aktivitas filtrat kapangkhamir setelah penambahan nutrisi terhadap pertumbuhan A. parasiticus dan biosintesis aflatoksin. Filtrat
kapangkhamir yang disuplementasi dengan medium MEB selanjutnya diinokulasi dengan 0,5 ml suspensi spora A. parasiticus 10
6
sporaml. Sebagai kontrol, 0,5 ml suspensi spora A. parasiticus 10
6
sporaml diinokulasi ke dalam medium MEB tanpa filtrat kapangkhamir.
Selanjutnya diukur berat kering miselium, kadar aflatoksin dan nilai pH pada hari ke-3, 6, 9 dan 12.
9. Uji Kemampuan Kapang dan Khamir dalam Mendegradasi
Aflatoksin Modifikasi Sardjono et al. 1992
Mula-mula disiapkan filtrat aflatoksin yang diproduksi langsung dari A. parasiticus dengan cara menumbuhkan kapang A. parasiticus umur
7 hari pada medium PDB dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu 28-30
o
C. Selanjutnya dilakukan pemisahan miselium kapang dengan filtratnya, kemudian filtrat disaring kembali dengan membran filter
Whatman 0,2 µ
m. Selanjutnya aflatoksin dicampur dengan medium MEB 1:1 lalu
diinokulasi dengan 0,5 ml suspensi spora kapang uji atau 0,5 ml suspensi khamir uji, diinkubasi selama 12 hari pada suhu 28-30
o
C. Se bagai kontrol, campuran aflatoksin dengan medium MEB diinkubasi dengan suhu dan
waktu yang sama namun tanpa inokulasi spora kapang atau sel khamir. Selanjutnya diukur kadar aflatoksin dan nilai pH pada hari ke-0, 3, 6, 9
dan 12.
10. Ekstraksi Aflatoksin Heathcot 1984
Sebanyak 10 ml filtrat sampel yang mengandung aflatoksin ditambahkan dengan 10 ml kloroform, lalu dihomogenisasi dengan
blender selama 2 menit selanjutnya dikocok selama 30 menit, dan kemudian dimasukkan ke dalam labu pemisah sehingga terbent uk dua
lapisan yaitu lapisan atas dan lapisan bawah kloroform.
Lapisan bawah yang mengandung aflatoksin disaring melalui natrium sulfat anhidrat, kemudian larutan ekstrak ini diuapkan dengan
menggunakan rotavapor. Residu yang ada dilarutkan kembali menggunakan kloroform. Hasil ekstraksi tersebut selanjutnya dianalisis
untuk mengetahui kadar aflatoksinnya.
11. Analisis Aflatoksin AOAC 1995
Analisis aflatoksin dilakukan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis KLT satu dimensi dengan fase gerak kloroform : aseton = 9:1. Plat TLC
yang digunakan adalah plat dengan fase diam Silica Gel 60 MERCK. Tahap identifikasi dilakukan dengan cara menyuntikkan cairan sampel dan
larutan standar secara kuantitatif pada lempeng kromatografi. Setelah itu lempeng kroma tografi dielusi di dalam bejana berisi fase gerak kloroform :
aseton 9:1, kemudian dikeringanginkan. Hasil elusi yang telah dikeringkan diamati di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 365
nm. Nilai Rf Rate of Flow dari fluoresensi bercak sampel dan standar dibandingkan. Aflatoksin dikatakan positif apabila Rf sampel sama
dengan standar deteksi aflatoksin secara kualitatif. Kadar aflatoksin pada sampel deteksi aflatoksin secara semi
kuantitatif diperoleh dengan membandingkan intensitas fluoresensinya dengan deret standar aflatoksin. Kadar aflatoksin ditentukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut : S x Y x V x Fp
Kadar aflatoksin ppb = W x Z
Keterangan : S :
Volume aflatoksin standar µ
l yang memberikan perpendaran setara dengan Z
µ l sampel
Y : Konsentrasi aflatoksin atandar dalam
µ gml
Z : Volume ekstrak sampel yang dibutuhkan untuk memberikan
perpendaran setara dengan S µ
l standar aflatoksin
V : Volume pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel ekstrak
akhir µ
l W :
Volume sampel ml Fp :
Faktor pengenceran
12. Pengukuran pH Apriyantono et al. 1989