Indonesia dipastikan akan kalah bersaing dengan negara lain, terutama Cina, Thailand, dan Taiwan.
4.4 Regulasi dan Kebijakan Industri Kerajinan di Indonesia
Mengingat pentingnya keberlangsungan hidup dari industri kerajinan yang menopang kehidupan masyarakat, maka para pecintapeminat barang-barang seni
dan kerajinan, tokoh masyarakat, para seniman serta para ahli yang menggeluti bidang seni dan kerajinan merasa perlu adanya wadah partisipasi masyarakat
bertaraf nasional yang berfungsi membantu pemerintah dalam membina dan mengembangkan kerajinan. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama 2 Menteri,
yaitu Menteri Perindustrian dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nomor: 85MSK31980 dan Nomor: 072bP1980, tanggal 3 Maret 1980 di Jakarta, maka
didirikanlah Dewan Kerajinan Nasional. Selain hal di atas pada bulan Januari 2005, pemerintah memberlakukan
peraturan menteri perdagangan permenperdag No. 122005, tentang pembukaan ekspor rotan bahan baku. Sejak pemberlakuan ketentuan baru tersebut kinerja
industri kerajinan rotan justru mengalami penurunan, bahkan kesinambungan produksinya hampir terhenti. Dengan dibukanya kembali ekspor rotan bahan baku
ini menyebabkan persediaan rotan untuk memenuhi kebutuhan industri kerajinan rotan dalam negeri menjadi berkurang. Perbedaan harga antara pasar luar negeri
dan dalam negeri yang cukup tinggi semakin mendorong eksportir rotan memasarkan produknya di luar negeri, sehingga pasokan rotan bahan baku bagi
industri mebelfurnitur rotan dalam negeri semakin berkurang. Untuk mengatasi kekurangan pasokan rotan bahan baku tersebut, beberapa kebijakan dan kerjasama
antardaerahpemerintah daerah telah dilakukan seperti kerjasama antara Badan Kerjasama Pembangunan Sulawesi BKPRS dengan Pemda Jawa Barat untuk
menjamin ketersediaan pasokan rotan bahan baku dari Sulawesi. Pada Tahun 2005 pula pemerintah melalui Departemen Perdagangan yang
bekerja sama dengan Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah UKM serta didukung oleh Kamar Dagang dan Industri
KADIN membuat Roadmap Indonesia Design Power 2006 – 2010 yang
bertujuan untuk menempatkan produk Indonesia menjadi produk berstandar internasional dan memiliki karakter nasional yang diterima di pasar dunia. Dengan
kekuatan desain, kemasan, dan aktivitas branding pada produk yang berbasis pada intellectual property dapat meningkatkan neraca perdagangan, memberikan
kontribusi atas pendapatan nasional masyarakat serta memperluas lapangan kerja. Saat ini, Departemen Perindustrian Depperin sedang mengusulkan bahan
baku industri untuk industri mebel dan kerajinan untuk mendapatkan fasilitas Pajak Pertambahan Ditanggung Pemerintah PPNDTP sebesar 0. Kebijakan ini
akan berlaku efektif pada 2009. Sebelumnya, pemerintah berkomitmen memberikan fasilitas insentif Bea Masuk Ditanggung Pemerintah BMDTP atau
PPNDTP bagi 10 sektor industri. Antara lain baja, elektronika, tekstil dan produk tekstil, alas kaki dan lainnya. Kebijakan ini dalam rangka mendukung pengusaha
menghadapi dampak krisis global. Industri mebel dan kerajinan memperoleh fasilitas lantaran penyerapan tenaga kerja di sektor ini sangat besar. Selain
mempertahankan eksistensi dunia usaha, fasilitas ini bertujuan untuk mendorong penggunaan bahan baku lokal dan mencegah terjadinya pemutusan hubungan
kerja.
V. PEMBAHASAN
5.1 Analisis Kinerja Industri Kerajinan
Kinerja suatu industri mencerminkan bagaimana pengaruh kekuatan pasar terhadap harga dan efisiensi. Kinerja suatu perusahaan dapat dilihat dari tingkat
keuntungan perusahaannya, yaitu dari PCM Price Cost Margin dan tingkat efisiensi dapat dilihat melalui efisiensi-X XEFF.
Nilai PCM diperoleh melalui perbandingan antara selisih nilai tambah dan upah pekerja dengan nilai output dalam suatu industri. Berdasarkan analisis,
diketahui bahwa dalam periode 2000 – 2005, tingkat keuntungan rata-rata seluruh
perusahaan mengalami fluktuasi dengan rata-rata sebesar 27,78 persen. Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa titik terendah terjadi pada tahun
2002, yaitu sebesar 24,80 persen. Tingkat keuntungan meningkat drastis pada tahun 2003 hingga sebesar 31,26 persen dan sekaligus merupakan tingkat
keuntungan tertinggi dalam periode tersebut. Hal ini terjadi karena terjadi peningkatan biaya input pada tahun 2002, yaitu pada saat terjadi kenaikan harga
Bahan Bakar Minyak BBM ada tahun tersebut. Fluktuasi nilai biaya input dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Pengukuran XEFF diperoleh dari perbandingan nilai tambah dengan nilai input tenaga kerja dalam industri kerajinan. Berdasarkan analisis Tabel 5.2,
terlihat bahwa nilai rata-rata XEFF dari tahun 2000 sampai 2005 sebesar 108,93 persen.