Red Crowned Crane Tanchou

Grus grus Common Crane dan spesies Grus Canadensis Sandhill Crane, kedua spesies ini agak jarang menetap di Jepang, hanya sesekali menetap di Jepang.

2.1.1 Red Crowned Crane Tanchou

“Tanchou” sebutan lainnya dikenal dengan “Red Crowned Crane atau The Japanese Crane dalam Bahasa Inggris, Burung Bangau bermahkota Merah dalam Bahasa Indonesia dan Grus Japonensis dalam Bahasa Latin”. Di negara China dinamakan sebagai “Xien he Fairy Crane”. Red Crowned Crane merupakan burung bangau langka tingkat dua di dunia, setelah Whooping Crane Grus Americana yang sedang menetap di Amerika Utara. Burung bangau Red Crowned dapat ditemukan di empat bagian pulau Jepang. Burung bangau Red Crowned ini sangat langka dan unik dibandingkan dengan spesies yang lain, dimana burung ini terdapat bulu yang sangat bersih putih. Terdapat warna merah diatas kepalanya sewaktu menjelang remaja. Sangat sulit untuk membedakan jenis kelaminnya sewaktu kecil. Burung bangau jantan biasanya berukuran lebih besar dari burung bangau betina dan mempunyai leher berwarna hitam dan kerongkongan Universitas Sumatera Utara yang berwarna abu-abu gelap daripada betina. Sewaktu anak-anak burung bangau ini berwarna lebih suram, yaitu pencampuran bayangan putih, abu-abu dan coklat. Bulu putihnya hanya didapat ketika menjelang usia 2 tahun keatas. Burung bangau Red Crowned ini dipelihara di tempat perairan yang sangat dalam. Mereka memakan hampir semuanya seperti serangga, binatang dan tumbuhan yang hidup di dalam air Aquatic invertebrates, ikan, binatang ampibi binatang berdarah dingin, binatang pengerat seperti tikus dan kelinci, buah arbei, jagung dan padi-padian. Masyarakat Jepang memelihara burung bangau ini di peternakan padang rumput pada musim panas dan pindah ke tempat area yang banyak airnya pada musim dingin. Di Hokkaido mereka memberi makanan jagung, padi-padian dan ikan selama musim dingin. Burung bangau berkencan dengan pasangannya dengan mengeluarkan suara yang ribut sambil diiringi alunan gerakan-gerakan yang anggun seperti menari sehingga terkenal sebagai dansa burung bangau. Sekali berpacaran pasangan ini akan melaksanakan menjalankan suara seperti menangis yang dikenal dengan sebutan “Pemanggilan Bersama-sama Unison Calling”. Kedua burung bangau ini berdiri tegap dengan paruh Universitas Sumatera Utara mereka bertatapan menghadap langit. Pejantan akan mengeluarkan suara sekali dan Betina akan menjawab dengan suara lebih dari sekali Bersumber dari Miller, Alden H. Sibley, Charles G,1942:126-127 Burung bangau Red Crowned ini akan menari lebih banyak dibanding dengan burung bangau spesies lainnya baik mengayunkan sayap, melompat, berlari, mengepakkan sayapnya dan melontarkan kayu atau rumput ke dalam air pada masa pacaran. Di samping itu masyarakat Jepang juga percaya gerakan-gerakannya dapat membantu meringankan penyerangan dari sifat agresi dan mengurangi sifat ketegangan pada masa perikatan kebersamaan antara kedua pasangan burung bangau ini. Lebih kontras lagi pada gerakan yang anggun itu, burung bangau ini mempunyai suara yang kasar dan tajam serta kuat. Menurut Barrons 1989:76 mengemukakan, masyarakat Jepang mempunyai sebuah pepatah “Tsuru no Hitokoe The single cry of the crane is the voice of authority that silences all dispute”, bahwa artinya setetes air mata burung bangau berkekuasaan untuk bersuara, bahwa kesunyian akan dipenuhi dengan suara-suaranya. Beberapa spesies burung bangau merupakan burung migran ke tempat Universitas Sumatera Utara yang sangat jauh, sedangkan beberapa spesies yang hidup di iklim panas bukan merupakan burung migran. Burung bangau hidup berkelompok dan jika jumlahnya cukup dapat membentuk kawanan yang besar. Karena adanya asosiasi yang menjaga dan melestarikan burung bangau Red Crowned ini, burung bangau yang telah menetap di Hokkaido tidak berpindah ke tempat lain walaupun pada saat musim dingin. Akan tetapi populasi burung bangau Red Crowned di sekitar China Utara, Siberia dan Mongolia berpindah tempat ke China Timur dan Korea pada waktu musim dingin.

2.1.2 Hooded Crane Grus Monacha