Jual Beli Tanah Menurut UUPA

uraian ini dapat disimpulkan bahwa perbuatan hukum jual beli tanah sesudah berlakunya UUPA merupakan suatu perbuatan pemindahan hak atas tanah.

4. Jual Beli Tanah Menurut UUPA

Dalam hubungannya dengan peralihan hak atas tanah termasuk mengenai jual beli tanah, konsep yang diambil UUPA adalah konsep hukum adat. Hal ini merupakan konsekuensi logis, karena dasar pembentukan hukum tanah nasional adalah hukum adat sebagaimana dapat ditemukan penjabarannya dalam berbagai pasal UUPA secara eksplisit maupun implisit. 85 Indikasi yang menunjukkan bahwa konsep jual beli tanah yang diambil UUPA konsep hukum adat adalah bahwa jual beli tanah telah selesai dengan sempurna dan hak telah beralih kepada pembeli setelah selesai ditandatanganinya akta PPAT. Pencatatan peralihan hak di Kantor Pertanahan Seksi Pendaftaran tanah hanya untuk memperoleh alat pembuktian yang kuat mengenai sahnya peralihan hak Pasal 23 UUPA. Dalam Pasal 23, 32, dan 38 UUPA disebutkan adanya keharusan mendaftaran Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan . Pasal 23 UUPA menyebutkan : 1 Hak Milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya, dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus di daftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 85 Mahkamah Agung RI, Kasus-Kasus Pengadaan Tanah Dalam Putusan Pengadilan suatu Tinjauan Yuridis, 1998, hlm.60 Universitas Sumatera Utara 2 Pendaftaran termasuk dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya Hak Milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut. Apabila Pasal 23 UUPA dihubungkan dengan Pasal 19 ayat 2 huruf c, yang menyatakan bahwa “pendaftaran itu meliputi pemberian surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat”. Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengatur obyek pendaftaran tanah : 1 Obyek pendaftaran tanah meliputi : a. bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai b. tanah hak pengelolaan c. tanah wakaf d. hak milik atas satuan rumah susun e. hak tanggungan f. tanah Negara 2 Dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah. Sesuai dengan sistem publikasi yang dianut oleh Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 yaitu sistem negatif yang bertedensi positif, diberikan sertifikat sebagai alat bukti yang kuat. Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah diberikan penegasan tentang sejauh mana kekuatan pembuktian sertifikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat. Untuk itu selama belum dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertifikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di Pengadilan sepanjang data tersebut sesuai dengan yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanahnya. Tidak dapat menuntut Universitas Sumatera Utara tanah yang bersertifikat atas nama orang lain atau badan hukum lain jika setelah 5 tahun sejak dikeluarkannya sertifikat tersebut. Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan : 1 Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di wilayah republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah 2 Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal ini meliputi : a. pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat 3 Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaranya, menurut pertimbangan Menteri Agraria 4 Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 di atas, dengan ketentuan bahwa yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut. Oleh karena itu pendaftaran itu hanya bersifat administrastif, proses jual belinya sendiri sudah selesai semenjak dibuatnya akta PPAT. Dan semenjak saat itu barang telah beralih kepada pembeli. Hal demikian adalah sesuai dengan asas hukum adat yang dianut UUPA. Pasal 103 ayat 1 PMA No. 3 Tahun 1997; “PPAT wajib menyampaikan akta PPAT dan dokumen-dokumen lainnya yang diperlukan untuk keperluan pendaftaran peralihan hak yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan, selambat-lambatnya 7 tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta yang bersangkutan”. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai peraturan pelaksanaan dari UUPA dalam Pasal 37 ayat 1 menyebutkan : “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian jual beli hak atas tanah yang dikehendaki oleh UUPA adalah jual beli yang dilakukandibuat di hadapan PPAT. Selanjutnya dalam Pasal 39 ayat 1 huruf a PP No. 24 Tahun 1997 menegaskan : PPAT menolak untuk membuat akta, jika : ”mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertifikat asli hak yang bersangkutan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan” Pasal 97 ayat 1 Peraturan Menteri AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 menyebutkan : ”Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai pemindahan atau pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertifikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan setempat dengan memperlihatkan sertifikat asli”. Dalam praktek jual beli hak atas tanah yang belum memenuhi ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 atau yang jangka waktu hak atas tanahnya telah habis dilakukan di hadapan notaris dengan menggunakan judul akta Perikatan atau Persetujuan jual beli. Terselenggaranya suatu pendaftaran tanah legal cadastre yang efisien dan efektif adalah merupakan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan. Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan : Pendaftaran tanah bertujuan : a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan Universitas Sumatera Utara b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data-data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan- satuan rumah susun yang sudah terdaftar c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan F. Kekuatan Hukum Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat 1. Kebiasaan-Kebiasaan Sebagai Sumber Hukum Adat Corak Hukum Adat merupakan refleksi cara berpikir suatu masyarakat yaitu merupakan refleksi cara pandang suatu kehidupan bersama yang menjadi corak kehidupan bersama itu pula. Sifat Hukum Adat tidak statis karena Hukum Adat muncul dari masyarakat, karena itu Hukum Adat terus berkembang agar selalu sesuai dengan keadaan masyarakat. Wujud Hukum Adat yaitu hukum yang tidak tertulis ius non scriptum, merupakan bagian yang terbesar, dan hukum yang tertulis ius scriptum hanya sebagian kecil saja, misalnya: peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh raja-raja sultan-sultan dahulu seperti; pranata-pranata di Jawa, peswaratitisan di Bali, sarakata-sarakata di Aceh, dan uraian hukum secara tertulis lazimnya. Menurut Soepomo: Hukum Adat memiliki corak antara lain; 1. Komunal kebersamaangotong-royong, Bahwa manusia menurut Hukum Adat merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat, ini meliputi seluruh lapangan Hukum Adat dalam hal lebih mengutamakan kepentingan masyarakat Universitas Sumatera Utara daripada kepentingan pribadi atau golongan. Di dalam rasa kebersamaan terdapat rasa persatuan, jiwa kerakyatan, dan rasa keadilan. 2. Magis religius, Berhubungan dengan pandangan hidup alam Indonesia, dimana Hukum Adat menghendaki agar setiap manusia percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 3. Serba konkrit, Dalam Hukum Adat hubungan hukum harus dilakukan secara terang dan jelas, Hukum Adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang- ulangnya hubungan hidup yang komplit, jadi corak ini menghendaki satunya perkataan dengan perbuatannya. 4. Serba visual, perhubungan hukum dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat. 86 Menurut F.D. Holleman de commune trek in hei Indonesische rechtsleven, Hukum Adat memiliki 4 corak: 1. Magis Religius, Orang Indonesia pada dasarnya berpikir dan merasa, dan bertindak didorong oleh kepercayaanreligi kepada tenaga-tenaga gaibmagis yang mengisi, menghuni seluruh alam semestakosmis participerend cosmisch. 2. Komunal, Kepentingan individu dalam Hukum Adat selalu diimbangi dengan kepentingan umum. 3. Kontan, Suatu perbuatan simbolis atau pengucapan, maka tindakan hukum yang dimaksud telah selesai seketika itu juga. 86 Soepomo, Op.cit., hlm. 130 Universitas Sumatera Utara 4. Visual, Dalam hal-hal tertentu senantiasa dicoba, dan diusahakan supaya hal-hal yang dimaksud ditransformasikan dengan suatu tanda yang kelihatan. 87 Menurut Vandijk, Hukum Adat memiliki sifat: a. Tradisional, b. Dapat berubah, c. Tidak dikodifikasi, d. Terbuka dan sederhana, e. Mampu menyesuaikan diri

2. Sistem Hukum Adat