Jumlah beras raskin yang diterima X

dari keluarga berencana untuk dapat mengendalikan jumlah anggota keluarga secara khusus bagi rumah tangga miskin itu sendiri. Intinya keluarga miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanan apabila anggota keluarganya kecil. Keluarga yang mempunyai jumlah anggota besar apabila persediaan pangan cukup, belum tentu dapat mencegah gangguan gizi, karena dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga maka pangan untuk setiap anggota keluarganya berkurang, atau akan menambah alokasi pengeluaran untuk memenuhi konsumsi pangan keluarga tersebut.

4. Jumlah beras raskin yang diterima X

4 Raskin merupakan program pemerintah dalam penyaluran beras bersubsidi kepada rumah tangga miskin. Dalam hal ini BPS yang merupakan data sasaran rumah tangga penerima program, digunakan sebagai dasar penetapan pagu alokasi hingga tingkat desakelurahan. Di tingkat desakelurahan, penetapan penerima manfaat menggunakan mekanisme mudes yang dilaksanakan secara transparan dan partisipatif dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat termasuk perwakilan RTM. Dimana besarnya jumlah beras raskin yang diberikan kepada rumah tangga miskin sangat mempengaruhi pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga tersebut. Besarnya pengaruh variabel ini terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin dapat dilihat dari koefisien regresi yang bernilai 50.000 -. Dimana hal ini berarti bahwa dengan bertambahnya jumlah beras raskin yang diterima rumah tangga sebanyak 5 kg maka pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga berkurang sebesar Rp 50.000 perbulannya. Universitas Sumatera Utara Secara parsial variabel ini berpengaruh terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin. Hal ini dapat dilihat dari p- value 0.000 0.05. Dan untuk lebih jelasnya rata –rata pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin berdasarkan jumlah beras raskin yang diterima dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini : Tabel 14. Rata – Rata Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan RTM Berdasarkan Jumlah Beras Raskin yang Diterima. No Jumlah Beras Raskin yang Diterima Kgbln Jumlah rumah tangga Rata - rata pengeluaran untuk konsumsi pangan Rpbln 1 5 13 1.132.000 2 10 41 676.258 3 15 6 507.583 Jumlah 60 Sumber : Diolah dari Lampiran 3, 2011. Apabila dilihat dari Tabel 14 diatas, terdapat hubungan yang negatif antara jumlah beras raskin yang diterima dengan pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di daerah penelitian. Dimana dengan bertambahnya jumlah beras raskin yang diterima maka pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga menurun. Bantuan beras raskin di daerah penelitian memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin karena pada umumya mereka dapat memperoleh beras raskin hanya dengan Rp 1600 – Rp.1800 kg nya, sedangkan apabila mereka membeli di warung, harga beras perkilogramnya cukup mahal yaitu antara kisaran Rp 6.000- Rp. 9000. Hal tersebut jelas terlihat sesuai dengan peryataan BPS 2004 yang mengatakan bahwa Program Raskin bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai bentuk dukungan dalam meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan perlindungan sosial beras murah. Universitas Sumatera Utara Dan adapun ketidakmerataan jumlah beras raskin yang diterima di daerah penelitian disebabkan karena tidak semua rumah tangga miskin terdata sebagai penerima beras raskin. Sementara apabila dilihat secara kasat mata, masih banyak rumah tangga yang sangat membutuhkan bantuan beras subsidi tersebut, sehingga kepala lingkungan yang dalam hal ini sebagai distributor akhir berinisiatif untuk membagikan beras secara merata kepada setiap warga untuk mencegah terjadinya kesenjangan. 5 . Jarak Rumah Tangga dengan Pasar Sumber Pangan X 5 Akses fisik pangan dapat berupa jumlah maupun jarak pasar ataupun warung, serta ketersediaan pangan secara fisik di warungpasar. Dan tentunya semakin baiksemakin dekat akses untuk mendapatkan pangan maka semakin kecil juga pengeluaran untuk mendapatkan pangan tersebut. Nilai koefisien regresi untuk variabel jarak rumah dengan pasar sumber pangan yang bernilai 52 yang berarti bahwa rata-rata pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin akan bertambah sebesar Rp. 52 dengan bertambahnya jarak rumah sebesar 1 m. Namun, secara parsial variabel ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga. Hal ini dapat dilihat dari p- value 0.338 0.05. Untuk akses pangan dalam hal ini jarak rumah tangga sampel dengan sumber pangan dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini. Universitas Sumatera Utara Tabel 15. Rata –Rata Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan RTM Berdasarkan Jarak Rumah Tangga Ke Sumber Pangan. No Jarak rumah ke sumber pangan m Jumlah rumah tangga Rata - rata pengeluran untuk konsumsi pangan Rpbln 1 500 20 816.255 2 500 - 999 17 722.782 3 1000 23 744.104 Jumlah 60 Sumber: Data diolah dari lampiran 3, 2011. Apabila dilihat dari Tabel 16 diatas terlihat tidak adanya hubungan antara jarak rumah ke sumber pangan dengan rata-rata pengeluaran untuk konsumsi pangan pada rumah tangga miskin itu sendiri. Menurut penulis hal ini diakibatkan karena pengeluaran akan bergeser kepada pengeluaran nonpangan seperti biaya transportasi untuk sebagian kecil ibu rumah tangga atau biaya minuman tidak dimasukkan kedalam variabel pengeluaran untuk konsumsi pangan sebagai pelepas dahaga apabila ibu rumah tangga tersebut menempuh sumber pangan dengan jalan kaki dan bukan untuk pengeluaran pangan, karena pada kenyataannya di daerah penelitian walaupun jarak untuk menempuh sumber pangan cukup jauh para ibu rumah tangga enggan untuk menggunakan sarana transportasi dan mereka lebih memilih untuk berjalan kaki dengan alasan menghemat biaya. Uji Asumsi Klasik 1. Uji asumsi multikolineritas. Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana variabel-variabel bebas saling berkorelasi. Persamaan regresi linier berganda yang baik adalah persamaan yang bebas dari adanya multikolinieritas antara variabel- variabel bebasnya. Hasil uji asumsi multikolinieritas untuk model faktor- faktor yang mempengaruhi Universitas Sumatera Utara pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel 22 dibawah ini : Tabel 16. Hasil Uji Multikolinieritas Menggunakan Statistik Kolinieritas No Variabel Bebas Collinierity Statistics Tolerance VIF

1 Pendapatan Keluarga

0.838 1.193 2 Pendidikan Ibu 0.862 1.161

3 Jumlah Anggota Keluarga

0.629 1.589 4 Jumlah Beras Raskin yang Diterima 0.604 1.655 5 Jarak ke Sumber Pangan 0.814 1.228 Sumber: Analisis Data Primer, 2011. Hasil uji asumsi multikolinieritas untuk model pengeluaran untuk konsumsi pangan menunjukkan bahwa masing –masing variabel bebas memiliki nilai VIF 10 dan nilai toleransi tolerance 0,1. Maka dapat dikatakan bahwa regresi linier pengeluaran untuk konsumsi pangan terbebas dari masalah multikolinieritas. 2. Uji asumsi heterokedastisitas. Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi perbedaan varian residual dari suatu periode pengamatan ke pengamatan yang lain. Metode grafik menunjukkan penyebaran titik – titik varian residual sebagai berikut : a. Titik –titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0. b. Titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja. c. Penyebaran titik – titik data tidak membentuk pola bergelombang menyebar kemudian menyempit dan melebar kembali. d. Penyebaran titik–titik tidak berpola. Universitas Sumatera Utara Sumber: Analisis Data Primer, 2011. Gambar 4. Grafik Uji Heterokedastisitas Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin terbebas dari asumsi heterokedartisitas. 3. Uji asumsi normalitas Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah residual dalam model regresi memiliki distribusi normal. Setelah diuji dengan menggunakan normal probability plot dan diagram histogram, terlihat data menyebar mengikuti garis diagonal dan diagram yang tidak condong ke kekiri maupun ke kanan. Universitas Sumatera Utara Sumber: Analisis Data Primer, 2011 Gambar 6. Grafik Uji Normalitas dan Histogram Normalitas Apabila dilihat dari Gambar 6 diatas maka,dapat disimpulkan bahwa residual dalam model pengeluaran untuk konsumsi pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Medan Belawan memiliki distribusi yang normal. Pangsa Pengeluaran Pangan pada Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Medan Belawan Perhitungan persentase atau pangsa pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga menggunakan formula sebagai berikut : PF = TP PP x 100 Universitas Sumatera Utara Dimana : PF = Persentase atau pangsa pengeluaran pangan PP = Pengeluaran untuk pangan rumah tangga Rpbulan TP = Total pengeluaran rumah tangga Rpbulan Sinaga dan Nyak Ilham, 2002. Dan setelah menggunakan formula tersebut didapat bahwa pangsa pengeluaran pangan rumah tangga miskin Kecamatan Medan Belawan berdasarkan lampiran 3, rata –rata sebesar 70,45 , dimana 80 dari rumah tangga sampel mempunyai pangsa pengeluaran pangan lebih daripada 60 yang mengididentifikasikan bahwa rumah tangga tersebut kurang sejahtera dalam hal pemenuhan pangan. Hal tersebut sesuai dengan literatur Purwantini dan Arianti, 2002 yang mengatakan apabila hanya menggunakan indikator ekonomi diproksi dari pangsa pengeluaran pangan, dengan kriteria apabila persentase atau pangsa pengeluaran pangan tinggi ≥ 60 pengeluaran total maka kelompok rumah tangga tersebut merupakan golongan yang relatif kurang sejahtera. Untuk lebih jelasnya, pangsa pengeluaran untuk setiap kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Belawan yaitu :

1. Kelurahan Belawan Pulau Sicanang