commit to user
xxxviii
D. Pengertian Piwulang: Etika, Etiket dan Pandangan Hidup
Orang Jawa
Kajian isi pada penulisan ini dipaparkan melalui teknik deskripsi, yaitu penjabaran kandungan isi yang berkaitan piwulang dalam naskah SW. Piwulang
dalam SW merupakan ajaran yang berisi mengenai etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa agar menjadi manusia utama.
1. Etika dan Etiket
a. Etika Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata etika
yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaanadat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan
filsafat moral. Jadi, secara etimologis asal usul kata, etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau
ilmu tentang adat kebiasaan K.Bertens, dalam massofa, 2010: 1.
Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988–mengutip dari Masafa 2010, mempunyai
arti : 1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral akhlak; 2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
commit to user
xxxix Berdasarkan dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu
mengenai perilaku atau adat kebiasaan yang membedakan akhlak terpuji dan tercela yang berdasarkan suatu kumpulan asas akhlak yang dianut suatu golongan
atau masyarakat. Antara etika dan moral saling terkait, keterkaitan tersebut mengenai apa
yang disebut sebagai etika biasanya merupakan penegasan dari moral. Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan
bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka
secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan, adat. Dengan kata lain, arti
kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka dapat dirumuskan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari
bahasa Latin. Sebagai contoh, apabila perbuatan pencuri disebut tidak bermoral, maka pencuri telah melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku
dalam masyarakat.
b. Etiket Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata
“etiket”, yaitu : 1. Etiket Belanda secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan
barang-barang dagang yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.
2. Etiket Perancis adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.
commit to user
xl c. Perbedaan Etiket dengan Etika
K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” Massafa, 2010: 4 memberikan 4 empat macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :
1 Etiket menyangkut cara tata acara suatu perbuatan harus dilakukan manusia, sedangkan etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan
sekaligus member norma dari perbuatan itu sendiri. Contoh: a Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya
harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar
etiket. b Adanya larangan mengambil barang milik orang lain tanpa izin dikarenakan mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya
dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan
atau tangan kiri. 2 Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri ada
orang lain di sekitar kita, sedangkan etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain.
Contoh: Apabila Dira sedang makan bersama teman sambil meletakkan kakinya di atas meja makan, maka Dira dianggap melanggat
etiket. Tetapi kalau Dira makan sendirian tidak ada orang lain, maka Dira tidak melanggar etiket jika Dira makan dengan cara demikian. Sedangkan
etika selalu berlaku, ketika meminjam barang, maka barang pinjaman selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.
3 Etiket bersifat relatif sedangkan etika bersifat absolut. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap
sopan dalam kebudayaan lain. Contoh: Orang Jawa makan gaduh dianggap
commit to user
xli tidak beretiket, sedangkan bagi orang Jepang makan gaduh atau bersuara
lahap adalah suatu bentuk penghargaan bagi yang memberikan hidangan, sehingga makan gaduh di Jepang dianggap beretiket. Tetapi suatu etika
berlaku sama di semua tempat di belahan bumi ini, seperti: larangan mencuri, larangan membunuh, larangan merampok, dan lain sebagainya.
4 Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedangkan etika memandang manusia dari segi dalam rohani.
Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal: bisa saja orang tampil sebagai “serigala berbulu domba”, dari luar sangat
sopan dan halus, tetapi di dalam penuh kebusukan. Berbeda dengan orang etis yang tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis
pasti orang yang sungguh-sungguh baik.
Antara etika dan etiket saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Etika dan etiket dalam tatanan perilaku bersanding dengan adat istiadat. Hal
tersebut dipertegas pernyataan yang dikemukakan Sartono, dkk 1988: 8 bahwa kaidah-kaidah yang memolakan kelakuan dan hubungan-hubungan sosial
dilembagakan sebagai adat istiadat dan etika. Orang Jawa dikenal dengan adat istiadat yang mencakup semua sendi
kehidupan. Pada zaman berkembangnya naskah SW penyampaian tatanan adat istiadat dan etika tersebut melalui nasehat yang disampaikan secara lisan maupun
tertulis. Pola-pola tersebut apabila disampaikan oleh sesepuh atau orang yang berwibawa sering diterima sebagai ajaran luhur. Rangkaian bait demi bait dalam
SW merupakan petuah bagi kaum muda. Dengan maksud, pelaksanan petuah tersebut merupakan proses internalisasi yang akan tertanam pada individu, yang
biasa dikenal dengan sebutan budi-nurani. Budi nurani Sartono, dkk, 1988: 9
commit to user
xlii adalah kemampuan menilai dan memutuskan kelakuan mana yang baik dan yang
buruk. Baik dengan contoh atau model, maupun dari ajaran individu yang belajar memolakan kelakuannya berdasarkan norma-norma. Budi nurani inilah yang
membawa seseorang pada derajad manusia utama. Budi nurani pun merupakan etika dari Islam. SW dalam bait-baitnya
sedikit banyak menjelaskan mengenai etika Islam. Dalam etika Islam hidup seseorang selalu dinilai. Atau kebanyakan orang melakukan sesuatu karena ingin
mendapatkan nilai. Sederhananya, dalam etika Islam seseorang dituntut untuk melaksanakan kebajikan dan menjauhi perbuatan-perbuatan tercela. Abu Sangkan
2006: 42 menjelaskan bahwa etika Islam adalah suatu pengertian. Pengertian yang dimaksud adalah bahwa manusia memahami apa yang baik dan apa yang
buruk serta ia dapat membedakan keduanya dan selanjutnya mengamalkannya. Firman Allah dalam QS. Asy Syams, 91: 7-8, yang artinya “Dan jiwa serta
penyempurnaan ciptaan-Nya, maka Allah mengilhamkan kepada Jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaannya”. Pondasi yang tidak boleh dilupakan dalam
pencapaian manusia adalah pensucian jiwa. Dalam hal ini Allah berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah yang mensucikan jiwa itu. Dan merugilah
orang yang mengotorinya”. QS. Asy Syams, 91: 9-10
2. Pandangan Hidup Orang Jawa