Pengamatan Sediaan Mikroskopik Sayatan Paradermal Daun Mahoni

gelas dan tampak berujung runcing sehingga dapat melukai jaringan-jaringan di dalam daun Sinuhaji 2011. Sayatan transversal daun akasia di lokasi tercemar dengan kontrolnya dapat dilihat pada Gambar 5. Keterangan : 1. Tebal daun 2. Epidermis atas 3. Epidermis bawah 4. Palisade atas 5. Palisade bawah 6. Bunga karang Gambar 5 Sayatan transversal daun akasia kontrol A dan tercemar B. Gambar 6 Tebal kutikula atas daun kontrol A1 dan daun tercemar B1, tebal kutikula bawah daun kontrol C1 dan daun tercemar D2.

5.4 Pengamatan Sediaan Mikroskopik Sayatan Paradermal Daun Mahoni

Berdasarkan letak stomatanya, tanaman mahoni masuk dalam tipe hipostomatik karena stomata hanya dijumpai pada sisi abaksial daun Gambar 9. Fahn 1991 menjelaskan bahwa pada daun yang pertulangannya menjala, stomatanya akan menyebar tidak teratur seperti pada mahoni. Jika dilihat berdasarkan tipe susunan stomatanya, daun mahoni termasuk dalam tipe anisositik atau stomata dengan sel penjaga yang dikelilingi oleh tiga sel tetangga yang ukurannya tidak sama Fahn 1991. Gambar 7 Sisi adaksial daun mahoni tanpa stomata A dan sisi abaksial mahoni dengan stomata B. Analisis statistik dengan menggunakan SPSS terhadap parameter anatomi sayatan paradermal daun mahoni tanaman kontrol dengan mahoni daerah tercemar TSP dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil uji-t terhadap parameter anatomi sayatan paradermal sisi abaksial daun mahoni daerah tercemar dengan tanaman kontrol Parameter Nilai rata- rata lokasi Solo Nilai rata- rata lokasi Yogyakarta Nilai signifikansi Hasil uji Panjang stomata µm 18,07 16,60 0,077 TBN Lebar stomata µm 13,19 12,03 0,088 TBN Kerapatan stomata jumlahmm 2 660,24 597,05 0,207 TBN Indeks stomata 18,52 18,18 0,589 TBN Kerusakan sel epidermis jumlahmm 2 0,33 0,152 TBN Abnormalitas stomata jumlahmm 2 0,13 3,93 0,021 BN Keterangan : TBN : Tidak Berbeda Nyata pada selang kepercayaan 95 BN : Berbeda Nyata pada selang kepercayaan 95 Parameter anatomi daun sayatan paradermal yang diuji menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata antara tanaman di daerah tercemar dengan kontrolnya kecuali jumlah abnormalitas stomata. Ukuran lebar stomata tanaman mahoni tercemar cenderung menjadi lebih kecil 13,19 µm dibandingkan tanaman kontrolnya 13,67 µm. Diikuti dengan panjang stomata yang juga mengalami penurunan dari 18,07 µm menjadi 16,60 µm. Namun hasil uji-t pada sayatan transversal daun mahoni menunjukan hasil yang tidak signifikan TBN. Kozlowski dan Mudd 1975 menjelaskan bahwa tanaman yang tumbuh pada lingkungan yang terpolusi akan cenderung mempertahankan diri dengan meningkatkan ukuran stomatanya. Jumlah stomata daun mahoni tercemar juga cenderung menurun, hal ini terlihat dari kerapatan stomata tanaman tercemar 597,05mm 2 yang lebih rendah jika dibandingkan kerapatan stomata tanaman kontrol 660,2mm 2 . Jumlah stomata yang menjadi lebih sedikit dan ukuran lebar stomata yang menjadi lebih kecil merupakan salah satu respon tanaman mahoni untuk mengurangi jumlah bahan pencemar yang masuk ke dalam daun baik yang berupa gas maupun partikel debu meskipun secara statistik hasil yang ditunjukan adalah tidak berbeda nyata. Penelitian yang dilaporkan oleh Maulana 2004 menyatakan bahwa tanaman yang berada pada kondisi bahan pencemar yang lebih tinggi akan memberikan respon dengan mengurangi jumlah stomata. Dickinson 2000 menjelaskan bahwa stomata merupakan tempat utama bagi polutan untuk melakukan penetrasi terhadap tanaman. Struktur stomata, frekuensi, dan distribusinya telah diasumsikan menjadi variabel signifikan yang mempengaruhi sensitivitas tanaman dan ketahanan daun terhadap masuknya bahan pencemar. Parameter lain yang diuji adalah adanya kerusakan jaringan epidermis dan abnormalitas stomata pada daun mahoni yang tercemar. Hasil uji-t menujukkan hanya abnormalitas stomata yang menunjukan hasil berbeda nyata BN dengan nilai signifikansi 0.021. Kondisi mikroskopik tanaman kontrol cenderung rapi dan jarang terlihat adanya kerusakan bahkan tidak ada, berbeda dengan tanaman mahoni tercemar yang banyak terdapat kerusakan. Abnormalitas sel stomata ditandai dengan ukuran yang cenderung jauh lebih besaratau bahkan lebih kecil dan terlihat berbeda dari stomata yang normal. Sisi sekeliling stomata biasanya akan berwarna lebih tebal. Stern 1962 dalam Suratin 1991 menjelaskan bahwa debu dapat mempengaruhi bagian daun yang berbeda tergantung pada umur daun tersebut, namun pada irisan paradermal daerah yang paling sering rusak adalah daerah stomata dan sekitarnya sehingga dapat menghambat absorbsi CO 2 dari udara. Abnormalitas stomata yang cukup banyak dapat ditemukan pada daun mahoni pada lokasi tercemar. Sayatan paradermal daun mahoni pada kedua lokasi dan abnormalitas stomata dapat dilihat pada Gambar 8. Selain abnormalitas stomata, secara mikroskopik terdapat pula kerusakan sel epidermis pada daun mahoni. Kerusakan sel epidermis ini terlihat seperti lubang atau pusaran yang mengakibatkan sel epidermis menjadi terbelah menjadi banyak, kecil-kecil dan seolah mengumpul. Treshow 1970 menjelaskan bahwa polusi udara terutama yang mengandung SO dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan epidermis atas dan bawah. Gambar kerusakan sel epidermis pada sayatan paradermal daun mahoni dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 8 Abnormalitas stomata pada sayatan paradermal daun mahoni kontrol A dan daerah tercemar B. Gambar 9 Kerusakan sel epidermis pada sayatan paradermal daun mahoni.

5.5 Pengamatan Sediaan Mikroskopik Sayatan Transversal Daun Mahoni

Dokumen yang terkait

Strategi Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Sebagai Tonggak Awal Bangkitnya Masyarakat Sleman Pasca Letusan Merapi

0 5 15

Identifikasi Struktur Anatomi Daun Angsana dan Beringin Akibat Pengaruh Gas dan Materi Vulkanik Pasca Erupsi Gunung Merapi

3 42 165

Identifikasi Respon Anatomi Daun dan Pertumbuhan Kenari, Akasia dan Kayu Manis terhadap Emisi Gas Kendaraan Bermotor

0 3 76

PENELITIAN HUKUM/SKRIPSI PELAKSANAAN REHABILITASI KERUSAKAN HUTAN LINDUNG TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI (TNGM) AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI MELALUI PENGHIJAUAN DI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

0 2 11

BAB 1 PENDAHULUAN PELAKSANAAN REHABILITASI KERUSAKAN HUTAN LINDUNG TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI (TNGM) AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI MELALUI PENGHIJAUAN DI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

0 4 19

INVENTARISASI TUMBUHAN PADA KETINGGIAN YANG BERBEDA PASCA LETUSAN GUNUNG MERAPI JALUR Inventarisasi Tumbuhan Pada Ketinggian Yang Berbeda Pasca Letusan Gunung Merapi Jalur Pendakian Balerante Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten.

0 0 16

INVENTARISASI TUMBUHAN PADA KETINGGIAN YANG BERBEDA PASCA LETUSAN GUNUNG MERAPI JALUR Inventarisasi Tumbuhan Pada Ketinggian Yang Berbeda Pasca Letusan Gunung Merapi Jalur Pendakian Balerante Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten.

0 1 16

SEJARAH LETUSAN GUNUNG MERAPI BERDASARKA (1)

0 0 8

SEJARAH LETUSAN GUNUNG MERAPI BERDASARKAN FASIES GUNUNGAPI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BEDOG, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

0 0 8

Hubungan antara stres kronis pasca letusan gunung merapi dengan penurunan libido seksual pada pria

0 0 51