2.4.3 Kandungan gizi
Kandungan nilai gizi sorgum tidak jauh berbeda dengan tanaman serelia lainnya. Komposisi kimia biji sorgum sangat beragam, tetapi secara umum adalah
protein total 9,5 , serat kasar 2,3 , abu 2,3 , karbohidrat 68 , kalcium 0,11 , methionin ditambah cystin 0,35 , dan lysiin 0,22 Wright 1993 dalam
Suarni dan Singgih 2002. Yayuk et al. 1990 mengemukakan kandungan protein, lemak dan P pada
tanaman sorgum melebihi tanaman pangan lainnya Tabel 1. Tabel 1 Kandungan nutrisi sorgum dibandingkan bahan pangan lainnya
Komoditas Kandungan nutrisi
Kalgram Lemak
gram Protein
gram Karbohidrat
gram Ca
mg P
mg Fe
mg Sorgum
332 3,3
11,0 73
28 287
4,4 Beras
336 0,7
7,0 79
6 147
0,8 Jagung
361 4,5
9,0 72
9 380
4,6 Kentang
83 0,1
2,0 19
11 56
0,7 Ubi kayu
157 0,3
1,2 35
33 40
0,7 Ubi jalar
123 0,7
1,8 28
30 49
0,7 Terigu
365 1,3
8,9 77
16 106
1,2 Sumber : Yayuk et al. 1990
Suci 1992 mengemukakan bahwa protein dalam biji sorgum dapat dibagi menjadi 2 golongan pokok, yaitu protein dalam lembaga dan protein dalam
endosperm. Kandungan protein lembaga lebih tinggi dibandingkan kandungan protein dalam endosperm. Protein inilah yang dapat mendukung pertumbuhan
satwa yang ditandai dengan pertambahan bobot badan, pertumbuhan morfometrik tubuh dan keaktifan bergerak.
2.4.4 Penyebaran di Indonesia
Prabowo et al. 1999 menyebutkan bahwa tanaman sorgum telah lama dikenal dan ditanam di NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Jawa
Timur. Kabupaten Demak merupakan penghasil sorgum di Pulau Jawa dan pada tahun 1994 luas panen mencapai 9.405 hektar dengan hasil 3,5 tonha. Kenaikan
luas per tanaman sorgum di Kabupaten Demak selama pelita V sebesar 16,7 menempati urutan kedua setelah jagung.
Utama et al. 2007 mengemukakan bahwa tanaman sorgum tumbuh relatif cepat, tahan terhadap kekeringan, ditopang oleh perakaran halus dan dapat
tumbuh agak dalam di bawah tanah serta dapat dipanen pada umur 120 hari.
Sorgum dapat menghasilkan biji dengan baik pada musim kemarau dan tumbuh optimum pada suhu 23
o
c sampai 30 c dengan kelembaban 20 sampai 40 serta
tumbuh di daerah tropis dan sub tropis sampai pada ketinggian 700 m di atas permukaan laut.
Tanaman sorgum dikenalkan oleh Negara Belanda pada tahun 1925 di Indonesia, meskipun sudah masuk ke Indonesia sejak jaman pemerintah kolonial,
namun sorgum baru mulai berkembang baik sekitar tahun 1970-an yang disebabkan ketika tahun 1960-an Indonesia kekurangan pangan beras, maka
pemerintah mulai agak serius mengembangkan komoditas ini. Hasilnya baru terlihat sekitar tahun 1970-an, dengan varietas berwarna coklat dan putih. Dengan
semakin baiknya perekonomian Indonesia setelah tahun 1970-an, maka komoditas sorgum kembali dilupakan. Budidayanya hanya dilakukan oleh masyarakat secara
terbatas untuk kebutuhan sendiri. Sorgum dikenal dengan nama cantel, otek dan jagung cantrik di Pulau Jawa. Pemanfaatan jenis sorgum mulai muncul kembali
dari perdagangan pakan burung perkutut FKA 2008. Untuk penyebaran daerah penghasil sorgum di Indonesia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2 Penyebaran daerah penghasil sorgum di Indonesia
Propinsi Daerah penghasil
Jawa Barat Indramayu, Cirebon, Kuningan, Ciamis, Garut, Cianjur, dan
Sukabumi Jawa Tengah
Tegal, Kebumen, Kendal, Demak, Grobogan, Boyolali dan Wonogiri DI Yogyakarta
Kulon Progo, Sleman, Bantul dan Gunung Kidul Jawa Timur
Pacitan, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Sumenep, Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang
NTB Lombok Tengah, Sumbawa, Dompu dan Bima
NTT Sumba Barat, Sumba Timur, Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores
Timur, Lembata, Alor, Timor Tengah Utara, Kupang, Belu, Timor Tengah Selatan dan Rote Ndao
Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian 2007
2.4.5 Produksi