Analisis Diskriminan Linier LDA

5.3. Analisis Diskriminan Linier LDA

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran parameter-parameter yang digunakan pada titik-titik longsor seperti telah diuraikan di atas, selanjutnya ditentukan uji statistik diskriminan linear untuk mengetahui pengaruh berbagai peubah terhadap proses longsor. Uji statistik ini dilakukan dengan menggunakan program Tanagra 1.4. Uji ini, dipilih 2 peubah, yaitu peubah tujuan respon dan peubah bebas penjelas. Peubah tujuan respon terdiri dari atribut longsor dan tidak longsor Tabel 8. Peubah bebasnya penjelas merupakan parameter yang memiliki nilai nominal agar diketahui nilai yang berpengaruh pada setiap parameter. Peubah bebas terdiri dari aspek lereng, kemiringan lereng, ketinggian tempat, curah hujan, dan indeks vegetasi NDVI dan EVI Tabel 8. Tabel 8 berikut memperlihatkan setiap peubah penjelas yang dimasukan ke dalam diskriminan linier dan menghasilkan peubah penjelas yang berpengaruh dan peubah penjelas yang tidak berpengaruh terhadap respon. Peubah-peubah yang berpengaruh atau tidak terhadap longsor dapat dilihat dari nilai P-value yang dihasilkan, apabila nilai P-value kurang dari 5 maka menujukkan adanya pengaruh nyata terhadap respon, sebaliknya jika P-value lebih dari 5 maka tidak berpengaruh nyata terhadap respon. Berdasarkan hasil analisis LDA Tabel 8 terlihat bahwa peubah-peubah penjelas yang tidak berpengaruh terhadap peubah respon P-value 5 adalah kemiringan lereng, aspek lereng, dan indeks vegetasi, sedangkan peubah-peubah penjelas yang berpengaruh terhadap respon P-value 5 adalah ketinggian elevasi dan curah hujan. Tabel 8. Hasil pengolahan parameter longsor dengan tanagra 1.4 Atribute Clasification Function Statistical Evaluation Longsor Tidak Wilks.L Partial F 1,23 P-value Ketinggian 0,084 0,067 0,410 0,813 5,281 0,000305 Kemiringan -0,224 -0,158 0,342 0,975 0,576 0,078765 Aspek 0,013 0,001 0,388 0,858 3,776 0,820516 Curah Hujan 0,759 0,651 0,501 0,665 11,540 0,000001 NDVI 21,324 9,470 0,376 0,886 2,939 0,172303 EVI -5,374 -0,405 0,376 0,886 2,939 0,377638 Constant -35,699 -39,029 Curah hujan mempunyai nilai P-value sebesar 0,000001 Tabel 9, artinya curah hujan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pemodelan DEM untuk memprediksi bahaya longsor pada selang kepercayaan 5. Curah hujan yang tinggi dan berlangsung lamaterus menerus akan dapat menyebabkan tanah menjadi jenuh sehingga menimbulkan aliran permukaan bahkan dapat memicu terjadinya longsor apabila berada pada lereng yang curam 45. Ketinggian tempat elevasi mempunyai nilai P-value sebesar 0,000305, artinya memberikan pengaruh nyata terhadap proses longsor pada selang kepercayaan 5. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan lapangan, bahwa wilayah-wilayah yang mengalami kejadian longsor memiliki ketinggian tempat yang besar, yaitu antara 500 hingga 800 meter sedangkan untuk wilayah tidak mengalami longsor mempunyai elevasi antara 200 hingga 500 meter. Hal ini cukup wajar disebabkan semakin tinggi suatu permukaan bumi maka akan berpotensi untuk mempunyai lereng-lereng yang curam dan curah hujan yang tinggi. Daerah-daerah yang memiliki ketinggian yang besar adalah daerah yang bergunung dan biasanya mempunyai curah hujan yang tinggi berkat terjadinya hujan orografis. Kemiringan lereng memiliki P-value sebesar 0,078765, artinya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap longsor pada selang kepercayaan 5. Keadaan di lapangan membuktikan bahwa longsor banyak terjadi pada kemiringan lereng-lereng yang besar, karena kondisi ini banyak berpengaruh terhadap jatuhbergeraknya batuan dan tanah ke daerah yang lebih rendah. Adanya kemiringan lereng yang besar menyebabkan kemiringan lereng merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kejadian longsor, namun demikian dalam penelitian ini hasil analisis LDA menujukkan sebaliknya bahwa nilai P-value dari kemiringan lereng memperlihatkan sifat yang tidak berpengaruh nyata. Kontradiksi ini mungkin dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat akurasi kelas lereng yang direpresentasikan pada peta. Akurasi ini berkaitan dengan interval ketinggian yang ditentukan dalam penelitian ini yang masih cukup besar 12,5 meter sesuai dengan skala peta topografi yang digunakan Skala 1:25.000. Titik- titik longsor yang ada di lapangan Gambar 9 kebanyakan mempunyai beda tinggi lereng antara titik tertinggi dengan terendah kurang dari 12,5 meter. Aspek lereng memiliki P-value sebesar 0,820516 artinya, tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pemodelan bahaya longsor, pada selang kepercayaan 5 sehingga secara langsung aspek lereng merupakan faktor yang tidak mempengaruhi pergerakan tanah. Menurut Peralvarez et al. 2008 aspek lereng sebenarnya secara tidak langsung berpengaruh terhadap proses longsor karena arah lereng lebih banyak membantu dalam hal pelapukan batuan akibat adanya sinar matahari. Kontradiksi yang dihasilkan dalam penelitian ini agak sulit diterangkan, namun mungkin dapat berkaitan dengan akurasi kemiringan lereng. Chang dan Tsai 1991 juga menjelaskan bahwa aspek error parameter ini lebih besar pada topografi yang curam. Indeks Vegetasi memiliki nilai P-value sebesar 0,172303 untuk NDVI dan P-value sebesar 0,377628 EVI, sehingga kedua indeks vegetasi ini juga tidak berpengaruh nyata tehadap pemodelan DEM untuk longsor pada selang kepercayaan 5. Hal ini disebabkan vegetasi dapat berfungsi ganda, yaitu dapat sebagai pelindung terjadinya longsor akibat adanya akar-akar vegetasi yang memperkuat kestabilan lereng, atau pada kondisi tertentu vegetasi malah dapat berfungsi sebagai pemberat beban dari lereng, sehingga dapat menyebabkan pemicu terjadinya longsor. Untuk daerah penelitian, daerah-daerah yang terkena longsoran memiliki jumlah indeks vegetasi lebih besar 0,2 – 0,6 jika dibandingkan dengan daerah tidak terkena longsor 0,1- 0,4.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. DEM cukup baik dalam merepresentasikan permukaan bumi karena kemiringan lereng, elevasi, dan aspek lereng dapat diketahui nilainya secara cepat dan mudah, namun demikian perlu dilakukan pengukuran di lapangan untuk mengetahui tingkat ketelitian dari DEM yang dibentuk, karena tingkat ketelitian ini harus sesuai dengan tujuan penelitian. 2. Daerah longsor pada DAS Ciliwung Hulu banyak terjadi pada daerah tegalan yang dekat permukiman, mempunyai kemiringan lereng curam, dan data curah hujan yang tinggi, namun dari hasil analisis LDA dengan selang kepercayaan 5 parameter-parameter kemiringan lereng, aspek lereng, dan juga indeks vegetasi tidak memberikan pengaruh yang nyata. Kondisi ini terkait erat dengan tingkat ketelitian DEM yang kurang memadai untuk tujuan penelitian pemodelan longsor, disamping juga adanya proses antropogenik berupa pemotongan lereng oleh manusia pada tingkat relief mikro.

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan perbandingan pembangunan DEM dengan data penginderaan jauh lainnya, seperti ASTER, sehingga nilai parameter longsor yang diperoleh lebih beragam. 2. Perlu dicoba melakukan pengolahan data statistik lain untuk menilai pengaruh longsor selain dengan perangkat lunak Tanagra, agar dapat diketahui metode statistik apa yang lebih baik untuk studi longsor. 3. Ketelitian interval kontur dan skala peta yang digunakan untuk tujuan studi longsor sebaiknya menggunakan skala yang lebih besar dari 1:25.000 karena semakin kecil interval ketinggian yang digunakan maka ketelitian DEM yang dibentuk juga semakin teliti.