15 Suhu 95°C dipertahankan selama 5 menit sebelum didinginkan hingga suhu 50°C
selama 7.5 menit.Suhu 50°C dipertahankan selama 2 menit. Parameter yang diamati adalah suhu awal gelatinisasi, viskositas maksimum peak viscosity, viskositas pada
suhu 95°C, viskositas pada suhu 50°C, viskositas breakdown, dan viskositas setback.
Gambar 5. Rapid Visco Analyzer
2. Kajian Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin terhadap Profil
Gelatinisasi
Penentuan rasio amilosa-amilopektin dilakukan dengan mencampurkan tepung beras dan tepung beras ketan yang diperoleh pada tahap sebelumnya. Kemudian setiap sampel
dengan rasio amilosa-amilopektin tersebut diujikan sifat amilografinya dengan menggunakan RVA. Uji ini dilakukan untuk melihat pengaruh perbedaan rasio amilosa-amilopektin
terhadap sifat amilografi setiap sampel.
3. Kajian Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin terhadap Kerenyahan dan
Kekerasan
a. Perhitungan Rasio Amilosa-Amilopektin berdasarkan Campuran Tepung Beras dan
Ketan
Penentuan rasio amilosa-amilopektin dilakukan dengan mencampurkan tepung beras dan tepung beras ketan sehingga diperoleh beberapa sampel yang mewakili
berbagai rasio amilosa-amilopektin. Jumlah tepung beras dan ketan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3. Dari sampel tersebut dilakukan uji kerenyahan dan kekerasan
sehingga dapat diketahui pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap kerenyahan dan kekerasan.
Tabel 3. Jumlah tepung beras dan ketan yang digunakan dalam penentuan rasio amilosa- amilopektin
Jumlah Tepung Beras gram
Jumlah Tepung Beras Ketan gram
100 67
33
30 70
100
16
b. Formulasi Adonan
Tahap ini bertujuan untuk menentukan jumlah air yang ditambahkan pada tepung gorengan sehingga diperoleh adonan dengan konsistensi terbaik. Pembuatan adonan
dilakukan dengan mencampurkan campuran tepung beras-ketan dengan air. Pembuatan adonan ini dilakukan dengan metode trial and error hingga diperoleh konsistensi dan
campuran adonan terbaik. Konsistensi dan campuran adonan terbaik ditandai dengan tidak menempelnya adonan pada telapak tangan, tidak ada bagian kering tepung yang
masih terlihat pada adonan, dan adonan terikat kuat sehingga mudah dibentuk dan tidak mudah hancur. Campuran tepung beras-ketan dibuat dalam berbagai perbandingan dengan
air. Perbandingan tepung dan air yang diujikan sebanyak 4 formula Tabel 4. Tabel 4. Formulasi pembuatan adonan sampel
Formula yang Diujikan Perbandingan Tepung dan Air
A 1:0.5
B 1:0.6
C 1:0.7
D 1:0.8
c. Penentuan Suhu dan Lama Penggorengan Adonan
Pada tahap ini dilakukan penentuan suhu dan lama penggorengan adonan agar diperoleh model produk gorengan terbaik. Suhu yang digunakan pada proses
penggorengan umumnya berkisar antara 162-196°C Orthoefer Cooper 2004. Adonan kemudian digoreng dengan menggunakan Deep Fat Fryer Gambar 6. Suhu
penggorengan dijaga tetap saat memasukkan sampel ke dalam penggorengan. Suhu tersebut merupakan suhu penggorengan terendam Orthoefer Cooper 2004. Penentuan
suhu dan lama penggorengan dilakukan dengan metode trial and error.
Gambar 6. Deep Fat Fryer
d. Pembuatan Model Produk Gorengan
Pembuatan model produk gorengan dilakukan pada setiap rasio amilosa- amilopektin. Tahapan pembuatan model produk gorengan terdiri dari pembuatan adonan,
17 pencetakan adonan, dan penggorengan adonan. Pembuatan adonan dilakukan dengan
mencampurkan tepung dan air. Banyaknya penambahan air berdasarkan hasil uji formulasi adonan. Adonan diaduk dengan menggunakan tangan sehingga diperoleh
konsistensi dan campuran adonan yang rata. Konsistensi dan campuran adonan yang rata ditandai dengan tidak menempelnya adonan pada telapak tangan, tidak ada bagian kering
tepung yang masih terlihat pada adonan, dan adonan terikat kuat sehingga mudah dibentuk dan tidak mudah hancur. Tahap selanjutnya yaitu pencetakan adonan. Adonan
dibagi dalam ukuran yang lebih kecil dengan berat seragam yaitu 5 g. Kemudian adonan dicetak dengan menggunakan cetakan berbentuk tabung dengan dimensi 3.5 cm x 3.5 cm
x 0.5 cm. Kemudian adonan digoreng dalam deep fat fryer pada suhu 160⁰C selama 14 menit.
e. Pengaruh Rasio Amilosa-Amilopektin terhadap Kerenyahan dan Kekerasan
Tahapan analisis pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap kerenyahan dan kekerasan menggunakan panelis terlatih. Tahapan analisis tersebut terdiri dari seleksi
panelis, pelatihan panelis, dan pengujian.
1 Seleksi Panelis
Pemilihan panelis dilakukan dengan menyeleksi 24 orang sehingga didapatkan 8-12 orang yang selanjutnya akan dilatih hingga menjadi panelis terlatih
Adawiyah Waysima 2009. Tahapan seleksi panelis terlatih meliputi uji identifikasi rasa dan aroma dasar, uji ketepatan dengan menggunakan uji segitiga,
dan uji ranking Meilgaard et al. 1999. Formulir pendaftaran panelis terlatih dapat dilihat pada Lampiran 2.
Uji pertama pada tahapan seleksi panelis terlatih adalah uji identifikasi rasa dan aroma dasar. Scoresheet identifikasi rasa dan aroma dasar dapat dilihat pada
Lampiran 3. Uji ketepatan yang dilakukan menggunakan uji segitiga dimana sampel merupakan keripik produk komersial yang dibagi dalam tiga kelompok. Penyajian
setiap kelompok terdiri dari tiga sampel dimana terdapat dua produk yang sama dan satu produk yang berbeda. Calon panelis diinstruksikan untuk menulis kode sampel
yang berbeda. Scoresheet uji segitiga dapat dilihat pada Lampiran 4. Uji rangking dilakukan dengan mengurutkan intensitas kerenyahan dan kekerasan dari tiga produk
komersial yang berbeda. Scoresheet uji ranking dapat dilihat pada Lampiran 5. Panelis yang terpilih sebagai kandidat panelis terlatih adalah panelis yang
menjawab benar 75 dari uji identifikasi rasa dan aroma dasar, 60 dari sepuluh seri uji segitiga yang dilakukan, dan dapat mengurutkan dengan benar kerenyahan
dan kekerasan sampel pada uji ranking Meilgaard et al. 1999. Daftar kandidat panelis terlatih yang terpilih dapat dilihat pada Lampiran 6.
2 Pelatihan Panelis dan Penentuan Standar
Panelis yang telah lolos seleksi diberi pelatihan untuk melatih kepekaan sensori terhadap atribut tekstur yang terdiri dari kerenyahan dan kekerasan. Setelah
diperoleh kandidat panelis terlatih, diadakan Focus Group Discussion FGD dengan seorang panel leader yang memimpin diskusi tersebut. Selanjutnya, dilakukan
penyamaan persepsi antarpanelis dengan pengenalan terminologi istilah kerenyahan dan kekerasan. Kerenyahan menggambarkan seberapa kuat suatu bahan menahan
gaya tekan yang menyebabkannya hancur. Kekerasan menggambarkan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan Larsen et al 2005. Semakin
18 mudah bahan tersebut hancur maka semakin renyah, sedangkan semakin kuat bahan
menahan untuk tidak hancur maka semakin tidak renyah. Semakin kuat daya tahan bahan untuk tidak pecah maka semakin keras sedangkan semakin mudah bahan untuk
pecah maka semakin tidak keras. Panelis dilatih untuk dapat menilai intensitas suatu sampel pada skala garis
sepanjang 15 cm. Pada tanda awal dan akhir diberi label berupa ekspresi kata-kata yang menunjukkan intensitas dari atribut yang diuji. Panelis memberi tanda berupa
garis vertikal atau menyilang pada kisaran respon yang dideteksi. Dalam analisis deskriptif, penggunaan skala garis telah terbukti sangat efektif Stone Sidel 2004.
Scoresheet untuk latihan menskala terdapat pada Lampiran 7. Setelah panelis mengetahui terminologi dan cara mendeteksi atribut kerenyahan dan kekeresan,
panelis diminta untuk mendeskripsikan atribut kerenyahan dan kekerasan menggunakan skala garis. Penetapan terminologi atribut sensori dilakukan untuk
menyamakan konsep atribut sensori sehingga dapat dikomunikasikan antar panelis satu dengan yang lainnya Stone Sidel 2004. Sampel yang digunakan antara lain
keripik kentang A, keripik kentang B, dan keripik jagung. Panelis dilatih untuk menilai intensitas kerenyahan dan kekerasan dengan melakukan uji rating pada skala
garis untuk setiap sampel. Scoresheet untuk melatih kemampuan menilai panelis pada skala garis dapat dilihat pada Lampiran 8. Pelatihan bertujuan untuk melatih
kepekaan sensori para panelis terhadap atribut sensori yang akan sangat membantu pada pengujian selanjutnya. Uji rating tersebut dilakukan berulang kali hingga
panelis dapat membuat urutan yang tepat untuk setiap sampel. Uji rating pada skala garis tersebut akan menghasilkan nilai-nilai intensitas aroma menurut subjektivitas
panelis yang terukur melalui garis yang ditandai. Penentuan standar menggunakan sampel dengan menggunakan perbandingan
tepung beras dan tepung beras ketan 1:1. Nilai intensitas standar yang digunakan berdasarkan hasil penilaian panelis terlatih. Scoresheet penilaian intensitas standar
dapat dilihat pada Lampiran 9.
3 Pengujian
Penentuan rasio amilosa-amilopektin dilakukan dengan mencampurkan tepung beras dan tepung beras ketan yang diperoleh pada tahap sebelumnya. Dari sampel
tersebut dilakukan uji kerenyahan dan kekerasan sehingga dapat diketahui pengaruh rasio amilosa-amilopektin terhadap kerenyahan dan kekerasan.
Pengujian sampel produk gorengan menggunakan metode sensori profil tekstur. Pada saat pengujian,
sampel produk gorengan ditempatkan dalam wadah plastik tertutup agar atribut kerenyahan dan kekerasan tidak berubah. Penilaian dilakukan pada skala garis
sepanjang 15 cm diasumsikan skala 0-100 sesuai dengan intensitas atribut kerenyahan dan kekerasan yang terdapat di dalamnya dengan bantuan standar.
Adanya standar pada setiap atribut membantu panelis untuk mengingat dan menyamakan persepsi dengan panelis lainnya. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan untuk melihat konsistensi panelis dan menghindari bias. Scoresheet uji profil tekstur dapat dilihat pada Lampiran 10. Berikut kajian analisis yang dilakukan pada
penelitian ini.
19
4. Kajian Pengaruh Amilosa dan Amilopektin dalam Penyimpanan
terhadap Kerenyahan dan Kekerasan
Kajian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara amilosa dan amilopektin dalam penyimpanan gorengan terhadap kerenyahan dan kekerasan sehingga dapat diketahui
seberapa besar laju penurunan kerenyahan serta efek yang terjadi terhadap kekerasan produk gorengan. Pada dasarnya kajian ini berhubungan erat dengan peningkatan kadar air produk
dan efek kandungan amilosa dan amilopektin. Produk tersebut disimpan di ruang terbuka. Skala waktu penyimpanan ditentukan selama 6 jam berdasarkan trial and error. Pengukuran
kerenyahan dan kekerasan menggunakan panelis terlatih yang telah diperoleh pada tahap sebelumnya.
5. Kajian Pengaruh Kadar Air berdasarkan Lama Goreng terhadap
Kerenyahan dan Kekerasan
Kajian pengaruh kadar air terhadap kerenyahan dan kekerasan dilakukan dengan mengukur kadar air berdasarkan lamanya penggorengan. Sampel yang digunakan adalah
perbandingan tepung beras dan tepung beras ketan 1:1. Kemudian setiap sampel diukur tingkat kerenyahan dan kekerasannya menggunakan panelis terlatih yang telah diperoleh
pada tahap sebelumnya. Kajian ini membuktikan pengaruh kadar air terhadap kerenyahan dan kekerasan gorengan.
6. Analisis Data
Analisis data sensori pengaruh rasio amilosa-amilopektin, kadar air, dan lama penyimpanan terhadap kerenyahan dan kekerasan produk gorengan masing-masing diolah
dengan SPSS 16.0 for Windows pada program ANOVA Analysis of variants. Kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan
yang diberikan terhadap atribut kerenyahan dan kekerasan. Tingkat kepercayaan yang digunakan sebesar 95
α = 0.05. Jika nilai Sig. pada tabel output SPSS lebih kecil dari 0.05, terdapat perbedaan nyata antar perlakuan yang diberikan terhadap atribut kerenyahan
dan kekerasan. Sebaliknya, nilai Sig. yang lebih besar dari 0.05 menunjukkan perlakuan yang diberikan menghasilkan atribut kerenyahan dan kekerasan produk gorengan yang tidak
berbeda nyata. Jika perlakuan yang diberikan menghasilkan atribut kerenyahan dan kekerasan produk gorengan yang berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk
melihat perbedaan antara atribut kerenyahan dan kekerasan untuk masing-masing perlakuan.
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISASI TEPUNG BERAS DAN TEPUNG BERAS KETAN
1. Penepungan Tepung Beras dan Tepung Beras Ketan
Penelitian ini menggunakan bahan baku beras IR64 dan beras ketan Ciasem yang sudah disosoh sehingga hanya terdiri dari komponen endosperma. Pembuatan tepung beras IR64
dan beras ketan Ciasem menggunakan metode penggilingan kering dengan penambahan perlakuan perendaman sebelum penggilingan merujuk pada penelitian Suksomboon
Onanong 2006. Chiang Yeh 2002 melaporkan perendaman menyebabkan struktur biji beras melonggar dan melunak akibat hidrasi sehingga menghasilkan partikel tepung yang
kecil dengan kerusakan pati yang sedikit. Semakin tinggi tingkat difusi air, semakin lunak biji beras. Selama perendaman, protein, lipid, dan abu juga tercuci keluar Chiang Yeh
2002. Biji beras dan beras ketan dikeringkan dalam tray dryer yang berguna untuk mengurangi kadar air butir beras dan beras ketan sehingga memudahkan dalam proses
penepungan menggunakan pin disc mill. Jika kadar air terlalu tinggi, maka butir beras dan beras ketan akan menempel pada pin disc mill saat ditepungkan sehingga dapat menimbulkan
kemacetan dalam alat tersebut. Di sisi lain, jika kadar air terlalu rendah, endosperma akan kembali menjadi keras dan sulit untuk ditepungkan. Penggilingan bertujuan untuk
memperhalus ukuran butir beras dan beras ketan menjadi tepung dengan menggunakan pin disc mill. Untuk memperoleh tepung beras dan beras ketan dengan ukuran partikel yang
seragam, pengayakan dilakukan menggunakan saringan berukuran 100 mesh. Penggunaan ayakan 100 mesh merujuk pada SNI 3549-2009 yang menyebutkan bahwa kehalusan tepung
beras harus dapat lolos ayakan 80 mesh minimal sebanyak 90, sedangkan SNI 01-4447- 1998 menyebutkan bahwa tepung beras ketan harus dapat lolos ayakan 60 mesh minimal
sebanyak 99 dan ayakan 80 mesh minimal sebanyak 70. Hasil rendemen penepungan beras IR64 dan beras ketan Ciasem pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rendemen tepung beras IR64 dan ketan Ciasem
Bahan Baku Berat Awal
kg Berat Akhir
kg Rendemen
Beras IR 64
4.1360 3.0540
73.84
Beras ketan Ciasem 4.8500
2.5700 52.99
Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa rendemen tepung beras ketan Ciasem lebih rendah 52.99 dibandingkan dengan tepung beras IR64 73.84. Ketan memiliki
kandungan amilopektin lebih banyak dibandingkan dengan amilosanya. Hal inilah yang menyebabkan ketan memiliki sifat lengket. Pada saat penepungan, tepung beras ketan lebih
mudah menempel pada pin disc mill dibandingkan tepung beras. Hal ini dapat menyebabkan rendemen yang dihasilkan menjadi rendah. Kadar air yang terlalu tinggi pada butir beras dan
beras ketan juga menyebabkan menempelnya tepung pada pin disc mill saat ditepungkan sehingga mengurangi rendemen.