Kedudukan Tanah Adat Pelaksanaan Jual Beli Tanah Dalam Masyarakat Adat Karo Studi Di Kecamatan Juhar Kabupaten Karo

c. Rakyat Derip Rakyat Derip adalah golongan yang paling bawah dari masyarakat adat, mereka ini datang dari luar namun diperkenankan tinggal di kampung itu. Rakyat derip ini tidak mempunyai tanah pertanian sendiri, harus membayar pajak dan ikut dalam kerahan kerja paksa. Begitulah hirarki masyarakat Karo pada jaman dahulu dimana pemerintahan dipegng oleh sibanyak raja dan pengulu secara turun temurun.

2. Kedudukan Tanah Adat

Sebelum lahirnya UUPA, maka di Indonesia pernah berlaku suatu undang- undang pertanahan yaitu hak-hak atas tanah yang tunduk kepada hukum barat BW dan yang tunduk kepada hukum adat. Tanah-tanah yang tunduk kepada hukum adat tersebut menurut ketetapan domain verklaring milik belanda tersebut masih tergolong pula kepada tanah negara yang tidak bebas. Ketentuan mengenai tanah tersebut dicantumkan dalam suatu undang-undang yang disebut dengan agrarischwet denan Stb. 1870 N0 55 yang mana sebagai asas pokonya adalah domain negara. Sesuai dengan asas domain negara tersebut, maka keadaan tanah di Indonesia saat itu ada kita kenal apa yang dinamakan dengan tanah domain negara yang bebas atau tanah domain negara yang tidak bebas. a Tanah domain negara bebas, yaitu tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh pemerintah Belanda : pelabuhan, pasar-pasar, tanah-tanah instansi dan lain sebagainya. Universitas Sumatera Utara b Tanah domain negra yang tidak bebas yaitu tanah-tanah yang tidak dikuasai langsung pemerintah Belanda, tetapi dipakai dengan sesuatu hak yang diberikan pemerintah dengan suatu perjanjian atau peraturan tetapi masih dianggap milik Belanda, seperti tanah yang didiami oleh penduduk bumi putera yang disebut dengan tanah adat. Dilihat dari pembagian tanah tersebut diatas, maka jelaslah bahwa kedudukan tanah adat termasuk dalam domain negara yang tidak dalam arti tunduk kepada hukum adat. Jadi dari pernyataan domain tersebut menegaskan bahwa tanah negara ialah semua tanah yang seseorang itu tidak dapat membuktikan bahwa tanah tersebut adalah hak milliknya, sebaliknya tanah adat itu adalah tanah yang tidak tunduk kepada aturan-aturan ”eigendom” hak milik atau dengan kata lain tanah adat adalah tanah adat yang tidak dimiliki oleh seseorang dengan hak eigendom. Di dalam Pasal 75 RR dikatakan bahwa para hakim dapat mempergunakan hukum adat sepanjang hukum adat itu tidak bertentangan dengan dasar-dasar umum yang diakui tentang kepatutan dan keadilan. Dalam hal inipun ditonjolkan tentang berlakunya hukum adat, baru sesudah itu disebut pembatasannya. Pembatasan lain terdapat dalam ayat 6 Pasar 75 RR yang mengatakan bahwa hukum adat boleh disingkirkan kalau masalah yang dihadapai itu tidak diatur dalam hukum adat. Demikian lemahnya kedudukan hak adat itu dimata hukum belanda, sehingga hukum adat itu sering dikesampingkan dalam hal memutus suatu perkara tentang tanah, Universitas Sumatera Utara pengadilan Belanda sering menyatakan bahwa hukum adat tidak mengatur masalah tersebut oleh karena itu dipakailah hukum Eropa. Dengan demikian dualisme dalam hukum pertanahan yang kita kenal pada jaman hindia belanda tesebut tidak sama derajatnya dan yang lebih diakui adalah hak eigendom. Hak tersebut terbukti dari pernyataan politik yang tertuang dalam persyaratan domain tersebut yaitu bahwa segala tanah yang tidak dibuktikan dengan segala sesuatu hak eigendom adalah domain negara milik negara. Jadi hal-hal atas tanah adat adalah berada dalam posisi yang sangat lemah sekali dan terlalu diarahkan kepada hak-hak yang mirip dengan hak eigendom Bw. Pemerintah Hindia Belanda sama sekali tidak berusaha untuk mengembangkan hak adat itu menjadi suatu sistem hukum tanah adat, dalam arti kata bahwa pihak Belanda tetap menganak tirikan hak-hak tanah adat, sehingga dengan demikian hak-hak tanah adat tidak diakui begitu saja oleh Belanda kecuali dimintakan oleh yang bersangkutan dengan sesuatu hak eigendom.

B. Pengertian Pendaftaran Tanah

Dalam Pasal I PP 241997 terdapat rumusan mengenai pengertian pendaftaran tanah, pendaftaran tanah adalah : ”rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan- satuan rumah susun, termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang terdaftar haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak- hak tertentu yang membebaninya”. Universitas Sumatera Utara Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara periodik. “Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah atau desakelurahan. Pendaftaran tanah secara sistematik diselenggarakan atas prakarsa Pemerintah berdasarkan pada suatu rencana kerja panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara AgrariaKepala BPN. Dalam hal suatu desakelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik, pendaftaran tanah dilaksanakan secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dan wilayah atau bagian wilayah suatu desakelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang bersangkutan atau kuasanya. 35 Pendaftaran tanah secara sistematik diutamakan, karena melalui cara ini akan dipercepat perolehan data mengenai bidang-bidang tanah yang akan didaftar daripada melalui pendaftaran secara sporadik. Tetapi karena prakarsanya datang dari Pemerintah, diperlukan waktu untuk memenuhi dan, tenaga dan peralatan yang diperlukan. Maka pelaksanaannya harus didasarkan pada suatu rencana kerja yang meliputi jangka waktu agak panjang dan rencana pelaksanaan tahunan yang berkelanjutan melalui uji kelayakan agar berjalan lancar. Uji kelayakan itu untuk pertama kali diselenggarakan di daerah Depok, Bekasi dan Karawang di Jawa Barat. Disamping pendaftaran secara sistematik pendaftaran tanah secara sporadik juga akan ditingkatkan pelaksanaannya, karena dalam kenyataannya akan bertambah banyak permintaan untuk mendaftar secara individual dan massal yang diperlukan 35 Op.Cit., hal. 455 Universitas Sumatera Utara dalam pelaksanaan pembangunan, yang akan makin meningkat kegiatannya. Demikian dikemukakan dalam Penjelasan Umum 36 . Pendaftaran itu sangat penting, dan tanah tersebut didaftarkan untuk kepentingan ekonomi atau pendaftaran dilakukan untuk kepentingan dari penggunaan terhadap tanah, sehingga akan terlihat pemanfaatan dari tanah saja. Pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kejelasanketerangan supaya tidak menimbulkan suatu permasalahan dalam bidang pertanahan. Berlakunya PP. 241997 adalah untuk pendaftaran tanah, baik terhadap status tanah maupun pendaftaran tanah terhadap hak tanggungan demi kepentingan perpajakan.

C. Tujuan Pendaftaran Tanah

Dalam PP. 241997, tetap dipertahankan tujuan diselenggarakan pendaftaran tanah sebagai yang pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam Pasal 19 UUPA. Yaitu bahwa pendaftaran tanah merupakan tugas Pemerintah, yang diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan suatu “recht kadasrter” atau “legal cadastre”, rincian tentang tujuan pendaftaran tanah diatas dalam Pasal 3 PP. 241997, yaitu : a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk itu kepada pemegang haknya diberikan sertifikat sebagai surat tanda buktinya Pasal 4 ayat 1. b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk Pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang 36 Boedi Harsono, Op.Cit., hal. 461 Universitas Sumatera Utara diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Untuk penyajian data tersebut diselenggarakan oleh Kantor Pertanahan KabupatenKota tata usaha pendaftaran tanah dalam apa yang dikenal sebagai daftar umum, yang terdiri atas peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama. c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi tersebut setiap bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya wajib didaftar. Demikian ditentukan dalam Pasal 4 ayat 3. Dengan demikian PP. 241997 ini telah menjelaskan lebih lanjut mengenai ketentuan Pasal 19 UUPA antara lain : a. Dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum. b. Di zaman reformasi ini, Kantor Pertanahan sebagai kantor digaris depan harus terpelihara dengan baik setiap informasi yang diperlukan untuk sesuatu bidang tanah, baik untuk Pemerintah sendiri sehingga dapat merencanakan pembangunan Negara dan juga bagi masyarakat sendiri informasi itu penting untuk dapat memutuskan sesuatu yang diperlukan dimana terlibat tanah, yaitu data fisik dan yuridisnya termasuk satuan rumah susun. Informasi tersebut bersifat terbuka untuk umum artinya dapat memberikan informasi apa saja yang diperlukan atas sebidang tanahbangunan yang ada. c. Sehingga untuk itu perlulah tertib administrasi pertanahan dijadikan suatu hal yang wajar. Dari Uraian diatas dapat diketahui betapa pentingnya pelaksanaan pendaftaran tanah dan pendaftaran hak-hak atas tanah tersebut. Hal ini juga dalam rangka turut serta memperlancar pembangunan. Anggapan masyarakat yang mengatakan bahwa pendaftaran tanah intinya hanya memperoleh sertifikat tanah saja, merupakan anggapan yang oleh karena, keterangan-keterangan atau data pertanahan yang dihimpun dalam pendaftaran tersebut adalah merupakan suatu mata rantai kegiatan yang tiada henti-hentinya dari pelaksanaan pendaftaran tanah dengan tujuan menjamin adanya kepastian hukum terhadap hak atas tanah. Universitas Sumatera Utara Menurut Boedi Harsono dengan diadakan pendaftaran tanah maka pihak- pihak yang bersangkutan dengan mudah mengetahui status dan kedudukan hukum dari tanah-tanah tertentu yang dihadapinya, tempat, luas dan batasnya, siapa yang memiliki dan beban hak atas tanah. Sehubungan dengan itu dibidang administrasi pertanahan, masalah utama yang dihadapi adalah belum tersedianya data pertanahan yang lengkap dan menyeluruh baik mengenai kepemilikan, penguasaan hak maupun pendaftarannya. 37 Jika melihat keadaan sekarang masih banyak tanah-tanah yang belum bersertifikat yang berasal dari tanah-tanah adat yang belum dikonversi dan pelepasan hak yang dibuat oleh Camat dan bentuk perbuatan lainnya tunduk kepada Hukum adat. Kesemuanya itu masih dapat ditolerir berlakunya sepanjang belum ditentukan secara tegas batas waktu pendaftaran tanah dan sanksi yang diberikan Kasus tanah pemukiman Bumi Serpong Damai merupakan satu dari sekian banyak contoh resiko jual beli tanah. 38 Oleh karena itu untuk menghindari resiko atau paling tidak meminimalkan terjadinya resiko sebagai akibat perbuatan hukum jual beli tanah, jual beli tanah utamanya tanah hak harus dilakukan sesuai dengan prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan apa yang dikehendaki Undang-Undang, jual beli tanah hak dilakukan dihadapan PPAT. Walaupun jual beli yang dilakukan secara dibawah tangan sah adanya. 37 Boedi Harsono, Op. Cit., hal. 462 38 Maria,SW. Somardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001, hlm. 113 Universitas Sumatera Utara Dari berbagai keputusan Mahkamah Agung ternyata bahwa jual beli ranah yang tidak dilakukan dihadapan Kepala Desa atau saksi-saksi tetap sah sepanjang hal tersebut diikuti dengan perbuatan penguasaan tanahnya oleh pembeli. 39 Dalam peristiwa jual beli tersebut, peralihan hak dari penjual kepada pembeli hanya diketahui kedua belah pihak dan pihak ketiga tidak diharapkan mengetahui jual beli tersebut. Agar pihak ketiga mengetahuinya, peralihan hak tersebut perlu didaftarkan agar memperoleh sertifikat sebagai tanda bukti hak yang kuat. Dengan memiliki sertifikat, maka kepastian hukum berkenaan dengan jenis hak atas tanahnya, subjek hak, dan objek haknya menjadi nyata. Walaupun bukan berarti dengan adanya sertifikat tidak mungkin timbul masalah, tetapi paling tidak akan mengurangi masalah tersebut. Dengan demikian penataan masalah pertanahan dapat dikendalikan dan diawasi oleh Negara. Jual beli tanah hak yang tidak didaftarkan, dapat membuka peluang bagi yang beritikad buruk untuk menjual kembali tanah tersebut kepada pihak lain. Apalagi tidak ada sangsi hukum yang tegas terhadap tindakan jual beli tanah hak yang dibuat tanpa dihadapan PPAT. Sanksi yang diberikan hanyalah sebatas sanksi administrasi yaitu jual beli dibawah tangan tersebut tidak dapat didaftarkan, karena untuk mendaftarkan harus tetap dibuktikan dengan akta PPAT Pasal 37 ayat1 PP Nomor 24 Tahun 1997. Dan jual beli seperti ini pada dasarnya tidak dikehendaki oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang BPHTB Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak 39 Ibid., hlm 120 Universitas Sumatera Utara Penghasilan, karena kepentingan Negara dalam hal ini dirugikan dengan tidak adanya pemasukan pajak yang dibebankan kepada penjual dan pada pembeli. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyempurnakan aturan-aturan tentang pendaftaran tanah yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dengan kegiatan yang meliputi : 1. pengertian pendaftaran tanah; 2. asas-asas dan tujuan penyelenggaraan tanah, yakni memberikan kepastian hukum dan menghimpun serta menyajikan informasi yang lengkap mengenai data fisik dan data yuridis suatu bidang tanah; 3. penegasan, penyederhanaan, serta penyingkatan tata cara pendaftaran tanah; 4. penggunaan teknologi modern dalam penguku pemetaan 5. pembukuan bidang tanah yang data fisik dan atau yuridisnya belum lengkap atau masih disengketakan; 6. kekuatan pembuktian sertipikat yang meliputi 2 dua hal, yakni : a. sertipikat merupakan alat bukti hak yang kuat, yang berarti bahwa selama belum dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertipikat harus diterima sebagai data yang benar sepanjang data tersebut sesuai dengan data yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan; dan b. bahwa orang yang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertipikat atas nama orang atau badan hukum lain jika selama 5 lima tahun sejak diterbitkannya sertipikat tersebut yang bersangkutan tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan atau tidak mengajukan gugatan di pengadilan sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain dengan itikad baik dan badan hukum lain yang mendapat persetujuannya; 7. peran dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah. Irawan Soerodjo mengatakan bahwa perkembangan pendaftaran tanah di Indonesia tidak terlepas dari akibatkonsekwensi masih berlakunya hukum adat dalam masyarakat yang merupakan manifestasi dari aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat sebagai mana dimuat dalam TAP MPR Nomor IVMPR1973 yo Kepres Nomor 11 Tahun 19974. Hukum adat sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat dalam berlakunya tergantung dari kondisi kesadaran hukum masyarakat yang mendukungnya yaitu masyarakat itu sendiri. Namun demikian dalam pemberlakuannya mendapat dukungan dari berbagai kebiasanaan tidak tertulis yanga ada dalam masyarakat termasuk aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya yang sebagian di-antaranya telah diformulasikan melalui berbagai peraturan perundang-undangan tertulis. Dengan demikian sekalipun sebenarnya Universitas Sumatera Utara hukum adat yang tidak tertulis itu dalam kenyataan hidup sehari-hari masih tetap berlaku dalam masyarakat, namun penerapannya masih tergantung pada peraturan perundang-undangan tertulis sebagai hukum positip atau melalui sumber hukum positip lainnya, yaitu yurisprudensi tetap. 40 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang berlaku sejak tanggal 24 September 1960 merupakan Undang-undang nasional tentang Agraria yang secara fundamental mengadakan perombakan terhadap hukum pertanahan yang berlaku di Indonesia. Rentang waktu 37 Tahun sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tersebut, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan pelbagai peraturan tertulis atau regulasi di bidang hukum pertanahan. Baik sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, maupun sebagai produk hukum baru di bidang hukum pertanaha guna mememnuhi kebutuhan hukum masyarakat sejalan dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan akan jaminan adanya kepastian hukum di bidang pertanahan.

D. Status Tanah Sebagai Objek Jual Beli Di Kecamatan Juhar 1. Kedudukan Tanah Adat

Sebelum lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria, maka di Indonesia pernah berlaku suatu undang-undang pertanahan yaitu hak-hak atas yang tunduk kepada hukum barat BW dan yang tunduk kepada hukum adat. Tanah-tanah yang tunduk kepada hukum adat tersebut menurut ketetapan Domein Verklaring milik Belanda tersebut masih tergolong pula kepada tanah negara yang tidak bebas. 40 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Pendaftaran Hak Atas Tanah Di Indonesia, Surabaya : Arkola, 2002, hal 114-116 Universitas Sumatera Utara Ketentuan mengenai tanah tersebut dicantumkan dalam suatu undang-undang yang disebut dengan Agrarischewet dengan Stb. 1870 No. 55 yang mana sebagai asas pokoknya adalah domein negara. Dalam peraturan pelaksana undang-undang tersebut ditetapkan bahwa semua tanah yang tidak dapat dibuktikan ada hak eigendom di atasnya, maka tanah tersebut merupakan domein negara milik negara, sementara tanah yang dikuasai oleh rakyat pribumi tanah adat tidak pernah mendapat hak eigendom yang sah. Sesuai dengan asas domein negara tersebut, maka keadaan tanah di Indonesia saat itu ada kita kenal apa yang dinamakan dengan tanah domein negara yang bebas atau tanah domein negara yang tidak bebas. Adapun pembagian tanah tersebut yakni: 41 a. Tanah domein negara bebas, yaitu tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh Pemerintah Belanda seperti: pelabuhan, pasar-pasar, tanah-tanah instansi dan lain sebagainya. b. Tanah domein negara yang tidak bebas yaitu tanah-tanah yang tidak dikuasai langsung oleh Pemerintah Belanda, tetapi dipakai dengan sesuatu hak yang diberikan pemerintah dengan suatu perjanjian atau peraturan tetapi masih dianggap milik Belanda, seperti tanah yang didiami oleh penduduk Bumi Putera yang disebut dengan tanah adat. 41 G.Kartasapoetra, Hukum Tanah Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah, Jakarta: Bina Aksara, 1985, hal 85. Universitas Sumatera Utara Dilihat dari pembagian tanah tersebut di atas, maka jelaslah bahwa kedudukan tanah adat termasuk dalam domein negara yang dalam arti tidak tunduk kepada hukum adat. Jadi dari pernyataan domein tersebut menegaskan bahwa tanah negara ialah semua tanah yang seseorang itu tidak dapat membuktikan bahwa tanah tersebut adalah hak miliknya, sebaliknya tanah adat itu adalah tanah yang tidak tunduk kepada aturan-aturan eigendom hak milik atau dengan kata lain tanah adat adalah tanah yang tidak dimiliki oleh seseorang dengan hak eigendom. Di dalam Pasal 75 RR lama dikatakan bahwa para hakim dapat mempergunakan hukum adat sepanjang hukum adat itu tidak bertentangan dengan dasar-dasar umum yang diakui tentang kepatutan dan keadilan. Dalam hal inipun ditonjolkan tentang berlakunya hukum adat, baru sesudah itu disebut pembatasannya. Pembatasan lain terdapat dalam ayat 6 Pasal 75 RRL yang mengatakan bahwa hukum adat boleh disingkirkan kalau masalah yang dihadapi itu tidak diatur dalam hukum adat. Demikian lemahnya kedudukan hak adat itu di mata hukum Belanda, sehingga hukum adat itu sering dikesampingkan. Dalam hal memutus suatu perkara tentang tanah, pengadilan Belanda sering menyatakan bahwa hukum adat tidak mengatur masalah tersebut oleh karena itu dipakailah hukum Eropa. 42 Dengan demikian dualisme dalam hukum pertanahan yang kita kenal pada zaman Hindia Belanda tersebut tidak sama derajatnya dan yang lebih diakui adalah hak eigendom. Hal tersebut terbukti dari pernyataan politik yang tertuang dalam 42 G.Kartasapoetra, ibid, hal 87 Universitas Sumatera Utara persyaratan domein tersebut yaitu bahwa segala tanah yang tidak dibuktikan dengan sesuatu hak eigendom adalah domein negara milik negara.

2. Status Tanah Sebagai Objek Jual Beli Di Kecamatan Juhar