Uji Kemampuan Kapang dan Khamir dalam Mendegradasi Ekstraksi Aflatoksin Heathcot 1984 Analisis Aflatoksin AOAC 1995

aktivitas filtrat kapangkhamir setelah penambahan nutrisi terhadap pertumbuhan A. parasiticus dan biosintesis aflatoksin. Filtrat kapangkhamir yang disuplementasi dengan medium MEB selanjutnya diinokulasi dengan 0,5 ml suspensi spora A. parasiticus 10 6 sporaml. Sebagai kontrol, 0,5 ml suspensi spora A. parasiticus 10 6 sporaml diinokulasi ke dalam medium MEB tanpa filtrat kapangkhamir. Selanjutnya diukur berat kering miselium, kadar aflatoksin dan nilai pH pada hari ke-3, 6, 9 dan 12.

9. Uji Kemampuan Kapang dan Khamir dalam Mendegradasi

Aflatoksin Modifikasi Sardjono et al. 1992 Mula-mula disiapkan filtrat aflatoksin yang diproduksi langsung dari A. parasiticus dengan cara menumbuhkan kapang A. parasiticus umur 7 hari pada medium PDB dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu 28-30 o C. Selanjutnya dilakukan pemisahan miselium kapang dengan filtratnya, kemudian filtrat disaring kembali dengan membran filter Whatman 0,2 µ m. Selanjutnya aflatoksin dicampur dengan medium MEB 1:1 lalu diinokulasi dengan 0,5 ml suspensi spora kapang uji atau 0,5 ml suspensi khamir uji, diinkubasi selama 12 hari pada suhu 28-30 o C. Se bagai kontrol, campuran aflatoksin dengan medium MEB diinkubasi dengan suhu dan waktu yang sama namun tanpa inokulasi spora kapang atau sel khamir. Selanjutnya diukur kadar aflatoksin dan nilai pH pada hari ke-0, 3, 6, 9 dan 12.

10. Ekstraksi Aflatoksin Heathcot 1984

Sebanyak 10 ml filtrat sampel yang mengandung aflatoksin ditambahkan dengan 10 ml kloroform, lalu dihomogenisasi dengan blender selama 2 menit selanjutnya dikocok selama 30 menit, dan kemudian dimasukkan ke dalam labu pemisah sehingga terbent uk dua lapisan yaitu lapisan atas dan lapisan bawah kloroform. Lapisan bawah yang mengandung aflatoksin disaring melalui natrium sulfat anhidrat, kemudian larutan ekstrak ini diuapkan dengan menggunakan rotavapor. Residu yang ada dilarutkan kembali menggunakan kloroform. Hasil ekstraksi tersebut selanjutnya dianalisis untuk mengetahui kadar aflatoksinnya.

11. Analisis Aflatoksin AOAC 1995

Analisis aflatoksin dilakukan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis KLT satu dimensi dengan fase gerak kloroform : aseton = 9:1. Plat TLC yang digunakan adalah plat dengan fase diam Silica Gel 60 MERCK. Tahap identifikasi dilakukan dengan cara menyuntikkan cairan sampel dan larutan standar secara kuantitatif pada lempeng kromatografi. Setelah itu lempeng kroma tografi dielusi di dalam bejana berisi fase gerak kloroform : aseton 9:1, kemudian dikeringanginkan. Hasil elusi yang telah dikeringkan diamati di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 365 nm. Nilai Rf Rate of Flow dari fluoresensi bercak sampel dan standar dibandingkan. Aflatoksin dikatakan positif apabila Rf sampel sama dengan standar deteksi aflatoksin secara kualitatif. Kadar aflatoksin pada sampel deteksi aflatoksin secara semi kuantitatif diperoleh dengan membandingkan intensitas fluoresensinya dengan deret standar aflatoksin. Kadar aflatoksin ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : S x Y x V x Fp Kadar aflatoksin ppb = W x Z Keterangan : S : Volume aflatoksin standar µ l yang memberikan perpendaran setara dengan Z µ l sampel Y : Konsentrasi aflatoksin atandar dalam µ gml Z : Volume ekstrak sampel yang dibutuhkan untuk memberikan perpendaran setara dengan S µ l standar aflatoksin V : Volume pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel ekstrak akhir µ l W : Volume sampel ml Fp : Faktor pengenceran

12. Pengukuran pH Apriyantono et al. 1989