Jenis Tanah, Relief dan Bahan Induk

5.2.6. Jenis Tanah, Relief dan Bahan Induk

Data tanah, relief, dan bahan induk yang digunakan berasal dari Peta Tanah Semi Detail DAS Ciliwung Hulu skala 1:50.000 Puslitanak, 1992. Persebaran jenis tanah di daerah penelitian disajikan pada Gambar 16, meliputi jenis tanah andisol, entisol, inseptisol dan ultisol. Wilayah yang banyak mengalami longsor di daerah penelitian didominasi oleh jenis tanah inseptisol dan entisol yang tergolong subur, sedangkan untuk wilayah tidak longsor banyak didominasi oleh jenis tanah inseptisol dan ultisol. Entisol merupakan tanah yang belum berkembang memiliki solum yang tipis sekitar 18 cm, pada umumya terbentuk akibat adanya pengendapan secara terus menerus Harjowigeno, 1985. Adanya pengendapan dan pencucian yang intensif mengakibatkan tanah menjadi jenuh sehingga menyebabkan terjadinya aliran permukaan run off, dan memungkinkan terjadinya longsor. Pada wilayah penelitian, entisol terletak pada lahan-lahan dengan kemiringan yang cukup besar yaitu antara 30 – 45, dengan relief bergunung sehingga sangat wajar jika tanah-tanah ini menjadi rentan longsor. Inseptisol memiliki sifat yang menyerupai seperti bahan induknya dan mengalami penimbunan liat, pengendapan Fe dan Al, pada umumnya memiliki solum yang dalam anatara 125 cm hingga lebih dari 200 cm Hardjowigeno, 1985. Inseptisol pada daerah penelitian berada pada kemiringan 0 – 30 dengan intensitas curah hujan tinggi 713 – 779 mmthn. Persebaran inseptisol pada umumnya berada pada relief yang berombak sampai bergelombang Gambar 18. Di daerah penelitian, inseptisol banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai wilayah permukiman dan lahan pertanian karena mempunyai kemampuan produktifitas yang tinggi Hardjowigeno, 1985. Besarnya aktivitas manusia di atas tanah ini terutama pemotongan lereng memungkinkan tanah ini menjadi rentan longsor. Berdasarkan hasil observasi lapangan pada jenis tanah inseptisol terdapat titik-titik yang mengalami longsor maupun yang tidak mengalami longsor. Pada daerah yang mengalami longsor memiliki kemiringan 8 - 45, curah hujan sebesar 746 – 779 mmtahun, relief bergunung, dan penggunaan lahan dominan berupa permukiman, sedangkan daerah yang tidak mengalami longsor berada pada kemiringan lebih rendah 0 - 8, curah hujan 713 – 746 mmtahun, relief bergelombang, dan penggunaan lahan dominan berupa sawah. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kejadian longsor pada jenis tanah yang sama ternyata lebih banyak dipengaruhi oleh kemiringan, relief, dan penggunaan lahan di atasnya. . Gambar 16. Peta jenis tanah daerah penelitian Gambar 17. Peta jenis bahan induk daerah penelitian Gambar 18. Peta relief daerah penelitian

5.3. Analisis Diskriminan Linier LDA