Pengertian Tanah Adat Pelaksanaan Jual Beli Tanah Dalam Masyarakat Adat Karo Studi Di Kecamatan Juhar Kabupaten Karo

1. Pengertian Tanah Adat

Tanah adat itu sangat penting artinya bagi masyarakat karo, karena tanah adat merupakan tanah milik bersama masyarakat adat yang harus dijaga keberadaannya dan merupakan sumber kehidupan bagi para pengguna tanah tersebut. Dengan perkataan lain tanah adat adalah tanah yang berada dalam lingkungan hak ulayat tanah ulayat dan bukan merupakan hak milik perseorangan. Di tanah Karo tanah adat ini biasanya dikuasai oleh pengulu Kepala Desa atau biasa juga disebut dengan istilah ”simantik kuta” yang artinya orang atau pihak yang pertama kali mendirikan desa, mereka ini juga sering dengan ”marga tanah.” Marga tanah ini dapat mencari tanah subur untuk perladangan di tempat lain, apabila tanah kurang subur di lingkungan desanya. Ditempat tanah yang ditemukan tersebut marga tanah pertama kali mendirikan ”barung-barung”nya pondok, lama- kelamaan pondok berubah menjadi rumah yang pada akhirnya barung-barung berubah menjadi desa. Desa pada mulanya adalah berasal dari barung-barung yang apabila penduduknya sudah bertambah banyak, maka salah seorang dari penduduk pendiri barung-barung tadi diangkat menjadi pengulu yang semarga dengan marga tanah. Pendiri barung-barung tersebut, namun ada juga pendiri barung-barung tersebut bukan berasal dari marga tanah yang diberi nama ”biak senina” di dalam suatu desa. Biak senina ini meskipun ia semarga dengan marga tanah, tetapi dia tidak berasal dari keturunan marga tanah tersebut. Universitas Sumatera Utara Pengulu dan marga tanah inilah yang menguasai seluruh tanah-tanah yang terdapat di dalam suatu desa ataupun disekitar desa, dalam arti bahwa marga tanah adalah sebagai pihak yang akan mengatur tentang hak apa saja yang dapat dipegang oleh suatu anggota masyarakat dengan dibantu oleh pihak anak beru, kalimbubu dan senina. Anggota masyarakat adat yang bukan marga tanah hanya dapat mempunyai hak yang derajatnya dibawah hak milik. Untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan bahwa jika diamati dalam kehidupan masyarakat Karo yang tradisional tempo dulu, maka masyarakat Karo dibagi atas tiga kelas secara vertikal, yaitu 34 : a. Golongan Bangsawan Sibanyak, Pengulu, Simantik KutaSimada Taneh atau Marga Tanah Golongan bangsawan yang terdiri dari pengulu atau pendiri kampung marga tanah pada umumnya cukup kaya dan mempunyai tanah pertanian yang luas. Golongan inilah yang melaksanakan pemerintahan di daerahnya serta memungut cukai perdagangan atau cukai tanah. b. Ginemgem Ginemgen ialah keluarga yang turut menempati suatu kampung tapi bukan sebagai pendiri pertama dari kampung tersebut. Kedatangan golongan ini ke kampung tersebut diterima serta dillindungi oleh marga tanah. Biasanya mereka ini tidak membayar pajak ataupun ikut kerahan kerja paksa. 34 Darwin Prinst, Pendidikan Kepeminpinan Pada Suku Karo, Medan: Bina Media Perintis,1980, hlm 2 Universitas Sumatera Utara c. Rakyat Derip Rakyat Derip adalah golongan yang paling bawah dari masyarakat adat, mereka ini datang dari luar namun diperkenankan tinggal di kampung itu. Rakyat derip ini tidak mempunyai tanah pertanian sendiri, harus membayar pajak dan ikut dalam kerahan kerja paksa. Begitulah hirarki masyarakat Karo pada jaman dahulu dimana pemerintahan dipegng oleh sibanyak raja dan pengulu secara turun temurun.

2. Kedudukan Tanah Adat