Gambar 13. Grafik curah hujan bulan terbasah tahun a 2004, b 2005, c2006 d 2007, e 2008
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui ada empat bulan terbasah yang dominan ungu, yaitu bulan-bulan Desember, Januari, November, dan Februari.
Berdasarkan bulan-bulan tersebut dipilih bulan Januari sebagai parameter bulan terbasah untuk pemodelan longsor karena mempunyai nilai curah hujan yang lebih
besar dibandingkan dengan yang lain sebagai puncak musim hujan. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa daerah penelitian mempunyai nilai curah hujan
yang bervariasi, dari 613,88 hingga 779,99 mmtahun. Wilayah yang mengalami kejadian longsor memiliki nilai curah hujan sebesar 746,77 hingga 779,99
mmtahun, sedangkan wilayah yang tidak mengalami kejadian longsor memiliki nilai curah hujan sebesar 713,54 hingga 746,77 mmtahun Tabel 7. Hasil
interpolasi curah hujan pada bulan Januari disajikan pada Gambar 14. Tabel 7. Nilai curah hujan puncak di DAS Ciliwung Hulu
Nilai Curah Hujan mmtahun
Keterangan warna
Luas Ha
613 - 647 Kuning
211 2
647 - 680 Hijau
393 3
680 - 713 Pink
1.750 14
713 - 746 Biru
4.876 37
746 - 779 Abu-abu
5.570 44
Total 12.800
100
5.2.5. Indeks Vegetasi NDVI dan EVI
Menurut Rau et al. 2006 Normal Difference Vegetation Index NDVI, Enhanced Vegetation Index EVI, dan Leaft Area Index LAI merupakan indeks
yang biasa digunakan untuk menganalisis vegetasi penutup dan bisa juga digunakan sebagai parameter untuk memprediksi longsor. Menurut Vohora dan
Donoghue 2004, Nilai NDVI dapat diperoleh dengan menggunakan model transformasi matematika yang didesain untuk mengakses kontribusi tumbuhan
hijau pada kanal multispektral data penginderaan jauh. Nilai NDVI berkisar antara -1 dan 1, dimana nilai 0 menerangkan
banyaknya vegetasi dan ditunjukkan oleh rona yang lebih terang, sebaliknya untuk wilayah yang kurang vegetasi mempunyai warna cenderung gelap dan hitam.
Tanah mempunyai nilai mendekati nol dan tubuh air mempunyai nilai kurang dari nol. Menurut Rau et al. 2006 indeks yang tinggi menunjukkan lebih banyak
vegetasi hijau jika dibandingkan dengan indeks yang rendah. Adapun EVI digunakan untuk mengkoreksi nilai NDVI melalui pengurangan efek dari faktor-
faktor lingkungan seperti atmosfer, tanah, dan efek topografi yang dapat menyebabkan perubahan variasi cahaya terhadap citra yang akan dikoreksi.
Walaupun EVI memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan NDVI, tetapi EVI sangat peka terhadap kondisi lingkungan yang mudah berubah
dibandingkan dengan NDVI Matsushita et al. 2007. Berikut ini disajikan hasil indeks vegetasi dari citra ALOS AVNIR-2
Gambar 15a dan b yang memperlihatkan bahwa wilayah yang mengalami kejadian longsor mempunyai penutupan vegetasi yang tinggi. Hal ini dapat dilihat
dari keterangan rona yang lebih terang dari putih hingga abu-abu dengan kisaran indeks vegetasi sebesar 0,25 hingga 0,67. Wilayah bervegetasi tinggi tersebut
berupa hutan dan kebun campuran meliputi Kecamatan Tugu Utara, Kecamatan Cibereum dan Kecamatan Cisarua. Tingginya nilai NDVI pada wilayah tersebut
dikarenakan adanya peristiwa fotosintesis dari vegetasi yang cukup besar sehingga sinyal NIR Near Inframerah Red yang terlihat pada citra lebih banyak
atau memiliki rona terang. Wilayah yang tidak mengalami kejadian longsor mempunyai penutupan vegetasi yang lebih rendah rona abu-abu sampai hitam
dengan kisaran indeks vegetasi sebesar 0,08 hingga 0,45. Penggunaan lahan yang dominan didaerah tersebut adalah sawah meliputi di Kecamatan Megamendung,
Kecamatan Sukaraja, dan Kecamatan Ciawi. Peristiwa fotosintesis didaerah tersebut yang tidak terlalu besar menyebabkan gelombang NIR yang diterima
sedikit sehingga menimbulkan rona lebih gelap.
Gambar 14. Peta interpolasi curah hujan bulan Januari dari tahun 2004-2008
Gambar 15.a. Hasil analisis EVI dari citra ALOS AVNIR-2
Gambar 15.b. Hasil analisis NDVI dari citra ALOS AVNIR-2
5.2.6. Jenis Tanah, Relief dan Bahan Induk