5.3 Pengamatan Sediaan Mikroskopik Sayatan Transversal Daun Akasia
Jaringan palisade daun akasia dapat ditemukan pada sisi adaksial dan abaksial. Oleh karena itu, berdasarkan letak jaringan palisadenya, daun akasia
bersifat isolateral atau isobilateral. Jaringan palisade daun akasia sisi adaksial dan abaksial merupakan palisade yang tersusun atas dua lapis
Hasil analisis statistik dengan menggunakan SPSS terhadap parameter anatomi sayatan transversal daun akasia daerah tercemar TSP dengan tanaman
kontrol dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil uji-T terhadap parameter anatomi sayatan transversal daun akasia
daerah tercemar dengan tanaman kontrol
Parameter Nilai rata-
rata lokasi Solo
Nilai rata- rata lokasi
Yogyakarta Nilai
signifikansi Hasil
uji
Tebal daun µm 206,25
211,51 0,781
TBN Tebal jaringan epidermis atas µ m
10,27 10,42
0,793 TBN
Tebal jaringan epidermis bawah µm 9,86
9,58 0,760
TBN Tebal jaringan palisade atas µ m
41,67 43,40
0,725 TBN
Tebal jaringan palisade bawah µ m 39,58
43,30 0,442
TBN Tebal jaringan bunga karang µ m
101,25 102,36
0,924 TBN
Tebal kutikula atas µm 1,29
4,39 0,001
BN Tebal kutikula bawah µ m
1,23 4,06
0,002 BN
Keterangan : TBN
: Tidak Berbeda Nyata pada selang kepercayaan 95 BN
: Berbeda Nyata pada selang kepercayaan 95
Berdasarkan hasil uji-t terhadap parameter anatomi sayatan transversal daun akasia, hasil berbeda nyata BN hanya dijumpai pada parameter tebal lapisan
kutikula. Secara statistik, tebal lapisan kutikula adaksial dan abaksial daun pada
kedua lokasi menunjukan perbedaan yang nyata dengan nilai signifikansi 0,001 dan 0,002. Daun akasia yang diambil dari Yogyakarta memiliki lapisan kutikula
sisi adaksial dan abaksial yang lebih tebal 4,39 µm dan 4,056 µm dibandingkan dengan daun akasia yang berasal dari Solo 1,29 µm dan 1,23 µm.
Kutikula yang terletak di sebelah luar lapisan epidermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan paling luar yang hanya terdiri dari lapisan kutin kutikula
sejati dan lapisan dalam lapisan kutikular yang mengandung kutin serta bahan dinding sel lainnya. Lapisan paling luar dari daun ini difungsikan untuk menjaga
kelembaban daun sebab lapisan kutikula dapat mengontrol transpirasi atau
penguapan sehingga meminimalkan kehilangan air. Selain menjaga kelembaban, kutikula juga berfungsi menjadi pertahanan awal terhadap masuknya benda asing
termasuk bahan pencemar dari udara ke dalam daun Fahn 1991. Hal ini terjadi pada daun akasia di Yogyakarta, daun akasia melakukan adaptasi terhadap
tingginya konsentrasi bahan pencemar akibat debu vulkanik terutama TSP yang keluar pada saat Merapi meletus dengan meningkatkan ketebalan lapisan
kutikulanya. Kutikula merupakan pertahanan pertama daun terhadap bahan-bahan pencemar yang masuk melalui daun karena letaknya yang berada di atas lapisan
epidermis. Modifikasi pada tebal kutikula merupakan respon untuk mengurangi transpirasi dan reaksi tanaman terhadap masuknya bahan pencemar. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Weryszko et al 2005 yang melaporkan bahwa pengaruh bahan pencemar udara dapat meningkatkan tebal kutikula pada Glycine max
sebagai bentuk pertahanannya. Jaringan palisade daun tercemar cenderung menjadi lebih tipis dibandingkan
kontrolnya Gambar 5. Hal ini juga merupakan respon tanaman akasia. Namun secara statistik tidak berbeda nyata. Peningkatan bahan pencemar pasca letusan
Gunung Merapi dalam jangka waktu tertentu ini belum memberikan dampak yang signifikan terhadap parameter-parameter anatomi daun sayatan transversal kecuali
pada tebal jaringan kutikula. Jaringan bunga karang dan palisade daun akasia juga tidak mengalami kerusakan. Hasil ini berbeda dengan pernyataan Ormond 1987
dalam Santosa 2004 yang mejelaskan bahwa kadar bahan pencemar seperti HF, SO dan debu yang tinggi dapat menyebabkan rusaknya jaringan bunga karang dan
palisade. Hal ini didukung oleh Treshow 1970 yang menyatakan bahwa gas SO
2
dengan konsentrasi tertentu yang masuk dalam daun dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan bunga karang, lapisan epidermis, dan palisade. Treshow
1970 juga menjelaskan bahwa partikel padat yang terjerap maupun terserap khususnya yang bersifat tajam abrasif juga mampu mengakibatkan luka melalui
gesekan dengan permukaan yang lain dan akan menjadi media yang baik bagi organisme patogen untuk menginfeksi daun.
Debu vulkanik sangat sulit larut dalam air, sangat kasar dan agak korosif serta mengandung listrik apabila basah. Secara mikroskopik, debu vulkanik
terlihat mengandung SiO
2
atau pasir kuarsa yang biasa digunakan untuk membuat
gelas dan tampak berujung runcing sehingga dapat melukai jaringan-jaringan di dalam daun Sinuhaji 2011.
Sayatan transversal daun akasia di lokasi tercemar dengan kontrolnya dapat dilihat pada Gambar 5.
Keterangan : 1.
Tebal daun 2.
Epidermis atas 3.
Epidermis bawah 4.
Palisade atas 5.
Palisade bawah 6.
Bunga karang
Gambar 5 Sayatan transversal daun akasia kontrol A dan tercemar B.
Gambar 6 Tebal kutikula atas daun kontrol A1 dan daun tercemar B1, tebal kutikula bawah daun kontrol C1 dan daun tercemar D2.
5.4 Pengamatan Sediaan Mikroskopik Sayatan Paradermal Daun Mahoni