Perkembangan Industri Kerajinan di Indonesia

cerutu, tempat sirih, piala, medali dan vas bunga, termasuk pembuatan koin baik yang legal sebagai alat tukar maupun tidak. 27. Industri alat-alat musik tradisional, mencakup usaha pembuatan alat musik seperti angklung, suling, kecapi, gendang, calung, kulintang, gong, gambang, rebab dan tifa. 28. Industri alat musik non-tradisional, mencakup usaha pembuatan alat musik seperti gitar, bas, terompet, saxophone, harmonika, clarinet, biola, cello, piano, garputala, akordion serta alat-alat perkusi. 29. Industri mainan, mencakup usaha pembuatan mainan seperti boneka, catur, mainan jenis kendaraan, mainan jenis senjata, toys set, mainan edukatif dan lainnya. 30. Industri kerajinan yang tidak dikalisifikasikan di tempat lain, mencakup usaha barang-barang kerajinan dari bahan tumbuh-tumbuhan dan hewan seperti kerajinan pohon kelapa baik yang menggunakan tempurung, serabut, akar juga kerajinan lain dari hewan seperti kulit, gading, tanduk, bulu, rambut, binatang yang diawetkan dan barang-barang lukisan.

4.3 Perkembangan Industri Kerajinan di Indonesia

Usaha sektor kerajinan telah lama mampu menjadi salah satu sumber penghasil devisa negara dan cukup berperan dalam menyumbang pembangunan ekonomi Indonesia. Hingga saat ini, kelompok usaha hasil kerajinan memiliki kontribusi besar untuk ekspor, seperti kerajinan batu-batuan dan keramik, kerajinan kayu, rotan dan sejenisnya, kerajinan logam dan kerajinan tekstil. Sedangkan negara utama pengimpor hasil kerajinan Indonesia, tercatat Amerika Serikat, Singapura, Inggris, Prancis, Jerman, Spanyol, Belanda, Australia dan United Arab Emirate. Selain itu, peranan usaha mikro, kecil dan menengah dalam perekonomian Indonesia juga begitu besar, karena mampu menyerap 90 persen dari seluruh jumlah tenaga kerja. Hingga tahun 2002, pemerintah dirasa belum cukup memberikan perhatian kepada sektor industri kerajinan. Kurangnya perhatian ini menyebabkan perkembangan nilai ekspor hasil kerajinan Indonesia dalam periode 1998 – 2002 Januari – September 2002 terus mengalami penurunan. Peluang hasil kerajinan Indonesia memang cukup besar, namun pemerintah belum memberikan perhatian secara khusus. Kebijakan industri dan perdagangan yang dibuat pemerintah masih berpihak kepada sekelompok usaha besar, konglomerasi dan BUMN. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah dituntut segera melakukan reformasi dan revitalisasi UKM, meliputi penataan struktur dan lingkungan usaha melalui penerapan dan pelaksanaan secara konsekuen UU Anti Monopoli, menerapkan dan melaksanakan secara konsekuen UU Praktik Perdagangan yang adil, serta mengkaji ulang seluruh tata niaga dan pemberian hak-hak eksklusif, seperti hak distribusi komoditas tertentu dan penunjukan eksportir terbatas. Permasalahan yang dihadapi UKM dalam periode tersebut sangat kompleks, mulai dari masalah eksternal, seperti krisis ekonomi, dampak bom, perang, dan SARS. Akibatnya, khususnya bidang kerajinan tidak siap bersaing dalam era globalisasi. Pada 1999, nilai ekspor kerajinan mencapai US 1 miliar, tapi pada 2002, menurun drastis menjadi US 350 juta. Jika kondisi demikian terus dibiarkan, dan tidak ada tindakan nyata dari pemerintah dalam mereformasi dan revitalisasi industri dan perdagangan bidang UKM, maka UKM kerajinan Indonesia dipastikan akan kalah bersaing dengan negara lain, terutama Cina, Thailand, dan Taiwan.

4.4 Regulasi dan Kebijakan Industri Kerajinan di Indonesia