sering terlihat keindahan dansanya dari gerakan-gerakan mengepakkan sayapnya, melontarkan rumput dan kayu-kayu, melompat, berlari juga
mengayunkan tubuhnya Colleen Cancio, 1997:198.
2.2 Penghormatan Masyarakat Jepang terhadap burung bangau Tsuru Tanchou
Selama ini burung bangau dikenal sebagai lambang yang selalu membawa kemujuran oleh masyarakat di segala penjuru. Bahwa kita dapat
menemukannya dari melipat burung bangau Origami atau pada penyelengaraan burung bangau lainnya yang dikirim sebagai ucapan
selamat juga permohonan rejeki dalam beberapa perayaan, khususnya pernikahan.
Burung bangau Origami yang telah dilakukan sejak 300 tahun yang lalu yang tradisinya melipat hanya dengan kertas putih, itu dipercayakan
oleh masyarakat Jepang bahwa si pelipat akan dipenuhi permohonannya karena mereka telah menghabiskan banyak waktu dan kemampuan telah
menkreasinya dengan susah.
Dapat juga kita temukan sering dibuatnya dalam seuntai benang yang dipasangkan beribu-ribu ekor origami burung bangau yang sering ditempati
Universitas Sumatera Utara
di tempat-tempat tertentu sebagai permohonan dan permintaan yaitu banyak terdapat di kuil-kuil dan wihara. Seuntai burung bangau ini dibuat
pada waktu adanya kesedihan, kehilangan atau juga kepada orang yang sakit sebagai lambang permohonan untuk mendapatkan kesembuhan dari
penyakit yang diderita.
Seperti cerita yang sudah kita dengar yaitu cerita seorang anak yang bernama Sadako Sasaki yang berusia 2 tahun yang merupakan salah
seorang yang selamat secara ajaib dari penyerangan pemboman Hiroshima. Sewaktu kelas 6, Sadako tiba-tiba terserang flu berat yang diagnosa oleh
dokter bahwa menunjukkan ada kelainan pada tubuhnya. Penyakit Leukemia yang telah menyerangnya dari radiasi akibat bom yang
dijatuhkan menyebar ke tubuhnya.
Sadako Sasaki yang percaya pada legenda burung bangau yang pernah didengarnya dari teman baiknya bahwa tradisi melipat 1000 ekor burung
bangau dapat dikabulkan keinginannya. Harapan dia melipat 1000 ekor burung bangau ini adalah untuk meraih “Kedamaian Dunia”. Saat itu dia
terbaring di tempat tidur Rumah Sakit dengan kesabarannya dia melipat burung bangau satu demi satu, mengharapkan agar keinginannya
dikabulkan.
Universitas Sumatera Utara
Namun sayangnya, penyakit Leukemia yang dideritanya semakin hari semakin banyak untuk tubuhnya yang masih anak-anak. Sadako Sasaki
akhirnya meninggal pada 25 Oktober 1955 tepat di usia 12 tahun. Sadako Sasaki hanya menyelesaikan 644 burung bangau. Teman sekelasnya
membantu menyelesaikan keinginannya dengan melipat sisa sisa burung bangau dan Sadako Sasaki dikubur bersama 1000 ekor bangau dengan
jumlah penuh. Teman-temannya menyumbang mendirikan “Taman Perdamaian” Peace Park dan terdapat patung Sadako Sasaki yang sedang
memegang origami burung bangau di tangannya di Hiroshima sekarang ini.
Cerita tentang Sadako Sasaki yang berusaha melipat burung bangau sebanyak 1000 ekor yang bertujuan mengharapkan mendapatkan kesehatan,
kebahagiaan dan kedamaian dunia yang abadi melebar luas ke segala penjuru dunia. Meskipun dia meninggal sebelum mencapai
keberhasilannya, tradisi mengirim burung bangau origami ke tugu peringatan Hiroshima ini terus bertahan, yang telah memikul arti sebagai
simbol “Pengharapan Jepang untuk penghentian persenjataan mengakhiri Perang dan Kedamaian Dunia”. Nara sumber yang diambil oleh Seijiro
Koyama, 1989.
Masyarakat Jepang sangat menghormati akan burung bangau dari sisi
Universitas Sumatera Utara
ini. Karena dipercayakan bahwa burung bangau mempunyai pengaruh yang sangat kuat yang dapat membebaskan diri mereka dari kesedihan. Sampai
kini masyarakat Jepang mengirim berwarna-warni hiasan bangau kertas ke tugu peringatan di Peace Memorial Park untuk mengenang seorang korban
anak yang bernama “Sadako Sasaki”. Hal ini telah meluas hingga seluruh penjuru negara. Masyarakat dari negara lain juga menghormatinya dengan
mengirim beratus-ratus ekor kertas burung bangau bahkan sampai beribu-ribu yang telah dipasang pada untaian benang.
Origami burung bangau dari Jepang juga tersebar hingga di Indonesia tepatnya di Banda Aceh, hadiah lebih dari 600 ekor burung bangau
berwarna-warni yang dikirim dari UNESCO selaku direktur utama Koichiro Matsuura dari GIAJ General Insurance Association Of Japan
selama kejadian forum umum di kobe tgl 19 Jan 2005 yang berjudul “Disaster Reduction” pada konferensi dunia UN, telah mendarat di Aceh
Indonesia.
Burung bangau Origami yang telah dipercayakan membawakan kedamaian, kemujuran, keinginan dan rasa simpati dari anak-anak Jepang
kepada anak-anak yang mengalami kejadian Tsunami di Aceh, ikut serta berpartisipasi mendorong semangat anak-anak di Aceh pada acara
Universitas Sumatera Utara
Kebudayaan UNESCO. Serta mendorong semangat mereka dengan mendengarkan musik therapy yang berjudul “The rise of the Tsunami
Children” yang diselenggarakan kepada korban tsunami pada 30 Mei 2005 sumber dari http:www.unesco.or.idactivitiesculturecompleted250.php .
Masyarakat Jepang juga mendirikan beberapa asosiasi untuk menjaga dan melestarikan serta meningkatkan perkembangbiakan burung bangau
dari kepunahan. Salah satunya adalah asosiasi ICF International Cranes Foundation yang telah menyelamatkan burung bangau dari jumlah yang
terbatas akibat punah. Sejak tahun 1950an, pemerintah Jepang telah menetapkan memberikan dana untuk melestarikan beberapa macam spesies
burung bangau yang ada di Jepang. Dari jumlah yang terbatas sejak Perang Dunia II, jumlah burung bangau meningkat hingga mencapai ribuan.
Bersumber dari Johnsgard PA, 1983. Cranes of the World. Bloomington: Indiana University Press. Yang dikutip dari Meine CD, Archibald GW,
1996. The Cranes: Statue Survey and conservation action plan. Glan, Switzerland: IUCN.
Di negara Jepang burung bangau diamankan dengan ketat sesuai dengan spesies dan kelasnya dan juga cara pemberian makanannya. Ketika
sistimnya dihapuskan pada zaman Meiji pada abad ke-19, perlindungan
Universitas Sumatera Utara
terhadap burung bangau ini hilang. Dengan usaha mereka membawa kembali dari ambang kepunahan. Jepang mendirikan salah satu satelitnya
khusus untuk perlindungan terhadap burung bangau. Sumber dari Barrons, 1989: 164.
Sepanjang ini tempat kediaman mereka makin sempit akibat diburu untuk dibuatkan berbagai jenis produk, burung bangau ini hampir punah.
Pada abad-20 burung bangau ini hanya terdapat sekitar 20 ekor di negara Jepang. Karena burung bangau adalah burung yang sangat dipercaya akan
membawakan kemujuran, maka masyarakat Jepang mendirikan berbagai asosiasi untuk melestarikan dan menjaga keselamatan burung bangau ini.
Sekarang populasinya berkembang hingga mencapai 900 ekor yang terdapat diperbatasan pulau Utara Hokkaido. Burung bangau di pulau
Hokkaido ini dijaga dan dilestarikan oleh pihak bantuan pemulihan “WBSJ Wild Bird Society of Japan”.
Di luar dari negara Jepang, Sebuah Asosiasi Muri Musium Rekor Indonesia pernah memberikan penghargaan kepada orang yang melipat
burung bangau kertas sebanyak 50 ribu. Puluhan ribu burung bangau itu merupakan hasil origami dari negara Jepang. Grace Yanuar, seorang
designer floral artist telah menyatukan ekor dan sayap kertas burung
Universitas Sumatera Utara
bangau itu menjadi dekorasi interior dan eksterior yang indah. Hasilnya dipajang di atap dan juga di tangga pusat belanja di Serpong, Indonesia.
Muri memberikan penghargaan kepada Grace sebagai pembuat origami terbanyak Bersumber oleh Nurvita Indarini, 07042008.
2.3 Burung Bangau Tsuru dalam karya sastra