Burung Bangau dalam Buddhisme.

sumber dari Papiroflexia 1995:23. Sekilas burung itu terlihat seperti burung bangau, maka hingga kini orang menyebutnya sebagai burung bangau.

3.2 Burung Bangau dalam Buddhisme.

Bersumber dari Origin of Species dalam Buddhisme mengatakan, Dalam Buddhisme, dunia dan manusia serta segala sesuatu yang ada di alam, ada dengan sendirinya tanpa diciptakan. Menurut Buddhisme, manusia terlahir secara tersendiri di dunia ini. Tetapi bentuknya sangat kecil dan bercahaya. Pada zaman Meiji pemerintah membagikan aliran agama Shintoisme dan Buddhisme. Simbol Shinto adalah adalah “Torii” sedangkan Buddhisme dapat diketahui bahwa pendeta mengundulkan rambutnya. Pada Buddhisme hal yang berubah adalah cara pandang atau filosofi kehidupan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keagamaan. Nilai agama bukan hanya sekedar dalam ayat-ayat suci sebuah kitab suci atau sutra saja, namun nilai ini harus mengakar dan menjadi “Way of Life” dari setiap pemeluknya. Dalam agama Buddha segala sesuatu kejadian akan ada sebab akibat. Karena manusia selalu lupa akan rasa toleransi, welas asih Universitas Sumatera Utara menghargai dan menghormati antara sesama manusia hanya untuk mengejar kesenangan pribadi atau disebut sebagai “Kesesatan Pandangan”. Pandangan yang menampakkan nilai-nilai konsumerisme dan materialisme telah membelokkan sisi-sisi kemanusiaan kita yang hakiki. Bahwa manusia untuk memenuhi kebutuhannya sejenak, membunuh makhluk yang ada di alam yang digunakan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan pemenuhan pemakai tambahan dari tubuh binatang. Seperti menguliti kulit burung bangau untuk dijadikan produk tas bermerek, mengambil bulu burung bangau dan dijadikan pakaian mewah. Buddhisme menentang segala kekerasan dan kebencian karena pada dasarnya kebencian hanya akan menghasilkan kebencian baru, demikian seterusnya dan tidak akan selesai. Pada zaman Meiji pemerintah membagikan aliran agama Shintoisme dan Buddhisme. Simbol Shinto adalah adalah “Torii” sedangkan Buddhisme dapat diketahui bahwa pendeta mengundulkan rambutnya. Sekitar 700 tahun yang lalu di Jepang, ada seorang Maha Bodhisatva yang bernama Nichiren Shonin, yaitu seorang reformis Buddhisme. Nichiren Shonin pernah menuliskan sebuah surat yang berisi: Universitas Sumatera Utara “Kita harus menghargai semua kehidupan mulai dari yang paling bijaksana sampai yang paling rendah, serta juga kepada alam binatang yang hidup di alam. Oleh karena itu, perbuatan apa pun yang tidak menghargai kehidupan adalah sebuah kejahatan terbesar. Ketika Sang Tathagata muncul didunia ini, Ia menunjukkan welas asih yang besar terhadap semua kehidupan dengan membabarkan ajaranNya. Untuk menunjukkan rasa welas asihnya, Ia tidak melakukan pembunuhan untuk makanan dan minumannya dan ini merupakan wujud ajaran pertamanya . Bersumber dari Myomitsu Shonin Goshosoku, 1276. Nichiren Shonin menjadikan pemahaman dan nilai-nilai ini sebagai wujud penghargaan bagi sebuah kehidupan yang mengacu pada apa yang diajarkan oleh Buddha Sakyamuni. Nilai-nilai kemanusiaan dalam Buddhisme dicerminkan dalam Pancasila Buddhis yakni; Tidak Membunuh, Tidak Mencuri, Tidak Berzinah, Tidak Berbohong, Tidak Meminum Minuman Keras. Jika kita mampu menempatkan nilai-nilai ini dalam hati, pikiran dan badan kita, maka segala kekerasan, kebencian dan pertengkaran akan terhindarkan. Dalam mitos, sikap burung bangau terdapat dalam ajaran Saddharma Pundarika Sutra juga mengajarkan tentang Way Of Life melalui berbagai pembabaran dan contoh perumpamaan yang Universitas Sumatera Utara diajarkan, seperti: 1. Sikap Menghargai dan Penghormatan terhadap semua orang Upaya Kausalya, dan Bodhisattva Sadaparibhuta 2. Sikap Welas Asih terhadap semua mahluk hidup Bodhisattva Avalokitesvara 3. Sikap Tidak membenci, Penghargaan dan Kesetaraan manusia Devadatta 4. Sikap Kejujuran dan Ketulusan Bodhisattva Samantabadra Bagi Nichiren Shonin, nilai kehidupan adalah hati kepercayaan yang tertinggi sebagaimana yang diajarkan dalam “Saddharma Pundarika Sutra” , dan merupakan satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian. Dalam pengajaran agama Buddha diajarkan sikap penghargaan terhadap nilai kehidupan diberikan pada semua hal, baik manusia terhadap nilai, binatang, tumbuhan, mahluk lain yang kelihatan maupun tidak kelihatan, dan lingkungan alam. Dalam Dhammapada, Buddha Sakyamuni Buddha menyarankan kepada para pengikutnya untuk menempatkan penghargaan terbesar bagi kehidupan semua mahluk hidup dan mengingatkan untuk menahan diri dari melakukan kekerasan terhadap Universitas Sumatera Utara mahluk apapun juga. “Semua orang takut akan hukuman, semua orang takut akan kematian, sama halnya seperti kamu. Oleh karena itu janganlah membunuh atau menyebabkan pembunuhan. Semua orang takut akan hukuman, semua orang mencintai kehidupan, sama halnya seperti kamu. Oleh karena itu janganlah membunuh atau menyebabkan pembunuhan Dhammapada, 129-130. Karena Nichiren Shonin hidup sering terlibat dalam peperangan, pembunuhan dan segala bentuk kekejaman. Ia mendasarkan diri pada Saddharma Pundarika Sutra yang mengajarkannya “sudah sepantasnya semua mahluk hidup saling hormat menghormati. Orang “Yang Tersadarkan mempunyai sifat keBuddhaan” adalah seseorang yang penuh dengan keindahan, welas asih, dan kebijaksanaan yang menyinari seluruh alam semesta baik dalam flora dan fauna, mereka bagaikan permata harapan yang tak ternilai atau seperti indahnya bunga teratai. Seperti padad diri burung bangau yang mempunyai ciri khas yang unik dan indah. Maka itu dia mengajarkan “jauhkanlah segala kekerasan disekeliling diri anda”. Nishiren Shonin menegaskan tentang nilai kehidupan dengan Universitas Sumatera Utara menyatakan : “…..dalam kehidupan ini, hidup itu adalah harta yang paling bernilai dari semua harta. Bahkan semua harta yang ada dialam semesta ini tidak dapat dibandingkan dengan nilai kehidupan itu.” Jiri Kuyo Gosho, 1275. Dalam Buddhisme terdapat Empat Janji Agung Bodhisattva yang menjadi Jalan Pelaksanaan untuk mencapai KeBuddhaan yaitu: 1. Kesadaran Diri adalah tak terhingga, kami berjanji untuk menyelamatkan seluruh mahluk hidup. Mahluk hidup mencakupi semua aspek kehidupan; manusia, bukan manusia, tumbuh-tumbuhan, binatang, air, udara dan alam sekitarnya. Kita harus menghargai segala bentuk kehidupan dengan turut melestarikannya, menjaga lingkungan, menciptkan lingkungan yang lebih baik. 2. Hawa Nafsu kami adalah tidak terbatas, kami berjanji untuk mengalahkan mereke semua. Hawa nafsu yang tidak terkontrol akan menyebabkan penderitaan baik bagi diri sendiri maupun orang lain, karena itu kita harus berusaha menjadi “Tuan” dari hawa nafsu bukan “Budak” dari hawa nafsu kita. Universitas Sumatera Utara 3. Ajaran Sang Buddha adalah tidak terjangkau, kami berjanji untuk mempelajari semuanya. Sebagai murid Sang Buddha sudah seharusnya kita mempelajari semua ajaranNya dengan baik dan berusaha untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 4. Jalan KeBuddhaan adalah tidak ada bandingannya, kami berjanji untuk mencapai Jalan Kesadaran. Manusia yang telah mencapai Kesadaran, akan menjadi permata bagi lingkungan sekitarnya, sehingga segala kebaikan, kedamaian dan kebahagiaan akan tercapai. Perdamaian dan Keadilan dunia didasarkan “Hukum Sebab Akibat” menjamin semua orang akan “menerima apa yang telah mereka lakukan” seperti “mereka yang hidup dengan pedang akan mati oleh pedang.” Pada sisi lain, orang yang hidup dalam perdamaian, akan memulai sebuah gerakan yang akan memberikan ketenangan dan kedamaian bagi orang lain pula dan masyarakat pun akan dijauhkan dari kebencian dan kekerasan. Semua yang terjadi adalah sebuah rangkaian yang tak terpisahkan. Dengan semangat dan kreatifitas, kebijaksanaan dan rasa welas asih, sebuah solusi untuk menyelesaikan masalah secara damai akan dapat Universitas Sumatera Utara ditemukan. Dapat dikatakan bahwa alam dan manusia adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan, ketika kesesatan terjadi dalam diri manusia, maka alam pun akan berubah. Alam tidak ramah karena manusia yang tidak ramah. Nichiren Shu, sebagai sebuah kelompok Buddhis dan seluruh pengikutnya harus dengan tegas berusaha menciptakan perdamaian, kebahagiaan, dan pencerahan bagi seluruh mahluk hidup. Hidup manusia harus dilindungi dan dihargai, dan seluruh masyarakat harus didorong kearah perdamaian dan kebahagiaan. Oleh karena itu, Nichiren Shu secara tegas menolak segala bentuk peperangan, segala kekerasan, kebencian, pengembangan senjata nuklir, dan turut menyebarluaskan keadilan dan kedamaian dalam masyarakat. Selain menyebarluaskan nilai-nilai ini dalam masyarakat, kita percaya bahwa ajaran Sang Buddha yang dibabarkan dalam Saddharma Pundarika Sutra dan dengan mengikuti ajaran dari Nichiren Shonin, kita dapat mewujudkan sebuah kehidupan yang alami dan wajar sesuai dengan nilai-nilai kehidupan itu sendiri.

3.3 Mitologi tentang Burung Bangau Tsuru