commit to user
cv Piwulang adalah suatu ajaran mengenai ilmu lair batin yang mencakup
ilmu duniawi dan batiniah. Piwulang dalam naskah ini dimulai dengan memahami takdir kehidupan. Dimana takdir kehidupan setiap orang berbeda. Ada yang
ditakdirkan menjadi orang besar, ada juga yang ditakdirkan menjadi rakyat kecil. Baik orang besar maupun rakyat kecil, keduanya dituntut menjadi manusia utama.
Maka, salah satu hal yang tepat adalah mendidik pemuda sedemikan rupa, agar menjadi manusia utama. Hal ini dipandang tepat karena pemuda sebagai cikal
bakal kehidupan lebih banyak memiliki kesempatan dan ketepatan waktu menuntut ilmu. Persiapan si pemuda dalam mempelajari ilmu tersebut adalah
kesedian lahir dan batin. Bersungguh-sungguh, mampu menahan diri, menyiapkan fisik, serta berprihatin. Sebab melalui keprihatinan, batin akan sedia menerima
pembelajaran dan mengamalkan apa yang dipelajari. Berdasarkan pembacaan dan terjemahan naskah ini, secara garis besar
membahas tahapan pembelajaran menuju manusia utama yaitu: menempuh ajaran kebajikan dan menjauhi hal-hal tercela. Secara keseluruhan naskah ini membahas
perihal hati putih, hati kuning, hati merah, dan hati hitam. Menempuh ajaran kebajikan ialah melaksanakan ajaran hati putih, yaitu hati suci. Menjauhi hal-hal
tercela ialah menjauhi perkara hati kuning, merah dan hitam, yaitu menjauhi hati sufiah, hati amarah, dan hati aluamah. Secara terperinci akan dibahas sebagai
berikut:
1. Hati Suci
Putih adalah
pralambang melalui
warna. Putih
berarti suci
Padmosoekotjo, 1960: 78, sehingga hati putih adalah lambang hati yang suci. Hati yang mampu mengekang dan mengendalikan perilaku. Hati putih adalah hati
commit to user
cvi yang tajam kepekaannya. Dengan kata lain mampu membedakan mana yang baik
dan yang buruk, dan selalu tanggap akan masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya. Hati putih sulit dimiliki, sebab hati putih senantiasa bergulat dengan
hati kuning, hati merah, dah hati hitam. Manusia utama adalah manusia yang senantiasa berjuang mendapatkan hati putih. Manusia yang memiliki hati putih
biasanya adalah orang yang ringan tangan, bertanggungjawab dan dapat dipercaya. Penjelasan mengenai hati putih dikemukakan oleh penulis secara
berulang-ulang yaitu pada: bait 34, bait 35, bait 39 baris 8-10, bait 40 baris 1- 4, bait 44 baris 3-10, bait 59-61. Berikut salah satu kutipannya:
ping sakawan ati pêthak iya iku mung ingkang mulas pribadi amrih arjaning praja bait 39, baris 8-10
Terjemahan: yang keempat adalah hati putih itulah hati yang mampu mewarnai merubah kepribadian menuju kesentosaan
Pemahaman terhadap hati putih, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tuntutan hati putih adalah suci pikiran, perkataan, dan perbuatan. Berikut adalah
hal-hal yang dilakukan guna menuju hati putih: a. Tekun.
Tekun berarti senantiasa teguh, sabar, dan ikhlas menjalankan sesuatu. Tekun juga menuntut keprihatinan, sebab tanpa keprihatinan tidak akan
diperoleh kesabaran dan keikhlasan. Salah satu bentuk tekun, adalah tiadak pernah berhenti bertapa. Bertapa tidak selamanya harus menepi di gua atau
tempat tertentu, bertapa lebih diartikan sebagai tindakan menjaga batin, suatu keprihatinan. Dalam naskah SW dijelaskan bertapa sesuai dengan ajaran
commit to user
cvii Islam. Tujuannya supaya batin terhindar dari pengaruh buruk dan hal-hal
tercela. Berikut kutipannya: raganira dèn sumêdya êning êningêna lan nalaring kathah dadi wong
jêmbar budine budi digdayèng tuhu tuhu têrus lan islam batin laire dhasar tapa batine aputus tan keguh dening bêbeka iya iku têpane
wong padha mukti angati-ati tapa bait 2
Terjemahan: supaya raga mengheningkan mengena dan berakal banyak menjadi orang yang luas pemahamannya paham yang benar-
benar kokoh keyakinannya senantiasa yakin dan Islam batinnya lahir berdasarkan tapa batin yang tidak pernah putus tidak goyah oleh
apapun itulah tapa bagi orang berwibawa senantiasa berhati-hati dalam bertapa
b. Menuntut ilmu dan rendah hati. Menuntut ilmu membuka cakrawala pengetahuan. Menuntut ilmu
tidak selalu identik dengan pendidikan formal, dengan sekadar menanyakan sesuatu yang tidak diketahui berarti seseorang telah menuntut
ilmu. Ilmu yang sebenarnya adalah segala pengetahuan yang berujung pada kebaikan. Baik kebaikan bagi diri sendiri maupun orang lain. Dengan
penguasaan ilmu atau kepandaian maka semakin mudah menyelesaikan persoalan dan mewujudkan harapan-harapan. Menuntut ilmu diperlukan
kesabaran, sebab ilmu didapat dari sedikit demi sedikit, berjengjang dari satu tahap ke tahap selanjutnya. Jika ingin mendapatkan ilmu yang
bermanfaat dan berbobot tentu syarat yang harus dipenuhi adalah menuntaskan pelajaran hingga tamat. Seringkali dengan sulitnya
memperolah ilmu tersebut, seseorang merasa lebih dari sesamanya, akibatnya ia sombong.
SW mengajarkan apabila seseorang mendapatkan kelebihan atau kepandaian lebih dari sesamanya, diharapkan tetap rendah hati. Sebab
dengan kerendahan hati diperoleh kemuliaan. Dan dengan kemuliaan
commit to user
cviii seseorang lebih banyak berbuat manfaat bagi sekitarnya. Berikut
kutipannya: aywa pêgat atêtannya mring wong luwih barang kaluwihan kaki
padha sira gulanga bait 55 baris 8-10 anadene yèn wus luwih kaki olêhira gêgulang kawigyan anadene romahane nanging
pangarêpipun andhap asor tan kêna lali sabarang karêpira yèn tan lali iku angajia ngawulaa amêrtapa andhap agong aywa lali
wêkasan dadi guna bait 56. karantène gulang êntas mangkin sakathahing kawigyaning janma bait 61 baris 1-2.
Terjemahan: janganlah putus atau malu bertanya kepada yang lebih menguasai darimu belajarlah dikau Apabila sudah
mendapat kelebihan dari dirimu mempelajari kepandaian apabila ada yang kurang dikau kuasai harapannya rendah hati jangan
dilupakan sembarang keinginanmu jika tidak melupakan hal itu belajarlah terus mengabdilah, bertapa dengan rendah hati dan
kemuliaan jangan dilupakan karena akhirnya akan bermanfaat dikarenakan belajar sampai tamat kelak manusia mendapat banyak
kepandaian
c. Mengamalkan ilmu prayoga ‘kebaikan’ yang diibaratkan perahu. Prayoga Poerwadarminta, 1939: 509 artinya 1 panglimbang kang
becik; 2 becik ‘1 pertimbangan yang baik; 2 baik. Berdasarkan arti kata tersebut dan konteks teks dapat diartikan bahwa ilmu prayoga adalah ajaran
guna menetapkan keputusan yang baik, yang diperoleh berdasarkan pertimbangan yang masak. Agar setiap yang dilakukan adalah kebajikan.
Diibaratkan jika ilmu prayoga adalah perahunya, maka prasangka adalah
commit to user
cix kemudi, dan rem adalah layar. Maksudnya ketika seseorang hendak
memutuskan berbuat sesuatu ada dugaan-dugaan dan berhati-hati, ada rem untuk memberhentikan atau mengatur jalannya tindakan tersebut. Dengan
demikian, seseorang dituntut tepat dalam mengambil dan menjalankan keputusan. Berikut kutipannya:
upamane rêraga puniki yèn praua kang aran prayoga iku minongka dhayunge wêtara satangipun kang dêduga iku kêmudhi reringa iku
layar poma dika etung pradadaning
ing sarira kabèh iku lamun ora dèn kawruhi mongsa sira arjaa
bait 21
Terjemahan: seumpamnya raga itu adalah perahu dapat disebut prayoga jika dayungnya jelas arahnya apa yang disebut prasangka
adalah kemudi rem adalah layar coba andika hitung apa-apa dalam
ragamu apablila semua itu tidak diketahui tidak mungkin engkau
berjaya
d. Mempelajari tafsir Qur’an Ilmu batin ialah kespiritualan. Pemahaman terhadap akidah keagamaan
mampu menuntun perilaku dan benteng jiwa bagi pelakunya. Etika Jawa yang selaras dengan Islam adalah niat, kesungguhan, dan kepasrahan. Semua itu
dapat diperoleh dari keiklasan menjalankan ibadah. Beribadah tanpa mengetahui hakekatnya adalah suatu kepercumaan, maka dalam naskah ini
disampaikan jangan hanya sekedar menjalankan ibadah tetapi juga memahami hakekat dari ibadah itu sendiri. Dalam naskah ini dicontohkan apabila
seseorang memeluk Islam sebagai ajarannya, maka pelajarilah tafsir Qur’an dan senantiasa bertawakal. Menyerahkan kembali segala keputusan kepada
commit to user
cx sang Khalik. Semakin berat uji yang diterima, semakin mendekat kepada-Nya.
Tetap berusaha akan tetapi menerima dengan ikhlas segala ketetapan Allah, sebab dalam Qur’an disampaikan bahwa segala yang terjadi kepada setiap
hamba adalah yang terbaik baginya. Walaupun seringkali tidak selalu sesuai dengan keinginan sang hamba. Berikut kutipannya:
lawanana kang pusaka malih pusakane ing ngèlmu punika angkat- angkatên karepe dadya ngajia ngèlmu yèn tan bisa kalimah kalih
ujare wong ulama têksir ngèlmunipun dening pusakaning tapa kang tawêkal marang hyang kang maha suci asrah aja ambêka bait 24
Terjemahan: lengkapilah pusaka itu dengan pusaka berilmu bulatkan tekad guna mengaji berilmu apabila tidak bisa dua kalimat katanya
para ulama tafsir Qur’an ilmunya lalu pusakanya tapa yang bertawakal kepada Hyang Maha Suci pasrah jangan berhenti
e. Tutur kata yang berbudi Maksud dari tutur yang berbudi adalah segala perkataan yang baik,
bijak, tidak melanggar norma, bukan perkataan kotor, tidak menyinggung perasaan orang lain, tidak suka membicarakan keburukan teman, dan segala
yang disampaikan bermanfaat. Penyampaiannya pun dengan penuh sopan santun. Tutur yang berbudi mampu membersihkan hati. Berikut kutipannya:
karane wêkas manira ing wong uripe angêta tutur kang bêcik rêrêsik jroning nala bait 28, baris 9-10
Terjemahan: karena itulah pesanku orang hidup hendaknya selalu ingat akan tutur yang berbudi membersihkan dalamnya hati
commit to user
cxi f. Tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan
Para pemuda sering terlena oleh kenikmatan dunia, selalu terpacu untuk memenuhi hasratnya. Terlebih lagi mengenai birahi. Sehingga
seringkali melupakan waktu dan kesempatan menuntut ilmu. Seringkali terbengkalai dikarenakan tergoda oleh nafsu pribadinya sendiri. Selagi masih
muda, masih banyak waktu dan kesempatan hendaklah belajar hingga tamat tuntas. Menimba ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya. Kelak ketika
telah tua, sarat dengan ilmu dan pengalaman, sehingga hidupnya tidak sia-sia. Berikut kutipannya:
lamun ora mangkanaa kaki ora jumênêng aning tuwa dadi têtuwan arane basa tuwuhan iku ngandêlakên tuwane ugi iku wong tuwa
ampas liring ampas iku wastaning raga punika raganira wus cape luwas ing kardi mongka ing jro suwunga iya iku wong cupêt ing
buddi duk anome tan purun têtannya ngandêlkên kuwat rosane tan etang ulah ngèlmu kabakitan tan dên kawruhi amung eca mêmangan
esuk nyamuk-nyamuk tan ngetang wêkasing gêsang kang kaetang mung nikmat pucuking pêrji lan nikmat pucuk ngilat bait 53-54
Terjemahan: Namun jangan sampai dikau tidak mengindahkan tuamu disebut tetua karena hasil dari mengandalkan ketuaannya
itulah orang tua sampah sebutan raganya raga berlabel luas dalam pemahaman padahal tidak tahu apa-apa kosong Iya itulah orang
yang sempit pemikirannya ketika muda tak mau bertanya hanya mengandalkan kekuatan fisik tidak memperhitungkan mencari ilmu
kebangkitan tidak dikenal hanya nikmat makan pagi sedap menyantap tidak memperhitungkan akhir hidup yang diperhitungkan
hanya nikmat hasrat dan nikmat lidah
commit to user
cxii g. Bekerja pada atasan yang tepat
Hal yang sulit dilakukan ketika seseorang telah memperoleh kepandaiankeahlian adalah bekerja pada atasan yang tepat. Kebanyakan ingin
segera bekerja, tanpa menimbang bagaimana kepribadian atasan, dengan kata lain gampang-gampang susah.
luwih angèl kaki wong ngawula nanging aluwih gampange bait 62 baris 2-3
Terjemahan: gampang-gampang susah jika menjadi pegawai
Maksud perkataaan tersebut adalah menjadi seorang pekerja banyak hal yang harus dipertimbangkan. Pemikiran yang sering dituju adalah bagaimana
bekerja layak, tanpa menimbang lebih dulu bagaimana kepribadian atasannya. Dalam SW dijelaskan, bahwa kepribadian atasan merupakan hal penting yang
harus dipertimbangkan. Bekerja bukan hanya sekedar mencari nafkah secara materi, tetapi dapat juga sebagai ladang ketajaman batiniah jika kita bekerja
kepada atasan yang tepat. Hal tersebut dalam SW dikiaskan dengan mengabdi kepada ratu mudasatria muda dan ratu tua. Berikut kutipannya:
nanging ana bedanipun kaki angawula ing sang prabu tuwa kalawan satriya anèm sabarang karsanipun ing satriya anom puniki karya
prêlu lan sunat sami patrapipun upami dipunpopoa karya prêlu kalawan kang nora gati sami sihasatira bait 64 bênèh lawan prabu
tuwa kaki liring tuwan pan ora anasar kang bongsa nasar artine sabarang karsanipun nora supe akathi uwit wit bêcik lawan ala
kapyarsa sadarum ngranggoni jênênging tuwa basa jênêng artine iku jênêngi jênêngi nora pisah beda lawan basa anom kaki liring anom
maksih nganaman-nam sabarang ing kawigyane yèn wus kapanggih sêpuh nuli bisa anamba iki karsa bêcik lan ala kapirsa sadarum
milane ana wong ngucap sapa bisa wonge amrangkani kudhi ngabdia ratu mudha iya iku wong cupêt ing budi ingkang purun
angucap mangkana dadi wong cupêt kawruhe beda kang sampun luhung kang wus wêruh ing ala bêcik ngawula ratu mudha ing
commit to user
cxiii ibaratipun sira ngêmban rare mothah lamun wigya ngarih-arih
anyindhèni kèndêl lajêng anêndra bait 71-73
Terjemahan: Tetapi terdapat perbedaan nak mengabdi kepada prabu tua dengan satria muda apapun keinginannya seorang satriya itu
serba perlu dan sunah kepatuhannya seumpama dipaksapun, barang yang perlu dilawankan dengan yang tidak penting sama saja
maksudnya. Berbeda halnya dengan prabu tua nak maksud tuan selalu tepat jarang yang luput maksudnya segala keinginannya tidak lupa
dengan awalan awalan baik atau buruk kehendaknya semua dalam batas kearifannya kata menamai artinya memberi nama memberi
nama tidak pisah Berbeda dengan kata muda nak sebab masih muda menerka-nerka segala kepandaiannya kalau sudah dihadapkan pada
kedewasaan mustahil bisa membatasi mana keinginan baik atau buruk diketahui semuanya maka ada orang berpendapat siapa yang
dapat merawat senjata mengabdilah kepada ratu muda Iya itulah yang sempit pemikirannya yang bersedia berucap seperti itu menjadi
orang yang sempit pengetahuannya berbeda dengan yang lebih yang telah mengetahui baik buruk mengabdi ratu muda yang ibaratnya
mengasuh anak rewel harus pintar-pintar merayu menghibur hingga pulas tertidur
Bekerja kepada ratu muda atau satria muda dianggap lebih mempunyai derajad, daripada mengabdi kepada ratu tua. Hal tersebut dikarenakan kurangnya
commit to user
cxiv pemahaman serta kelabilan emosi dari sang ratu muda menuntut banyak
kesabaran dan banyak taktik. Seseorang yang bekerja kepada eksekutif muda dituntut untuk dapat
mengambil sikap, bukan hanya mematuhi perintah saja akan tetapi juga turut serta mengarahkan sang eksekutif muda kepada hal-hal bijak seperti lebih
menjaga kesabaran dan mempertimbangkan baik dan buruknya keputusan sehingga tidak tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan. Berbeda dengan bekerja
eksekutif yang dewasa, yang telah memiliki banyak asam garam dan kearifan, sehingga tanggung jawab seorang pekerja lebih ringan.
Hal tersebut jika direlevansikan terhadap perkembangan zaman saat ini, ialah pekerja yang percaya terhadap kemampuan eksekutif muda untuk terus
berkembang, sehingga ketika seseorang bekerja pada atasan yang belum terlalu berpengalaman ada suatu keyakinan akan adanya perkembangan yang cukup
signifikan.
2. Hati Sufiah