Pengujian Sifat Kimia Kayu Kadar Abu

10 hingga dicapai konsentrasi H 2 SO 4 3 yaitu hingga total volume 575 ml. Larutan dididihkan selama 4 jam dan dijaga agar volume larutan konstan dengan penambahan air panas. Lignin disaring dengan glass filter dan dicuci dengan air panas hingga bebas asam. Sampel lignin dikeringkan dalam oven pada suhu 102 ± 3 ºC hingga beratnya konstan, selanjutnya ditimbang. Kadar lignin dihitung dengan rumus: Kadar lignin = A B x 100 Keterangan: A = Bobot lignin gram B = Bobot kering serbuk kayu gram Kadar Silika dalam Abu Penentuan kadar silika dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 211 0m-85. Abu yang diperoleh dari pengujian kadar abu dipindahkan ke dalam cawan dan ditambahkan 20 ml HCl 6 M. Cawan berisi abu dipanaskan di atas waterbath bersuhu 80 °C, lalu diencerkan dengan aquades. Larutan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman telah diketahui berat kering ovennya dan dicuci hingga bebas asam dan tidak terjadi endapan putih AgCl 2 ketika diberi indikator AgNO 3 . Kertas saring beserta endapannya dimasukkan ke dalam cawan dan dioven pada suhu 103 ± 2 °C hingga beratnya tetap. Kadar silika dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar silika = A B x 100 Keterangan: A = Bobot silika gram B = Bobot kering serbuk kayu gram 2.3.5 Pengujian Keawetan Alami Kayu Uji Keawetan Kayu dari Rayap Tanah Pengujian dilakukan berdasarkan SNI 01-7207-2006 yang dimodifikasi menurut Arinana et al. 2012. Contoh uji berukuran 2.5 cm x 2.5 cm x 0.5 cm dikeringovenkan pada suhu 103 ± 2 ºC untuk mendapatkan berat kering sebelum pengujian B . Contoh uji dimasukkan ke dalam botol uji dan disandarkan sedemikian rupa sehingga salah satu bidang terlebar contoh uji menyentuh dinding botol uji. Ke dalam botol uji dimasukkan 200 gram pasir dan 50 ml aquades. Kemudian sebanyak 200 ekor rayap tanah Coptotermes curvignatus Holmgren dari kasta pekerja dimasukkan ke dalam botol, lalu botol uji ditutup dengan kain dan diletakkan ditempat gelap selama 4 minggu. Setelah 4 minggu botol uji dibongkar, contoh uji dicuci, kemudian dioven selama 48 jam dengan suhu 103 ± 2 °C, dan ditimbang B 1 . Penurunan berat dihitung dengan persamaan: P = W 1 − W 2 W 1 x 100 Keterangan: P = Kehilangan berat contoh uji kayu W 1 = berat kering oven kayu sebelum diumpankan gram W 2 = berat kering oven kayu setelah diumpankan gram 11 Gambar 2.1 Pengujian keawetan kayu dari serangan rayap tanah Penentuan keawetan kayu berdasarkan penurunan berat kayu setelah pengujian berdasarkan Tabel 2.2. Tabel 2.2 Klasifikasi keawetan kayu dari rayap tanah Kelas Keawetan Penurunan berat I Sangat tahan 3,52 II Tahan 3,52 - 7,50 III Sedang 7,50 - 10,96 IV Buruk 10,96 - 18,94 V Sangat buruk 18,94 - 31,89 Sumber: SNI 01-7207-2006 Uji Kubur di Lapangan Graveyard Test Prosedur penelitian uji kubur di lapangan berdasarkan ASTM D 1758-02. Ukuran contoh uji 45.7 cm x 2 cm x 2 cm. Contoh uji kondisi kering udara dikubur secara acak dalam tanah di Arboretum dengan jarak kubur antar contoh uji 30 cm dan jarak antar baris 60 cm. Kedalaman contoh uji yang terkubur adalah 23 dari panjang totalnya. Pengujian dilakukan selama 3 bulan. Setelah masa pengujian berakhir, sampel dikeluarkan dari tanah dan dibersihkan permukaannya untuk kemudian diamati tingkat kerusakannya. Penilaian tingkat kerusakan contoh uji oleh rayap pada uji lapang dengan menggunakan skoring yang mengacu pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Penilaian kerusakan contoh uji oleh rayap tanah Nilai Kondisi serangan 10 Tidak ada serangan: 1-2 lubang gerek kecil 9 Lubang gerek mencapai 3 dari cross section 8 Penetrasi mencapai 3-10 dari cross section 7 Penetrasi mencapai 10-30 dari cross section 6 Penetrasi mencapai 30-50 dari cross section 4 Penetrasi mencapai 50-75 dari cross section Rusak Sumber : ASTM D 1758-02 12 Uji Keawetan Kayu dari Rayap Kayu Kering Pengujian dilakukan berdasarkan SNI 01-7207-2006. Rayap yang digunakan dari jenis Cryptotermes cynocephalus Light. Contoh uji berukuran 5 cm x 2.5 cm x 2.5 cm dikeringovenkan pada suhu 103 ± 2 ºC selama 24 jam untuk mendapatkan berat kering sebelum pengujian B . Pada salah satu sisi terlebar pada contoh uji dipasang semprong kaca, ke dalamnya dimasukkan 50 ekor rayap yang sehat dan aktif dan ditutup dengan kapas. Contoh uji disimpan di tempat gelap selama 12 minggu. Persiapan pengujian seperti pada Gambar 2.2. Penurunan berat dihitung dengan menggunakan persamaan: P = W 1 − W 2 W 1 x 100 Keterangan: P = Kehilangan berat contoh uji kayu W 1 = Berat kering oven kayu sebelum diumpankan gram W 2 = Berat kering oven kayu setelah diumpankan gram Gambar 2.2 Pengujian keawetan kayu dari serangan rayap kayu kering Penentuan keawetan kayu berdasarkan penurunan berat kayu setelah diujikan kepada rayap kayu kering seperti Tabel 2.4. Tabel 2.4 Klasifikasi keawetan kayu dari rayap kayu kering Kelas Keawetan Penurunan berat I Sangat tahan 2.0 II Tahan Sedang 2.0 - 4.4 III Sedang 4.4 - 8.2 IV Tidak tahan 8.2 - 28.1 V Sangat tidak tahan 28.1 Sumber: SNI 01-7207-2006 Uji Keawetan dari Jamur Pelapuk Kayu Pengujian keawetan kayu terhadap serangan jamur pelapuk berdasarkan SNI 01.7207-2006. Jamur yang digunakan dari jenis Schizophyllum commune Fr. Contoh uji yang steril dan telah dihitung beratnya dimasukkan ke dalam toples yang sudah berisi biakan jamur penguji Gambar 2.3. Pengamatan dilakukan setelah 12 minggu. Setelah waktu 13 pengamatan selesai, contoh uji dibersihkan dari miselium dan dioven untuk mengetahui bobot kering tanurnya. Persentase kehilangan berat akibat jamur dapat dihitung dengan persamaan: P = W 1 − W 2 W 1 x 100 Keterangan: P = Persentase penurunan bobot Wı = Berat kering tanur contoh uji sebelum pengujian gram W 2 = Berat kering tanur contoh uji setelah pengujian gram Gambar 2.3 Pengujian keawetan kayu dari serangan jamur pelapuk kayu Penentuan keawetan kayu terhadap serangan jamur didasarkan atas kelas seperti pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Klasifikasi keawetan kayu dari jamur pelapuk kayu Kelas Keawetan Penurunan berat I Sangat tahan 1 II Tahan 1 - 5 III Agak tahan 5 - 10 IV Tidak tahan 10 - 30 V Sangat tidak tahan 30 Sumber: SNI 01-7207-2006 Uji Keawetan Kayu dari Penggerek Kayu di Laut Marine borer Pengujian dilakukan berdasarkan SNI 01-7207-2006. Bagian tengah contoh uji dilubangi dengan diameter 1.5 cm, penyusunan contoh uji sedemikian rupa seperti pada Gambar 2.4. Contoh uji yang telah disusun kemudian dipasang di perairan pantai yang bebas pencemar dengan salinitas 30 - 40 ppm, dan air pasang surut maksimal 1.5 - 2 meter. Setelah 6 bulan contoh uji diangkat, dibersihkan permukaannya dan dikeringkan. Contoh uji kemudian dibelah menjadi dua bagian pada sisi tebalnya. Tingkat serangan dinilai berdasarkan perbandingan bagian yang rusak dengan luas permukaan yang diukur. Tingkat serangan dinilai sesuai dengan Tabel 2.6. 14 Tabel 2.6 Klasifikasi keawetan kayu dari penggerek kayu di laut Intensitas serangan Kelas Selang intensitas serangan 7,3 I Sangat tahan 7,3 - 27,1 II Tahan 27,1 - 54,8 III Sedang 54,8 - 79,1 IV Buruk 79,1 V Sangat buruk Sumber: SNI 01-7207-2006 Gambar 2.4 Penyusunan contoh uji keawetan kayu dari penggerek kayu di laut

2.3.6 Pengujian Sifat Keterawetan Kayu

Pengujian sifat keterawetan kayu merujuk pada SNI 03-3233-1998. Contoh uji bebas cacat mewakili bagian pangkal dan ujung batang dibuat dengan ukuran 10 cm x 6 cm x 6 cm Apriyanto 2010 . Contoh uji kondisi kering udara dilapisi cat pada kedua ujungnya, kemudian dilakukan proses rendaman dingin dengan bahan pengawet Diffusol CB. Proses rendaman dingin dengan memasukkan contoh uji kayu ke dalam bak pengawetan, kemudian bahan pengawet dialirkan ke dalam bak pengawet sampai permukaan larutan mencapai 10 cm di atas tumpukan kayu selama 48 jam. Setelah masa perendaman tercapai, contoh uji ditiriskan sampai tidak ada larutan yang menetes, kemudian ditimbang untuk menghitung nilai retensinya. Retensi kgm −3 = B 1 − B V x K Keterangan: B 1 = berat contoh uji setelah pengawetan kg B = berat contoh uji sebelum pengawetan kg V = volume contoh uji m 3 K = konsentrasi larutan bahan pengawet Contoh uji dibiarkan sampai kering udara untuk mengukur nilai penetrasi bahan pengawet. Untuk menghitung dalamnya penetrasi, dilakukan langkah- langkah sebagai berikut: 15 1 Sampel uji dipotong melintang pada bagian tengahnya 2 Pada masing-masing penampang potongan sampel disemprotkan larutan bahan pereaksi yang sesuai dengan bahan aktif yang akan diuji secara berurutan. Bahan pereaksi untuk boron berupa pereaksi A yang terdiri dari 50 g serbuk kunyit dalam 500 ml alkohol, dan pereaksi B yaitu 80 ml alkohol dan 20 ml asam klorida pekat yang dijenuhkan dalam asam salisilat. Untuk tembaga, digunakan 10 ml amonia pekat dan 60 ml air suling pereaksi A, serta 0.5 g asam rubianat, 90 ml alkohol, 10 ml aseton pereaksi B. Adanya boron dalam kayu ditunjukkan dengan warna merah kekuningan, sedangkan adanya tembaga ditunjukkan dengan warna biru kehitaman. 3 Sampel uji yang sudah disemprot dengan pereaksi kemudian diangin- anginkan. 4 Pengukuran penetrasi dilakukan pada ke empat sisi yang ditembus oleh bahan pengawet lalu dirata-ratakan sebagai berikut: X = X1 + X2 + X3 + X4 4 Persyaratan retensi dan penetrasi bahan pengawet didasarkan pada nilai yang terdapat dalam SNI 03-5010.1-1999 sebagai berikut: 1 Retensi bahan pengawet sebesar 8,0 kg m -3 untuk penggunaan di bawah atap, dan 11.0 kg m -3 untuk penggunaan di luar atap. 2 Penetrasi bahan pengawet sebesar 5 mm.

2.3.7 Pengujian Sifat Pengeringan Kayu

Contoh uji berukuran 20 cm x 10 cm x 2.5 cm dengan lima kali pengulangan dibersihkan dari serat-serat dengan menggunakan amplas dan cutter. Kemudian contoh uji disusun bertumpuk dengan menggunakan stiker kayu di dalam oven. Selanjutnya contoh uji tersebut dioven pada suhu konstan 100 °C hingga mencapai kadar air kering tanur ± 0. Penilaian sifat pengeringan kayu didasarkan pada 3 jenis cacat dan tingkat kerusakan untuk masing-masing jenis cacat. Tingkat kerusakan kayu karena retakpecah ujung, pecah permukaan dan perubahan bentuk deformasi menggunakan skala 1 sampai 8 sedangkan untuk retakpecah di bagian dalam kayu menggunakan skala 1 sampai 6 Lampiran 4. Berdasarkan penilaian terhadap contoh uji dengan tingkat terparah, ditetapkan suhu dan kelembaban awal dan akhir pengeringan menurut Tabel 2.7. Berdasarkan hasil evaluasi cacat tersebut, maka disusun suatu rancangan jadwal pengeringan jenis kayu tersebut, yaitu berupa suhu awal dan akhir serta kelembaban awal dan akhir sehingga kayu tersebut dapat dikeringkan secara optimal. Perubahan tingkat suhu dan kelembaban untuk setiap perubahan kadar air dalam jadwal pengeringan mengacu pada jadwal pengeringan Forest Product Laboratory FPL Madison Torgeson, 1951 dalam Basri et al. 2000. Perubahan kelembaban relatif untuk tiap perubahan kadar air dan suhu pengeringan dicari dengan menggunakan bantuan kurva penentu kelembaban udara relatif. Pengujian jadwal pengeringan dilakukan menggunakan contoh uji papan tangensial berukuran 60 cm x 20 cm x 2.5 cm. Selanjutnya kedua ujung kayu dilapisi aluminium foil, dan disusun bertumpuk menggunakan sticker serta diberi beban yang cukup pada bagian atas tumpukan. 16 Percobaan pengeringan dilakukan dalam kilang pengering yang dilengkapi dengan alat pengatur suhu serta kelembaban udara. Proses pengeringan dilakukan menggunakan jadwal pengeringan yang diperoleh dari pengujian sebelumnya. Perhitungan kadar air dilakukan setiap hari hingga kadar air masing-masing kayu mencapai kondisi kering tanur. Penentuan laju pengeringan menggunakan rumus: L = KA a − KA b T Keterangan: L = Laju pengeringan hari KA a = Kadar air awal KA b = Kadar air akhir T = Waktu atau lama pengeringan hari Perlakuan conditioning selama dua jam diberikan menjelang akhir pengeringan untuk menstabilkan kondisi kayu agar tidak ada cacat tambahan akibat perbedaan tegangan. Pada akhir pengeringan alat pengatur suhu dan kelembaban dimatikan namun kipas dibiarkan tetap menyala selama sekitar 6 jam sebelum papan dikeluarkan dari dapur pengering. Tabel 2.7 Suhu dan kelembaban pada awal dan akhir pengeringan berdasarkan kondisi cacat pengeringan Jenis cacat Suhu ºC dan kelembaban Tingkat cacat 1 2 3 4 5 6 7 8 Retakpecah permukaan surface check Suhu awal 70 65 60 55 50 50 45 45 Kelembaban awal 75 78 82 83 85 90 90 90 Suhu awal 95 90 85 80 80 80 80 80 Kelembaban awal 29 29 27 30 30 28 28 28 Deformasi deformation Suhu awal 70 65 60 50 50 50 45 45 Kelembaban awal 75 75 82 81 81 85 85 89 Suhu awal 95 90 80 80 75 75 70 70 Kelembaban awal 29 29 25 27 28 27 27 27 Retakpecah dalam honeycomb Suhu awal 70 55 50 50 45 45 - - Kelembaban awal 75 81 80 85 83 89 Suhu awal 95 80 75 70 70 70 - - Kelembaban awal 29 27 25 27 27 27 - - Sumber: Terazawa 1965 dalam Basri 2005

2.3.8 Pengujian Sifat Pemesinan Kayu

Metode penelitian berdasarkan ASTM D-1666-64 yang dimodifikasi oleh Abdurachman dan Karnasudirdja 1982. Contoh uji, disebut contoh uji induk, dibuat dalam bentuk papan berukuran 125 cm x 12.5 cm x 2 cm sebanyak 5 lembar yang diambil dari bagian pangkal dan ujung pohon. Setiap papan dipotong berdasarkan pola pada Gambar 2.5. Pengujian sifat pemesinan dilakukan dengan mengamati bentuk cacat dan mengukur persentase luas cacat yang terjadi pada setiap contoh uji. Pengamatan dilakukan secara visual dengan bantuan kaca pembesar berukuran 10x. Bentuk cacat yang diamati pada masing-masing contoh uji disajikan pada Tabel 2.8. 17 Gambar 2.5 Pola pemotongan contoh uji pemesinan kayu Tabel 2.8 Sifat pemesinan dan bentuk cacat yang diamati Sifat pemesinan Bentuk cacat Penyerutan planing serat terangkat raised grain, serat berbulu fuzzy grain, serat patah torn grain, tanda chip chip marking. Pembentukan shaping serat terangkat raised grain, serat berbulu fuzzy grain, tanda chip chip mark Pengeboran boring serat berbulu fuzzy grain, penghancuran crushing, kelicinan smoothness, penyobekan tearout Pembubutan turning serat berbulu fuzzy grain, serat patah torn grain, kekasaran roughness Pengampelasan sanding serat berbulu fuzzy grain, bekas garukan scratching Sumber : Sumber: Abdurrachman Karnasudirja, 1982 Ukuran cacat pemesinan dinyatakan dalam persentase luas bagian permukaan kayu yang bercacat dari seluruh penampang pengujian masing-masing contoh uji. Nilai cacat diperoleh dari rata-rata seluruh contoh uji. Nilai ini kemudian digunakan untuk menetapkan besarnya nilai bebas cacat. Berdasarkan nilai bebas cacat tersebut ditentukan klasifikasi sifat pemesinan pada Tabel 2.9.