Aron Pada Masyarakat Karo ( Konsep Aron pada Masyarakat Sugihen Dalam Bidang Pertanian di Desa Sugihen Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo

(1)

ARON PADA MASYARAKAT KARO

Konsep Aron pada Masyarakat Sugihen dalam Bidang Pertanian di Desa Sugihen Kecamatan Juhar,

Kabupaten Karo

Skripsi

Diajukan guna melengkapi salah satu syarat ujian sarjana sosial dalam bidang antropologi

Oleh : Sardis Br Ginting

040905050

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

MEDAN 2010

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSTUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Sardis Br Ginting Nim : 040905050 Departemen : Antropologi

Judul : Aron Pada Masyarakat Karo ( Konsep Aron pada Masyarakat Sugihen Dalam Bidang Pertanian di Desa Sugihen Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo.

Pembimbing a.n Ketua Departemen Sekretaris

Dra. Sri Alem Br. Sembiring, M.Si. Drs. Irfan Simatupang. M.Si NIP: 19690823 1994032001 NIP: 19641104 1991031

a.n Dekan Pembantu Dekan I


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kemurahan kasih dan anugrah-Nya yang begitu besar sehingga akhirnya skripsi ini telah selesai disusun penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan bimbingan, dan nasehat dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua tercinta, Ayahanda Pt. Emeritus Asum Ginting dan Ibunda Kallianna Br Kaban, juga kepada kakakku dan abang-abangku tersayang Kongres Br Ginting, Kesawan Ginting, dan Junias Ginting yang selama ini telah memberikan doa dan semangat kepada penulis, skripsi ini kupersembahkan untuk kalian. Penulis juga berterima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prof. Dr. M. Arif Nasution MA. Yang telah memberikan fasilitas akademik selama penulis menjalani kuliah di FISIP USU.

2. Ketua Departemen Antropologi FISIP USU, Drs Zulkifli Lubis MA. Yang telah memberikan fasilitas dan dukungan selama penulis menjalani perkulihan.

3. Dra. Sri Alem Br Sembiring, Msi selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga serta memberikan bimbingan dan masukan yang sangat berharga dari awal hingga skripsi ini dapat diselesaikan. 4. Drs. Yance selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan

mengarahkan penulis selama menjalani perkuliahan di Antropologi FISIP USU.


(4)

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Antropologi FISIP USU yang telah memberikan didikan dan pengetahuan pada penulis selama menjalani perkuliahan.

6. Teman-teman yang telah banyak memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini terutama Gita, Mece, Helen, Veli, Minar, Desi lala, K’Destri, K’Dilly, Permata Sektor Immanuel serta teman-teman stambuk 2004 yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu.

7. Bapak Kepala Desa Sugihen dan semua warga Desa Sugihen yang telah mau menerima dan mendukung saya selama melakukan penelitian di Desa Sugihen.

8. Saudara-saudara di Sora Sirulo dan Sanggar Sirulo, K’Ita, B’ Juara, K’Mila Mece, Helen, Lia, Bernita, Salmen, Putra, yang telah memberikan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pembangunan disiplin ilmu di Antropologi FISIP USU.

Medan, Juli 2010 Penulis

(

Nim. 040905050 Sardis Br Ginting)


(5)

Abstraksi

Sardis Br Ginting 2010, judul : Aron pada Masyarakat Karo (Konsep Aron pada Masyarakat Sugihen dalam Bidang Pertanian di Desa Sugihen Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 88 halaman, 7 tabel, 1 matriks, 2 box, dan 29 gambar. 17 daftar pustaka ditambah 1 sumber lain dan 7 lampiran

Penelitian ini mengkaji tentang : “ Aron pada Masyarakat Karo (Konsep Aron pada Masyarakat Sugihen dalam Bidang Pertanian di Desa Sugihen Kecamatan Juhar Kabupaten Karo”. Penelitian ini membahas tentang konsep aron pada masyarakat Sugihen dalam bidang pertanian, bagaimana aron dahulu dan aron saat ini, hal-hal apa saja yang berubahan dalam pelaksanaan aron tersebut pada rentang waktu tertentu, dan hal-hal pemicu perubahan tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kognitif dengan memfokuskan pada aspek pengetahuan, yang digunakan oleh Spradley dalam mengungkapkan pola pikir masyarakat, folk taxonomy’ ini digunakan untuk menjelaskan pola pikir masyarakat tentang aron dahulu dan aron saat ini. Aron yang dulunya bersifat tenaga (gegeh) dengan bekerja secara bergiliran baik itu di ladang maupun di sawah, dengan jumlah pserta aron sebanyak 6-12 orang dan mempunyai tanggung jawab dalam pelaksanaan aron. Aron saat ini (aron singemo) sudah bersifat uang, dengan jumah penduduk tidak menentu dan tidak terikat dalam menentukan kelompok aron (siate-ate). Untuk menjelaskan proses perubahan tersebut pendekatan ini dipadankan dengan pendekatan prosesual. Pendekatan prosesual tersebut digunakan untuk melihat hal-hal apa saja yang berubah dalam pelaksanaan aron pada rentang waktu tertentu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif untuk memperoleh informasi tentang konsep aron menurut masyarakat sugihen Kecamatan Juhar Kabupaten Karo, hal-hal apa saja yang berubah dan hal pemicu perubahan konsep aron, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan informan kunci seperti pengetua adapt, kepala desa, dan beberapa warga yang mengetahui tentang aron. Observasi dilakukan untuk mengamati bagaimana cara kerja yang dilakukan oleh peserta aron.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa adanya perubahan konsep aron pada masyarakat sugihen dalam bidang pertanian, dari aron dahulu yang bersifat tenaga (gegeh) menjadi aron singemo yang bersifat uang. Memudarnya konsep

aron dipicu oleh berkembangnya teknlogi dan meningkatnya kebutuhan hidup,

dimana pemilikan lahan semakin sempit dikarenakan jumlah penduduk semakin bertambah, sehingga warga kebanyakan memilih menjadi aron si ngemo. Perubahan tersebut berawal dari tahun 1970. Adapun perubahan tersebut terdapat dalam pelasanaan aron antara lain: jumlah kelompok aron, jam kerja, pembagian kerja, bentuk kompensasi, konsumsi, dan syarat-syarat menjadi peserta aron.


(6)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PENGESAHAN………. ii

HALAMAN PERSETUJUAN………iii

KATA PENGANTAR………. iv

ABSTRAK……….. vi

DAFTAR ISI……….. vii

DAFTAR BOX……….xi

DAFTAR TABEL………xi

DAFTAR GAMBAR………..xii

DAFTAR LAMPIRAN……….viv

BAB I PENDAHULUAN……… 1.1.Latar Belakang Penelitian………. .1

1.2.Perumusan Masalah………5

1.3.Lokasi Penelitian……….5

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian………...5

1.5.Tinjauan Pustaka……….6

1.6.Metode Penelitian………..10


(7)

BAB. II Gambaran Umum Lokasi Penelitian

2.1. Letak Lokasi Desa Sugihen………14

2.2. Sejarah Desa………17

2.3. Keadaan Penduduk………9

2.4. Keadaan Geografis………...21

2.4.1. Jenis Tanah………...21

2.4.2. Musim………21

2.4.3. Flora dan Fauna………...22

2.5. Tata Ruang Desa………..24

2.6. Tata Ruang Hutan, Pertanian, dan Air………....24

2.6.1. Tata Ruang Hutan……….26

2.6.2. Tata Ruang Pertanian dan Air………27

2.7. Sarana dan Prasarana umum………...29

2.8. Organisasi Sosial Desa……….32

2.8.1. Organisasi Keagamaan………32

2.8.2. Organisasi Kepemudaan………...33

2.8.3. Organisasi Kemasyarakatan……….…...33

BAB III. Aron Pada Masyarakat Sugihen 3.1. Sejarah Aron di Desa Sugihen……….35

3.1.1. “Siurup-urupen” di Ladang (Sebelum Tahun 1904)………35

3.1.2. Pembentukan Kelompok Aron Masa Bercocok Tanam di Sawah (Tahun 1904)………...37


(8)

3.1.3. Kelompok Aron Setelah Bercocok Tanam di Sawah…………...39

3.2. Tahap-Tahap Pengolahan Sawah………...44

3.2.1. Penyemaian Bibit………44

3.2.2. Pengolahan Sawah………..45

3.2.2.1. Membajak Sawah………..45

3.2.2.2. Napsapi (Membersihkan Dinding Pematang Sawah………... 48

3.2.2.3. Nggalungi (Membentang)……….. …………..….49

3.2.2.4. Ngelucak……….49

3.2.3. Penanaman………...50

3.2.3.1. Neldek (Menanam)………...50

3.2.4. Perawatan……….52

3.2.4.1. Pemupukan………... 52

3.2.4.2. Ngeroro………...53

3.2.4.3. Penyemprotan “Pestisida”……….…...54

3.2.4.4. Muro (Menghalau Burung)………...55

3.3.5. Pemanenan ……….…….56

3.3.5.1 Proses Memotong (Nabi)……….. ………56

3.3.5.2.Ngerik (Memisahkan Bulir Padi dari Batang………….. ...57

BAB. IV Perubahan Konsep Aron dalam Aktivitas Pertanian pada Masyarakat Sugihen ………...60


(9)

4.2. Aron Dahulu dan Aron Saat Ini………...63

4.2.1. Konsep Aron Si Ngemo Menurut Warga………..65

4.2.2. Jenis-Jenis Aron Singemo pada Masyarakat Sugihen………. 68

4.2.2.1. Ari-ari (Gaji Harian)………....68

4.2.2.2. Mborong (Gaji Borongan)………...69

4.2.2.3. Sinongkah……….71

4.3. Kondisi dan Hal-hal yang Berubah dalam Pelaksanaan Aron pada Masyarakat Sugihen………72

4.3.1. Kondisi Tahun 1904……….72

4.3.2. Kondisi Tahun 1952-akhir Tahun 1970………73

4.3.3. Kondisi awal Tahun 1980-Awal Tahun 1990…… …...74

4.3.4. Kondisi Akhir Tahun 1990- Awal Tahun 1998………….75

4.3.5 Kondisi Pertengahan Tahun 1998- akhir Tahun 2002……76

4.3.6. Kondisi awal tahun 2003- tahun 2009...77

4.4. Beberapa Hal Pemicu Perubahan Konsep Aron pada Masyarakat Sugihen………79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….84

5.1. Kesimpulan………84

5.2. Saran………..86


(10)

Daftar Box

Box 1 : Versi I Lahirnya Marga Ginting………...18

Box 2 : Versi II Lahirnya Marga Ginting………19

DAFTAR TABEL Judul Halaman Tabel I Jumlah Tenaga, Waktu dan Upah dalam ½ Ha Sawah Dengan Ari-ari (Gaji Harian)………70

Tabel II Jumlah Tenaga, Waktu,dan dalam½ ha Sawah Dengan Mborong (Borongan)………...71

Tabel III Sarana dan Prasarana Desa………...89

Tabel IV Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Agama………...90

Tabel V Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Usia………...90

Tabel VI Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan………...91


(11)

DAFTAR GAMBAR

Judul Halaman

Gambar 1 Tempat Penyemaian Bibit……….45

Gambar 2 Penggunaan Mesin Jetor………..46

Gambar 3 Proses Mencangkul (Ergat-gat)……….47

Gambar 4 Proses Nenggala (Membajak)………47

Gambar 5 Proses Ngerbo……….48

Gambar 6 Satu Gembalaan Kerbau……….48

Gambar 7 Pencabutan Bibit……….51

Gambar 8 Proses Menanam (neldek)………...51

Gambar 9 Proses Menyiangi (Ngeroro)………...54

Gambar 10 Proses Penyemprotan………...55

Gambar 11 Proses Menghalau Burung (Muro)………...…56

Gambar 12 Proses Memotong Padi………..57

Gambar 13 Menuangkan kumpulan padi di lukuten………57

Gambar 14 Proses Ngomben………58

Gambar 15 Salah Satu kilang padi………..……….59

Gambar 16 Jalan Menuju Rumah Berneh……….92

Gambar 17 Jalan Menuju Perjumaan Kerangen Tambak...92

Gambar 18 Jalan Menuju Perjuman Taneh Mate………...92

Gambar 19 Selesai makan siang dengan aron………..…………...92

Gambar 20 Pemilik sawah kerangen tambak membersihkan aliran air…………...…93

Gambar 21 Aliran air yang menuju sawah kerangen tambak………..93


(12)

Gambar 23 Padi selesai dibersihkan………93

Gambar 24 Padi sedang menguning……….93

Gambar 25 Aliran Sungai Namo Jering………...93

Gambar 26 Menanam padi………..94

Gambar 27 Menyiangi………....94

Gambar 28 Memotong padi………....94


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Sketsa Wilayah Desa Sugihen Lampiran II : Sketsa Pemukiman Desa Sugihen

Lampiran III: Nama-nama Kelompok Tani Desa Sugihen Lampiran IV: Matriks I

Lampiran V : Pedoman Pengumpulan Data Lampiran VI: Daftar Nama-nama Informan Lampiran VII : Surat Izin Penelitian


(14)

Abstraksi

Sardis Br Ginting 2010, judul : Aron pada Masyarakat Karo (Konsep Aron pada Masyarakat Sugihen dalam Bidang Pertanian di Desa Sugihen Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 88 halaman, 7 tabel, 1 matriks, 2 box, dan 29 gambar. 17 daftar pustaka ditambah 1 sumber lain dan 7 lampiran

Penelitian ini mengkaji tentang : “ Aron pada Masyarakat Karo (Konsep Aron pada Masyarakat Sugihen dalam Bidang Pertanian di Desa Sugihen Kecamatan Juhar Kabupaten Karo”. Penelitian ini membahas tentang konsep aron pada masyarakat Sugihen dalam bidang pertanian, bagaimana aron dahulu dan aron saat ini, hal-hal apa saja yang berubahan dalam pelaksanaan aron tersebut pada rentang waktu tertentu, dan hal-hal pemicu perubahan tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kognitif dengan memfokuskan pada aspek pengetahuan, yang digunakan oleh Spradley dalam mengungkapkan pola pikir masyarakat, folk taxonomy’ ini digunakan untuk menjelaskan pola pikir masyarakat tentang aron dahulu dan aron saat ini. Aron yang dulunya bersifat tenaga (gegeh) dengan bekerja secara bergiliran baik itu di ladang maupun di sawah, dengan jumlah pserta aron sebanyak 6-12 orang dan mempunyai tanggung jawab dalam pelaksanaan aron. Aron saat ini (aron singemo) sudah bersifat uang, dengan jumah penduduk tidak menentu dan tidak terikat dalam menentukan kelompok aron (siate-ate). Untuk menjelaskan proses perubahan tersebut pendekatan ini dipadankan dengan pendekatan prosesual. Pendekatan prosesual tersebut digunakan untuk melihat hal-hal apa saja yang berubah dalam pelaksanaan aron pada rentang waktu tertentu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif untuk memperoleh informasi tentang konsep aron menurut masyarakat sugihen Kecamatan Juhar Kabupaten Karo, hal-hal apa saja yang berubah dan hal pemicu perubahan konsep aron, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan informan kunci seperti pengetua adapt, kepala desa, dan beberapa warga yang mengetahui tentang aron. Observasi dilakukan untuk mengamati bagaimana cara kerja yang dilakukan oleh peserta aron.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa adanya perubahan konsep aron pada masyarakat sugihen dalam bidang pertanian, dari aron dahulu yang bersifat tenaga (gegeh) menjadi aron singemo yang bersifat uang. Memudarnya konsep

aron dipicu oleh berkembangnya teknlogi dan meningkatnya kebutuhan hidup,

dimana pemilikan lahan semakin sempit dikarenakan jumlah penduduk semakin bertambah, sehingga warga kebanyakan memilih menjadi aron si ngemo. Perubahan tersebut berawal dari tahun 1970. Adapun perubahan tersebut terdapat dalam pelasanaan aron antara lain: jumlah kelompok aron, jam kerja, pembagian kerja, bentuk kompensasi, konsumsi, dan syarat-syarat menjadi peserta aron.


(15)

1.1.Latar Belakang Masalah

Tulisan ini mengkaji mengenai kegiatan aron pada masyarakat karo khususnya dalam bidang pertanian baik itu di ladang maupun di sawah. Seperti yang diketahui oleh peneliti bahwa aron masih dilakukan pada berbagai desa di tanah karo, salah satunya adalah di Desa Sugihen Kecamatan Juhar Kabupaten Karo. Menurut Teridah Bangun, aron dipakai dalam suatu pola kerja sama, tolong menolong pada masyarakat Batak Karo, baik dalam menghadapi ancaman pihak lain atau dalam mengerjakan sesuatu. Istilah aron berasal dari kata sisaron-saron (saling bantu) yang diwujudkan dalam bentuk kerja orang-orang muda atau dewasa 6-9 orang (Bangun T, 1986 b:149)

Pada masyarakat Sugihen istilah aron disebut dengan istilah aron sisepuluh dua (aron dua belas) yang artinya bahwa dalam satu kelompok aron tersebut mempunyai peserta sebanyak dua belas orang yang terdiri dari delapan laki-laki dan empat perempuan. Dalam pembentukan aron tersebut jumlah laki-laki lebih banyak dari pada jumlah perempuan karena melihat kemampuan perempuan dalam mengerjakan aktivitas aron tersebut1.Aron yang diketahui tidak dibayar dengan uang atau pertimbangan yang bersifat

ekonomi melainkan berupa tenaga, aron yang dibentuk adalah atas kesepakatan bersama

(arih-arih). Aktivitas aron dimulai pada pagi hari yaitu pukul 8.00 WIB- 17.00WIB.

Didalam pola kerjanya terdapat keteraturan antara sesama peserta aron dengan tujuan agar tetap terjaga hubungan yang baik. Pola kerj dilakukan secara bergiliran

(mena-tumbuk)2

1 Misalnya dalam membuka lahan (ngerabi) tenaga laki-laki yang lebih diutamakan perempuan cukup membersihkan kayu-kayu yang sudah ditebang

2

Mena adalah sebutan untuk awal aktivitas aron dilakukan, tumbuk adalah sebutan dari akhir aktivitas secara bergilir.

, sesuai dengan kebutuhan di dalam mengerjakan sawah maupun ladang peserta aron. Misalnya A akan menanam padi, maka anggota aron yang sebelas lagi wajib


(16)

selesai secara bergilir setiap peserta aron. Jika salah satu peserta ingin mendahulukan sawahnya atau ladangnya tetapi belum pada gilirannya maka dia dapat meminta supaya sawahnya didahulukan dikerjakan oleh peserta aron, hal ini disebut dengan pinjam tenaga

(petangkapken)3

Pada masyarakat Bali

atau biasa juga disebut dengan pinjam gegeh. Dalam proses pengolahan sawah dimulai dari membuka sawah (ergat-gat), membersihkan sisa-sisa dinding pematang sawah (nggalungi), setelah itu membersihkan sisa hasil bajakan (ngalucak), selanjutnya proses penanaman (neldek), pemeliharaan dan pada tahap terakhir adalah panen (rani page).

Seperti halya dalam kehidupan masyarakat desa di Jawa, sambatan merupakan suatu bentuk pengerahan tenaga kerja pada masa sibuk dalam aktivitas pertanian disawah, untuk keperluan itu dengan adat sopan santun yang sudah tetap, seorang petani meminta penduduk di desanya untuk membantunya dalam memanen hasil pertanian padi di sawahnya, sebagai imbalan bagi tenaga petani tersebut, cukup disediakan makan siang setiap hari kepada teman-temanya yang datang membantu, selama pekerjaan berlangsung (Koentjaraningrat, 1993:57).

4

Sama halnya masyarakat Batak Toba menyebutnya dengan marsiadapari yang merupakan suatu bentuk saling bantu dalam aktivitas pertanian, bentuk marsiadapari dalam mayarakat Batak Toba antara lain:1) mangimas yaitu membuka hutan atau semak

aktivitas dalam pertanian disebut dengan istilah subak yang meliputi lapangan-lapangan aktivitas disawah seperti menanam, menyiangi, sampai tiba panen. Dalam pola tersebut dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan tenaga kerja yang diberikan wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga.

3

Petangkapken adalah sebutan untuk aron yang meminjam tenaga terhadap peserta yang lain 4


(17)

belukar yang dijadikan daearah perladangan atau persawahan, 2) mangarambas yaitu membabat setelah pohon ditebangi, 3) mangombak yairu proses membalikkan lapisan tanah, sekaligus untuk menggemburkan tanah tersebut, 4) manggadui yaitu proses penambalas tanah yang berlumpur berkeliling pematang sawah (gadu-gadu), 5) mename yait penyemaian benih, 6) manggaor yaitu meratakan tanah dan sekaligus menggemburkannya, 7) marsuan yaitu menanam, 8) marbabo yaitu merawat tanaman berupa tumbuhnya tanaman liar dan tahap terakhir adalah gotilan yaitu panen. Hasil setiap kerjaan atau kegiatan tentu saja akan menghasilkan sesuatu berguna, hasil dari kegitan ini terutama tertuju untuk kepentingan individu peserta yang pada gilirannya nanti dapat dinikmati oleh seluruh anggota peserta karena dalam kegiatan marsiadapari ini menyangkut ketenagakerjaan, maka hasil yang segera terwujud adalah bentuk fisik dan non fisik. Bahwa dalam bentuk fisik dapat dilihat bahwa marsiadapari dapat mempercepat selesainya suatu pekerjaan baik di sawah maupun di ladang.

Menurut Clifford Geertz (1989:95) Indonesia pada saat ini telah menunjukkan adanya perubahan sosial budaya dengan munculnya proses komersialisasi dari sektor pertanian. Seperti yang terjadi di Bali. Masyarakat Bali mengenal apa yang disebut warga subak yaitu aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam bidang pertanian khusunya dalam pengairan (irigasi), telah mengalami perubahan kearah makin masuknya perburuhan disawah ditandai dengan munculnya suatu kelompok kerja khusus, yang diupah oleh

subak sebagai keseluruhan yang di dalamnya sudah terdapat unsur ekonomi (uang).

Sama halnya pada masyarakat Sugihen sejak tahun 1980 dalam aktivitas pertanian

(aron) terdapat beberapa aspek yang berubah. Hal tersebut dapat dilihat pada saat panen


(18)

membayar upah mereka sesuai dengan waktu mereka bekerja. Selain itu jumlah kelompok aron yang tersedia semakin sedikit dibandingkan jumlah aron yang tersedia semakin sedikit dibandingkan jumlah aron sebelum tahun 1980. Dalam hal jam kerja juga terdapat perbedan yang dulunya sebelum tahun 1980, aron bekerja dalam satu hari selama delapan jam tetapi pada saat ini tahun 2009 aron bekerja hanya sekitar lima jam dalam satu hari yang dimulai pada pukul 10.10 WIB- 16.30 WIB. Dengan gaji RP. 25.000/ hari belum lagi ditabah dengan lembur.

Seperti aron yang terdapat pada masyarakat Berastagi dan sekitarnya, berdasarkan hasil studi Nababan 5

Dengan melihat latar belakang seperti yang telah diuraikan diatas, maka penulis mengungkapkan secara dekriptif tentang bagaimana perubahan konsep aron yang terjadi pada masyarakat karo khusunya dalam masyarakat Sugihen apakah adanya perubahan (tahun 2000), banyak aron-aron yang didatangkan dari luar yaitu suku Batak Toba yang kebanyakan dari Samosir dan Sidikalang. Alasan mereka menjadi

aron adalah melihat keadaan alam dari daerah asal mereka yang kurang begitu

menguntungkan bagi penduduk daerah setempat ditambah dengan ketidakmampuan untuk melanjutkan sekolah yang merupakan faktor pendorong bagi penduduk untuk melakukan migrasi keluar dari daerah mereka. Salah satu daerah yang menjadi tujuan mereka adalah daerah kecamatan Berastagi, yang semakin maju terutama dalam bidang pertanian sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang banyak yang disebut dengan aron. Para

aron tersebut bekerja di ladang-ladang pertanian dan juga bekerja pada perusahaan yang

bergerak pada bidang ekspor sayur-mayur, dengan membayar mereka berdasarkan jenis pekarjaan yang mereka lakukan.

5

Nababan, Tingkos, pola hubungan antara aron dengan calo terhadap orang Batak Toba. Skripsi Antropologi FISIP USU tidak diterbitkan.


(19)

sosial atau perubahan kebudayaan yang dapat mempengaruhi dalam kehidupan masyarakat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusaan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perubahan konsep aron yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Karo di Sugihen Kecamatan Juhar Kabupaten Karo. Rumusan masalah akan diuraikan dalam beberapa pertanyaan di bawah ini antara lain:

1. Apa konsep masyarakat tentang aron?

2. Bagaimana aktivitas aron pada masyarakat sugihen dalam bidang pertanian?

• Sebelum tahun 1980

• Sesudah tahun 1980

• Dalam hal-hal apa sudah berubah dalam rentang waktu tertentu

• Hal-hal apa yang menyebabkan perubahan tersebut

1.3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Sugihen Kecamatan Juhar Kabupaten Karo. Alasan penulis memilih Desa Sugihen sebagai daerah penelitian karena di dalam masyarakat Sugihen masih terdapat aktivitas aron. Selain itu itu mayoritas penduduknya adalah etnis Karo, dan sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian yang sama.


(20)

1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kehidupan masyarakat Sugihen. Penelitian ini diharapkan nantinya dapat memberi manfaat dan menambah pengertian kita mengenai perubahan konsep aron dalam bidang pertanian sebagai salah satu cara pengerahan tenaga kerja dalam lingkungan aktivitas pertanian pada masyarakat pedesaan.

1.5.Tinjauan Pustaka

Tulisan ini mengacu kepada definisi kebudayaan yang dimaksud oleh Spredley (1997:xix) bahwa kebudayaan merupakan sistem pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui proses belajar yang mereka gunakan untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka6 Spradley (1997), menjelaskan lebih lanjut bahwa kebudayaan berada dalam pikiran manusia yang didapatkan dengan proses belajar dan menggunakan budaya tersebut dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Proses belajar tersebut menghasilkan pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari pengalaman-pengalaman individu atau masyarakat yang pada akhirnya fenomena tersebut terorganisasi di dalam pikiran mind. Dalam hal ini, tugas seorang antropolog adalah mencoba menemukan dan menggambarkan fenomena tersebut diorganisasikan dalam pikiran mind manusia7

6

Defisi tersebut ditulis ulang oleh Marzali dalam pengantar pada buku Metode Etnografi oleh James P. S predley. Pada bagian pengantar ini Marzali menjelaskan secara singkat apa itu etnografi sampai

perkembangan metode dalam ertnografi

7

Aliran kognitif berasumsi bahwa setiap masyarkat mempunyai satu sistem untuk dalam mempersepsikan dan mengorganisasikan fenomena material, seperti benda-benda, kejadian, perilaku, dan emosi.

. Untuk memahami dan menggambarkan tindakan yang diorganisasikan dalam pikiran mind manusia, peneliti akan ‘mengorek’ isi pikiran masyarakat Sugihen untuk menjelaskan konsep mereka mengenai aron dan segala


(21)

aktivitas yang terkait dengan aron dalam pengolahan lahan baik itu disawah maupun di ladang melalui metode folk taxonomi.

Spencer (dalam choesin, E.M, 2002: 1-9) menyatakan bahwa pengunaan pengetahuan diibaratkan membaca resep atau naskah atau flow chart (arus). Dalam memahami dinamika pengetahuansaat terjadi pertemuan antara yang lokal dan global, untuk itu diperlukan modal yang dapat menjawab sejumlah pertanyaan, misalnya: dari mana dan bagaimana pengetahuan tersebut dipakai untuk mewujudkan tindakan, mengapa bentuk-bentuk pengetahuan tertentu bertahan terus dalam diri individu atau kelompok, sedangkan bentuk-bentuk lainnya ditinggalkan?. Dalam penelitian ini juga akan dilihat bagaimana pengetahuan (konsep) orang karo tentang aktivitas aron dimana banyak terjadi dinamika yang terkait dengan perubahan konsep aron dalam rentang waktu tahun 1980 hingga pada saat ini. Frans Boas juga mengatakan “jika tujuan kita sungguh-sungguh untuk memahami pikiran suatu masyarakat maka seluruh analisa pengalaman harus didasarkan pada konsep-konsep mereka, bukan konsep kita”(Frans Boas 1943 dalam Spradley).

Strauss dan Quinn (dalam Choesin, E. M, 2002:1-9) juga menjelaskan, bahwa sebagian besar pengetahuan yang dimiliki individu diperoleh melalui proses belajar yang bersifat informal, atau melalui pengamatan (penerimaan rangsang) sehari-hari, dan bukan dari instruksi formal. Selain mengetahui konsepsi masayarakat tentang aron penulis juga merasa perlu memperhatikan bagaimana rangsangan-rangsangan dari luar masyarakat itu sendiri, misalnya kemajuan tegnologi dan informasi, tuntutan ekonomi, peraturan pemerintah dan lainnya. Kemudian mempengaruhi aktivitas masyarakat dalam pengolahan lahan baik itu disawah maupun di ladang. Masih seperti yang dijelaskan


(22)

Strauss dan Quinn (dalam Choesin E. M, 2002:1-9) meskipun masuknya rangsangan-rangsangan seperti yang disebut diatas tidak serta merta menggantikan pemahaman mereka yang lama, akan tetapi hal ini bisa saja berperan untuk menghasilkan pemahaman yang baru.

Salah satu bentuk tingkah laku manusia yang universal ialah kerja sama. Menurut Soekanto (1983:66), kerja sama timbul dari adanya orientasi masing-masing individu terhadap kelompok sebagai “in groubnya” dan kelompok lain sebagai “out groubnya”sejalan dengan pernyataan ini dapat dikatakan bahwa pada setiap masyarakat dimana kerja sama berlangsung terdapat kelompok-kelompok sosial yang bersifat khusus dimana para anggotanya saling berinteraksi menurut norma yang dianut. Seperti kita ketahui bahwa penduduk Indonesia mayoritas tinggal di pedesaan dan pada umumnya hidup dari pertanian (Koentjaraningrat, 1984:1) dalam kehidupan sehari-harinya masyarakat di pedesaan tidak terlepas dari aktivitas kerja sama dengan anggota masyarakat lainnyadari kelompok tersebut. Hal ini didasari dengan adanya kebutuhan masing-masing anggota yang sama.

Aron adalah merupakan pengerahan tenaga kerja dari sekelompok orang yang secara

bersama-sama mengolah lahan pertanian dari masing-masing anggota kelompok tersebut. Dilihat dari segi positifnya, dalam aktivitas aron terkandung unsur saling pengertian, saling penghargaan, kesadaran akan tujuan bersama, kemauan bersama-sama dengan individu atau kelompok lain untuk mencapai tujuan bersama. Prinsif timbal-balik sebagai penggerak masyarakat dalam masyarakat komunitas kecil diseluruh dunia, saling tolong menolong tampak sangat menonjol. Menurut B.Malinowski (dalam Koentjaraningrat,


(23)

1997:151)8

Sebagaimana diketahui bahwa kebudayaan selain bersifat stabil juga bersifat dinamis oleh karena itu setiap kebudayaan pasti akan mengalami perubahan atau perkembangan. Perubahan itu bisa saja berasal dari masyarakat dan perubaahan semata-mata bukanlah berarti suatu kemajuan saja namun dapat juga berarti suatu kemunduran bagi suatu masyarakat pendukung kebudayaan tersebut dimana perubahan itu menyangkut bidang-bidang kehidupan tertentu. Perubahan sosial adalah perubahan dalam struktur sosial dan

, dalam masyarakat penduduk kepulaan Trobiand sistem saling tukar menukar jasa tenaga dan benda dalam berbagai bidang produksi dan ekonomi dan dalam penyelenggaraan upacara-upacara keagamaan, maupun pertukaran harta mas kawin menjadi pengikat dan penggerak dalam masyarakat sistem memberi sumbangan untuk membalasnya, merupakan prinsip dalam kehidupan masyarakat kecil yang disebut principle of reciprocity atau prinsif timbal-balik.

Menurut Marcell Mauss, sistem tukar menukar merupakan suatu sistem yang menyeluruh (total sistem) dimana setiap unsur kedudukan atau harta milik terlibat di dalamnya dan berlaku bagi setiap anggota masyarakat yang bersangkutan. Dalam sistem tukar menukar setiap pemberian harus dikembalikan dalam suatu cara khusus yang menghasilkan suatu lingkaran kegiatan yang tidak ada habis-habisnya dari generasi- kegenerasi berikutnya. Nilai dari pengembalian barang yang telah diterima harus dapat mengimbangi nilai barang yang telah diterima bersamaan dengan pemberian tersebut adalah nilai kehormatan dari kelompok yang bersangkutan (Mauss, 1992:xix). Hal yang sama pada masyarkat Sugihen prinsif timbal- balik dapat diamati dalam aktivitas aron adanya saling tukar menukar tenaga yang dilakukan secara berigiliran untuk setiap peserta aron tersebut sesuai dengan kesempatan yang ditentukan.

8


(24)

dalam pola-pola hubungan sosial yang antara lain mencakup sistem status, hubungan-hubungan dalam keluarga, sistem-sistem politik dan kekuatan serta persebaran penduduk (Suparlan, 1981:01).

Perubahan kebudayaan adalah merupakan perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama oleh para warga atau sejumlah warga masyarakat yang bersangkutan. Perubahan kebudayaan mencakup aturan-aturan yang digunakan sebagai pegangan dalam kehidupan warga masyarakat, nilai-nilai teknologi, selera dan rasa keindahan atau kesenian dan bahasa. Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan tidak dapat dipisahkan karena pembahasan-pembahasan mengenai perubahan sosial tidak akan dapat mencapai pengertian yang benar tanpa mengaitkannya dengan perubahan kebudayaan yang terwujud dalam masyarkat yang bersangkutan.

Untuk menjelaskan proses perubahan yang terjadi dalam aktivitas aron, peneliti akan menggunakan pendekatan prosesual. Winarto (1999)9

9

Dalam memilih petani jawa Barat (1990-1992) dalam memilih varietas padi pada musim tertentu, jenis pestisida yang dipakai sampai stategi penanggulangan hama.

menyebutkan bahwa aspek yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah aspek historisnya. Winarto(1999) mencoba mengikuti rangkaian peristiwa yang terwujud dari aktivitas-aktivitas warga sehari-hari. Untuk membantu seorang antroplog dalam meneliti, Moore (dalam Winarto 1999) meyarankan fokusan kajian antropolog adalah peristiwa-peristiwa atau evans yang melibatkan aktivitas atau tindakan manusia. Rangkaian hubungan antar peristiwa-peristiwa inilah yang membentuk proses. Hal ini jugalah dilakukan oleh peneliti untuk melihat dan mengetahui bagaimana proses perubahan aron di Desa Sugihen dengan mencoba mengkaji sejarah terbentuknya aron di Sugihen melalui aktivitas-aktivitas atau event yang mereka lakukan dalam kurun waktu 1980 hingga pada tahun 2009.


(25)

Berdasarkan hasil penelitian sementara bahwa ada bentuk-bentuk yang berubah dalam aktivitas aron tersebut.

Untuk mengetahui semua itu, peneliti harus bisa mengerti bahsa setempat sehingga dapat berkomunikasi dengan para informan untuk ‘mengorek’ isi kepala mereka tentang permasalahan yang diteliti, seperti yang dilakukan oleh W.H Goodenoug (1997)10

1.6.Metode Penelitian

dimana dalam aktivitas sosial, kelompok-kelompok sosial juga bahasa yang digunakan masyarakat yang diteliti. Sama halnya, untuk mengetahui isi pikiran masyarkat Sugihen mengenai konsep aron maka penulis perlu berkomunikasi dengan masyarakat dengan memahami bahasa setempat. Melalui pengamatan yang terfokus pada rangkaian peristiwa dalam rentang waktu tertentu dengan perhatian pada hubungan yang saling terkait antara satu peristiwa dengan peristiwa yang lain.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa bagaimana perubahan konsep aron dalam aktivitas pertanian pada masyarakat Sugihen Kecamatan Juhar Kabupaten Karo. Adapun teknik penelitian yang dilakukan peneliti dilapangan adalah antara lain:

1.6.1. Teknik Observasi

Dengan melakukan observasi langsung kedaerah penelitian, diharapkan dapat mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan kondisi desa dan masyarakatnya

10


(26)

serta dapat melihat pelaksanaan kegiatan dalam bidang pertanian secara langsung sehingga data-data yang akan diperoleh lebih dapat dipercaya.

1.6.2. Teknik Wawancara

Metode wawancara yang digunakan adalah metode wawancara berfokus dan mendalam. Metode ini dilakukan sebagai alat pengumpul data-data dilapangan dengan memakai serangkaian pertanyaan mendalam tentang apa konsep masyarakat mengenai

aron. Untuk memperoleh data tersebut peneliti sangat perlu memerlukan informan.

Dalam kegiatan menginterview informan kunci yang baik adalah sebuah kesatuan bagian dari penelitian etnografi. Informan yang baik adalah orang-orang yang dapat diajak bicara dengan mudah karena memahami informasi yang kita perlukan dan senang memberikan informasi tersebut kepada kita dan meyediakan informasi tersebut seperti yang diungkapkan oleh Pelto dan Pelto (dalam H. Russell Berdard 1994:165-170), menganjurkan melatih informan untuk mengkonseptualisasikan data budaya kepada para informan, yang dilakukan oleh antropolog. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah penduduk Desa Sugihen Kecamatan Juhar Kabupaten Karo, peneliti akan mengadakan pengkategorisasian informan, informan kunci, dan informan biasa.

Menurut Koentjaraningrat (1989:30) dalam suatu masyarakat baru tentu dahulu memulai dari keterangan seorang informan pangkal dapat memberikan berbagai keterangan lebih lanjut yang diperlukan oleh peneliti. Informan-informan serupa itu sebaiknya orang yang mempunyai kemampuan untuk mengintrodusikan peneliti kepada informan lain yang merupakan ahli tentang masyarakat yang akan diteliti. Dalam penelitian ini yang akan menjadi informan kunci adalah pengetua adat, perangkat desa


(27)

(kepala desa,sekretaris desa). Sesuai dengan informasi dari informan kunci, maka peneliti akan menetapkan informan berdasarkan rentang waktu tentang perubahan konsep aron dalam masyarakat Sugihen. Oleh karena itu, peneliti akan memilih orang-orang yang mengetahui dalam aktivitas ini. Untuk mendapat informasi mengenai aron sebelum tahun

1980 peneliti akan memilih orang tua yang berumur 70 tahun yang benar-benar

mengetahui tentang aron tersebut, dan masyarakat yang ikut dalam aktivitas aron tersebut.

Jika memungkinkan pada saat wawancara dan disetujui oleh informan, peneliti akan menguraikan alat perekam”tape recorder” dan catatan lapangan untuk mempermudah penyimpanan data yang telah diperoleh. Selain itu dalam wawancara, peneliti akan menggunakan pedoman wawancara yang dibuat secara umum akan berisi tentang hal-hal yang ada dalam masalah penelitian antara lain: apa konsep aron menurut anda, menurut yang anda ketahui apa yang melatarbelakangi terbentuknya aron di desa ini, sepengetahuan anda mengapa hal tersebut bisa berubah. Selain itu informan kunci dan pangkal dalam penelitian ini juga membutuhkan informan biasa yaitu masyarakat yang tidak ikut dalam aktivitas aron sekaligus untuk mendapatkan pandangan mereka tentang

aron.

1.6.3. Studi Kepustakaan

Untuk melengkapi data yang diperoleh dari lapangan peneliti akan mencari data dari kepustakaan. Data kepustakaan ini dapat berupa hasil penelitian, buku-buku, skripsi, majalah dan artikel.


(28)

1.7. Teknik Analisis Data

Data dan informasi yang telah diperoleh dari lapangan nantinya akan diteliti kembali, hal ini untuk melihat kelengkapan hasil dari wawancara atau observasi (sesuai dari daftar interview guide yang telah dibuat sebelumnya) dan juga kesesuaian jawaban yang satu dan lainnya. Setelah itu akan disusun secara umum berkenaan dengan pola pengolahan lahan. Pengaturan data-data sedemikian dinamakan “klasifikasi”, yaitu merumuskan kategori-kategori yang terdiri dari gejal-gejala yang sama ( yang dianggap sama). Kemudian diadakan penganalisan dari setiap bagian yang telah disusun untuk mempermudah pendeskripsian. Selain itu, peneliti juga berusaha memperoleh suatu gambaran meyeluruh dari data-data yang dikumpulkan. Disamping gambaran tersebut juga dapat menghasilkan pedoman klasifikasi. Analisa yang dilakukan secara kualitatif11

11

Menurut Bernad, analisa data kualittif sangat tergantung pada laporan dan komentar dari para informan, kutiban-kutiban ini nntinya akan membawa pembaca untuk mengerti dengan cepat apa yang diperoleh peneliti selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun dalam memahami sebuah masalah atau fenomena. Sedangkan menurut Loflan (1971) dalam bernad (1994) menjelaskan bahwa ada dua kesalahan besar yang biasa terjadi dalam analisa kualitatif yaitu, pertama analisa yang berlebihan dan kedua, tidak berani membangun ide (membuat analisa) tentang apa yang sedang terjadi (masalah atau fenomena sosial). Menurut analisis berlebihan pada suatu masalah dapat membuat data menjadi kacau, meskipun penelitian menemukan setumpuk data, tidak perlu takut menyederhankannya. Sedangkan membangaun Ide sendiri dianggap penting untuk dapat menjelaskan lebih dalam ide didapat sebelumnya dari informan sehingga mudah dimengerti (H.Russell Bernad:1994).


(29)

BAB II

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

2.1. Letak Lokasi Desa Sugihen

Penelitian ini dilakukan di Desa Sugihen Kecamatan Juhar Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Adapun jarak desa ini dari Ibu Kota Kecamatan Juhar ada sekitar 14 KM, dari Kota Kabupaten sekitar 41 Km dan 117 KM dari Ibu Kota Provinsi. Desa Sugihen secara keseluruhan memiliki luas sekitar 957 Ha, dengan batas-batas secara administratif sebagai berikut:

Sebelah utara berbatasan dengan Desa Pertumbungen Kecamatan Munte dan Sungai (Lau Bengap)

Sebelah Selatan berbatasan denggan Desa Bekilang Kecamatan Juhar Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Nageri Kecamatan Juhar

Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pernantin dan Desa Tigasiempat.

Kondisi jalan dari Kabanjahe menuju wilayah Desa Sugihen sudah diaspal dengan lebar badan jalan sekitar 6 meter, namun ada juga beberapa bagian jalan yang berlubang disekitar Desa Kineppen sampai Desa Singgamanik atau (disebut juga dengan Simpang Munte). Lubang-lubang pada jalan tersebut cenderung disebabkan karena seringnya dilalui oleh mobil pengangkut barang yang berlebihan tonese.

Ketika memasuki wilayah desa ini, akan dijumpai persimpangan yaitu simpang sugihen pernantin12. Kondisi jalan dari simpang Sugihen -Pernantin menuju Desa Sugihen belum diaspal hanya jalan batu13

12

Simpang tersebut ada dua yang satu (sebelah kanan) menuju Sugihen, dan satu lagi (sebelah kiri) menuju Pernantin 13

Pada saat ini dilakukan perbaikan jalan sekitar 3 Km dari simpang Sugihen- Pernantin menuju Sugihen

. Ketika memasuki pemukiman warga, sepanjang jalan terdapat areal persawahan warga yang ditanami dengan tanaman padi.


(30)

Batas antara sawah hanya dibatasi dengan pematang sawah mereka (nggalungi) sedangkan untuk perladangan dibatasi dengan pagar bambu dan disepanjang pagar tersebut ditanami tumbuhan seperti: bunga kembang sepatu, ketela pohon (batang

gadung), dan pohon jarak (lulang).

Memasuki wilayah pemukiman, akan dijumpai persimpangan yaitu simpang tiga atau biasa juga disebut warga simpang telu, dengan posisi menghadap kesebelah utara desa, simpang ke kanan adalah menuju wilayah barong (salah satu nama pemukiman warga) yang dapat juga menuju Desa Sukababo Kecamatan Munte. Dengan posisi posisi menghadap kesebelah selatan desa, simpang ke kiri adalah simpang yang menuju kesain

berneh yang juga salah satu pemukiman penduduk atau biasa juga disebut rumah berneh.

Desa Sugihen dapat dicapai dengan kendaraan beroda empat. Angkutan yang dapat digunakan menuju desa adalah Sutra 29 dan Sutra 139. Jalur lintas Sutra 139 adalah dari Medan menuju Desa Sugihen dengan berkapasitas penumpang tiga puluh orang dewasa. Stasiun angkutan ini berada di Simpang Kuala di Jalan Jamin Ginting Padang Bulan Medan. Biaya14

Jalur lintas Sutra 29 adalah Kabanjahe- Sugihen dengan kapasitas penumpang tiga puluh orng dewasa. Stasiun angkutan ini berada di Jalan Kota Cane sekitar 50 meter dari Simpang empat. Mencapai stasiun angkutan Desa Sugihen dapat menggunakan angkutan umum seperti Merga Silima yang berangkat dari terminal Kabanjahe. Jika berangkat dari yang dikeluarkan adalah Rp.22.000/ orang, jika penumpang mempunyai barang bawaan maka akan diminta tambahan biaya. Besarnya tambahan biaya ditentukan oleh berat dari jumlah barang penumpang tersebut. Angkutan ini beroperasi satu kali dalam satu hari dimulai dari pukul 07.00 Wib sampai 16.30 Wib dengan waktu yang ditempuh menuju Sugihen sekitar lima setengah jam.

14


(31)

pusat pasar Kabanjahe dapat menggunakan angkutan umum seperti Eltar Jaya, Sigantang Sira, dan Bayu dengan ongkos Rp. 1.500/ orang. Waktu yang ditempuh Sutra 29 menuju Sugihen sekitar dua jam dengan ongkos Rp. 12.000/ orang , jika penumpang mempunyai barang bawaan maka akan diminta tambahan biaya. Tambahan biaya ditentukan oleh berat berat dari jenis barang penumpang tersebut.

Sutra 29 beroperasi sejak pukul 08.00 Wib sampai pukul 21.00 Wib, dengan perincian: pada pagi sekitar pukul 08.00 Wib sutra 29 berangkat menuju Kabanjahe disebut dengan (motor pagi-pagi) dan tiba di Kabanjahe sekitar pukul 10.00 Wib. Setelah itu pukul 13.00 Wib disebut (motor ciger) berangkat menuju desa sekitar pukul 15.00 Wib di Desa Sugihen. Sekitar 15 menit berhenti angkutan ini akan berangkat lagi menuju Kabanjahe dan tiba sekitar pukul 17.00 Wib. Pada rute terakhir ( disebut motor keraben ) sekitar pukul 18.00 Wib angkutan ini berangkat lagi dari Kabanjahe menuju Sugihen dan tiba pukul 20.00 Wib- pukul 21.00 Wib di Sugihen. Adakalanya jadwal tiba di desa lebih lama karena banyak penumpang yang turun di desa –desa yang dilalui Sutra 29 yaitu Desa Munte, Desa Tanjung beringen, Desa Kutambaru, Simpang Desa Gunung Saribu, Desa Sarimunte dan Desa Tigasiempat. Ongkos penumpang yang berasal dari desa tersebut berbeda dengan ongkos penumpang dari Sugihen untuk penumpang yang turun di Munte Rp.5.000/orang, untuk penumpang yang turun di Kutambaru, simpang Desa Gunung Saribu, Tanjung beringin, dan Desa Sarimunte sebesar Rp. 10.000/ orang karena desa ini saling berdekatan.

Selain menggunakan angkutan yang berasal dari desa ini dapat juga menggunakan angkutan dari desa lain seperti angkutan umum Desa Pernantin nama angkutan tersebut Sutra 04, Sutra 64 yang langsung dari Medan, sementara yang dari Kabanjahe yaitu Sutra


(32)

74 tetapi hanya sampai simpang Desa Sugihen dan untuk menuju Desa Sugihen harus berjalan kaki sekitar 3 Km, persimpangan tersebut disebut dengan Simpang Sugihen -Pernantin15

15

Simpang tersebut ada dua yang satu (sebelah kanan) menuju Sugihen, dan satu lagi (sebelah kiri) menuju Pernantin.

.

Selain sarana jalan melalui Simpang Munte menuju Desa Sugihen, ada juga sarana jalan alternatif untuk mencapai Desa Sugihen, yaitu dari arah Desa Sukarame, jalan alternatifnya melalui simpang Desa Barung kersap yang nantinya tembus Simpang Desa Gunung Saribu. Kondisi jalan alternatif ini belum diaspal masih jalan tanah yang telah dikeraskan oleh karena jika musim hujan sulit dilalui karena menjadi becek dan licin pada beberapa bagian tertentu. Waktu yang ditempuh melalui jalan alternatif ini dari Kabanjahe menuju Sugihen sekitar satu setengah jam.

2.2. Sejarah Desa

Menurut cerita masyarakat sejarah desa mempunyai dua versi. Versi pertama diawali dari silsilah Marga Ginting yaitu siwah sada Ginting (Ginting sugihen, Ginting Babo, Ginting Guru Patih, Ginting Suka, Ginting Beras, Ginting Bukit, Ginting Gara Mata, Ginting Ajar Tambun, dan Ginting jadi Bata). Ginting berasal dari kata genting (berbentuk guci). Pendiri (simanteki kuta) desa ini adalah bernama Sugihen dan bermarga Ginting, Sugihen adalah anak dari Tindang dan mempunyai delapan saudara laki-laki dan saeorang saudara perempuan. Pada akhirnya kesembilan saudara tersebut berpisah satu sama lain.


(33)

Box 1: Lahirnya Marga Ginting

Dimasa dahulu ada sepasang suami- istri nama sisuami adalah Tindang yang sudah lama menikah namun belum mempunyai keturunan. Suatu ketika tanpa disadari istri Tindang hamil, pada suatu hari istri si Tindang menjerit merasa kesakitan. Mereka berhenti disebuah desa yang bernama Desa Gurubenua, disana ia memeriksakan kondisi istrnyai kepada dukun (guru mbelin). Kandungan istri si Tindang bermasalah, beberapa hari istri si tindang melahirkan bayi yang mempunyai wujud seperti telur. Guru mbelin itu menyuruh si Tindang agar bayi yang berbentuk telur itu didoakan supaya dapat berbentuk manusia. Dipanggillah guru pak-pak pitu sendalanen (dukun) bayi yang berbentuk telur dimasukkan kedalam genting (guci) kemudian dieramkan selama tujuh hari. Pada hari ketujuh telur itu menetaskan sepuluh bayi sembilan laki-laki dan satu anak perempuan. Beberapa tahun kemudian ketika mereka sudah tumbuh dewasa, anak perempuan si Tindang si Bem-bem namanya dipinang seorang laki-laki oleh karena itu semua saudara laki-lakinya diundang. Bentuk pinangan mas kawin (tukur) untuk si Bembem adalah berupa uang yang nantinya akan di bagikan kepada saudara laki-lakinya. Ketika pembagian tukur tersebut berlangsung terjadilah petengkaran hebat antara kesembilan saudara laki-lakinya. Si Bem-bem merasa malu atas kelakukan saudaranya tersebut. Tiba-tiba ia menari-nari disekeliling orang banyak sambil bernyanyi supaya orang menyumbangnya dan memberikan uang sumbangan tersebut kepada saudara laki-lakinya dengan berharap mereka tidak berkelahi lagi. Ketika si Bembem menari dengan kuat tiba-tiba jatuh dan tenggelam kedalam tanah dan tumbuh menjadi sebuah pohon nira (batang pola). Melihat kejadian tersebut saudara laki-laki si Bembem bertengkar dan saling menyalahkan atas kejadian tersebut.

Seiring dengan petengkaran tersebut kesembilan saudara tersebut menjadi terpisah dan mencari jalan masing-masing. Pada saat itu si Sugihen pergi kesuatu daerah yang belum ada penghuninya disana mendirikan sebuah perladangan di dekat tapin lau

sang-sang (pancuran lau sang-sang-sang-sang). Beberapa lama kemudian ia mendirikan perkampungan

dan tinggal menetap di desa ini sehingga pada seperti sekarang ini ia menamai desa ini dengan namanya sendiri yaitu Sugihen.


(34)

Versi kedua hampir sama dengan versi pertama, hanya beda tempat, menurut cerita yang berkembang bahwa istri si Tindang menetas di penaperen yang berasal dari kata naper (menetas) yang merupakan nama sebuah perladangan yang terdapat di desa ini. Sugihen adalah pendiri desa ini ia bermaga Ginting.

Box 2: lahirnya Marga Ginting

Dimasa dahulu ada sepasang suami- istri nama sisuami adalah Tindang yang sudah lama menikah namun belum mempunyai keturunan. Suatu ketika tanpa disadari istri Tindang hamil, pada suatu hari pada saat diperjalanan istri si Tindang menjerit merasa kesakitan, tanpa sadar ia telah melahirkan bayi yang berbentuk telur, beberapa hari kemudian telur itu menetaskan sepuluh bayi, sembilan bayi laki-laki, dan satu bayi perempuan. Ketika mereka tumbuh dewasa mereka terpisah satu sama lain.

Seiring dengan terpisahnya kesembilan saudara tersebut si Sugihen memilih tetap tinggal di daerah ini dengan mendirikan perladangan. Beberapa lama kemudian ia mendirikan sebuah perkampungan dan menamainya dengan namanya sendiri.

Berdasarkan dua versi sejarah Desa Sugihen tersebut maka yang menjadi pemukiman sebelumnya penduduk pada awalnya adalah berada dirumah berneh yang salah satu menjadi pemukiman penduduk pada saat ini. Awalnya hanya beberapa rumah tangga dengan bentuk bangunan rumah adat (siwaluh jabu).

2.3. Keadaan Penduduk

Penduduk Desa Sugihen sekitar 815 Jiwa, perempuan 457 jiwa dan laki-laki 358 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga sekitar 257 KK. Penduduknya sebagian besar adalah


(35)

menganut agama Kristen Protestan (80%), dan mayoritas yang tinggal di desa ini adalah adalah etnis Karo adapun etnis lain hanya sebagian kecil saja seperti Batak Toba, Simalungun, dan Jawa. Etnis Batak Toba dan Simalungun ini datang ke desa ini karena tugas yang diberikan oleh pemerintah misalnya seperti Manteri yang ditempatkan di desa ini berasal dari Simalungun Yaitu Hotlan Saragih yang sudah tinggal menetap selama sekitar 20 tahun. Sedangkan etnis Jawa datang ke desa ini sebagai buruh tani yang tinggal di ladang warga sebagai penjaga ladang sekaligus sebagai pekerja misalnya merawat jeruk dan cokelat semua keperluan hidup dibiayai oleh pemilik ladang, dan ada juga berdagang, seperti membuka warung nasi kecil-kecilan seperti pecal, mie dan pisang goreng . Selain itu ada juga yang bekerja sebagai karyawan pabrik padi.

Dari segi tingkat pendidikan sebagian besar penduduk Sugihen adalah tamatan SLTA (33,1 %), tamat SLTP ada sekitar 140 orang (17,8%), tamat SD ada sekitar 230 orang (29,3%) dan tidak tamat SD sama sekali ada sekitar 100 orang (12,7%) ini biasanya terjadi pada orang tua yang sudah berumur. Selain itu ada juga tamat SLB (sekolah luar biasa) yaitu satu orang (0,1%), sedangkan untuk tamatan perguruan tinggi ada sekitar 55 orang (7%), setamat SMU kebanyakan anak memilih mencari kerja di luar desa terutama bagi kaum perempuan dan ada juga memilih tinggal di desa sebagai aron.

Bertani merupakan mata pencaharian yang utama bagi penduduk Desa Sugihen (90,9%) baik itu di sawah maupun di ladang. Sisanya ada yang bekerja sebagai pegawai perintah ada sekitar (4,1%), tenaga honor (guru bantu) (0,8%), wiraswasta sekitar (4,2%) dan sebagian tukang bangunan sekitar (0,40%).Walaupun pekerjaan utama mereka bukan sebagai petani namun mereka juga mempunyai lahan dan menggunakan tenaga aron. Begitu juga dengan wiraswasta yaitu mereka yang berdagang seperti jual beli padi dan


(36)

beras atau warga menyebutnya perpage-page. Untuk memperkerjakan sawahnya mereka menggunakan sekelompok aron dan ada juga yang sudah berlangganan dengan

perpage-page tersebut.

2.4. Keadaan Geografis 2.4.1. Jenis Tanah

Desa Sugihen termasuk daerah dataran tinggi yang memiliki jenis tanah berwarna hitam, dan cokelat kemerahan. Tanah yang berwarna hitam terdapat di wilayah persawahan dan disekitar hutan, sedangkan tanah yang berwarna merah kecokelatan terdapat di wilayah perladangan atau tanah kering (taneh kerah) . Dibeberapa tempat terutama lahan yang dekat dengan aliran sungai tanahnya lebih cokelat kemerahan, padat dan sedikit berpasir, di sekitar aliran sungai terdapat tumbuhan seperti bambu, rengo (sejenis bambu dengan ukuran kecil biasanya tempat burung bersarang) oleh karena masyarakat tidak memanfaatkan.

Jenis tanah yang subur adalah tanahnya yang gembur dan berwarna hitam cocok untuk lahan pertanian. Lahan seperti ini cocok untuk tanaman padi, jeruk, cabai dan sayur mayur. Tanah yang subur juga berada di sekitar hutan yaitu terdapat humus dari sisa-sisa daun-daunan pepohonan. Di areal ini juga cocok untuk tanaman seperti jagung, kopi, dan cokelat. Pada saat ini kebanyakan masyarakat menanam jagung di areal ini.

2.4.2. Musim

Desa Sugihen pada pada ketinggian 1200 M dari permukaan laut. Suhu udara di desa ini hampir sama dengan suhu udara keseluruhan wilayah Tanah Karo, berkisar


(37)

antara 16,1s/d 19,9 C, curah hujan rata-rata berkisar 383 MM yang merupakan hujan tertinggi pada bulan Desember dan terendah pada bulan Februari sebesar 25 MM. Musim penghujan di daerah ini jatuh pada bulan Agustus sampai bulan Januari. Pada musim hujan debit aliran sungai yang mengaliri persawahan masyarakat menjadi bertambah. Sedangkan musim kemarau jatuh berkisar bulan Februari sampai Juli. Ketika musim hujan tiba semua masyarakat kelihatan sibuk dalam aktivitas pertanian baik disawah maupun di ladang dan terutama bagi kelompok aron. Adapun tanaman yang ditanam adalah di sawah sudah pastinya padi sementara untuk diladang biasanya ditanam seperti jagung, cabe, dan sayur-sayuran. Ketika musim kemarau tiba kegiatan di untuk bercocok tanam di ladang kelihatan berkurang karena takut gagal panen seperti tanaman jagung yang sangat membutuhkan air, pada tahun ini banyak warga yang gagal panen jagung karena kemarau yang berkepanjangan hal ini juga banyak kelompok aron yang kewalahan karena aktivitas mereka terhalang tidak yang mau dikerjakan.

Selain itu warga desa ini juga mengenal adanya musim lain, selain musim hujan dan musim kemarau, warga biasanya menyebut musim pancaroba. Musim ini terjadi sekitar akhir bulan juni samapi akhir bulan juli. Musim ini banyak yang tidak disukai oleh warga khususnya petani. Pada musim ini bisa saja terjadi Udan Baho (Hujan lebat yang disertai es sebesar biji jagung), yang merusak tanaman karena butiran es akan merusak buah dan batang seperti tanaman padi sedang bunting. Selain itu hujan panas yang juga sangat mengkhawatirkan bagi warga, jenis hujan ini selain merusak tanaman juga merugikan bagi kesehatan (menyebabkan demam atau flu). Hujan ini turun pada saat matahari bersinar cukup terik hujan ini turun sekitar 20-30 menit. Untuk mengantisipasi


(38)

tanaman petani biasanya menyemprot mereka seperti tanaman padi untuk mencegah kehitaman pada buah padi tersebut.

2.4.3. Flora dan Fauna

Desa Sugihen hawanya sejuk karena alam floranya tumbuh subur dan relatif belum terkena polusi udara seperti di kota-kota besar. Dengan melintasi desa ini, maka sepanjang jalan akan kelihatan rindangnya pepohonan dan sawah yang terbentang luas, sehingga akan terasa sejuk bagi siapa yang memandangnya. Adapun jenis-jenis flora yang kebanyakan tumbuhan di daerah ini adalah berupa tanaman keras seperti kelapa, nangka, durian, bambu, kulit manis dan lainnya. Tanaman konsumtif atau tanaman palawija seperti padi, jagung, kacang-kacangan dan sayur mayur. Tanaman liar yaitu seperti alang- alang dan jenis rerumputan yang beranekaragam. Jenis tumbuhan keras tadi biasanya tumbuh di lahan yang kering atau reba warga (kebun yang berada di sekitar pemukiman warga). Sebagian ada yang tumbuh di pinggir –pinggir jalan seperti pohon kelapa. Sedangkan jenis tanaman konsumtif seperti padi, biasanya ditanam areal persawahan (sabah). Jenis tanaman yang terdapat di hutan seperti tusam (pinus),

kalibang-bang, rotan, pohon nira (batang pola),dan ditempat tertentu terdapat bunga atau

biasa disebut bunga kerangen.

Jenis-jenis fauna yang ada di desa ini umumnya dipelihara warga adalah seperti lembu, kerbau, kambing, babi, bebek dan ayam. Hewan-hewan tersebut biasanya digembalakan dibukit-bukit kecil (uruk) seperti kerbau, lembu, dan kambing yang tidak jauh dari ladang mereka. Sedangkan untuk babi, bebek dan ayam biasanya dibuat kandang yang berada di belakang rumah warga namun, ada juga yang dipelihara di


(39)

ladang mereka. Hewan yang mereka pelihara adalah juga merupakan sebagai tambahan keluarga disamping menanam padi yang sebagai penghasilan utama. Di areal persawahan banyak terdapat keong emas yaitu siput yang berwarna keemasan biasanya siput ini diambil oleh warga karena dapat merusak padi dan dijadikan makanan bebek mereka. Selain keong emas ada juga tredapat belut, sulung-sulung (ikan kecil), siput hitam (cih

gondok), singke, dan cibet (sejenis serangga tidak berbisa yang dapat dikonsumsi) dan

tikus yang juga sebagai musuh dari petani karena merusak padi dengan memakan batang padi petanai.

Jenis hewan yang terdapat di hutan di sekitar desa adalah jenis-jenis burung

(perik) seperti burung raja wali, perkutut, elang, dan lainnya. Selain itu ada juga monyet, imbo (hampir sama dengan monyet), ular, babi hutan, lobar (biawak), dan pedi (bentuk

badan hampir sama dengan tikus dengan ukuran badan sebesar induk kelinci) yang terdapat dalam pohon bambu.

2.5. Tata Ruang Desa

Desa Sugihen memiliki luas sekitar 975 Ha, jika dilihat dari udara seolah-olah desa ini kelihatan menjadi dua bagian utama yaitu bagian tinggi dan bagian rendah. Bagian yang tinggi disebut rumah buah dan bagian rendah disebut rumah berneh. Areal hutan atau kerangen terdapat di bagian selatan desa (kerangen pamorti). Di bagian timur desa terdapat perladangan dan juma sabah disebut dengan perjuman kenjulu, sedangkan sebelah utara adalah perjuman kerangen tambak. Selah barat terdapat perjuman sageng

dan kenjahe. Sementara itu, pemukiman berada disebelah Utara desa (rumah buah) dan


(40)

Ketika memasuki wilayah rumah berneh atau kesain rumah berneh bagian selatan desa terdapat reba (kebun disekitar pemukiman) yang dimiliki oleh warga desa sendiri, biasanya mereka menanam tumbuhan seperti sayur mayur untuk mereka sendiri dan biasanya luas reba ini rata-rata sekitar 4x5 meter. Di sekitar reba tersebut terdapat beberapa rumah penduduk sekitar delapan rumah dan saling berjauhan. Jalan menuju

rumah berneh masih jalan batu dan dipinggir jalan terdapat tanaman rumput.

Areal pemukiman penduduk Desa Sugihen baik itu di rumah buah maupun d

irumah berneh hampir sama, yaitu memanjang dan berada di sepanjang jalan utama desa.

Rumah warga saling berhadapan antara satu rumah dengan rumah lainnya yang menjadi pembatas adalah jalan utama. Namun pemukiman di rumah berneh terdapat pemukiman warga yang mengelompok yaitu disekitar losd atau balai desa.

Jumlah rumah warga di desa ini mencapai 231 unit. Di desa ini juga terdapat rumah adat (rumah siwaluh jabu) sekitar enam unit16. Bangunan rumah adat yang terdapat sudah lebih modern17

Bentuk bangunan rumah warga di desa ini tergolong sederhana rumah papan semi permanen dan semi permanen. Bangunan yang terlihat semi permanen adalah bangunan rumah yang masih setengah batu dan setengah lagi terbuat dari papan dengan fasilitas atap yang digunakan sudah terbuat dari seng dinding papan dan berbentuk rumah panggung dan mempunyai kolong atau disebut juga dengan

teruh karang. Sebagian penghuni rumah adat ini sudah menggunakan fasilitas yang

cukup memadai seperti TV dan alat masak yang menggunakan listrik seperti rice cooker dan kompor gas (elpiji).

16

Dulu rumah adat tersebut dihuni oleh delapan kepla keluarga, namun pada saat sekarang ini tidak menentu ada enam, lima, dan empat kepala keluarga

17

Rumah adat asli atapnya terbuat dari ijuk dinding kayu dan mempunyai ture (sejenis teras yang yang berada di depan rumah yang terbuat dari bambu)


(41)

yang sederhana. Sementara untuk bangunan yang sudah permanen sebagian besar terdapat di rumah buah yaitu dinding rumah yang sudah beton dan keramik. Rumah yang sudah permanen ini rata-rata sudah dilengkapi dengan barang-barang elektronik seperti parabola dan peralatan rumah tangga.

Hanya beberapa warga saja yang memiliki pekarangan dengan luas 4x5 meter dan biasanya ditanamai tumbuhan bunga dan sayur seperti ubi kayu yang sekaligus menjadi pagar rumah mereka. Selain tempat untuk bercocok tanam, warga juga memanfaatkan sebagian pekarangan tersebut menjadi tempat jemuran padi.

Tempat pembuangan sampah masing-masing rumah warga dibuat di belakang rumah dan ada juga di depan rumah mereka. Sementara bagi warga yang tinggal di rumah

siwaluh jabu tidak mempunyai tempat sama biasanya mereka membuangnya ke bawah.

Jika hujan datang banyak lalat yang terdapat disekitar rumah siwaluh jabu tersebut karena sampah yang sudah membusuk.

Di rumah berneh terdapat parit dengan lebar 40- 50 cm dengan kedalaman sekitar 60 cm yang mengalir sepanjang pemukiman rumah berneh air parik ini berasal dari pembuangan air sawah warga. Parit ini sudah disemen sejak tahun 2008 kemarin di dalam parit terdapat sampah seperti pelastik bungkus makanan yang dibuang oleh anak-anak jika hujan datang parit ini akan sumbat yang menyebabkan air parit keluar dan menggenanggi jalan.


(42)

2.6. Tata Ruang Hutan, Pertanian, dan Air 2.6.1. Tata Ruang Hutan

Hutan dalam bahasa karo disebut kerangen, di Desa Sugihen ada terdapat

kerangen tua nama kerangen tersebut adalah kerangen pamorti status kerangen ini adalah

hutan lindung. Penduduk tidak dapat sembarangan mengambil kayu yang terdapat di dalam hutan ini. Kerangen ini ditumbuhi denga pinus dan kali bang-bang dengan diameter 1-1,2 meter. Adapun kayu yang boleh diambil oleh warga adalah seperti bambu, rotan, dan ijuk untuk atap sapo dan kayu kecil (ranggas kayu) untuk kayu bakar yang tumbuh di sekitar kerangen. Kondisi jalan menuju hutan adalah jalan setapak di sepanjang jalan ditemui aliran anak- anak sungai.

Di sekitar wilayah kerangen tua terdapat kolam ikan (tambak) yang pemiliknya adalah Marga Ginting Sugihen kolam tersebut adalah tambak beringen menurut sejarahnya di pematang kolam ini terdapat pohon beringen yang sangat besar oleh karena itu masyarakat menyebutnya tambak beringen, sebelum tahun 2000 setiap pesta tahunan kolam ini akan dibuka untuk mengambil ikan atau disebut juga ndurung. Ikan yang terdapat di kolam ini adalah ikan mujair, emas, lele kampung (sebakut), kaperas,

sulung-sulung, belut, dan siput. Pada saat sekarang ini kolam sudah tidak terawat lagi bahkan

kayu-kayu yang terdapat di sekitar kolam sudah ditebangi warga untuk dijadikan kayu api. Di sekitar kolam ini terdapat juga perladangan warga yang pada saat ini ditanami dengan tanaman jeruk dan jagung.


(43)

2.6.2. Tata Ruang Pertanian dan Air

Dari luas 975 Ha luas wilayah Desa Sugihen, 422 Ha adalah merupakan areal persawahan atau orang karo menyebutnya perjumaan sabah (juma sabah). Di desa ini terdapat beberapa perjumaan diantaranya adalah perjumaan kerangen tambak,

perjumaan kenjulu, perjuman kenjahe, perjuman taneh mate, perjuman lau cingkam, perjuman sageng, dan perjuman jabi-jabi. Penamaan perjuman ini sengaja dibuat warga

supaya memudahkan warga untuk memberikan keterangan dimana letak perjuman mereka tersebut. Sepanjang jalan kiri- kanan sebelum masuk ke wilayah pemukiman, dijumpai areal persawahan penduduk yang ditanami padi. Pada umumnya setiap warga memiliki lahan sawah sekitar 1- 1½ Ha. Selain sawah warga juga terdapat rawa-rawa (lumur) yang terdapat di perjuman jabi-jabi biasanya warga menjadikanya sebagai tempat pemeliharaan ikan berbentuk kolam kecil dan menanam sayur parit (kurmak

parit) di pingg ir kolam tersebut.

Kondisi jalan menuju areal persawahan (perjuman) ini berbeda-beda seperti jalan menuju perjuman kerangen tambak (sabah) sebagian sudah diaspal yang dapat juga menuju Desa Sukababo. Begitu juga dengan jalan menuju perjuman kenjulu (sabah) juga sudah diaspal, sedangkan jalan menuju perjuman sageng, perjuman kenjahe (sabah), lau

cingkam (sabah), perjuman jabi-jabi (sabah) melalui jalan setapak dan hanya dapat

dilalui pedati (gereta lembu). Jika musim hujan jalan ini akan sulit di lalui karena becek dan berlumpur (erkubang). Jarak dari pemukiman menuju perjuman rata-rata sekitar 1 Km bagi mereka yang sudah terbiasa sekitar 15 menit dapat mencapai sawah.

Pada umumnya masyarakat Sugihen bercocok tanam di sawah yang sekaligus menjadi sumber matapencaharian mereka, namun ada juga sebagian yang bercocok


(44)

tanam di ladang. Masyarakat yang bercocok tanam di sawah adalah menanam padi, adapun jenis padi yang ditanam masyarakat adalah Jenis padi yang ditanam warga pada saat ini adalah jenis padi yang bernama padi serang dan padi Malaysia. Sebelumnya warga menanam jenis padi 64 (IR) dan cantek manis jenis padi ini adalah padi lokal dan memiliki batang yang pendek, akan tetapi tidak berhasil banyak warga yang tidak panen dimana buah padi tersebut banyak yang kosong (lapong page), kadang banyak warga yang rugi dan tidak kembali modal, oleh karena itu dua tahun belakangan (2007) ini warga beralih ke jenis padi serang dan Malaysia. Masa panen padi ini hanya memerlukan waktu sekitar tiga bulan, warga dapat panen tiga kali dalam setahun.

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air seperti air minum, menyuci dan mandi, masyarakat mengandalkan air dari mata air yang mengalir dari pancuran di

tapin. Tapin lau sangsang adalah tapin satu-satunya yang terdapat di desa ini jumlah

pancuran hanya satu buah, sebelumnya jumlah pancuran ini sebanykan tujuh buah, pada tahun 2000 terjadi longsor tapin ini tertimbun tanah dan rusak. Mata air tapin ini berasal dari hutan disekitar desa sekarang sudah menjadi areal persawahan warga. Pada saat sekarang tapin jarang dipakai karena sudah tersedia kamar mandi umum masing satu buah untuk rumah berneh dan rumah buah, dan sebagian besar warga sudah memasang air kerumah masing-masing. Air ini berasal dari kerangen sarudan yang terdapat di daerah perjuman Desa Tigasiempat bagian timur desa dengan cara memasang pipa sepanjang 4 Km.

Air yang mengaliri perjuman sawah desa ini berasal dari aliran sungai (parik

belangkem) namanya yang berasal dari pegunungan yang terdapat di sekitar desa yaitu deleng sibuaten yang berada di bagian tenggara desa. Sekitar tahun 1930 beberapa warga


(45)

desa seperti yang berasal dari Desa Pernantin, Sarimunte, Sukababo dan Tigasiempat bersama-bersama bergotong royong membuat aliran air (nampeken lau parik). Aliran air ini dibuat menjadi bendungan (pengalahen lau) tepatnya di perjuman Sarimunte yaitu untuk pembagian air sungai kemasing-masing desa. Di desa masing-masing dibuat lagi pembagian air sungai kemasing-masing sawah warga berdasarkan luas sawah yang dimiliki oleh warga, dan dipilih di antara warga yang menjadi pulu parik yaitu orang yang bertanggung jawab atas parik dan penjaga parik yang berfungsi untuk mengontrol kondisi parik (sungai).

Setiap warga wajib membayar kepada penjaga parik sebagai upahnya yang sudah bersedia menjaga parik tersebut. Biasanya itu hanya dibayar sekali setahun sebanyak satu

pelgan (dua kaleng padi) setiap rumah tangga. Namun, pada saat ini aliran air ini hanya

dapat mengaliri perjuman sawah Sugihen dan Pernantin sedangkan untuk perjuman

Sukababo tidak dapat dialiri sehingga mereka beralih ke tanaman jagung, begitu juga

dengan warga Sarimunte hanya beberapa sawah saja yang dapat dialiri.

2.7. Sarana dan Prasarana Umum

Sarana umum yang terdapat di desa ini antara lain yaitu adalah sarana pendidikan yang terdapat dua buah yaitu satu buah bangunan untuk Sekolah Dasar (SD), dan satu buah bangunan untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), satu buah puskemaskan dan dua orang bidan desa, selain itu tiga buah bangunan untuk rumah ibadah dan sarana umum lainnya.

Nama sekolah dasar yang terdapat di desa ini adalah SD Negeri 040563 yang dibangun sejak tahun 1980 dan berada di rumah buah, biasanya siswa-siswa disini


(46)

berjalan kaki untuk menuju sekolah. Bangunan yang tersedia adalah terdiri dari tujuh ruangan enam untuk ruangan kelas dan satu untuk ruangan guru. Fasilitas yang tersedia masih minim tidak ada dijumpai perpustakaan atau pun kamar mandi, tenaga guru yang tersedia di sekolah ini ada sekitar sembilan orang dengan jumlah murid sekitar 90 orang dan memiliki halaman sekolah dengan luas 5x 50 meter dan bangunan yang berukuran 6x5 meter.

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Juhar dibangun pada tahun 1982 (SLTP) berada di Desa Tigasiempat yang mempunyai jarak 3 Km dari Desa Sugihen. Sekolah ini sudah memiliki fasilitas yang tergolong lengkap untuk ukuran di desa adapun fasilitas yang tersedia seperti ruangan kelas yang terdiri dari 12 ruangan, satu buah ruangan baca atau perpustakaan, satu buah ruangan olah raga, dua buah kamar mandi, satu buah ruangan laboratorium yang tersedia dua buah komputer dan memiliki halaman sekolah yang cukup luas. Tenaga guru untuk setiap bidang studi juga tersedia di sekolah ini. Adapun siswa yang bersekolah di sekolah ini yang berasal empat desa yaitu Desa Sugihen, Desa pernantin, Desa Sarimunte, dan Desa Kutambaru. Biasanya siswa-siswi yang bersekolah di SLTP ini berjalan kaki menuju sekolah dengan memakan waktu sekitar setengah jam lamanya oleh karena sebelum pukul 7.00 WIB sudah berangkat dari rumah.

Puskesmas pembantu yang berada di desa ini yang sekaligus berfungsi sebagai BKIA dan posyandu desa, yang terdiri atas tiga orang bidan dan satu orang manteri. Puskesmas ini juga menyediakan layanan rawat inap bagi para pasien. Puskesmas ini terdapat dirumah buah sementara dirumah berneh juga terdapat seorang bidan desa. Biasanya bidan dan manteri bertugas di puskesmas ini juga bersedia di panggil kerumah


(47)

warga misalnya ada diantara warga yang melahirkan dan sakit yang tidak sanggup datang ke kepuskesmas tersebut.

Di desa ini terdapat dua buah bangunan gereja yaitu Gereja Batak Karo Protestan satu buah bangunan Gereja Katolik, dan satu buah bagunan Mesjid untuk umat islam. Letak ketiga rumah ibadah ini saling berjauhan, GBKP terdapat diantara rumah berneh dengan rumah buah. Gereja Katolik terdapat dirumah buah tepatnya dipemukiman

barong juga jalan menuju perjuman kerangen tambak dan Desa Sukababo, sementara

Mesjid terdapat dirumah berneh tepatnya di jalan menuju tapin lau sang-sang.

Selain itu terdapat sarana umum lainnya seperti sarana komunikasi , pemandian umum pabrik padi atau kilang padi dan losd. Sarana komunikasi yang tersedia di desa ini terdapat satu buah wartel tepatnya di simpang tiga yang berada di rumah buah Pemilik wartel tersebut adalah salah satu dari warga, nama wartel tersebut adalah wartel simpang

telu. Selain itu Sebagian besar warga sudah menggunakan Hp (telepon genggam). Untuk

pemandian umum yaitu tapin atau pancuran yang terletak di rumah berneh, satu buah balai desa (losd) yang juga berada di rumah berneh, nama losd ini adalah losd njapen

sisagi siwah sada ginting losd ini dibangun pada tahun 50-han dengan memakan waktu

selama satu tahun, biasanya losd ini dijadikan sebagai tempat upacara baik perkawinan atau pun kematian dan dapat juga dipakai untuk acara lainnya seperti rapat musyawarah desa dan kegiatan pemuda seperti guro-guru aron pada saat pesta tahunan (kerja tahun)

losd ini dapat menampung sebanyak 1000 orang selain itu fasilitas yang dapat

dipergunakan yang ada di losd ini adalah berupa tikar, dapur, kamar mandi dan alat-alat masak. Terdapat juga tiga buah pabrik padi atau disebut juga dengan kilang padi dalam orang karo biasa disebut mesin page, dua diantara tiga pabrik padi tersebut berada di


(48)

rumah berneh dan satu lagi berada di rumah buah. Warga desa tidak perlu lagi menjual

padi mereka ke pasar karena di desa ini sudah tersedia pembeli padi (sinukur page) cukup dengan mengantarkan padi mereka ke pabrik padi.

Sebagian besar sarana umum yang tersedia merupakan milik pemerintah seperti bangunan sekolah, puskesmas, dan balai desa yang dikelola oleh masyarakat untuk kepentingan umum. Sedangkan praktek bidan desa adalah milik bidan yang besangkutan dengan izin praktek dari pemerintah. Sarana ibadah merupakan bangunan yang didirikan oleh warga penganut agama masing-masing dan dikelola oleh anggota rumah ibadah tersebut sedangkan untuk sarana komunikasi dan pabrik padi adalah milik pribadi yang dibangun oleh warga.

2.8. Organisasi Sosial Desa

Di desa ini terdapat beberapa organisasi sosial dalam status yang masih aktif adapun organisasi tersebut adalah organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan dan organisasi kepemudaan.

2.8.1. Organisasi Keagamaan

Organisasi keagamaan yang terdapat organisasi yang dibentuk oleh penganut agamanya masing- masing misalnya perpulungun jabu-jabu yaitu organisasi gereja bagi umat Kristen protestan khususnya bagi orang karo, perpulungun jabu-jabu ini dilakukan secara teratur sekali dalam satu minggu biasanya dilakukan setiap hari rabu malam.


(49)

Perpulungun jabu-jabu ini dilaksanakan di rumah jemaat yang dipimpin oleh sintua

secara bergantian setiap minggu. Selain itu ada juga kegiatan untuk muda-mudi yaitu anak PERMATA yang juga dilakukan sekali seminggu setiap hari sabtu.

Untuk umat beragama katolik tidak jauh beda dengan anggota jemaat GBKP sama-sama melaksanakan perpulungun jabu-jabu, dan untuk muda-mudinya yaitu MUDIKA (muda-mudi Katolik) perpulungun ini dilakukan sekali dalam satu minggu setiap hari selasa. Perwiritan adalah merupakan suatu organisasi keagamaan yang terdapat pada umat beragama muslim. Dalam pelaksanaan perwiritan ini anggotanya digabung antara kaum perwiritan bapak dengan kaum perwiritan ibu yang dilaksanakan sekali dalam satu minggu. Perwiritan ini dilaksanakan di rumah penduduk secara bergiliran tiap minggunya.

2.8.2. Organisasi Kepemudaan

Organisasi kepemudaan sering diidentifikasi dengan kegiatan olah raga oleh para muda-mudi. Kegiatan ini adalah berupa penyelenggaraan pertandingan bola voly antar desa. Untuk memadukan aktivitasnya, para pemuda bergabung dalam satu wadah yang disebut karang taruna. Selain dalam kegiatan olah raga karang taruna juga aktif dalam masyarakat misalnya ikut partisipasi dalam acara adat misalnya perkawinan dan kematian seperti menyuci piring, membungkus teh dan membagikan nasi pada waktu makan siang

(ngelai).Selain itu karang taruna juga aktif dalam kebersihan desa misalnya


(50)

Ketika pesta tahun tiba (kerja tahun) pemuda-pemudi mempersipkan acara untuk menyambut pesta tahunan, seperti belajar menari, nyanyi dan mengutip sumbangan kepada orang tua.

2.8.3. Organisasi Kemasyarakatan

Organisasi kemasyarakatan yang terdapat dalam masyarakat desa adalah STM Merga silima (Serikat Tolong Menolong) yang anggotanya adalah masyarakat desa sendiri. Kegiatan serikat tolong menolong ini adalah membantu para anggota apabila ditimpa suatu musibah begitu juga dalam mengadakan pesta dan kemalangan. Di samping itu Serikat Tolong Menolong ini juga menyediakan peralatan-peralatan yang dibutuhkan apabila penduduk menyelenggarakan pesta sehingga penduduk tidak perlu lagi menyewa ke desa lain. Peralatan tersebut berupa piring, tikar, gelas dan peralatan masak lainnya. Selain itu ada juga yang disebut dengan persadan marga ginting dengan anak berunya, keanggotaan dari persadaan ini adalah bagi mereka yang semua bermarga ginting, beru ginting dan bere-bere ginting. Persadan ini hampir delapan tahun lamanya dengan tujuan mempererat hubungan antara satu dengan yang lainnya (kiniersadan tetap paguh). Dalam persadan ini juga dibuat semacam jula-jula dalam bentuk barang seperti selimut dan tikar. Disamping itu persadan marga ginting ini juga menyediakan peralatan-peralatan seperti peralatan dapur misalnya piring, gelas, ember dan tikar. Jika ada seseorang yang pesta sementara peralatan yang disediakan oleh pihak jambur kurang maka mereka akan meminjam peralatan milik persadan ginting.

Selain itu masyarakat juga terdapat organisasi dalam bidang pertanian yaitu kelompok tani, kelompok tani tersebut dibentuk sejak tahun 2006 yang lalu atas


(51)

kesepatan warga dengan perangkat desa. Adapun nama-nama kelompok tani yang terdapat di desa ini antara lain kelompok tani perjuman kerangen tambak, kelompok tani

perjuman sageng, kelompok tani perjuman taneh mate, kelompok tani perjuman kenjulu,

dan kelompok tani perjuman jabi-jabi. Masing-masing kelompok tani tersebut memiliki pengurus yaitu ketua kelompok tani dan sekretaris. Jumlah anggota dari setiap masing-masing kelompok tani dapat dilihat berdasarkan dari setiap perjuman (dapat dilihat lampiran).


(52)

BAB III

ARON PADA MASYARAKAT SUGIHEN

3.1. Sejarah Aron di Desa Sugihen

3.1.1. “Siurup-urupen di Ladang (Sebelum tahun 1904)

Sebelum tahun 1904 masyarakat sugihen bercocok tanam di ladang, dimana kondisi lahan berbukit-bukit susah mendapat air adapun hanya sedikit yaitu di daerah yang dekat dengan mata air (lumur). Tanaman yang dapat ditanam oleh masyarakat adalah padi (page) adapun nama padi tersebut adalah padi darat atau masyarakat sugihen menyebutnya dengan nama page tuhur. Namun ada juga beberapa orang yang menanam padi sawah yaitu bagi mereka yang ladangnya berada dekat mata air. Bibit padi yang mereka tanam diperoleh dari desa sebelah seperti Desa Pernantin dan Desa Nageri. Pada saat itu panen padi dilakukan sekali dalam setahun, padi yang ditanam tidak dijual tetapi dijadikan beras untuk makan adapun dijual untuk membeli keperluan sehari-hari seperti garam, dan minyak tanah. Untuk mendapatkan keperluan dan untuk menjual hasil ladang mereka, warga harus pergi ke pasar atau disebut dengan tiga, adapun nama pasar tersebut adalah tiga bembem18 yang berada di sebelah timur Desa Sugihen dan yang kedua adalah

tiga sigenderang 19

Dalam mengerjakan pekerjaan mereka di ladang dengan cara siurup-urupen yaitu dengan saling membantu antara satu keluarga dengan keluarga yang lain setiap ada

(pasar sigenderang) yang berada di sebelah barat Desa Sugihen. Untuk mencapai pasar tersebut warga harus berjalan kaki dan menjunjung barang yang mereka bawa.

18

Sekarang disebut dengan tiga sukarame yang berada di desa sukarame kecamatan munte.

19


(53)

pekerjann di ladang. Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam pengolahan ladang adalah dimulai dari menebang pohon (ngerabi), pohon-pohon akan ditebang sesuai dengan luas lahan yang akan dijadikan untuk tempat bercocok tanam. Pohon-pohon yang sudah ditebang akan dikumpulkan dan akan dibawa pulang untuk dijadikan kayu bakar. Alat yang diperlukan untuk menebang pohon tersebut adalah kapak dan parang. Pekerjaan ngerabi dikerjakan oleh laki-laki baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah yaitu pemuda (anak perana) yang dianggap sudah mampu untuk bekerja. Sedangkan para kaum perempuan baik itu ibu-ibu maupun anak gadis (singuda-nguda) membantu mengangkat ranting-ranting kayu yang sudah dipotong, serta menyediakan makanan dan minuman. Setelah pohon-pohon sudah selesai ditebang maka proses selanjutnya adalah membabat (ngerentes). Rumput-rumput yang berada di lahan tersebut akan dibabat supaya lebih mudah untuk membersihkan lahan. Setelah rumput-rumput tersebut selesai dibabat maka akan dikumpulkan kemudian dibakar. Sesudah rumput-rumput selesai dibakar, lahan dibiarkan selama beberapa hari sampai hujan turun, dengan tujuan supaya dalam proses pengolahan tanah lebih mudah mengerjakannya. Proses selanjutnya adalah penanaman (nuan), pada proses ini tanah akan dilubangi dengan menggunakan kayu (lebeng), kemudian bibit padi dimasukkan ke dalam lubang sebanyak tiga biji kemudian ditutup dengan tanah.

Setelah proses penanaman selesai, proses selanjutnya adalah perawatan yaitu membersihkan rumput-rumput yang berada di sekitar tanaman padi (merumput), alat yang diperlukan adalah cukup dengan tangan saja. Pekerjaan merumput dikerjakan oleh kaum perempuan baik itu ibu-ibu (pernanden) maupun anak gadis (singuda-nguda). Proses selanjutnya adalah panen (rani), padi yang sudah tua akan dipotong dengan


(54)

menggunakan ketam yaitu terbuat dari bambu yang dibuat berbentuk pisau yang tajam. Setelah proses memotong selesai maka potongan-potongan padi tersebut akan di kumpulkan kemudian akan dibersihkan (ngerik) yaitu memisahkan buah dari batangnya dengan cara menginjak-injak batang padi tersebut dengan kaki. Setelah selesai selanjutnya akan dibersihkan (ngangin) kemudian dijemur sampai kering supaya tidak berbau, setelah itu dibawa kerumah dengan menjunjung. Kemudian akan di simpang di

lumbung yaitu tempat penyimpanan padi. Pekerjaan memotong padi dikerjakan secara

bersama-sama baik itu laki –laki maupun perempuan.

Dalam pengolahan lahan di ladang di kerjakan secara bersama-sama diantara satu keluarga dengan keluarga lainnya atau disebut dengan siurup-urupen. Setiap keluarga yang membutuhkan bantuan tenaga untuk mengerjakan ladangnya, cukup dengan meminta bantuan kepada kerabatnya dengan sedang hati mereka akan membantu. Pada saat itu, jam kerja tidak ditentukan oleh pemilik ladang, jika hari sudah sore pekerjaan akan ditinggalkan dan dilanjutkan besok. Pembagian pekerjaan dilihat dari jenis pekerjaan yang dilakukan.

3.1.2. Pembentukan Kelompok Aron Masa Bercocok Tanam di Sawah (Tahun 1904) Awal tahun 1904 aliran air sudah selesai dibentuk (itampeken). Aliran air berasal dari pegunungan yang berada di sekitar desa yaitu Gunung Sibuaten (deleng sibuaten). Untuk membentuk aliran air tersebut dikerjakan dengan cara gotong royong dengan membutuhkan banyak tenaga, oleh karena itu dikumpulkan berapa orang dari setiap desa, adapun orang-orang yang ikut membangun aliran air tersebut berasal dari Desa Sugihen, Nageri dan Sukababo. Setiap orang yang ikut mengerjakan aliran air tersebut akan


(55)

memperoleh upah yaitu akan berhak untuk mendapat tanah. Ukuran tanah yang diperoleh adalah menurut depa pengulu yaitu 1 depa+ 1 jengkal × 100 meter persegi, ukuran tersebut dinamai dengan depa tuan atau disebut sada panggong lebih kurang 1 ha untuk satiap orang dan pembagian tanah dilakukan oleh pengulu kuta20

Lokasi awal areal persawahan yang terdapat di Desa Sugihen adalah berada di daerah yang lebih dekat dengan aliran air. Adapun areal persawahan itu pada saai ini adalah perjuman kenjulu yang berada sebelah timur desa, di sebelah selatan perjuman

kenjulu tersebut terdapat juga perjuman lau cingkam, kemudian perjuman buah yang

sekarang berada di sekitar pemukiman desa bagian atas (rumah buah) atau disebut juga

rumah gugung.

. Pembagian aliran air

untuk setiap orang adalah sebesar satu buluh lau yaitu terbuat dari bambu (selebar korek api).

Setelah pembagian sawah dan pembagian tali air selesai dilakukan, secara bertahap warga mulai membuka areal persawahan dengan cara menembok (itembok) yaitu membuat petak sawah secara bertingkat dengan menggunakan cangkul. Ketika sawah selesai dikerjakan (ditembok), warga mulai mengolah sawahnya secara bertahap dengan menanam padi sawah (juma sabah). Adapun jenis padi yang ditanam oleh warga adalah jenis padi lokal warga menyebutnya page lumat (padi lumat) dan page rengget (padi rengget). Padi lumat tersebut batangnya pendek waktu panen adalah selama 5-6 bulan sedangkan padi rengget batangnya tinggi dan dapat dipanen setelah berumur selama 5-6 bulan. Proses menanam akan dilakukan pada bulan 8 sampai bulan 9. Bibit padi yang tanam oleh warga diperoleh dari desa terdekat seperti Desa Pernantin, Desa Sukababo dan Desa Nageri.

20


(1)

(http:// id.wikipedia.org/wiki gotong royong), diakses tanggal 10 februari 2009

Tabel III

Sarana dan Prasarana

NO Jenis Sarana Jumlah

1 Sekolah Dasar 1

2 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 1

3 Puskesmas Pembantu 1

4 Bidan Desa 3

5 Gereja 2

6 Mesjid 1

7 Lost (Balai Desa) 1

8 Pemandian Umum/ Tapin 1

9 Kamar Mandi Umum 2

10 Pabrik Padi 3

11 Wartel 1


(2)

Tabel IV

Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Agama

NO Agama Jumlah

(orang)

Persentase (%)

1 Kristen Protestan 387 47,5%

2 Kristen Khatolik 238 29,2%

3 Islam 190 23,1%

Sumber: Kantor Kepala Desa Sugihen Tahun 2008

Tabel V

Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Usia

NO Usia (Tahun) Jumlah

(Orang)

Persentase (%)

1 0-5 91 11,2 %

2 6-12 97 11,9 %

3 13-19 85 10,4 %

4 20-25 73 8,9 %

5 26-40 146 17,9 %

6 41-60 186 22,8 %

7 61-75 120 14,7 %

8 76- Usia Lanjut 17 2,1 % Sumber: Kantor Kepala Desa Sugihen Tahun 2008

Tabel VI

Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

NO Tingkat Pendidikan

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1 Tidak Tamat SD 100 12,7 %


(3)

3 Tamat SLB 1 0,1 %

4 Tamat SLTP 140 17,8 %

5 Tamat SLTA 260 33,1 %

6 Tamat Sarjana 55 7 %

Sumber: Kantor Kepala Desa Sugihen Tahun 2008

Tabel VII

Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

NO Mata

Pencaharian

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1 Petani 428 90,9 %

2 Pegawai Pemerintah

17 4,1 %

3 Tukang Bangunan

2 0,4 %

4 Wiraswasta 20 4,2 %

5 Guru Bantu (Honor)

4 0,8 %

Sumber: Kantor Kepala Desa Sugihen Tahun 2008

Daftar Gambar

Gambar 16 : Jalan Menuju Rumah Berneh Gambar 17 : Jalan menuju perjuman kerangan tambak


(4)

Gambar 18 : Gambar 19 :

Jalan Menuju Perjuman Taneh Mate Selesai makan siang dengan aron

Gambar 20:

Pemilik ladang kerangen tambak Gambar 21 : Aliran air yang menuju sawah kerangan tambak membersihkan aliran air (parik)


(5)

Gambar 22 : Padi ketika berbulir Gambar 23 : Padi selesai dibersihkan


(6)

Gambar 26 : Menanm Padi (neldek) Gambar 27 : Menyiangi (ngeroro)