Pengamatan Sediaan Mikroskopik Sayatan Paradermal Daun Akasia Sisi atas daun Adaksial Sisi bawah daun Abaksial

konsentrasi bahan pencemar, serta lamanya terpolusi juga turut berperan. Sebagian besar tanaman tidak tahan terhadap gas-gas pencemar yang berada di atmosfer berapapun konsentrasinya, namun beberapa jenis tanaman dapat tahan terhadap gas pencemar yang ada Fitter dan Hay 1981.

5.2 Pengamatan Sediaan Mikroskopik Sayatan Paradermal Daun Akasia

Stomata tanaman akasia dapat ditemukan pada sisi atas adaksial dan bawah abaksial daunnya, sehingga berdasarkan letak stomatanya daun akasia masuk dalam tipe amfistomatik. Jika dilihat tipe susunan stomatanya, daun akasia termasuk tipe parasitic atau rubiaceous dimana setiap sel penjaga bergabung dengan satu atau lebih sel tetangga, sumbu membujurnya sejajar dengan sumbu sel penjaga dan apertur Fahn 1991. Analisis statistik dengan menggunakan SPSS terhadap parameter anatomi sayatan paradermal daun akasia daerah tercemar TSP dengan tanaman kontrol dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil uji-T terhadap parameter anatomi sayatan paradermal daun akasia daerah tercemar dengan tanaman kontrol Parameter Nilai rata-rata lokasi Solo Nilai rata- rata lokasi Yogyakarta Nilai signifikansi Hasil uji

a. Sisi atas daun Adaksial

Panjang stomata µm 20,85 21,57 0,406 TBN Lebar stomata µm 13,91 13,75 0,778 TBN Kerapatan stomata jumlah mm 2 491,53 471,68 0,130 TBN Indeks stomata 12,02 11,05 0,029 BN Kerusakan sel epidermis jumlah mm 2 0,13 4,80 0,001 BN Abnormalitas stomata jumlah mm 2 2,06 0,011 BN

b. Sisi bawah daun Abaksial

Panjang stomata µm 20,87 21,50 0,397 TBN Lebar stomata µm 13,80 13,95 0,807 TBN Kerapatan stomata jumlah mm 2 499,45 471,11 0,192 TBN Indeks stomata 12,25 11,48 0,205 TBN Kerusakan Sel Epidermis jumlah mm 2 0,66 4,59 0,008 BN Abnormalitas stomata jumlah mm 2 0,06 1,86 0,011 BN Keterangan : TBN : Tidak Berbeda Nyata pada selang kepercayaan 95 BN : Berbeda Nyata pada selang kepercayaan 95 Hasil pada Tabel 5 menunjukan bahwa beberapa parameter anatomi sayatan paradermal daun tanaman akasia menunjukan perbedaan nyata setelah dilakukan uji-t dengan menggunakan software SPSS. Parameter anatomi daun yang menunjukan hasil berbeda nyata adalah indeks stomata sisi adaksial daun serta jumlah kerusakan sel epidermis dan abnormalitas stomata pada kedua sisi daun akasia. Secara statistik ukuran kerapatan stomata pada kedua sisi daun menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata namun terdapat kecenderungan kerapatan stomata menjadi lebih rendah. Daun akasia pada daerah yang tercemar memiliki kerapatan stomata adaksial 471,68mm 2 dan abaksial 471,11mm 2 yang lebih rendah jika dibandingkan dengan daun akasia yang terdapat pada daerah kontrol 491,53mm 2 dan 499,45mm 2 . Maulana 2004 melaporkan bahwa tanaman akan mengurangi jumlah stomatanya sebagai respon terhadap peningkatan konsentrasi bahan pencemar. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Pedroso dan Alves 2008 yang melaporkan bahwa peningkatan bahan pencemar terutama O 3 menyebabkan penurunan kerapatan stomata pada daun Nicotania tobacum L. Indeks stomata akasia sayatan adaksial adalah parameter anatomi yang menunjukan hasil berbeda nyata. Indeks stomata tanaman di lokasi tercemar lebih rendah jika dibanding dengan lokasi kontrol. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Riikonen et al. 2010 yang melaporkan bahwa indeks stomata spesies Betula papyrifera meningkat setelah terjadi peningkatan bahan pencemar berupa gas. Penelitian Gostin 2009 terhadap beberapa spesies Fabaceae dan Verma et al. 2009 pada spesies Ipomea pes-trigridis L menunjukkan hasil indeks stomata yang meningkat akibat adanya peningkatan bahan pencemar. Hasil uji-t terhadap parameter pengamatan menunjukkan hasil yang signifikan BN pada sisi adaksial daun akasia lebih banyak dibandingkan sisi abaksialnya. Riikonen et al. 2010 menyatakan bahwa kontak antara daun dengan udara bahan pencemar paling besar kemungkinnya terjadi pada sisi adaksial. Abnormalitas stomata dan kerusakan sel epidermis pada sayatan paradermal daun akasia adaksial dan abaksial dapat diamati dengan mudah. Perbedaan pada kedua lokasi ini terlihat nyata, dimana daun akasia pada daerah tercemar memilki kerusakan sel epidermis dan abnormalitas stomata yang cukup banyak. Kozlowzki dan Mudd 1975 menjelaskan bahwa polutan berupa gas dan pertikel yang merusak daun pada umumnya dapat menyebabkan perubahan jaringan seperti plasmolisis, granulasi kekacauan sel, hancurnya sel atau mati dan pigmentasi perubahan warna sel menjadi lebih gelap. Fitter dan Hay 1981 menjelaskan bahwa beberapa tempat utama dalam tanaman yang dapat dipengaruhi oleh pencemar gas antara lain pada stomata dan kloroplas. Abnormalitas stomata ditandai dengan ukuran yang jauh berbeda dari ukuran stomata normal. Ukuran stomata menjadi lebih besar atau lebih kecil dengan perbedaan ukuran yang cukup jauh terlihat berbeda dari stomata lainnya. Sisi paling luar stomata biasanya akan berwarna lebih tebal dibandingkan dengan stomata yang lain. Abnormalitas sel stomata ini dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Abnormalitas sel stomata pada sayatan paradermal daun akasia. Selain abnormalitas stomata, secara mikroskopik terdapat pula kerusakan sel epidermis pada daun akasia. Kerusakan sel epidermis ini terlihat seperti lubang yang mengakibatkan sel epidermis terbelah menjadi lebih banyak dan kecil-kecil. Gambar kerusakan sel epidermis pada sayatan paradermal daun akasia dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Kerusakan sel epidermis pada sayatan paradermal daun akasia. Abnormalitas stomata dan kerusakan sel epidermis ini cukup banyak ditemukan pada daun akasia yang berada pada daerah tercemar sebagai akibat dari peningkatan konsentrasi bahan pencemar yang cukup tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena bahan pencemar seperti SO 2 , NO 2 dan TSP yang terakumulasi di dalam daun. Hal ini sesuai dengan penjelasan Black dan Black 1979 bahwa SO 2 pada konsentrasi yang cukup tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pada sel penjaga dan sel epidermis daun. Perbedaan sayatan paradermal sisi adaksial dan sisi abaksial daun akasia pada daerah tercemar dengan kontrolnya dapat dilihat pada Gambar 4. Kerusakan sel epidermis banyak dijumpai pada sayatan adaksial dan abaksial daun akasia yang berasal dari daerah yang tercemar Gambar 4B dan 4D Gambar 4 Sayatan adaksial daun Akasia kontrol A, sayatan adaksial daun Akasia tercemar B, sayatan abaksial daun Akasia kontrol C dan sayatan abaksial Akasia tercemar D.

5.3 Pengamatan Sediaan Mikroskopik Sayatan Transversal Daun Akasia

Dokumen yang terkait

Strategi Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Sebagai Tonggak Awal Bangkitnya Masyarakat Sleman Pasca Letusan Merapi

0 5 15

Identifikasi Struktur Anatomi Daun Angsana dan Beringin Akibat Pengaruh Gas dan Materi Vulkanik Pasca Erupsi Gunung Merapi

3 42 165

Identifikasi Respon Anatomi Daun dan Pertumbuhan Kenari, Akasia dan Kayu Manis terhadap Emisi Gas Kendaraan Bermotor

0 3 76

PENELITIAN HUKUM/SKRIPSI PELAKSANAAN REHABILITASI KERUSAKAN HUTAN LINDUNG TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI (TNGM) AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI MELALUI PENGHIJAUAN DI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

0 2 11

BAB 1 PENDAHULUAN PELAKSANAAN REHABILITASI KERUSAKAN HUTAN LINDUNG TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI (TNGM) AKIBAT LETUSAN GUNUNG MERAPI MELALUI PENGHIJAUAN DI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

0 4 19

INVENTARISASI TUMBUHAN PADA KETINGGIAN YANG BERBEDA PASCA LETUSAN GUNUNG MERAPI JALUR Inventarisasi Tumbuhan Pada Ketinggian Yang Berbeda Pasca Letusan Gunung Merapi Jalur Pendakian Balerante Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten.

0 0 16

INVENTARISASI TUMBUHAN PADA KETINGGIAN YANG BERBEDA PASCA LETUSAN GUNUNG MERAPI JALUR Inventarisasi Tumbuhan Pada Ketinggian Yang Berbeda Pasca Letusan Gunung Merapi Jalur Pendakian Balerante Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten.

0 1 16

SEJARAH LETUSAN GUNUNG MERAPI BERDASARKA (1)

0 0 8

SEJARAH LETUSAN GUNUNG MERAPI BERDASARKAN FASIES GUNUNGAPI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BEDOG, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

0 0 8

Hubungan antara stres kronis pasca letusan gunung merapi dengan penurunan libido seksual pada pria

0 0 51