V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis DEM
Pembuatan DEM Digital Elevation Model dilakukan dari dua data yang berbeda yaitu dari Peta Rupa Bumi topografi dan data SRTM. Hal ini perlu
dilakukan karena terdapat dua metode yang berbeda untuk menghasilkan informasi ketinggian atau garis kontur. Peta topografi dihasilkan dari proses
fotogrametri sedangkan data SRTM melalui proses interferometri, sehingga merupakan dua data yang menarik untuk diperbandingkan.
Proses pembuatan DEM dari peta topografi, dimulai dengan proses interpolasi ketinggian dengan metode IDW Inverse Distance Weighting.
Berdasarkan hasil interpolasi tersebut dan dibandingkan diperoleh adanya suatu perbedaan elevasi permukaan bumi antara DEM dari data topografi dan SRTM.
Gambar 7a dan 7b memperlihatkan perbedaan tersebut antara DEM IDW dan DEM SRTM. Gambar 7c menunjukkan beberapa perbedaan nilai elevasi. Warna
merah menujukkan nilai elevasi SRTM lebih besar daripada nilai elevasi peta topografi, sedangkan warna hijau menujukkan nilai elevasi dari peta topografi
lebih besar daripada nilai elevasi dari SRTM. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa persebaran perbedaan elevasi tersebut banyak terdapat pada
wilayah-wilayah yang memiliki relief atau terrain berbukit sampai bergunung, namun sebaliknya tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada wilayah-wilayah
yang memiliki relief relatif datar warna abu-abu Menurut Gorokhovickh dan Voustonik 2006, ketelitian mutlak vertikal
data SRTM berhubungan langsung dengan karakteristik terrain, dimana nilai galat vertikal yang lebih besar sering muncul pada wilayah-wilayah yang mempunyai
kemiringan lereng yang curam dibandingkan dengan wilayah yang mempunyai kemiringan lereng yang lebih kecil atau landai. Hal ini erat kaitannya dengan
terjadinya proses pemendekan permukaan foreshortening atau perebahan layover lereng-lereng curam pada permukaan bumi di citra SRTM, namun hal
ini tidak terjadi pada lereng-lereng yang landai. Sifat-sifat data SRTM seperti ini perlu diperhatikan oleh pengguna, terutama untuk membuat pemodelan longsor.
Dalam penelitian ini DEM dari topografi dianggap paling baik karena tidak terdapat proses-proses foreshortening dan layover dan dipilih untuk pemodelan
longsor.
a b
c
Gambar 7. Hasil penggabungan DEM a DEM IDW b DEM SRTM c gabungan kedua DEM warna merah nilai SRTM IDW,
warna hijau nilai IDW SRTM
5.2. Aplikasi DEM untuk Pemodelan Longsor pada DAS Ciliwung Hulu