E. Pengertian Jual Beli Tanah 1. Pengertian Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat
Tanah hak milik menurut hukum adat maupun menurut Pasal 20 ayat 2 UUPA dapat beralih dan dapat dialihkan kepada pihak lain. Hak milik atas tanah
beralih misalnya melalui pewarisan dari pemilik tanah pewaris kepada ahli warisnya, dan dapat dialihkan apabila tanah tersebut dijual lepas, dihibahkan,
diwakafkan dan sebagainya. Dalam hukum adat, jual beli tanah yang menyebabkan beralihnya hak milik
tanah dari penjual kepada pembeli untuk selama-lamanya disebut jual lepas. Beberapa sarjana yang dikutip oleh Hilman Hadikusuma memberikan
pengertian jual beli tanah jual lepas sebagai berikut : 1.
Van Vollenhoven : “ Jual lepas dari sebidang tanah atau perairan adalah penyerahan dari benda itu di hadapan petugas-petugas Hukum Adat dengan
pembayaran sejumlah uang pada saat itu atau kemudian . 2.
S.A. Hakim : “ Penyerahan sebidang tanah termasuk air untuk selama- lamanya dengan penerimaan uang tunai atau dibayar dahulu untuk
sebahagian, uang mana disebut uang pembelian : 3.
Iman Sudiyat : “ Menjual lepas Indonesia; adol plas, runtumuran, pati- bogor Jawa; menjual jaja Kalimantan, yaitu menyerahkan tanah untuk
menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai, tanpa hak menebus kembali; jadi penyerahan itu berlangsung untuk seterusnyaselamanya“.
77
Selanjutnya Liliek Istiqomah mengutip pendapat Van Dijk juga menjelaskan : “
Jual lepas adalah penyerahan tanah dengan pembayaran kontan tanpa syarat. Jadi
77
Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat, Bandung: Alumni, 1982, hal. 120-121
Universitas Sumatera Utara
untuk seterusnyaselamanya. Oleh pembayaran dan perpindahan itu si pembeli memperoleh hak milik penuh atas tanah itu“.
78
Demikian juga Djaren Saragih menyebutkan : “ Jual lepas adalah penyerahan sebidang tanah dengan penerimaan sejumlah uang secara tunai dan terang untuk
selama-lamanya. Jadi pada jual lepas ini terjadi peralihan hak milik“.
79
Dari berbagai pendapat yang telah diuraikan di atas dapat diketahui bahwa menurut hukum adat, jual beli tanah adalah suatu perbuatan hukum yang berupa
penyererahan tanah yang bersangkutan kepada pembeli untuk selam-lamanya pada saat mana pihak pembeli menyerahkan harganya kepada penjual. Dengan dilakukan
jual beli tanah, hak milik atas tanah beralih kepada pembeli dan sejak itu menurut hukum, pembeli telah menjadi pemilik yang baru.
Persetujuan dan penyerahan tanah terjadi pada saat yang sama dan tidak dapat dipisahkan karena hukum adat tidak memisahkan pengertian jual dengan penyerahan
sebagaimana KUHPerdata. Hukum tanah adat harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada
pengertian hukum adat, disini mempunyai arti tersendiri yang oleh symposium UUPA dan kedudukan tanah-tanah adat dewasa bukan lagi sebagai hukum adat yang selama
ini diperkenalkan oleh Van Vollenhoven atau Ter Haar, sekalipun masih adanya kelainan penafsiran tentang pengertian tersebut. Hukum adat menurut pengertian
78
Liliek Istiqomah, Hak Gadai Atas Tanah Sesudah Berlakunya Hukum Agraria Nasional, Surabaya: Usaha Nasional, 1982, hal. 58
79
Djaren Saragih, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Bandung: Tarsito, 1980, hal. 10
Universitas Sumatera Utara
UUPA hukum adat yang sudah disaneer, atau hukum adat yang sudah disempurnakan
80
, atau hukum adat yang bertumbuh dan berubah.
81
Dalam konteks hukum adat, berbicara tentang jual beli tanah berarti membicarakan tentang transaksi tanah yang merupakan bagian dari ruang lingkup
sistem hukum adat. Maka dalam hal ini penulis meninjau tentang transaksi-transaksi tanah yang terdiri dari 2 dua macam, yaitu transaksi tanah yang bersifat perbuatan
hukum sepihak dan transaksi tanah bersifat perbuatan hukum dua pihak. Menurut Hilman, pengertian transaksi tanah yang sepihak dan transaksi tanah
yang bersifat perbuatan hukum 2 dua pihak yaitu :
82
1 Transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum sepihak adalah perbuatan
pemilikan tanah dengan membuka sebidang tanah untuk didiami dan diusahai oleh kelompok orang atau seorang individu. Perbuatan ini hanya melibatkan
satu pihak bukan dua pihak seperti transaksi yang biasa kita kenal misalnya jaul beli. Jadi pihak kedua tidak ada dan kalau pun ada pihak ini diam saja
maksudnya ia tidak akan menerima prestasi atau pun contraprestasi atas prestasi yang dilakukan pihak tersebut. Misalnya sekelompok orang atau seseorang
membuka tanah hutan yang tidak ada pemiliknya atau seseorang individu atau kelompok orang membuka sebidang tanah yang merupakan suatu hak ulayat
masyarakat adat yang ditelantarkan atau diusahai.
2 Apabila seseorang individu warga persekutuan dengan seizin kepala
persekutuan membuka tanah di wilayah persekutuan, maka dengan tanah itu terjadilah hubungan hukum dan sekaligus juga hubungan religius magis antara
warga tersebut dengan tanah dimaksud. Lazimnya warga yang membuka tanah tersebut kemudian menempatkan tanda-tanda pelarangan pada tanah yang ia
kerjakan tersebut. Perbuatan ini berakibat timbulnya hak bagi warga yang membuka tanah tersebut.
3 Transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum dua pihak merupakan suatu
perbuatan hukum yang mana ada dua pihak yang berperan dalam transaksi ini,
80
Boedi Harsono, Hukum Agraria, Bagian Pertama, Jakarta: Jembatan, 1975, hlm. 8
81
Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Alumni, 1973, hlm. 6
82
Hilman Hadikusuma, Op.Cit., hlm. 116
Universitas Sumatera Utara
masing-masing melakukan suatu perbuatan tertentu untuk tercapainya maksud dalam transaksi ini, sesuai dengan transaksi tanah yang dimaksud. Inti dari pada
transaksi ini adalah pengoperan atau pun penyerahan tanah disertai pembayaran kontan dari pihak lain pada saat itu juga, dalam hal ini ada dua pihak yang
melakukakan transaksi ini yaitu pihak pertama yang melakukan penyerahan tanah penjual dan pihak lainnya membayar harga tersebut pembeli. Di dalam
hukum tanah adat perbuatan ini disebut “transaksi jual “ di suku Jawa disebut “ adol “ atau “ sade “, di suku Batak “ manggadis “
83
2. Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat Karo