakan bila melakukan pertemuan bisnis dan interaksi pada pertemuan-pertemuan yang bersifat sosial. Fasa jauh dari 210 sampai 360cm. adalah jarak yang dipelihara Pada jarak ini, transaksi bisnis mempunyai nada yang lebih resmi. Di kantor pejabat-pejabat tinggi meja-meja ditempatkan sedemikian hingga si pejabat memastikan jarak ini bila sedang berunding dengan klien. Tidak seperti jarak intim, di mana kontak mata terasa janggal, fasa jauh dari jarak sosial membuat kontak mata sangat penting; jika tidak, komunikasi akan hilang. Suara pada umumnya lebih keras dari biasa pada jarak ini. Tetapi berteriak atau menaikkan suara, akan mempunyai efek mengurangi jarak sosial ini ke jarak pribadi. d. Jarak Publik. Padafasa dekat dari jarak publik dari 360 sampai 450 cm. orang terlindung oleh jarak. Pada jarak ini seseorang dapat mengambil tindakan defensif bila terancam. Dalam bis kota atau kereta, misalnya mengambil jarak ini dari orang yang sedang mabuk. Pada fasa jauh lebih clari 750 cm, manusia melihat orang-orang tidak sebagai individu yang terpisah, melainkan sebagai bagian dari suatu kesatuan yang lengkap. Kita secara otomatis mengambil jarak sekitar 9 meter dari seorang tokoh penting. Fasa jauh ini merupakan jarak yang diambil Universitas Sumatera Utara seorang aktor untuk beraksi di panggung. Pada jarak ini, gerak-gerik maupun suara harus sedikit berlebihan agar tertangkap secara detil. f. Diskriminasi Diskriminasi adalah perlakuan terhadap orang atau kelompok yang didasarkan pada golongan atau kategori tertentu. Sementara itu dalam pengertian lain diskriminasi dapat diartikan sebagai sebuah perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan didasarkan pada gender,ras, agama,umur atau karakteristik yang lain. Menurut Theodorson Theodorson, 1979: 115-116: Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Istilah tersebut biasanya untuk melukiskan, suatu tindakan dari pihak mayoritas yang dominan dalam hubungannya dengan minoritas yang lemah, sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku mereka itu bersifat tidak bermoral dan tidak demokrasi. Dalam arti tersebut, diskriminasi adalah bersifat. Aktif atau aspek yang dapat terlihat overt dari prasangka yang bersifat negatif [negative prejudice] terhadap seorang individu atau suatu kelompok. Dalam rangka ini dapat juga kita kemukakan definisi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB yang berbunyi demikian: “Diskrimasi mencakup perilaku apa saja, yang berdasarkan perbedaan yang dibuat berdasarkan alamiah atau pengkategorian masyarakat, yang tidak ada hubungannya dengan kemampuan individu atau jasanya Universitas Sumatera Utara 3. Dimensi Variasi Kebudayaan Samovar dan Porter dalam bukunya yang berjudul Intercultural Communication menjelaskan bahwa ada beberapa dimensi variasi kebudayaan karena besarnya potensi terjadinya kesalahpahaman yang begitu besar. Dimensi variasi kebudayaan itu antara lain: a. Immediacy dan Expressiveness Perilaku Immediacy adalah tindakan secara bersamaan dengan keramahan dalam berkomunikasi; dengan menggunakan sinyal pendekatan daripada penghindaran dan kedekatan daripada jarak Andersen, 1985. Contoh dari perilaku immediacy adalah senyuman, sentuhan, kontak mata, jarak yang dekat, dan animasi vokal. Beberapa sarjana telah menamakan prilaku ini sebagai “ekspresif” Patterson, 1983. Kebudayaan menampilkan kedekatan antar peseorangan atau immediacy disebut “hubungan budaya” karena orang-orang dinegara ini posisinya berdekatan dan sering bersentuhan Hall, 1996. Orang–orang yang hubungan budayanya rendah cenderung menjaga jarak dan tidak mau bersentuhan dengan orang lain. Hal yang menarik adalah bahwa hubungan budaya terjadi di negara yang beriklim panas dan hubungan budaya yang rendah di negara yang beriklim dingin. b. Individualisme Yang menjadi dimensi yang paling pokok adalah dimana perbedaan kebudayaan adalah tingkatan dari individualism melawan kolektivisme. Dimensi Universitas Sumatera Utara ini menentukan bagaimana orang hidup bersama sendirian, didalam keluarga, dalam suku; lihat Hofstede,1982, nilainya, dan bagaimana mereka berkomunikasi. Individualisme adalah kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan diri sendiri sebagai lawan dari kepentingan bersama, dan kecenderungan mengutamakan kegiatan sendiri dari pada kegiatan bersama. Kecenderungan demikian itu muncul dari naluri manusia yang paling mendasar yaitu cinta-diri. Cinta-diri dirumuskan oleh Jeremy Bentham —filsuf Inggris yang sezaman dengan Adam Smith— dalam aturan pokok sederhana yang mengatur kehidupan manusia: memaksimalkan kenikmatan untuk dirinya dan meminimasi penderitaan. Atas dasar cinta-diri yang demikian demokrasi Barat dibangun di atas empat jenis kebebasan: Kebebasan ekonomi; Kebebasan politik; Kebebasan membentuk dan menganut ide; Serta kebebasan individu. Secara singkat individualisme dapatlah diartikan sebagai kebebasan penuh individu. c. MasculinityMaskulin MasculinityMaskulin adalah dimensi kebudayaan yang diabaikan. Ciri- ciri maskulin adalah tanda khusus seperti kekuatan, ketegasan, daya saing, dan ambisius, sebaliknya ciri-ciri feminin adalah tanda khusus seperti kasih sayang, perasaan terharu, pemelihara, dan emosional Bem, 1974; Hofstede, 1982. Kebudayaan maskulin mengangggap kompetisi dan ketegasan itu penting, sedangkan kebudayaan feminin meletakan kesopanan dan perhatian sebagai hal yang penting. Tidak mengejutkan, sifat kejantanan pada kebudayaan adalah berkorelasi negatif dengan presentasi wanita secara teknis dan pekerjaan Universitas Sumatera Utara profesional dan berkorelasi positif dengan pemisahan gender pada pendidikan yang lebih tinggi Hofstede, 1982. d. Jarak Kekuasaan Dimensi komunikasi antarbudaya yang keempat adalah jarak kekuasaan. Power DistanceJarak Kekuasaan menyangkut tingkat kesetaraan masyarakat dalam kekuasaan. Jarak kekuasaan yang kecil menunjukkan masyarakat yang setara. Semua pihak kekuataannya relatif sama. Jarak kekuasaan dimana kekuasaan, martabat, dan kekayaan tidak sama dibagikan didalam budaya – telah diatur dalam nomor dari kebudayaan menggunakan Power Distance Index PDI atau Indeks Jarak Kekuasaan Hofstede, 1982. Condon dan Yousef 1983 membedakan antara tiga pola kebudayaan yaitu: demokratis, kekuasaan pusat, dan otoriter. Indeks Jarak Kekuasaan sangat berhubungan dengan sifat otoriter Hofstede, 1982. e. Konteks Tinggi dan Konteks Rendah Dimensi terakhir yang dibutuhkan dalam komunikasi antarbudaya adalah konteks. Menurut Edward T. Hall, budaya dapat diklarifikasi ke dalam gaya komunikasi konteks tinggi dan gaya komunikasi konteks rendah. Dalam budaya konteks tinggi, makna terinternalisasikan pada orang yang bersangkutan, dan pesan nonverbal lebih ditekankan. Kebanyakan masyarakat homogen berbudaya konteks tinggi. Hall berpendapat bahwa komunikasi konteks tinggi merupakan kekuatan kohesif bersama yang memiliki sejarah yang panjang, lamban, berubah dan berrfungsi untuk menyatukan kelompok. Sebalikanya komunikasi konteks rendah cepat dan mudah berubah, karenanya tidak mengikat kelompok. Oleh karena perbedaan ini, orang – orang Universitas Sumatera Utara dalam budaya konteks tinggi cenderung lebih curiga terhadap pendatang dan orang asing. Kelima dimensi variasi kebudayaan ini merupakan sebagai bagian dari faktor – faktor penghambat komunikasi anatarbudaya. Penulis menjelaskan faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat dalam komunikasi antarbudaya dengan maksud agar dapat memahami apa yang menjadi faktor munculnya dan menghambat hubungan yang harmonis didalam suatu masyarakat yang majemuk.

II.3 Hubungan Antaretnis di Medan

Dokumen yang terkait

Peran Identitas Etnis Dalam Komunikasi Antarbudaya Pada Komunitas India Tamil di Kampung Madras Kota Medan

3 59 147

Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

10 121 103

Identitas Budaya Dan Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Peran Identitas Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya pada Mahasiswa Etnis Minangkabau Asal Sumatera Barat di Universitas Sumatera Utara)

10 110 264

Identitas Etnis Dan Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Peran Identitas Etnis dalam Komunikasi Antarbudaya pada Mahasiswa Asal Malaysia di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara)

3 46 238

Komunikasi Antarbudaya Dan Hubungan Yang Harmonis (Studi Korelasional tentang Peranan Komunikasi Antarbudaya dalam Menjalin Hubungan yang Harmonis antara Etnis Tamil dan Non Tamil di Kelurahan Polonia

5 79 166

Peranan Public Relations Scan Pasifik Tbk Bandung Dalam Menjalin Hubungan Yang Harmonis dengan Pelanggannya

0 4 1

Peran Identitas Etnis Dalam Komunikasi Antarbudaya Pada Komunitas India Tamil di Kampung Madras Kota Medan

0 0 42

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

0 1 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

0 0 5

Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

0 0 12