Etika dan Etiket Pengertian Piwulang: Etika, Etiket dan Pandangan Hidup

commit to user xxxviii

D. Pengertian Piwulang: Etika, Etiket dan Pandangan Hidup

Orang Jawa Kajian isi pada penulisan ini dipaparkan melalui teknik deskripsi, yaitu penjabaran kandungan isi yang berkaitan piwulang dalam naskah SW. Piwulang dalam SW merupakan ajaran yang berisi mengenai etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa agar menjadi manusia utama.

1. Etika dan Etiket

a. Etika Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata etika yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaanadat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis asal usul kata, etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan K.Bertens, dalam massofa, 2010: 1. Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988–mengutip dari Masafa 2010, mempunyai arti : 1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral akhlak; 2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. commit to user xxxix Berdasarkan dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu mengenai perilaku atau adat kebiasaan yang membedakan akhlak terpuji dan tercela yang berdasarkan suatu kumpulan asas akhlak yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Antara etika dan moral saling terkait, keterkaitan tersebut mengenai apa yang disebut sebagai etika biasanya merupakan penegasan dari moral. Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan, adat. Dengan kata lain, arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka dapat dirumuskan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Sebagai contoh, apabila perbuatan pencuri disebut tidak bermoral, maka pencuri telah melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. b. Etiket Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu : 1. Etiket Belanda secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang dagang yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu. 2. Etiket Perancis adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik. commit to user xl c. Perbedaan Etiket dengan Etika K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” Massafa, 2010: 4 memberikan 4 empat macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu : 1 Etiket menyangkut cara tata acara suatu perbuatan harus dilakukan manusia, sedangkan etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus member norma dari perbuatan itu sendiri. Contoh: a Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket. b Adanya larangan mengambil barang milik orang lain tanpa izin dikarenakan mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri. 2 Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri ada orang lain di sekitar kita, sedangkan etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Contoh: Apabila Dira sedang makan bersama teman sambil meletakkan kakinya di atas meja makan, maka Dira dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau Dira makan sendirian tidak ada orang lain, maka Dira tidak melanggar etiket jika Dira makan dengan cara demikian. Sedangkan etika selalu berlaku, ketika meminjam barang, maka barang pinjaman selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa. 3 Etiket bersifat relatif sedangkan etika bersifat absolut. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Contoh: Orang Jawa makan gaduh dianggap commit to user xli tidak beretiket, sedangkan bagi orang Jepang makan gaduh atau bersuara lahap adalah suatu bentuk penghargaan bagi yang memberikan hidangan, sehingga makan gaduh di Jepang dianggap beretiket. Tetapi suatu etika berlaku sama di semua tempat di belahan bumi ini, seperti: larangan mencuri, larangan membunuh, larangan merampok, dan lain sebagainya. 4 Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedangkan etika memandang manusia dari segi dalam rohani. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal: bisa saja orang tampil sebagai “serigala berbulu domba”, dari luar sangat sopan dan halus, tetapi di dalam penuh kebusukan. Berbeda dengan orang etis yang tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik. Antara etika dan etiket saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Etika dan etiket dalam tatanan perilaku bersanding dengan adat istiadat. Hal tersebut dipertegas pernyataan yang dikemukakan Sartono, dkk 1988: 8 bahwa kaidah-kaidah yang memolakan kelakuan dan hubungan-hubungan sosial dilembagakan sebagai adat istiadat dan etika. Orang Jawa dikenal dengan adat istiadat yang mencakup semua sendi kehidupan. Pada zaman berkembangnya naskah SW penyampaian tatanan adat istiadat dan etika tersebut melalui nasehat yang disampaikan secara lisan maupun tertulis. Pola-pola tersebut apabila disampaikan oleh sesepuh atau orang yang berwibawa sering diterima sebagai ajaran luhur. Rangkaian bait demi bait dalam SW merupakan petuah bagi kaum muda. Dengan maksud, pelaksanan petuah tersebut merupakan proses internalisasi yang akan tertanam pada individu, yang biasa dikenal dengan sebutan budi-nurani. Budi nurani Sartono, dkk, 1988: 9 commit to user xlii adalah kemampuan menilai dan memutuskan kelakuan mana yang baik dan yang buruk. Baik dengan contoh atau model, maupun dari ajaran individu yang belajar memolakan kelakuannya berdasarkan norma-norma. Budi nurani inilah yang membawa seseorang pada derajad manusia utama. Budi nurani pun merupakan etika dari Islam. SW dalam bait-baitnya sedikit banyak menjelaskan mengenai etika Islam. Dalam etika Islam hidup seseorang selalu dinilai. Atau kebanyakan orang melakukan sesuatu karena ingin mendapatkan nilai. Sederhananya, dalam etika Islam seseorang dituntut untuk melaksanakan kebajikan dan menjauhi perbuatan-perbuatan tercela. Abu Sangkan 2006: 42 menjelaskan bahwa etika Islam adalah suatu pengertian. Pengertian yang dimaksud adalah bahwa manusia memahami apa yang baik dan apa yang buruk serta ia dapat membedakan keduanya dan selanjutnya mengamalkannya. Firman Allah dalam QS. Asy Syams, 91: 7-8, yang artinya “Dan jiwa serta penyempurnaan ciptaan-Nya, maka Allah mengilhamkan kepada Jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaannya”. Pondasi yang tidak boleh dilupakan dalam pencapaian manusia adalah pensucian jiwa. Dalam hal ini Allah berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah yang mensucikan jiwa itu. Dan merugilah orang yang mengotorinya”. QS. Asy Syams, 91: 9-10

2. Pandangan Hidup Orang Jawa