SÊRAT WÊWULANG (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

(1)

commit to user

i

SÊRAT WÊWULANG

(SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

ERNA ISTIKOMAH

C0106020

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

ii

SÊRAT WÊWULANG

(SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

Disusun oleh ERNA ISTIKOMAH

C0106020

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing I

Dra. Endang Tri Winarni, M.Hum.

NIP. 195811011986012001

Pembimbing II

Drs. Sisyono Eko Widodo, M. Hum.

NIP. 196205031988031002

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Daerah

Drs. Imam Sutardjo, M. Hum.


(3)

commit to user

iii

SÊRAT WÊWULANG

(SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)

Disusun oleh ERNA ISTIKOMAH

C0106020

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal ...

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Drs. Imam Sutardjo, M.Hum.

NIP. 19600101987031004 ... Sekretaris Dra. Hartini, M.Hum.

NIP. 195001311978032001 ... Penguji I Dra. Endang Tri Winarni, M. Hum

NIP. 195811011986012001 ... Penguji II Drs. Sisyono Eko Widodo, M. Hum

NIP. 196205031988031002 ...

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Drs. Sudarno, M. A NIP. 195303141985061001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Erna Istikomah NIM : C0106020

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Sêrat Wêwulang

(Suatu Tinjauan Filologis)” adalah betul–betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal–hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Juli 2010 Yang menyatakan,


(5)

commit to user

v

MOTO

1. Seperti pelangi mengindahkan dalam segala keterbatasan. Sedetik mewarna, sekejap terkenang dan bermakna.

(Penulis)

2. Têkên, têkun, têkan. Terjemahan: teguh, tekun, sampai. (Filosofi Jawa)

3. Tabridu hararatil mushihibah ‘inda mautil ahab. Terjemahan: penyejuk hati ditengah panasnya musibah.

(Said bin Ali bin Wahab Al Qahtani)


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

1. Ibu dan Bapakku tercinta, matur nuwun atas segala curahan kasih di setiap pijak kakiku, peyanggaku ketika aku terjatuh, dan dentum semangat ketika aku terpuruk.

2. Keluarga besar terkasih, Mbah Putri, Simbah, Kakung, Pakde, Bude, Om, Bulik, AA, kakak iparku yang cantik, atas pengertian dan dukungan di setiap langkah kakiku.


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu, Allah SWT, atas segala limpahan nikmat, kesempatan, dan kesehatan-Mu. Adalah suatu keniscayaan penulis mampu menyelesaikan Skripsi dengan judul Sêrat Wêwulang (Suatu Tinjauan

Filologis)” tanpa pertolongan dan kemurahan-Mu. Skripsi tersebut disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna melengkapi gelar sarjana sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat dorongan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Drs. Sudarno, M.A selaku Dekan beserta staf Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu dan menyelesaikan Skripsi ini.

2. Drs. Imam Sutardjo, M.Hum selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah atas segala kemudahan administratif dan bekal bagi penyelesaian skripsi ini.

3. Dra. Sundari, M.Hum. selaku Pembimbing Akademik, terima kasih Ibu atas teguran demi teguran agar saya fokus dan maju meniti jembatan kesuksesan. 4. Dra. Endang Tri Winarni, M.Hum. selaku dosen Pembimbing I yang selalu

memberikan semangat, kemudahan, dan bimbingan yang penuh dengan kasih sayang selama penulis menyelesaikan Skripsi ini. Nuwun Ibu, semangat dan marah Ibu adalah belai lembut bagiku.

5. Drs. Sisyono Eko Widodo, M.Hum., selaku dosen Pembimbing II yang dengan penuh kearifan selalu menuntun penulis, matur nuwun Bapak atas segala kasih dan banyak hal yang tidak terhitung.


(8)

commit to user

viii

6. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., atas pacu semangat yang tiada henti. Matur nuwun Ibu, banyak jejakku terlukis atas peran Ibu.

7. Bapak Ibu seluruh dosen Jurusan Sastra Daerah, atas segala bekal dan imajinasi luar biasa, bagi saya dan teman-teman.

8. Seluruh staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dan Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret yang telah menyediakan berbagai referensi. 9. Pengurus Perpustakaan Sasanapustaka Karaton Surakarta yang telah

membantu penulis dalam mencari data.

10.Adik-adik manis, Rahmat, Mahmud, Nia matur nuwun untuk hiburan dan senyum manismu. Terimakasih untuk teman lembur yang sangat nikmat. Terus berjuang temukan pijar yang lebih bercahya. I love you all.

11.Teman–teman seperjuangan Sena Alit angkatan 2006: Ipuq, Wahyu, Sansan, Rini, Ina, Ageng, Wiji, dkk, segenap rindu untuk semuanya. Filolog’s 2006: Cuix, Wakhid, Bangkit, Ajik, Dora, Wini, Septi, thank you full untuk kebersamaan mencari hakikinya kehidupan. Tetap senyum dan semangat!! 12.Sahabatku Cuby, matur nuwun atas pinjaman laptopnya. Berkat dikau skripsi

ini semakin lancar tanpa halangan. Suprapti Mudmainah Istiqomah, Etik Yuliati, Ratna Surastikaningsih, Herwening Rara Kusumaningsih, Ilafi Brahwetagrani, Sulung, buat semua tentang kita.

13.Kadang Pandawa tanpa kalian aku tak mungkin seperti ini.

14.Guru besarku: Giyato, M.Pd., Drs. Sugeng Kristiono, Drs. Sugeng Darmadi, Drs. Sukirno, dan Sumarni, S.Pd. atas rajutan mimpi-mimpi.


(9)

commit to user

ix

15.Mutiara-mutiaraku, sahabat sejati, saudariku, untuk tawa, pijar kasih tulus serta usapan penghapus air mata, tanpa pintaku, yang tidak dapat aku sebutkan satu per satu.

16. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses pembuatan skripsi. Terimakasih semuanya.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Mohon saran dan kritik yang membangun demi perbaikan kepenulisan di masa yang akan datang. Besar harapan penulis, karya sederhana ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Surakarta, Juli 2010 Penulis


(10)

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

ABSTRAK ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 10

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 12


(11)

commit to user

xi

2. Manfaat Praktis ... 12

F. Sistematika Penulisan ... ... 12

BAB II. KAJIAN TEORI ... 14

A. Pengertian Filologi ... 14

B. Obyek Filologi ... 14

C. Cara Kerja Penelitian Filologi ... 15

1. Penentuan Sasaran Penelitian ... 16

2. Inventarisasi Naskah ... 16

3. Observasi Pendahuluan dan Deskripsi Naskah ... 17

4. Transliterasi Naskah ... 17

5. Kritik Teks ... 18

6. Suntingan Teks dan Aparat Kritik ... 18

7. Terjemahan ... 18

D. Pengertian Piwulang: Etika, Etiket dan Pandangan Hidup Orang Jawa 19

1. Etika dan Etiket ... 19

a. Etika ... 19

b. Etiket ... 20

c. Perbedaan Etika dan Etiket ... 21

2. Pandangan Hidup Orang Jawa ... 23

BAB III. METODE PENELITIAN ... 25

A. Bentuk dan Jenis Penelitian ... 25

B. Sumber Data dan Data ... 27


(12)

commit to user

xii

1. Teknik Pengumpulan Data Primer ... 28

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder ... 29

3. Teknik Pengumpulan Data Tersier... 29

D. Teknik Analisis Data ... 29

BAB IV. KAJIAN FILOLOGIS DAN PEMBAHASAN ISI ... 33

A. Kajian Filologis ... 33

1. Deskripsi Naskah ... 33

2. Kritik Teks, Suntingan Teks dan Aparat kritik ... 38

a. Kritik teks ... 38

b. Suntingan teks dan aparat kritik ... 41

3. Terjemahan ... 69

B. Pembahasan Isi ... 84

1. Hati Suci ... 86

2. Hati Sufiah ... 95

3. Hati Amarah ... 98

4. Hati Aluamah ... 100

BAB V. PENUTUP ... 103

A. Simpulan ... 103

B. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 105


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Daftar LacunaSW ... 39 Tabel 2 Daftar Adisi SW ... ... 39 Tabel 3 Daftar Ketidaksesuaian Konvensi Linguistik ... 40


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR BAGAN


(15)

commit to user

xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

B/b : Bait Br/br : Baris

è : Tanda diakritik (è) dibaca e seperti pada kata yèku yang berarti yaitu. é : Tanda diakritik (é) dibaca e seperti pada kata salawasé yang berarti

selamanya.

ê : Tanda diakritik (ê) dibaca e seperti pada kata sêkar yang berarti tembang. H/h : Halaman

SW : Sêrat Wêwulang No : Nomor

# : Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan konvensi tembang.

* : Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan pertimbangan linguistik.

[....] : Memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan interpretasi penulis.

/ : Menandakan tiap pergantian baris // : Menandakan akhir dari tiap bait


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kata artati sebagai sasmita têmbang Dhandhanggula ... 4

Gambar 2 Penulisan sastra laku ... 5

Gambar 3 Purwapada dalam SW ... 5

Gambar 4 Mandrawa dalam SW ... 5

Gambar 5 Akhir teks SW diakhiri dengan tanda (:) ... 6

Gambar 6 Kekurangan guru wilangan ... 7

Gambar 7 Kekurangan suku kata ... 7

Gambar 8 Kelebihan guru wilangan ... 8

Gambar 9 Kelebihan suku kata ... 8

Gambar 10 Penulisan kata têpane ... 8

Gambar 11 Penulisan aksara Jawa ganda walau bukan sastra laku ... 9

Gambar 12 Cover depan SW ... 32

Gambar 13 Penulisan tanda padalingsa dengan tanda “=” ... 38


(17)

commit to user

xvii

DAFTARLAMPIRAN

Lampiran 1 Cover Naskah SW ... 109

Lampiran 2 Naskah SW h. 1 ... 110

Lampiran 3 Naskah SW h. 2 ... 111

Lampiran 4 Naskah SW h. 3 ... 112

Lampiran 5 Naskah SW h. 4 ... 113

Lampiran 6 Naskah SW h. 5 ... 114

Lampiran 7 Naskah SW h. 6 ... 115

Lampiran 8 Naskah SW h. 7 ... 116

Lampiran 9 Naskah SW h. 8 ... 117

Lampiran 10 Naskah SW h. 9 ... 118

Lampiran 11 Naskah SW h. 10 ... 119

Lampiran 12 Naskah SW h. 11 ... 120

Lampiran 13 Naskah SW h. 12 ... 121

Lampiran 14 Naskah SW h. 13 ... 122

Lampiran 15 Naskah SW h. 14 ... 123

Lampiran 16 Naskah SW h. 15 ... 124

Lampiran 17 Naskah SW h. 16 ... 125

Lampiran 18 Naskah SW h. 17 ... 126

Lampiran 19 Naskah SW h. 18 ... 127

Lampiran 20 Naskah SW h. 19 ... 128

Lampiran 21 Naskah SW h. 20 ... 129


(18)

commit to user

xviii

Lampiran 23 Naskah SW h. 22 ... 131

Lampiran 24 Naskah SW h. 23 ... 132

Lampiran 25 Naskah SW h. 24 ... 133

Lampiran 26 Naskah SW h. 25 ... 134

Lampiran 27 Naskah SW h. 26 ... 135

Lampiran 28 Naskah SW h. 27 ... 136


(19)

commit to user

xix

ABSTRAK

Erna Istikomah. C0106020. 2010. Sêrat Wêwulang (Suatu Tinjauan Filologis). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Kebudayaan terekam melalui berbagai media, salah satunya ialah naskah. Naskah terdiri dari berbagai jenis, salah satunya ialah naskah piwulang. Sêrat Wêwulang adalah naskah piwulang. Sêrat Wêwulang juga termasuk dalam kelompok naskah yang berisi agama, etika dan filsafat.

Dalam penelitian ini naskah yang didapat adalah naskah tunggal yaitu Sêrat Wêwulang. Naskah tersebut merupakan data primer penelitian ini.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1) Bagaimanakah suntingan teks naskah Sêrat Wêwulang yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi? 2) Bagaimanakah isi isi ajaran yang terkandung dalam Sêrat Wêwulang?

Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mendapatkan suntingan teks naskah Sêrat Wêwulang yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi. 2) Mengungkapkan isi ajaran yang terkandung dalam Sêrat Wêwulang yang merupakan piwulang: etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa agar menjadi manusia utama.

Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka. Kemudian data diolah sesuai dengan cara kerja filologi, yakni: dimulai dari pengumpulan data, penentuan sasaran penelitian, inventarisasi naskah, observasi pendahuluan, deskripsi naskah, transliterasi naskah, kritik teks, suntingan teks, aparat kritik, dan terjemahan. Analisis data pada kajian isi dilakukan setelah terjemahan. Penyuntingan teks Sêrat Wêwulang menggunakan metode standar (biasa). Tahap akhir dari analisis data dengan mengungkapkan isi yang terkandung dalam teks yang didukung dengan data penunjang: data sekunder dan tersier. Data diklasifikasikan dengan pendekatan deskriptif analitik kemudian dianalisis dengan model analisis mengalir atau menjalin (flow model of analysis). Teknik ini mengkaitkan tiga komponen, yaitu data display, data reduction, dan conclusion drawing/ varivication yang aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Ketiga komponen analisis berlaku saling menjalin dan dilakukan secara terus menerus baik sebelum, pada waktu, maupun sesudah pengumpulan data.

Hasil penelitian ini adalah: 1) Suntingan teks Sêrat Wêwulang yang bersih dari kesalahan. Naskah yang telah diedisikan dalam kajian ini yang dipandang baik. 2) Sêrat Wêwulang berisi ajaran etika, etiket dan pandangan hidup agar menjadi manusia utama. Etika, etiket, dan pandangan hidup meliputi sifat dan sikap. Ajaran tersebut dibedakan menjadi dua hal, yaitu: menempuh ajaran kebajikan dan menjauhi hal-hal tercela. Menempuh ajaran kebajikan ditempuh dengan melaksanakan ajaran hati suci. Menjauhi hal-hal tercela ialah menghindari perilaku: nafsu sufiah, nafsu amarah, dan nafsu aluamah.


(20)

commit to user

xx

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Kebudayaan suatu bangsa terekam melalui berbagai media, diantaranya adalah media tulis. Pada masa lampau peralatan belum canggih, media tulis tersebut kita kenal dengan sebutan naskah kuno. Pada kajian filologi yang dimaksud naskah adalah hasil karya cipta budaya yang ditulis tangan di atas media daun lontar, daun nipah, papirus, daluang, kain, tanduk, rotan, bambu, kulit kayu, dan kertas Eropa. Naskah memuat sejarah, cerita rakyat, hikayat, seni budaya, keagamaan, pengobatan tradisional, pertanian, hukum, adat istiadat, ajaran moral, teknik membuat rumah atau barang tertentu, dan lain-lain.

Berbagai kandungan tersebut menuntut naskah untuk dipelihara dan dilestarikan. Pemeliharaan tidak berhenti terhadap pemeliharaan secara fisik saja, akan tetapi lebih dari itu pemeliharaan isi/ kandungan teks harus senantiasa terjaga. Pemeliharaan naskah lama sangat penting untuk dilakukan, karena sastra lama yang ruang lingkupnya amat luas dapat merupakan sumber yang tak ternilai bagi pengertian terhadap berbagai aspek kebudayaan yang pada hakikatnya bersumber pada kebudayaan tradisional (Ikram, 1997: 29).

Kandungan teks yang dimaksud, sesuai dengan zaman pembuatannya dikenal sebagai sastra lama. Pemahaman terhadap sastra lama tidak semudah memahami sastra modern. Kendala yang dihadapi diantaranya: aksara dan bahasa yang digunakan tidak lagi dikenal oleh masyarakat modern, tradisi menyalin secara terbuka yang sangat jarang ditemui penyalin dapat menyalin sama persis


(21)

commit to user

xxi

dengan yang disalin, pemahaman konteks masyarakat zaman pembuatan naskah, terbatasnya sumber sejarah yang berkaitan dengan naskah, dan lain-lain.

Naskah kuno menurut Girardet–Soetanto (1964: 64) dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu:

a. Kronik, Legende dan Mite;

Di dalamnya termasuk naskah–naskah: (1) babad, (2) pakem, (3) wayang purwa, (4) menak, (5) panji, (6) pustakaraja dan (7)

silsilah.

b. Agama, Filsafat dan Etika;

Di dalamnya termasuk naskah–naskah yang mengandung unsur– unsur: (1) Hinduisme–Budhisme, (2) Islam, (3) mistik Jawa, (4) Kristen, (5) magic dan ramalan, (6) sastra wulang.

c. Peristiwa Karaton, hukum, peraturan-peraturan

d. Buku teks dan penuntun, kamus, ensiklopedi tentang linguistik, obat–obatan, pertanian, antropologi, geografi, perjalanan, perdagangan, masak–memasak dan sebagainya.

Dari berbagai naskah terdapat Sêrat Wêwulang. Berdasarkan pengelompokan tersebut Sêrat Wêwulang termasuk dalam kelompok b. Serat Wêwulang ini berisi ajaran moral yang bijak, bahasanya indah dan mudah dipahami. Sedangkan menurut Nancy (1996), naskah dapat dikelompokan menjadi beberapa jenis yaitu naskah babad, suluk, wayang, piwulang, sejarah, historis roman, islam roman, dan lain-lain. Berdasarkan pengelompokan tersebut Sêrat Wêwulang merupakan jenis naskah piwulang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Sêrat Wêwulang merupakan piwulang yang mengajarkan agama, filsafat, dan etika. Inti dari ajaran tersebut mengenai etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa agar menjadi manusia utama. Terdapat unsur sastra wulang dan agama Islam dalam penyampaian etika, etiket dan pandangan hidup tersebut.

Selanjutnya, dilakukan penelusuran informasi keberadaan naskah Sêrat Wêwulang. Berdasar informasi katalog, yaitu:


(22)

commit to user

xxii

1. Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet-Sutanto, 1983),

2. Javanese Language Manuscripts of Surakarta Central Java A Preliminary Descriptive Catalogus Level I and II (Nancy K. Florida, 1996),

3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sana Budaya Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990),

4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta, 5. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3A (FSUI, 1998), 6. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3B (FSUI, 1998),

7. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Lindstay, Jennifer, 1994),

8. Katalog Naksah Carik Koleksi Perpustakaan Museum Radyapustaka Surakarta,

9. Daftar Naskah Perpustakaan Sasanapustaka Keraton Surakarta,

10.Daftar Naskah Perpustakaan Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta,

ditemukan satu naskah Sêrat Wêwulang yang tersimpan di Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta yang diinformasikan Girardet (1983: 110); Nancy (1996: 216); dan katalog lokal (1998: 7). Judul naskah Sêrat Wêwulang terdapat pada cover depan. Sêrat Wêwulang (selanjutnya disingkat SW). Berdasarkan asal kata, SW terdiri dari dua kata, yaitu: 1) sêrat (1939: 559) berarti buku yang memuat cerita (karya sastra), 2) wêwulang yang merupakan bentuk dwipurwa dari kata wulang (1939: 667) yang berarti ajaran, sehingga wêwulang


(23)

commit to user

xxiii

berarti ajaran-ajaran. Berdasarkan asal usul kata tersebut dapat diduga bahwa SW merupakan karya sastra yang berisi ajaran-ajaran.

Teks SW berbentuk têmbang yang terdiri dari dua pupuh têmbang Dhandhanggula. Antara pupuh I dan pupuh II terdapat mandrawa, sebagai akhir dari pupuh I dan awal dari pupuh II. Penentuan têmbang Dhandhanggula pada pupuh I berdasarkan jumlah guru gatra, guru wilangan dan guru lagu, sedangkan pada pupuh II berdasarkan sasmita têmbang yaitu kata artati (1939: 19) yang berarti têmbang Dhandhanggula. Berikut kutipannya:

Gambar 1. Kata artati sebagai sasmita têmbang Dhandhanggula

Sumber: Naskah SW h. 19

Pupuh I terdiri dari 48 bait, pupuh II terdiri dari 26 bait, jumlah seluruh bait adalah 74 bait. Pupuh I berisi ajaran mengenai manusia utama. Pupuh II berisi ajaran yang keteladanan Sèh Tèkawerdi.

Ejaan yang digunakan dalam penulisan teks adalah ejaan standar, maksudnya cenderung mengacu pada ejaan Sriwedari, di antaranya adalah penulisan sastra laku. Berikut kutipannya:


(24)

commit to user

xxiv

Gambar 2. Penulisan Sastra Laku

Sumber: Naskah SW, h. 21 bait 55

datan nêdya angling jroning ati ‘tidak pernah berniat berkata dalam hati’

Keseluruhan teks berisi ajaran moral, yaitu bagaimana seseorang mencapai sujalma utama ‘manusia utama’. Pada awal teks ditandai purwapada dengan ciri khas gaya yang lazim digunakan pada masa pemerintahan Paku Buwana IX. Terdapat mandrawa pada halaman 19 sebagai permulaan pupuh II, namun pada akhir penulisan teks tidak diakhiri iti melainkan dengan tanda (:). Berikut kutipannya:

Gambar 3. Purwapada dalam SW

Sumber: Naskah SW, h. 1. Gambar 4. Mandrawa dalam SW


(25)

commit to user

xxv

Gambar 5. Akhir teks SW diakhiri dengan tanda (:)

Sumber: Naskah SW, h. 28.

Kemungkinan besar naskah ini belum selesai ditulis, mengingat sebagian besar naskah pada zaman tersebut diakhiri dengan iti, jika menilik pada teks yang disampaikan terdapat dugaan bahwa penulis hendak menambahnya dengan ajaran moral yang lain. Dugaan tersebut diperkuat dengan adanya sisa 100 halaman kosong, setelah teks tersebut.

SW merupakan naskah tulisan tangan (manuscript) dengan Aksara Jawa (Ha Na Ca Ra Ka) berbahasa Jawa Baru ragam krama dan ngoko. Disisipi kata-kata dari bahasa Kawi dan Arab. Naskah ini merupakan naskah anonim.

Disamping keunikan/ kelebihan naskah SW di atas, dua alasan lain yang mendasari penulis mengangkat naskah tersebut sebagai bahan kajian ialah segi filologis dan segi isi.


(26)

commit to user

xxvi 1. Segi Filologis

Dari segi filologis naskah diteliti dikarenakan adanya kelainan bacaan atau sering disebut varian. Pengelompokan varian pada SW sebagai berikut: a. Lacuna yaitu bagian yang terlampaui atau kelewatan, baik suku kata, kata,

kelompok kata maupun kalimat. Bagian ini adalah ketidaksesuaian konvensi têmbang dhandanggula yaitu kekurangan jumlah guru wilangan dan kekurangan suku kata. Berikut contohnya:

Gambar 6. Kekurangan Guru Wilangan

Sumber: Naskah SW, h. 7 bait 44 baris 3

yèn tutut langkung mbune ‘apabila sampai melebihi baunya’

Gambar 7. Kekurangan Suku Kata

Sumber: Naskah SW, h. 21 bait 54 baris 5 kabakitan ‘kebangkitan’

b. Adisi yaitu bagian yang kelebihan atau penambahan baik suku kata, kata, kelompok kata maupun kalimat. Bagian ini adalah ketidaksesuaian konvensi


(27)

commit to user

xxvii

têmbang Dhandanggula yaitu kelebihan jumlah guru wilangan dan kelebihan suku kata. Berikut contohnya:

Gambar 8. Kelebihan Guru Wilangan

Sumber: Naskah SW, h. 23 bait 60 baris 4 tapa ingkang tinemu ‘tapa yang ditemukan’

Gambar 9. Kelebihan suku kata

Sumber: Naskah SW, h. 15 bait 38 baris 1 jating ‘sejati’

c. Ketidaksesuaian konvensi linguistik yaitu ketidaktepatan dalam penggunaan kata yang dimaksud oleh pengarang. Kemungkinan dikarenakan pengarang naskah SW kurang dalam membubuhkan tanda baca dan atau kelebihan membubuhkan tanda baca. Dalam SW ketidaksesuaian konvensi linguistik ditemukan dalam bentuk kata. Berikut contohnya:

Gambar 10. Penulisan kata têpane


(28)

commit to user

xxviii

d. Terdapat ejaan yang tidak lazim, yaitu penulisan aksara Jawa yang ditulis ganda walaupun bukan sastra laku.

Gambar 11. Penulisan aksara Jawa ganda walau bukan sastra laku

Sumber: Naskah SW h.7, bait 17

nanging ana massalahe malih ‘tetapi terdapat permasalahan lagi’

2. Segi Isi

Berdasarkan deskripsi singkat katalog Nancy (1996:216), SW diduga merupakan kompilasi dari beberapa naskah. Pada teks SW ditemukan keterangan mengenai dugaan tersebut. Dugaan tersebut berdasar pada piwulang ‘ajaran’ moral SW, yaitu adanya bait-bait yang mirip atau sama dengan ajaran dari naskah Bima Suci, Dewa Ruci dan Sêrat Waringin Sungsang,. Unsur ajaran moral Bima Suci dan Dewa Ruci terdapat pada pupuh I yaitu ajaran ilmu hati kuning, merah, hitam dan putih. Unsur ajaran moral Sêrat Waringin Sungsang terdapat pada bait-bait yang menjelaskan mengenai Sèh Tèkawrêdi yang terdapat pada pupuh II.

Keseluruhan teks SW berisi ajaran moral, yaitu bagaimana seseorang mencapai sujalma utama ‘manusia utama’. Proses pencapaian manusia utama tersebut sebagian besar terjadi pada masa muda, sehingga pemuda adalah sosok yang tepat untuk dididik sedemikian rupa agar menjadi manusia utama. Dalam penggemblengan ‘didikan yang ketat’ tersebut, pemuda hendaknya menerima pembelajaran dengan seksama, menyiapkan fisik (kesehatan) dan mampu


(29)

commit to user

xxix

menahan diri, memenangkan rohani melalui keprihatinan, bersungguh-sungguh, mengekang diri dari nafsu yang buruk, dan lain sebagainya.

Piwulang SW dimulai dengan memahami takdir kehidupan yang terdpat pada pupuh I. Pada pupuh tersebut dijelaskah, bahwa takdir setiap orang berbeda, ada yang ditakdirkan menjadi orang besar, ada juga yang ditakdirkan menjadi rakyat kecil. Apapun takdir yang diperoleh, seorang manusia dituntut menjadi manusia utama. Setelah memahami takdir kehidupan, ajaran yang harus ditempuh, yaitu: melaksanakan hati putih, serta menjauhi: 1) hati kuning, 2) hati merah, dan 3) hati hitam. Pada pupuh II dijelaskan mengenai ajaran Sèh Tèkawrêdi. Ajaran yang disampaikan oleh Sèh Tèkawrêdi merupakan ajaran yang selaras dengan pupuh I, yaitu hal-hal yang menuju hati putih, dan menjauhi perkara hati kuning, hati merah, dan hati hitam.

Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka naskah ini penting untuk diteliti, baik dari segi filologis maupun isi.

B.

Batasan Masalah

Permasalahan dalam SW di antaranya: ketidaksesuaian konvensi têmbang Dhandhanggula, ketidaksesuaian konvensi linguistik, terdapat kata yang bukan sastra laku tetapi ditulis dengan aksara Jawa ganda, ejaan yang digunakan penulis tidak lazim, amanat yang disampaikan penulis, sejarah teks dan naskah, keterkaitan teks dengan naskah lain (inter teks) seperti Sêrat Waringin Sungsang, Bima Suci dan Dewa Ruci, dan lain-lain. Berbagai permasalahan yang terdapat dalam SW, memungkinkan naskah ini bisa diteliti dari berbagai sudut pandang/


(30)

commit to user

xxx

disiplin ilmu, sehingga diperlukan batasan masalah guna mencegah melebarnya pembahasan.

Batasan masalah pada penelitian ini, lebih ditekankan pada dua kajian utama, yakni kajian filologis dan kajian isi. Kajian filologis digunakan untuk mengupas permasalahan seputar uraian-uraian dalam naskah melalui cara kerja filologis, yakni meliputi inventarisasi naskah, transliterasi naskah, kritik teks, aparat kritik dan terjemahannya. Sehingga diperoleh suntingan teks yang bersih dari kesalahan. Kajian isi berfungsi untuk mengungkapkan isi ajaran yang terkandung dalam teks SW.

C.

Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah tersebut, rumusan masalah penelitian SW sebagai berikut:

1. Bagaimanakah suntingan teks dari SW yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara filologi?

2. Bagaimanakah isi ajaran yang terkandung dalam SW?

D.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menyajikan suntingan teks SW yang bersih dari kesalahan sesuai dengan cara kerja filologi.


(31)

commit to user

xxxi

E.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni manfaat teoretis dan praktis, sebagai berikut :

1. Manfaat Teoretis

a. Menyelamatkan data dalam naskah SW dari kerusakan dan hilangnya data dalam naskah tersebut.

b. Mempermudah pemahaman isi teks SW bagi khalayak umum karena teks telah mengalami proses alih aksara dari huruf Jawa yang kurang dimengerti khalayak umum menjadi huruf latin yang lebih mudah dipahami.

c. Memberikan pengetahuan mengenai isi dari ajaran SW kepada masyarakat.

2. Manfaat Praktis

a. Memperkaya penerapan teori filologi terhadap naskah.

b. Memberikan kontribusi dan membantu peneliti lain yang relevan untuk mengkaji lebih lanjut naskah SW khususnya dan naskah Jawa pada umumnya dari berbagai disiplin ilmu.

c. Menambah kajian terhadap naskah Jawa yang masih banyak dan belum terungkap isinya.

F.

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(32)

commit to user

xxxii Bab I Pendahuluan

Menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

Bab II Kajian Teoretis

Menguraikan teori–teori yang digunakan untuk mengungkapkan naskah, yaitu kajian filologi dan kajian isi. Teori–teori yang digunakan adalah pengertian filologi, objek filologi, cara kerja filologi dan teori tentang pengertian piwulang yaitu etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa. Bab III Metodologi Penelitian

Menguraikan metode dalam penelitian ini, meliputi bentuk dan jenis penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

Bab IV Pembahasan

Pembahasan diawali dengan pembahasan kajian filologi yang meliputi deskripsi naskah, kritik teks, suntingan teks, aparat kritik serta terjemahan dan dilanjutkan dengan pembahasan kajian isi yang mengungkapkan isi yang terkandung dalam Sêrat Wêwulang yang merupakan ajaran moral dalam pencapaian manusia utama.

Bab V Penutup

Berisi simpulan dan saran, sebagai bagian akhir dicantumkan daftar pustaka dan lampiran–lampiran.


(33)

commit to user

xxxiii

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Pengertian Filologi

Filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani philologia yang berupa gabungan kata Philos yang berarti “senang” dan Logos yang berarti “pembicaraan” atau “ilmu”. (Siti Baroroh Baried, 1994: 2). Istilah filologi muncul pada saat para ahli dihadapkan pada upaya mengungkapkan kandungan suatu naskah yang merupakan produk masa lampau, yaitu beratus-ratus tahun sebelum penulis lahir. Dalam sejarah perkembangannya, istilah filologi mengalami perubahan dan perkembangan. Menurut Edward Djamaris (2002: 2), filologi adalah ilmu yang objek penelitiannya naskah-naskah lama. Sedangkan menurut Achadiati Ikram (1980: 1), filologi dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari segala segi kehidupan di masa lalu seperti yang ditemukan dalam tulisan. Di dalamnya tercakup bahasa, sastra, adat istiadat, hukum, dan lain sebagainya.

B.

Obyek Filologi

Edward Djamaris (2002) mengemukakan bahwa, objek penelitian filologi terdiri dari dua hal yakni naskah dan teks. Siti Baroroh Baried (1985) pun berpendapat sama, filologi mempunyai objek naskah dan teks. Dijelaskan juga bahwa objek penelitian filologi adalah naskah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau.

Semua bahan tulisan tangan itu disebut naskah (handschrift atau manuschrift), sedangkan teks adalah kandungan atau muatan naskah sesuatu yang


(34)

commit to user

xxxiv

abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja dan memuat berbagai ungkapan pikiran serta perasaan penulis yang disampaikan kepada pembacanya.

C.

Cara Kerja Penelitian Filologi

Langkah kerja penelitian filologi menurut Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), terdiri atas penentuan sasaran penelitian, inventarisasi naskah, observasi pendahuluan, penentuan naskah dasar, transliterasi naskah, dan penerjemahan teks. Sedangkan menurut Edward Djamaris (2002), langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian filologi meliputi inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi, singkatan naskah dan transliterasi naskah. Cara tersebut digunakan apabila peneliti menemukan naskah jamak atau naskah yang lebih dari satu. Teori tersebut tidak selamanya harus dipaksakan bisa diterapkan pada semua naskah. Masing-masing naskah mempunyai kondisi yang berbeda-beda.

SW ini penanganannya menggunakan tahapan/ langkah kerja penelitian filologi Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) yang dimodifikasi dengan langkah kerja milik Edward Djamaris. Karena SW adalah naskah tunggal, maka tidak terdapat perbandingan naskah. Namun terdapat naskah sekunder dan tersier sebagai pemantapan dalam melakukan penelitian.


(35)

commit to user

xxxv

Secara terperinci, langkah kerja penelitian filologi sebagai berikut :

1. Penentuan sasaran penelitian

Langkah pertama adalah menentukan sasaran, karena banyak ragam yang perlu dipilih, baik tulisan, bahan, bentuk, maupun isinya. Terdapat naskah yang bertuliskan huruf Arab, Jawa, Bali dan Batak. Terdapat naskah yang ditulis pada kertas, daun lontar, kulit kayu, atau rotan. Terdapat naskah yang berbentuk puisi (têmbang) dan ada pula yang berbentuk prosa. Terdapat naskah yang berisi sejarah/babad, kesusastraan, cerita wayang, cerita dongeng, primbon, adat istiadat, ajaran/piwulang, dan agama.

Berdasarkan hal tersebut, ditentukan sasran yang ingin diteliti adalah sebagai berikut: naskah bertuliskan Jawa carik, ditulis pada kertas, berbentuk puisi (têmbang) dan berisi masalah piwulang/ ajaran. Keseluruhan bentuk di atas terangkum di dalam SW.

2. Inventarisasi naskah

Inventarisasi naskah dilakukan dengan mendaftar dan mengumpulkan naskah yang judulnya sama dan sejenis untuk dijadikan objek penelitian. Menurut Edi S. Ekadjati (1980), bila hendak melakukan penelitian filologi, pertama-tama harus mencari dan memilih naskah yang akan dijadikan pokok penelitian, dengan mendatangi tempat-tempat koleksi naskah atau mencarinya melalui katalog. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui jumlah naskah, dimana tempat penyimpanannya, dan penjelasan lain tentang keadaan naskah.


(36)

commit to user

xxxvi

Menurut informasi katalog SW terdapat di Perpustakaan Sasana Pustaka Karaton Surakarta Hadiningrat dan berjumlah 1 (satu) buah. Keadaan naskah lumayan baik, artinya naskah masih dapat terbaca dengan jelas.

3. Observasi pendahuluan dan deskripsi naskah

Observasi pendahuluan ini dilakukan dengan mengecek data secara langsung ke tempat koleksi naskah sesuai dengan informasi yang diungkapkan oleh katalog. Setelah mendapatkan data yang dimaksud yakni SW maka diadakan deskripsi naskah dan ringkasan isi.

Deskripsi naskah ialah uraian ringkasan naskah terperinci. Deskripsi naskah menjelaskan keadaan naskah dan sejauh mana isi naskah itu. Sumantri (2002) menguraikan bahwa deskripsi naskah merupakan sarana untuk memberikan informasi mengenai: judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal naskah, ukuran naskah dan teks, keadaan naskah, jumlah baris setiap halaman, huruf, aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk naskah, umur naskah, fungsi sosial naskah serta ikhtisar teks. Sedangkan ringkasan isi naskah digunakan untuk mengetahui garis besar kandungan naskah sesuai dengan urutan cerita dalam naskah.

4. Transliterasi Naskah

Transliterasi naskah ialah penggantian atau pengalihan huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Penyajian bahan transliterasi harus selengkap-lengkapnya dan sebaik-baiknya, agar mudah dibaca dan dipahami. Transliterasi dilakukan dengan menyusun kalimat yang jelas disertai tanda-tanda


(37)

commit to user

xxxvii

baca yang teliti, pembagian alinea dan bab untuk memudahkan konsentrasi pikiran (Edward Djamaris, 2002: 25)

5. Kritik teks

Pengertian kritik teks menurut Paul Mass dalam Darusuprapta (1984) adalah menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberi evaluasi terhadap teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah dan lembaran bacaan yang mengandung kalimat-kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu.

6. Suntingan teks dan aparat kritik

Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya, yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah yang dikritisi.

Aparat kritik merupakan suatu pertanggungjawaban dalam penelitian naskah yang menyertai suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks. Segala kelainan bacaan yang ditampilkan merupakan kata-kata atau bacaan salah yang terdapat dalam naskah tampak dalam aparat kritik.

7. Terjemahan

Terjemahan adalah pemindahan makna atau bahasa sumber ke bahasa sasaran. Pemindahan makna tersebut harus lengkap dan terperinci. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam memahami isi teks dari suatu naskah. Sehingga masyarakat yang tidak menguasai bahasa naskah aslinya dapat juga menikmati, sehingga naskah itu lebih tersebar luas (Darusuprapta, 1989: 27).


(38)

commit to user

xxxviii

D.

Pengertian

Piwulang:

Etika, Etiket dan Pandangan Hidup

Orang Jawa

Kajian isi pada penulisan ini dipaparkan melalui teknik deskripsi, yaitu penjabaran kandungan isi yang berkaitan piwulang dalam naskah SW. Piwulang dalam SW merupakan ajaran yang berisi mengenai etika, etiket dan pandangan hidup orang Jawa agar menjadi manusia utama.

1. Etika dan Etiket

a. Etika

Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata etika yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.

Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, dalam massofa, 2010: 1). Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988–mengutip dari Masafa 2010), mempunyai arti :

1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);

2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;

3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.


(39)

commit to user

xxxix

Berdasarkan dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu mengenai perilaku atau adat kebiasaan yang membedakan akhlak terpuji dan tercela yang berdasarkan suatu kumpulan asas akhlak yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Antara etika dan moral saling terkait, keterkaitan tersebut mengenai apa yang disebut sebagai etika biasanya merupakan penegasan dari moral. Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan, adat. Dengan kata lain, arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka dapat dirumuskan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Sebagai contoh, apabila perbuatan pencuri disebut tidak bermoral, maka pencuri telah melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat.

b. Etiket

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu :

1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.

2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.


(40)

commit to user

xl c. Perbedaan Etiket dengan Etika

K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (Massafa, 2010: 4) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :

1) Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia, sedangkan etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus member norma dari perbuatan itu sendiri.

Contoh: (a) Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket. (b) Adanya larangan mengambil barang milik orang lain tanpa izin dikarenakan mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.

2) Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita), sedangkan etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain.

Contoh: Apabila Dira sedang makan bersama teman sambil meletakkan kakinya di atas meja makan, maka Dira dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau Dira makan sendirian (tidak ada orang lain), maka Dira tidak melanggar etiket jika Dira makan dengan cara demikian. Sedangkan etika selalu berlaku, ketika meminjam barang, maka barang pinjaman selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.

3) Etiket bersifat relatif sedangkan etika bersifat absolut.

Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Contoh: Orang Jawa makan gaduh dianggap


(41)

commit to user

xli

tidak beretiket, sedangkan bagi orang Jepang makan gaduh atau bersuara lahap adalah suatu bentuk penghargaan bagi yang memberikan hidangan, sehingga makan gaduh di Jepang dianggap beretiket. Tetapi suatu etika berlaku sama di semua tempat di belahan bumi ini, seperti: larangan mencuri, larangan membunuh, larangan merampok, dan lain sebagainya.

4) Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedangkan etika memandang manusia dari segi dalam (rohani).

Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal: bisa saja orang tampil sebagai “serigala berbulu domba”, dari luar sangat sopan dan halus, tetapi di dalam penuh kebusukan. Berbeda dengan orang etis yang tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.

Antara etika dan etiket saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Etika dan etiket dalam tatanan perilaku bersanding dengan adat istiadat. Hal tersebut dipertegas pernyataan yang dikemukakan Sartono, dkk (1988: 8) bahwa kaidah-kaidah yang memolakan kelakuan dan hubungan-hubungan sosial dilembagakan sebagai adat istiadat dan etika.

Orang Jawa dikenal dengan adat istiadat yang mencakup semua sendi kehidupan. Pada zaman berkembangnya naskah SW penyampaian tatanan adat istiadat dan etika tersebut melalui nasehat yang disampaikan secara lisan maupun tertulis. Pola-pola tersebut apabila disampaikan oleh sesepuh atau orang yang berwibawa sering diterima sebagai ajaran luhur. Rangkaian bait demi bait dalam SW merupakan petuah bagi kaum muda. Dengan maksud, pelaksanan petuah tersebut merupakan proses internalisasi yang akan tertanam pada individu, yang biasa dikenal dengan sebutan budi-nurani. Budi nurani (Sartono, dkk, 1988: 9)


(42)

commit to user

xlii

adalah kemampuan menilai dan memutuskan kelakuan mana yang baik dan yang buruk. Baik dengan contoh atau model, maupun dari ajaran individu yang belajar memolakan kelakuannya berdasarkan norma-norma. Budi nurani inilah yang membawa seseorang pada derajad manusia utama.

Budi nurani pun merupakan etika dari Islam. SW dalam bait-baitnya sedikit banyak menjelaskan mengenai etika Islam. Dalam etika Islam hidup seseorang selalu dinilai. Atau kebanyakan orang melakukan sesuatu karena ingin mendapatkan nilai. Sederhananya, dalam etika Islam seseorang dituntut untuk melaksanakan kebajikan dan menjauhi perbuatan-perbuatan tercela. Abu Sangkan (2006: 42) menjelaskan bahwa etika Islam adalah suatu pengertian. Pengertian yang dimaksud adalah bahwa manusia memahami apa yang baik dan apa yang buruk serta ia dapat membedakan keduanya dan selanjutnya mengamalkannya. Firman Allah dalam QS. Asy Syams, 91: 7-8, yang artinya “Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan-Nya), maka Allah mengilhamkan kepada Jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya”. Pondasi yang tidak boleh dilupakan dalam pencapaian manusia adalah pensucian jiwa. Dalam hal ini Allah berfirman:

“Sesungguhnya beruntunglah yang mensucikan jiwa itu. Dan merugilah orang yang mengotorinya”. (QS. Asy Syams, 91: 9-10)

2. Pandangan Hidup Orang Jawa

Pandangan dunia menurut Suseno (dalam Rahyono, 2009: 105) adalah kerangka guna mengerti setiap unsur kehidupan. Pandangan dunia sebagaimana yang disampaikan Suseno adalah pengertian dari pandangan hidup bagi orang Jawa. Pandangan hidup merupakan pondasi arah dan sarana keberhasilan dalam menghadapi masalah kehidupan. Disebutkan pula bahwa dalam pandangan hidup orang Jawa terdapat empat lingkaran bermakna. Keempat lingkaran tersebut adalah: (1) kesatuan numinus (pengalaman khas religius) antara alam, masyarakat,


(43)

commit to user

xliii

dan alam adikodrati, (2) penghayatan kekuasaan politik sebagai ungkapan alam numinus, (3) pengalaman tentang keakuan sebagai jalan persatuan dengan yang numinus, dan (4) penentuan semua lingkaran pengalaman oleh Yang Ilahi, oleh takdir.

Pandangan hidup orang Jawa sering disampaikan melalui pralambang. Wong Jawa ênggone semu ‘orang Jawa penuh dengan pralambang’. Menurut Padmosoekotjo (1960) pralambang terdiri dari: 1) pralambang melalui barang, 2) pralambang melalui gambar, 3) pralambang melalui warna, dan 4) pralambang melalui bahasa.

SW mengajarkan mengenai kesatuan numinus (pengalaman khas religius) antara alam, masyarakat, dan alam adikodrati dan penentuan semua lingkaran pengalaman oleh Yang Ilahi, oleh takdir. Sartono, dkk (1988: 8) memaparkan pula bahwa konsep yang demikian adalah konsep yang membawa sikap terarah kepada dunia-dalam. Dimana seluruh tubuh kaidah-kaidah etika dan etiket sebagai konvensi dan tradisi turun-temurun dari generasi ke generasi yang berkembang sebagai kelembagaan. Kelembagaan itu memantapkan standard pola kelakuan. Sehingga, pada dasarnya piwulang tersebut adalah konsep kehidupan yang patut dan wajib dilaksanakan.

Etika, etiket, dan pandangan hidup orang Jawa yang merupakan ilmu lair dipadukan dengan etika Islam sebagai ilmu batin agar antara keduanya seimbang. Dijelaskan pula bahwa meskipun kita memeluk Islam bolehlah kita mencontoh semua perilaku yang baik dari agama atau keyakinan lain. Penjelasan agar menjalankan pelajaran/ nasehat dari Sèh Tèkawrêdi adalah kiasan agar tidak ada batasan dalam mempelajari ilmu, meskipun berbeda keyakinan. Suatu sinkroni yang harmoni.


(44)

commit to user

xliv

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Bentuk dan Jenis Penelitian

Ilmu berkembang dikarenakan adanya penelitian terus-menerus dan berkelanjutan. Penelitian memiliki berbagai ketentuan ilmiah yang digunakan dalam menelaah suatu permasalahan. Ketentuan tersebut merupakan tanggung jawab terhadap ilmu itu sendiri. Penelitian memerlukan bentuk dan jenis penelitian sebagai suatu rangkaian dari metodologi penelitian. Bentuk penelitian dimaksudkan sebagai strategi penelitian. Bentuk penelitian ialah cara atau langkah yang digunakan penulis dalam mengkaji obyek kajiannya. Bentuk penelitian terhadap SW adalah penelitian filologi.

Filologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang pernaskahan. Hal-hal yang dipelajari dalam filologi meliputi umur naskah, bahan naskah, penulisan naskah, bahasa naskah, cara penyampaian teks naskah, kandungan naskah, tujuan penulisan naskah, dan sebagainya. Kesemuanya dimaksudkan dalam rangka merunut sejarah dan menggali potensi atau warisan nenek moyang yang masih relevan bagi perkembangan kehidupan manusia di masa kini. Filologi dapat dikatakan sebagai ilmu dikarenakan telah memiliki syarat–syarat keilmuan. Salah satu syarat tersebut adalah metode. Metode filologi ialah usaha guna mendapatkan naskah yang bersih dari kesalahan atau mendapatkan naskah yang dipandang mendekati aslinya. Metode tersebut dikenal sebagai metode edisi naskah.


(45)

commit to user

xlv

Metode edisi naskah terbagi menjadi lima jenis, yaitu: metode obyektif, metode gabungan, metode landasan, metode stema, dan metode edisi naskah. Penelitian naskah SW menggunakan metode edisi naskah tunggal yang dikenal sebagai metode standar. Penelitian ini mengacu pada metode standar dikarenakan isi naskah dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama atau bahasa, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus. Metode edisi naskah tunggal diawali dengan transliterasi, langkah selanjutnya adalah menggunakan metode deskriptif untuk mengkaji isinya.

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, artinya penelitian dilaksanakan melalui pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang berarti semata-mata menggambarkan, melukiskan, menuliskan, melaporkan objek penelitian pada saat ini berdasarkan data yang ditemukan atau sebagaimana adanya, hasil penelitian diuraikan dalam bentuk kata-kata bukan angka. Sebagaimana yang diungkapkan Sutopo (2002) bahwa pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif ini berpandangan bahwa semua data penting, mempunyai pengaruh dan berkaitan dengan yang lain. Dengan mendeskripsikan segala macam bentuk tanda (semiotik) mungkin akan membentuk dan memberikan suatu pemahaman yang lebih komprehensif mengenai apa yang sedang dikaji. Penelitian ini mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji.

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian pustaka (library research). Jenis penelitian ini diterapkan karena hampir lebih dari 50% kegiatan


(46)

commit to user

xlvi

penelitian ini dilakukan dengan proses membaca yang berkaitan erat dengan masalah perpustakaan, dengan mendayagunakan informasi yang terdapat di perpustakaan dan jasa informasi yang tersedia. Penelitian pustaka memerlukan perpustakaan sebagai mitra utama, pengabaian terhadap orientasi perpustakaan adalah kendala yang cukup besar bagi suksesnya penelitian ini.

B.

Sumber Data dan Data

Sumber data yaitu sesuatu yang mengandung data, atau bisa juga disebut tempat dimana data itu berada. Untuk lebih mudahnya sumber data mengacu pada tempat penyimpanan naskah tersebut baik berupa perpustakaan maupun koleksi pribadi, sedangkan data adalah sesuatu yang mengacu pada obyek penelitian.

Sumber data dalam penelitian ini adalah pustaka. Data penelitian dibagi menjadi data primer, data sekunder dan data tersier. Data primer berupa naskah dan teks SW yang berbentuk tembang dan berhuruf Jawa carik, data sekunder berupa naskah lain yang mempunyai keterkaitan naskah dan teks. Sedangkan data tersier berupa data yang menunjang penelitian, yaitu: artikel baik di media cetak maupun elektronik, buku-buku, majalah, dan jurnal ilmiah.

Data yang dikumpulkan dapat berupa pencatatan, gambar, dokumen atau catatan-catatan resmi lainnya yang terurai dalam bentuk kata-kata bukan dalam bentuk angka.


(47)

commit to user

xlvii

C.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka. Teknik studi pustaka yaitu mencatat dokumen-dokumen atau arsip yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian, catatan dapat berupa tulisan maupun foto. Sedangkan teknik pengambilan data menggunakan teknik purposive sampling.

1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer mengacu pada langkah awal dari cara kerja penelitian filologi yaitu inventarisasi naskah. Inventarisasi naskah dilaksanakan sesuai dengan sasaran penelitian yang telah diputuskan di awal, yakni jenis piwulang. Inventarisasi naskah dalam penelitian ini adalah usaha-usaha mendata dan mengumpulkan data. Salah satu caranya adalah membaca katalog. Dari pembacaan katalog, didaftar semua judul naskah yang sama. Melalui katalog tersebut akan diperoleh beberapa informasi dan keterangan tentang naskah yang dimaksud, yaitu jumlah naskah, tempat penyimpanan naskah, deskripsi naskah (nomor katalog, ukuran naskah, tulisan naskah, bahasa naskah, isi kandungan naskah, dan lain-lain). Setelah mendapat informasi dari katalog-katalog, langkah selanjutnya adalah mengecek langsung ke lokasi penyimpanan naskah dan melakukan pengamatan (observasi).

Langkah selanjutnya teknik fotografi digital, yaitu memotret naskah dengan kamera digital yang diprogram tanpa menggunakan blitz. Hal tersebut dikarenakan penggunaan blitz dapat mempercepat proses perusakan naskah. Kemudian naskah dideskripsikan sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Data


(48)

commit to user

xlviii

tersimpan dalam bentuk tulisan maupun softfile (foto digital). Data dibawa pulang untuk dianalisis lebih lanjut.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari penelusuran berbagai katalog. Data dibaca dan dipahami, apabila terdapat hal yang menunjang data primer, data dicatat dan dianalisis lebih lanjut.

3. Teknik Pengumpulan Data Tersier

Data tersier diperoleh dengan membaca buku, artikel cetak maupun elektronik, majalah-majalah, dan jurnal ilmiah. Apabila terdapat hal yang menunjang data primer, data dicatat dan dianalisis lebih lanjut.

D.

Teknik Analisis Data

Analisis data adalah mengolah data sesuai dengan cara kerja filologi. Analisis data akan diolah sesuai dengan teori tahapan/ langkah kerja penelitian filologi. Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) yang telah dimodifikasi dengan langkah kerja milik Edward Djamaris (2002: 20-25) menyebutkan langkah kerja penelitian filologi yaitu: penentuan sasaran penelitian, inventarisasi naskah, observasi pendahuluan dan deskripsi naskah, transliterasi naskah, kritik teks, suntingan teks, aparat kritik, dan terjemahan. Pada naskah tunggal, langkah kerja perbandingan naskah dan dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi tidak berlaku. Analisis data pada kajian isi dilakukan setelah terjemahan, sebab


(49)

commit to user

xlix

secara garis besar isi naskah secara keseluruhan dapat diketahui dan lebih jelas setelah kerja filologi yang lain selesai.

Penyuntingan teks SW menggunakan metode standar (biasa). Metode standar digunakan jika isi naskah dianggap sebagai cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama atau bahasa, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus atau istimewa (Edward Djamaris, 1991: 15). Hal-hal yang dilakukan dalam edisi standar, yaitu: membetulkan kesalahan teks, membuat catatan perbaikan, memberi komentar atau tafsiran, menyusun daftar kata sulit sehingga memudahkan pembaca atau peneliti membaca dan memahami teks.

Tahap akhir dari analisis data ialah mengungkapkan isi yang terkandung dalam teks dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif teknik analisis menjalin. Data primer yang didukung dengan data penunjang: data sekunder dan tersier, yakni naskah-naskah, buku-buku, artikel-artikel, majalah-majalah, makalah-makalah, dan lain-lain diklasifikasikan dengan pendekatan deskriptif analitik. Kemudian dianalisis dengan model analisis mengalir atau menjalin (flow model of analysis). Teknik ini mengkaitkan tiga komponen, yaitu data display, data reduction, dan conclusion drawing/ varivication yang aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus (Sutopo, 2002: 91). Ketiga komponen analisis berlaku saling menjalin dan dilakukan secara terus menerus baik sebelum, pada waktu, maupun sesudah pengumpulan data. Pengertian dari ketiga komponen tersebut adalah:


(50)

commit to user

l a. Data display (Penyajian data)

Langkah penyajian data dilakukan dengan merakit informasi atau data secara teratur dan terperinci supaya mudah dilihat dan dimengerti dalam bentuk terpadu sehingga mudah untuk dianalisis. Langkah ini sudah mencakup dan memasuki analisis data. Langkah-langkah yang ditempuh: mendeskripsikan SW, mentransliterasikan SW, menerjemahkan SW, memahami kandungan teks SW, memahami data sekunder dan tersier.

b. Data reduction (Reduksi data)

Berupa pencatatan data yang diperoleh dalam bentuk uraian yang terperinci. Pada tahap ini data dirangkum, dipilih, dan difokuskan pada hal-hal penting serta membuang yang tidak perlu. Tahapan pendeskripsian SW, pentransliterasian SW, penterjemahan SW, pemahaman kandungan teks SW yang dilaksanakan pada data display dianalisis kembali hingga fokus terhadap hal-hal yang penting.

c. Conclusion drawing/ varivication (Penarikan kesimpulan/ verifikasi)

Penarikan kesimpulan/ verifikasi merupakan langkah yang sudah memasuki tahap membuat kesimpulan dari data yang sudah diperoleh sejak awal penelitian. Karena kesimpulan masih bersifat sementara maka akan selalu diverifikasi selama penelitian. Tahap ini berupa: kritik teks, suntingan teks, aparat kritik, terjemahan, dan kandungan teks.


(51)

a ka a n .u n s. a c. id d ig ilib .u n s. a c. id c o m m it t o u ser li Kesimpulan/ Verifikasi Reduksi Data

Pendeskripsian SW, pentransliterasian SW, penterjemahan SW, dan pemahaman kandungan teks SW, dirangkum, dipilih, dan difokuskan pada

hal-hal penting serta membuang yang tidak perlu.

Data Display

mendeskripsikan SW mentransliterasikan SW

menerjemahkan SW memahami kandungan teks SW memahami data sekunder dan tersier Pengumpulan data:

primer, sekunder, dan tersier.


(52)

commit to user

lii

BAB IV

KAJIAN FILOLOGIS DAN PEMBAHASAN ISI

A.

Kajian Filologis

1. Deskripsi Naskah

Deskripsi naskah ialah pendahuluan tentang naskah atau uraian ringkas tentang naskah. Uraian mengenai naskah ini dideskripsikan atau dipaparkan secara apa adanya. Teknis yang digunakan dalam mendeskripsikan atau mengidentifikasi naskah SW ini mengacu pada teknis Emuch Hermansoemantri (1986: 2).

Berikut ini adalah deskripsi dari naskah SW: a. Judul naskah

Sêrat Wêwulang. Judul ini terdapat pada cover depan. Gambar 12. Cover depan SW


(53)

commit to user

liii

b. Nomor naskah

Nomor 14207 dengan judul Sêrat Wêwulang (Katalog N. Girardet, 1983: 110); nomor KS 385.0 dengan judul Kagungan Dalêm Sêrat Wêwulang (Katalog Nancy K. F, 1996: 216); dan nomor 186 Na dengan judul Sêrat Wêwulang (Katalog Lokal, 1995: 7).

c. Tempat penyimpanan naskah

Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat d. Asal naskah

Surakarta

e. Keadaan naskah

Keadaan fisik naskah cukup baik dan utuh. Tidak ada lembaran-lembaran naskah yang hilang. Jilidan warna putih yang telah usang, dengan kondisi cukup baik. Secara umum kondisi naskah baik artinya tidak dalam keadaan rusak.

f. Ukuran naskah 20,5 cm x 16, 4 cm g. Ukuran teks dan margin

Ukuran teks : 12, 4 cm x 17,6 cm

Ukuran margin : batas kanan 1,7 cm, atas 1,7 cm, kiri 0,8 cm, bawah 1cm. h. Tebal naskah

1,2 cm

i. Jumlah halaman

Halaman yang ditulisi : 28 halaman


(54)

commit to user

liv

belakang naskah.

Jumlah seluruh halaman : 128 halaman j. Jumlah baris per halaman

17 baris

k. Huruf, aksara, tulisan Huruf : Jawa

Aksara : aksara Jawa Carik dengan gaya tulisan miring ke kanan

Tulisan : jarak baris dan jarak huruf teratur. Ukuran huruf sedang, bentuknya agak memanjang. Jarak antar huruf renggang sehingga jelas dan mudah dibaca. Jarak antar baris relatif renggang. Tulisan bagus mudah dibaca.

l. Cara penulisan

Ditulis bolak-balik (recto verso) yaitu lembaran naskah yang ditulisi pada kedua halaman muka dan belakang. Penempatan tulisan pada lembaran naskah, teks ditulis ke arah lebarnya. Artinya teks ditulis sejajar dengan lebar lembaran naskah. Pengaturan ruang tulisan, larik-lariknya ditulisi secara berdampingan lurus kesamping diteruskan ke bawahnya dan seterusnya. Bait satu dengan lainnya diberi tanda batas. Penekanan tinta tidak terlalu keras/ tajam sehingga tidak tembus ke belakang. Penulisan teks dibantu dengan garis pensil.

m. Bahan naskah

Kertas folio bergaris, terdapat garis bantu dengan pensil untuk batas margin. Kualitas kertas, tebal, masih cukup baik. Warna kertas kecoklatan. Masih bagus, tidak rapuh.


(55)

commit to user

lv n. Bahasa naskah

Bahasa Jawa Baru standar dengan menggunakan ragam ngoko dan krama. Bahasa didalam Serat Wêwulang ini disisipi pula oleh unsur bahasa Kawi dan Arab. Keterpahaman akan bahasa naskah, bahasa naskah bisa dipahami masyarakat pembaca kini, walaupun tidak begitu mudah.

o. Bentuk teks

Puisi/ têmbang macapat, terdiri dari dua pupuh Dhandhanggula. Pupuh I terdiri dari 48 bait, pupuh II terdiri dari 26 bait. Jumlah seluruh bait: 74 bait. p. Umur naskah

81 tahun berdasarkan penjelasan dalam katalog Nancy yang menyatakan dibuat pada tahun 1928, dalam teks tidak ditemukan penjelasan mengenai umur naskah.

q. Pengarang Anonim

r. Asal-usul naskah

Koleksi pribadi perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta Hadiningrat s. Fungsi sosial naskah

Sebagai sumber piwulang yaitu ajaran mengenai keutamaan hidup. t. Ikhtisar teks/ cerita

Manusia diberi pilihan dalam menjalani kehidupan. Pilihan bijak adalah menjadi manusia utama. Dalam usaha pencapaian manusia utama, seseorang dituntut untuk menunutut ilmu. Ilmu tersebut haruslah ilmu lair batin yang mencakup ilmu duniawi dan batiniah, dalam istilah Jawa lebih dikenal dengan piwulang yang artinya ajaran.


(56)

commit to user

lvi

Piwulang dalam naskah ini dimulai dengan memahami takdir kehidupan. Dimana takdir kehidupan setiap orang berbeda. Ada yang ditakdirkan menjadi orang besar, ada juga yang ditakdirkan menjadi rakyat kecil. Baik orang besar maupun rakyat kecil, keduanya dituntut menjadi manusia utama. Maka, salah satu hal yang tepat adalah mendidik pemuda sedemikan rupa, agar menjadi manusia utama. Hal ini dipandang tepat karena pemuda sebagai cikal bakal kehidupan lebih banyak memiliki kesempatan dan ketepatan waktu menuntut ilmu.

Persiapan si pemuda dalam mempelajari ilmu tersebut adalah kesedian lahir dan batin. Bersungguh-sungguh, mampu menahan diri, menyiapkan fisik, serta berprihatin. Sebab melalui keprihatinan, batin akan sedia menerima pembelajaran dan mengamalkan apa yang dipelajari.

Tahapan pembelajaran menuju manusia utama dapat dibedakan menjadi dua hal, yaitu: menempuh ajaran kebajikan dan menjauhi hal-hal tercela. Ajaran tersebut meliputi sifat dan sikap. Menempuh ajaran kebajikan ialah melaksanakan sifat dan sikap hati putih. Sedangkan menjauhi hal-hal tercela adalah menjauhi: 1) hati kuning, 2) hati merah, dan 3) hati hitam.

u. Catatan lain

Perbedaan yang sifatnya ajeg dianggap wajar selama tidak mempengaruhi konteks kalimat. Perbedaan tersebut di antaranya:

1) Penulisan pada lungsi yang ditulis dengan tanda “ = “ (tanda sama dengan).


(57)

commit to user

lvii

Gambar 13. Penulisan pada lingsa yang ditulis dengan tanda “ = “

Sumber: Naskah SW, h. 21

2) Penulisan tanda baca (pungtuasi) dengan dirga muluk pada akhir baris yang diakhiri dengan vokal ‘u’. Terdapat pada bait 17 h.7, bait 38 h. 15, bait 43 h. 17, bait 46 h. 18, bait 60 h.23, dan bait 69 h. 27.

Gambar 14. Penulisan dirga muluk

Sumber: Naskah SW h. 7

gatra keenam bait 17 têmbang Dhandanggula 6u, namun setelah 6u tidak terdapat pada lingsa sebagai penanda batas memasuki gatra ketujuh.

2. Kritik Teks, Suntingan Teks dan Aparat Kritik

a. Kritik Teks

Kritik teks menurut Paul Mass dalam Darusuprapta (1984) adalah menempatkan teks pada tempat yang sewajarnya, memberi evaluasi terhadap teks, meneliti atau mengkaji lembaran naskah dan lembaran bacaan yang


(58)

commit to user

lviii

mengandung kalimat-kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu. Berikut edisi teks SW:

Tabel 1. Daftar Lacuna SW

No. B. Br H Lacuna Edisi Teks

1. 44 3 17 yèn tutut langkung mbune yèn tutut langkung ambune

2. 54 5 21 Kabakitan kabangkitan

3. 65 1 25 nanging ana pamère kêdhik

nanging ana pamère sakêdhik

Tabel 2. Daftar Adisi SW

No. B. Br H Adisi Edisi Teks

1. 19 7 8

tap tap-tapaning têmbung

tap-tapaning têmbung

2. 28 9 12

ing wong uripe angêta tutur kang becik

ing wong uripe angêta tutur becik

3. 38 1 15 Jating jati

4. 60 4 23 tapa ingkang tinêmu tapa kang tinêmu 5. 60 6 23 têgêse sasêpi sêpa têgêse sêpi sêpa


(59)

commit to user

lix

Tabel 3. Daftar Ketidaksesuaian Konvensi Linguistik SW

No. B. Br H Kata Edisi Teks

1. 2 9 1 têpane tapane

2. 18 9 8 lina Lena

3. 20 8 8 ringringa riringa

4. 29 6 12 tintènana titènana

5. 37 1 15 angsring asring

6. 39 9 16 pribaddi pribadi

7. 21 1 16 katah kathah

8. 41 3 16 lannang lanang

9. 41 7 16 udut udud

10. 42 2 17 samabarang samubarang

11. 46 1 18 nana Ana

12. 54 1 18 buddi Budi

13. 56 9 22 agong agung

14. 57 9 22 ling adu lir adu


(60)

commit to user

lx

b. Suntingan Teks dan Aparat Kritik

Untuk mendapatkan suatu hasil suntingan teks yang dapat dipertanggungjawabkan dalam hal ini secara filologi, maka dalam penelitian ini tahapan suntingan teks disertai kritik teks dan aparat kritik secara bersamaan. Adapun untuk kata–kata atau baris yang dianggap keliru diberi nomor kritik teks dan pembetulannya ditempatkan pada bagian bawah teks (semacam catatan kaki) sebagai bagian dari aparat kritik. Metode yang digunakan dalam kritik teks ini adalah edisi standart.

Edisi standart dipergunakan untuk mengevaluasi teks pada bacaan yang dianggap salah. Pembetulan pada edisi standart yang sifatnya sebagai suatu usulan peneliti, ditempatkan pada aparat kritik (catatan kaki) serta nomor kritik teks ditempatkan pada akhir kata atau kalimat. Hal ini merupakan suatu bentuk yang terbuka bagi pemikiran pembaca yang mempunyai argumen lain atas pembetulan tersebut.

Untuk mempermudah pembacaan dan pemahaman makna transliterasi teks SW maka digunakan tanda–tanda sebagai berikut:

a. Angka Arab 1, 2, 3, ... dst yang berada dalam teks adalah nomor kritik teks pada kata yang terdapat kesalahan.

b. Tanda [1, 2, 3, ... dst] adalah untuk menunjukkan pergantian lembar halaman teks.

c. Tanda 1, 2, 3, ... dst yang terletak di sebelah kiri teks adalah untuk menunjukkan pergantian bait.


(61)

commit to user

lxi

e. Tanda diakritik (é) dibaca e seperti pada kata salawasé yang berarti selamanya.

f. Tanda diakritik (è) dibaca e seperti pada kata yèku yang berarti yaitu. g. Tanda # memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan

konvensi tembang.

h. Tanda * memberikan keterangan penggantian bacaan berdasarkan pertimbangan linguistik.

i. Tanda [...] menunjukkan pembetulan berdasarkan interpretasi penulis. j. Tanda / menandakan tiap pergantian baris.

k. Tanda // menandakan akhir dari tiap bait.

l. Penulisan hasil transliterasi dan suntingan teks SW menggunakan spasi 1,5 supaya terlihat lebih rapi.


(62)

commit to user

lxii Berikut adalah Suntingan Teks dari SW:

Pupuh I Dhandhanggula

44/5 ka 186 na

SÊRAT WÊWULANG

1. [1] wontên pasal mangke kang winarni/ caritane sujalma utama/

kang wus akèh luwangane/ mêmulang anak putu/ dèn anggèa kang wuri-wuri/ padha sira rungokna/

ing pitutur ingsun/ lêlèjême wong sujana/

lan wong wirya wiwitan lara prihatin/ amatèkakên raga//

2. raganira dèn sumêdya êning/ êningêna lan nalaring kathah/ dadi wong jêmbar budine/ budi digdayèng tuhu/ tuhu têrus lan islam batin/ laire dhasar tapa/

batine aputus/

tan keguh dening bêbeka/

iya iku têpane1 wong padha mukti/ angati-ati tapa//

1


(63)

commit to user

lxiii 3. tapa tapi tap-tapaning ati/

atènira tan kêna ing lombang/

malar têkaa sêdyane/ ingkang sinêdyèng kayun/ rahayune sajêge u-[2]rip/ manggiha suka wirya/ wiryaning tumuwuh/ mundhak kawuwus sujana/ sujanane angluwihana sêsami/ sêsamaning manungsa// 4. iya iku kang manut sayêkti/

sayêktine anut suka wirya/ saking lara prihatine/ karane wêkasingsun/ anak putu kang wuri-wuri/ padha sira laria/

lampah kang pinunjul/ punjul sêsama ing jalma/

malah mandar oleha sapangat nabi/ wali mukmin sadaya//

5. sadinane sira aja lali/

limputêna mring nêpsu kang ala/ lêlimpenên sakarêpe/

karêping nêpsu iku/ anusupi panggawe bêcik/ rêricikaning basa/

binubrah binuwur/ karane sira yitnaa/

yèn wus yitna tan ana ala lan bêcik/ pintanên ing wardaya//


(64)

commit to user

lxiv 6. yèn wus bisa minta ala bêcik/

pan kalêbu rêrêsiking [3] janma/ kataman tuman têmêne/

nêlat kang sampun luhur/ kaluhuran kang sampun êning/ angêningakên nala/

nala mrih sumunu/

kang sumunu wus gumawang/

lan kawang-wang kèh ing janma ala bêcik/ katitik kang tênaga//

7. tênagane kang dipuntitèni/ wus kapusthi èsthining wardaya/ katara dèning solahe/

solah muna lan laku/ wus kacêtha osiking ati/ atènira wus pana/ paham ing pangrungu/ wruh saosiking buwana/

bapa iku sawabe wong brangtèng widhi/ widigdèng ing ngawirya//

8. prabawane wong wani prihatin/ yèn wus mukti nyawabi sadaya/ mring sanak wong sakadange/ nadyan liyane rawuh/

amuwuhi dahulat prapti/ tur ta mundhak suwara/ kaprawiranipun/

sugih rowang sugih [4] donya/

beda lawan wong nora gêlêm prihatin/ barang sinêdya tuna//


(65)

commit to user

lxv 9. nanging ana ujaringsun kaki/

mring kang maca tuwin kang miyarsa/ gêdhe cilik tuwa anom/

tan kêna sira guru/ sok sapaa dadi priyayi/ anut sikuning janma/ gandar solahipun/

sarta takdiring Hyang Suksma/ yèn wong iku takdire dadi wong tani/ pan balubut kewala//

10. nadyan bagus sagandare singgih/ yèn pasthene pêpancène bangsat/ pasthi kumêsat ujare/

ujar nêka alungguh/ anglungguhi ujar priyayi/ amrih aja katara/

polahe kang mawut/ sawênèh ingkang sujanma/ gandar ala dêgsura atine gingsir/ gingsiring barang karya//

11. kang satêngah sujanma puniki/ gandar ala nylêkuthis semunya/ [5] sarta dhêndhêng cêlukane/ sinêmon datan wêruh/

dipunsarah datan udani/ kinêras datan êsak/ ginêbug malupuh/

sawênèh ingkang sujanma/

api kêras nyêngangas ungas yèn angling/ nyaliwing ing wardaya//


(66)

commit to user

lxvi 12. kang sawênèh sujanma puniki/

bêg sujana pangucap miyarsa/ lèjême wali dèn amè/

Jawa Arab wus putus/ ing sarengat tarekat kaki/ makripat kang cinêtha/ ing kandhêg pamuwus/ kayêktène nora nana/

ambag lomba sêmbrana tan bêtah ngêlih/ trocoh rusaking bala//

13. basanira ambêg kumaluwih/ saru lamun nênggih amicara/ manggung agrayuk basane/ baya manut ing siku/ pasêmone angulêr sêrit/ dene bataling drajad/ wit pangucap rusuh/ amimi wus sabên dina/

nalarira arupè-[6]k sêsêg kacêpit/ kajêlit dèntingala//

14. satêngahe malih kang sujanmi/ pan ambulus malih ambêkira/ alus ngaluwus semune/ solahe nyanyak-nyunyuk/

kadi munyuk tan wruh ing krami/ krama kinarya entra/

jatine lir badhut/ balubut kataning basa/

kang mangkono angèl dadia priyayi/ pasthi dadi urakan//


(67)

commit to user

lxvii 15. aja dumèh yèn ala puniki/

gandarira yèn dhasar pasaja/ sarta kathah kawignyane/ lan wênês sêmonipun/ kathah ingkang dadi priyayi/ dene ugêring janma/

ing tindak lan tanduk/ lan têtêp mantêp ing basa/ sabobote ana kamuktène ugi/ tinimbang lan wong ala// 16. kang satêngah sujanma puniki/

gandar alus solahe prasaja/ lèjêm priyayi dènangge/ ing solah bawanipun/ [7] pan rineka-reka priyayi/ nanging tan bêtah tapa/ sarta untungipun/

arang kang dadi dangdanan/

ewuh têmên pratingkahe wong aurip/ riptanên ing wardaya//

17. nanging ana masalahe malih/ yèn wong iku anggêgulang tapa/ yêkti ana pamalêse/

mungguh ing hyang puniku/ nora samar solahing dasih/ saosiking wardaya/

Hyang Suksma wus mêngku/ Pangeran asipat rahman/

luwih murah ya rabil kang luwih asih/ asih mring wong nastapa//


(68)

commit to user

lxviii 18. nadyan silih saliring kumêlip/

kabèh iku ya sinungan murah/ sapancène dhewe-dhewe/ nadyan mancia iku/

ora kaya wong mangun tèki/ kinacèk ing sêsama/

ing daulatipun/

iya ta lawan kangelan/

[8] kangèlane pan wus lina2 kang kariyin/ anyêgah pangan nèndra//

19. karantêne dènaemut sami/

kang wong anom anganam-anama/ sakèhe kawigyan kabèh/

kabèh ungsêdên iku/ kaprawiran lair lan batin/ batinira dèntata/

tap tap-tapaning têmbung3/ têmbung-têmbunge ing basa/

basaning wong wangwangên dipunkalingling/ dêlingêna ing nala//

20. nalarira dèn sumêdya rampid/ rampidana lan udanagara/ iku kang dadi ugêre/ ugêrirêng tumuwuh/ aja lali tata lan titi/ dêduga lan prayoga/ poma aywa limput/ ringringa4 lawan wetara/

2

* lena

3

# tap-tapaning têmbung

4


(1)

commit to user

ingkang sujanma/ api kêras nyêngangas ungas yèn angling/ nyaliwing ing wardaya// (bait 11)

Terjemahan: yang setengahnya manusia itu/ sifatnya tercela samar-samar sok segalanya/ serta berat tangan panggilannya/ suka pura-pura tidak tahu masalah/ diberitahu tidak pernah dilaksanakan/ keras kepala tidak dapat diperindah/ makin dikerasi melemah/ sebagian manusia seperti api/ lebat melalap sulit ditaklukkan kalau berbicara/ berbeda dengan hati//


(2)

commit to user

BAB V

PENUTUP

A.

Simpulan

Berdasarkan uraian kajian filologis dan pembahasan isi, dapat disimpulkan bahwa:

1. Suntingan teks SW pada penulisan ini ialah suntingan teks yang bersih dari kesalahan. Naskah SW yang telah diedisikan dalam kajian ini yang dipandang baik.

2. SW berisi ajaran etika, etiket dan pandangan hidup agar menjadi manusia utama. Etika, etiket, dan pandangan hidup meliputi sifat dan sikap. Ajaran tersebut dibedakan menjadi dua hal, yaitu: menempuh ajaran kebajikan dan menjauhi hal-hal tercela. Menempuh ajaran kebajikan ditempuh dengan melaksanakan ajaran hati suci. Menjauhi hal-hal tercela ialah menghindari perilaku: nafsu sufiah, nafsu amarah, dan nafsu aluamah. Yang tercermin pada hati sufiah, hati amarah, dan hati aluamah.

B.

Saran

Saran berdasarkan hasil penelitian ini adalah:

1. Berdasarkan pengkajian terhadap SW, diperoleh suntingan teks yang bersih dari kesalahan. Suntingan teks tersebut dapat diteliti lebih lanjut oleh berbagai disiplin ilmu, seperti linguistik untuk kebahasaannya, sastra untuk kesastraannya, sosiologi untuk pengaruhnya terhadap dinamika sosial masa lalu dan sekarang, serta berbagai disiplin ilmu lain sesuai dengan bidangnya.


(3)

commit to user

2. Pengoptimalan ajaran atau kandungan dari suatu naskah dapat dilakukan dengan cara merelevansikan dan mengimplementasikan ajaran tersebut. Ajaran SW dapat direlevansikan terhadap kehidupan sekarang. Implementasi ajaran tersebut dapat diawali dari siapapun yang membaca penulisan ini, kemudian memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. 3. Perlu adanya pemaksimalan potensi yang terdapat dalam karya sastra Jawa

pada umumnya, dan naskah kuno pada khususnya. Mengingat di luar sana, masih banyak terdapat naskah-naskah kuno yang perlu dibudidayakan agar terjaga kelestariannya.


(4)

commit to user

DAFTAR

PUSTAKA

Abu Sangkan. 2006. Berguru Kepada Allah Menghidupkan Kecerdasan

Emosional dan Spiritual. Jakarta: PT Patrap Thursina Sejati.

Akhadiati Ikram. 1980. Perlunya Memelihara Sastra Lama. Kumpulan Naskah dalam Analisis Kebudayaan No. 3 Tahun I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

_______. 1992. Beberapa Metode Kritik dan Edisi Naskah. Kumpulan Makalah (Filologi). Bandung.

Bani Sudardi. 2003. Penggarapan Naskah. Surakarta: Badan Penerbit Sastra Indonesia.

Behrend, T. E. 1990. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 1 Museum

Sanabudaya Yogyakarta. Jakarta: Djambatan.

Behrend, T. E. dan Titik Pudjiastuti. 1990. Katalog Induk Naskah–Naskah

Nusantara Jilid 3 A FSUI. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Behrend, T. E. dan Titik Pudjiastuti. 1990. Katalog Induk Naskah–Naskah

Nusantara Jilid 3 B FSUI. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Darusuprapta. 1984. Naskah-naskah Nusantara Beberapa Penanganannya. Yogyakarta: Javanologi.

Edi S. Ekadjati. 1992. Cara Kerja Filologi. Kumpulan Makalah (Filologi). Bandung.

Edward Djamaris. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


(5)

commit to user

Emuch Herman Soemantri. 1986. Identifikasi Naskah. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjajaran.

Etty Indriati. 2005. Menulis Karya Ilmiah Artikel, Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Florida, Nancy K. 1994. Javanese Language Manuscripts of Surakarta, Central

Java A Preliminary Descriptive Catalogus Level I and II

_______ 2000. Javanese Literature in Surakarta Manuscript Volume I. Manuscript of The Kasunanan Palace.

Girardet, Nikolaus et al. 1983. Descriptive Catalogus of the javanese Manuscripts

and Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta.

Weisbaden: Franz Steiner verslag GMBN.

Haryati Soebadio. 1975. Masalah Filologi. Filologi (Kumpulan Makalah). Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

_______. 1975. Penelitian Naskah Lama Indonesia. Bulletin Yaperna No. 7 Th. II Juni 1975.

Jennifer, Lindstay. 1998. Katalog Induk Naskah – Naskah Nusantara Jilid 4

Perpustakaan Nasional RI. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Maryono Dwi Raharjo, et. al. 2005. Pedoman Penulisan dan Pembimbingan

Skripsi/Tugas Akhir Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Maryono Dwi Raharjo. 2006. Sengkalan dalam Budaya Jawa. Solo: KATTA.

Nikolaus Girardet. 1983. Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and

Printed Book in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta. Weisbaden: Franz Steiner Verslag GMBH.

Padmosoekotjo, S. 1960. Ngengrengan Kasusastran Djawa II. Yogyakarta: Hien Hoo Sing.


(6)

commit to user

Poerwadarminta, W, S, J. 1939. Baoesastra Jawa. Batavia: J.B. Wolters’ Uitgevers Maatschappij.

Rahyono, FX. 2009. Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Sartono, dkk. 1988. Beberapa Segi Etika dan Etiket Jawa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Kebudayaan. Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara Bagaian Jawa.

Siti Baroroh Baried. 1983. Naskah Jawa Bernafaskan Islam. Sarasehan Nasional Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sumarlam. 2006. Analisis Wacana Tekstual dan Kontekstual. Surakarta: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Sutopo, HB. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Pengertian Etika Moral dan Etiket. Diakses dari http://massofa.wordpress.com/2008/11/17 pada 15 Juli 2010 pukul 21.06 WIB.