Pendidikan Orangtua
Tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola dan kerangka berpikir, persepsi, pemahaman dan
kepribadian. Hal tersebut merupakan suatu kesatuan yang dapat menjadi faktor penentu dalam komunikasi keluarga. Oleh karena itu, meningkatnya pendidikan
secara langsung ataupun tidak langsung akan menentukan baik buruknya interaksi antar anggota keluarga Gunarsa Gunarsa 2008. Selain itu, orangtua dengan
pendidikan tinggi cenderung lebih mengembangkan diri dan pengetahuannya, lebih terbuka mengikuti perkembangan masyarakat dan informasi, serta sanggup
memberikan rangsangan-rangsangan fisik maupun mental sejak dini, mereka juga akan melatih anak-anaknya untuk memiliki sikap sosial yang baik, dan membiasakan
untuk hidup disiplin, sehingga anak-anak memiliki sikap atau nilai sosial yang tinggi dibandingkan orangtua berpendidikan rendah Gunarsa Gunarsa 2008.
Tabel 11 Sebaran Contoh Menurut Pendidikan Orangtua dan Jenis Kelamin
Pendidikan Orangtua
Laki-laki Perempuan Total
n n n
Ayah
Tidak Sekolah 10
9.9 6
4.0 16
6.4 SD
12 11.9
9 6.0
21 8.3
SMP 12
11.9 16
10.6 28
11.1 SMA
24 23.8
45 29.8
69 27.4
AkademiDiploma 9
8.9 14
9.3 23
9.1 Perguruan Tinggi
34 33.7
61 40.4
95 37.7
Total 101
100.0 151
100.0 252
100.0 p-value
0.009 Ibu
Tidak Sekolah 9
8.9 7
4.6 16
6.3 SD
15 14.8
16 10.6
31 12.3
SMP 11
10.9 14
9.3 25
9.9 SMA
31 30.7
54 35.7
85 33.7
AkademiDiploma 10
9.9 16
10.6 26
10.3 Perguruan Tinggi
25 24.7
44 29.1
69 27.4
Total 101
100.0 151
100.0 252
100.0 P-value
0.040
Keterangan: = berbeda nyata α≤0,05; = berbeda nyata α≤0,10
Pendidikan orangtua contoh berkisar antara tidak sekolah sampai dengan tamat perguruan tinggi. Tingkat pendidikan ayah contoh dalam penelitian ini paling
banyak 37.7 adalah lulusan perguruan tinggi, dan sebanyak 27.4 persen menamatkan SMA, hanya terdapat 6.3 persen yang tidak bersekolah, 8.3 persen
yang menamatkan SD, 11.1 persen menamatkan SMP, dan 9.1 persen mencapai tingkat akademidiploma Tabel 11. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan
p0.01 pendidikan ayah contoh laki-laki dan ayah contoh perempuan, dalam hal ini pendidikan ayah contoh perempuan lebih tinggi dibandingkan pendidikan ayah
contoh perempuan.
Berdasarkan Tabel 11 di atas, tingkat pendidikan ibu contoh 33.7 paling banyak lulusan SMA, 27.4 persen menamatkan Perguruan Tinggi, 12.3 persen
hanya menamatkan SD, dan 10.3 persen menamatkan akademidiploma, dan terdapat 6.3 persen ibu contoh yang tidak bersekolah atau belum tamat SD, serta 9.9
persen mencapai pendidikan sampai SMP. Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan ayah contoh lebih tinggi daripada ibu contoh. Hasil uji beda menunjukkan adanya
perbedaan p0.05 pendidikan ibu contoh laki-laki dan contoh perempuan, dimana pendidikan ibu contoh perempuan lebih tinggi dibandingkan ibu contoh laki-laki.
Penghasilan Orangtua
Penghasilan orangtua adalah sejumlah dana yang dihasilkan orangtua contoh per bulan, baik yang diperoleh dari hasil bekerja maupun non bekerja yang dinilai
dalam bentuk uang. Tabel 12 menunjukkan pendapatan ayah contoh 25.8 persen berada pada rentang Rp 1,000,000–Rp 2,000,000, kemudian 24.6 persen
berpenghasilan di bawah Rp 1,000,000, dan 22.6 persen berpenghasilan antara Rp 2,000,001–Rp 3,000,000. Terdapat 15.1 persen ayah contoh berpenghasilan antara
Rp 3,000,001–Rp 5,000,000, 3.6 persen berpenghasilan antara Rp 5,000,001–Rp 10,000,000, dan 2.0 persen yang berpenghasilan di atas Rp 10,000,000, serta
terdapat 6.3 persen yang tidak berpenghasilan disebabkan karena tua atau telah meninggal dunia Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran Contoh Menurut Tingkat Penghasilan Orangtua
Tingkat Penghasilan Laki-laki Perempuan
Total n n n
Ayah Tidak berpenghasilan
7 6.9
9 6.0
16 6.3
Rp 1,000,000 31
30.7 31 20.5 62 24.6
Rp 1,000,000 – Rp 2,000,000 26
25.7 39
25.8 65
25.8
Rp 2,000,001 – Rp 3,000,000 20 19.8 37 24.5 57 22.6
Rp 3,000,001 – Rp 5,000,000 12 11.9 26 17.2 38 15.1
Rp 5,000,001 – Rp 10,000,000 4 4.0 5 3.3 9 3.6
Rp 10,000,000 1
1.0 4
2.6 5
2.0 Total
101 100.0 151 100.0 252 100.0 p-value 0.027
Ibu
Tidak berpenghasilan 33
32.7 61
40.4 94
37.3
Rp 1,000,000 30
29.7 33
21.9 63
25.0 Rp 1,000,000 – Rp 2,000,000
18 17.8 17 11.3 35 13.9 Rp 2,000,001 – Rp 3,000,000
12 11.9 24 15.9 36 14.3 Rp 3,000,001 – Rp 5,000,000
6 5.9 14 9.3 20 7.9 Rp 5,000,001 – Rp 10,000,000
2 2.0 2 1.3 4 1.6 Rp 10,000,000
0.0 0.0
0.0 Total
101 100.0 151 100.0 252 100.0 p-value 0.371
Keterangan: = nyata pada p ≤ 0.05
Berbeda dengan ayah, ibu contoh lebih banyak berpenghasilan di bawah Rp 1,000,000 25.0, 14.3 persen berpenghasilan antara Rp 2,000,001–Rp 3,000,000,
13.9 persen berpenghasilan antara Rp 1,000,000–Rp 2,000,000. Terdapat 7.9 persen berpenghasilan antara Rp 3,000,001–Rp 5,000,000, dan 1.6 persen
berpenghasilan antara Rp 5,000,001–Rp 10,000,000. Tidak terdapat ibu yang berpenghasilan di atas Rp 10,000,000, dan terdapat 37.3 persen ibu yang tidak
berpenghasilan, disebabkan sebagian besar mereka adalah ibu rumah tangga. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata p0.05 pada
variabel penghasilan ayah dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata p0.05 pada variabel penghasilan ibu di kedua kelompok contoh Tabel 12. Hal ini
kemungkinan karena penghasilan ibu contoh memiliki penghasilan yang beragam dan tersebar pada seluruh kategori penghasilan dalam penelitian ini.
Stabilitas ekonomi yang baik dalam keluarga sangat mempengaruhi praktik pengasuhan dan pembentukan karakter anak. Orangtua dengan keadaan ekonomi
baik memiliki lebih banyak waktu untuk membimbing anak, karena tidak lagi memikirkan keadaan ekonomi. Sebaliknya, orangtua yang berasal dari keluarga yang
miskin, kurang memiliki waktu untuk membimbing anak, karena terlalu memikirkan keadaan ekonominya. Hal ini berdampak pada kurangnya perhatian, penghargaan,
pujian untuk berbuat baik mengikuti peraturan, kurangnya latihan dan penanaman nilai moral Gunarsa Gunarsa 2004; Hapsari 2005. Selain itu, keadaan ekonomi
keluarga mempunyai peranan terhadap tingkah laku anak. Keadaan ekonomi yang baik akan memberi kesempatan yang luas pada anak untuk mengembangkan
bermacam-macam kecakapan dan kesempatan pendidikan yang lebih baik Gerungan, 1999.
Pekerjaan Orangtua
Pekerjaan utama ayah contoh paling banyak menjadi PNSBUMN 35.3, sisanya ada yang bekerja sebagai persen menjadi pengusahapedagang 22.6,
pegawai swastahonorer 22.3, petaninelayan 11.5, tidak bekerja atau telah pensiun 2.0, dan TNIPOLRI 0.8. Sekitar 5.6 persen contoh tidak memberi
keterangan terkait pekerjaan ayah contoh Tabel 12. Selain itu, dalam hal pekerjaan sampingan ayah, sebagian besar ayah contoh tidak memiliki pekerjaan lain 91,7
selain pekerjaan utama. Terdapat 4.8 persen sebagai pengusahapedagang, 1.6 persen sebagai buruh tani, nelayan, atau bangunan, dan 2.0 persen lain-lain.
Tabel 13 Sebaran Contoh Menurut Pekerjaan Orangtua
Karakteristik Laki-laki Perempuan Total
n n n
Pekerjaan Utama Ayah
Tidak Menjawab
2 2.0 12 7.9 14 5.6 PNSBUMN 30
29.7 59
39.1 89
35.3
Pegawai SwastaHonorer
23 22.8 33 21.9 56 22.2 TNIPOLRI
0 0.0 2 1.3 2 0.8 WirausahaPedagang 27
26.7 30
19.9 57
22.6
PetaniNelayan 16 15.8
13 8.6
29 11.5
Tidak BekerjaPensiun
3 3.0 2 1.3 5 2.0 Total
101 100.0 151 100.0 252 100.0
Pekerjaan Sampingan Ayah
Tidak Punya 95
94.1 136
90.1 231
91.7
WirausahaPedagang 4 4.0
8 5.3
12 4.8
Lain-lain 2 2.0 7 4.6 9 2.6
Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0
Pekerjaan Utama Ibu
Tidak Menjawab
0 0.0 1 0.7 1 0.4 PNSBUMN
20 19.8 44 29.1 64 25.4 Pegawai
SwastaHonorer 10 9.9 5 3.3 15 6.0
TNIPOLRI 0 0.0 1 0.7 1 0.4
WirausahaPedagang 21 20.8
30 19.9
51 20.2
PetaniNelayan 11
10.9 3 2.0 14 5.6 Ibu Rumah Tangga IRT
39 38.6
67 44.4
106 42.1
Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0
Pekerjaan Sampingan Ibu
Tidak PunyaIRT 98
97.0 143
94.7 241
95.6
WirausahaPedagang 3 3.0
8 5.3
11 4.4
Lain-lain 1 1.0 0 0.0 1 0.4
Total 101 100.0 151 100.0 252 100.0
Pekerjaan utama ibu paling banyak 42.1 adalah ibu rumah tangga IRT, pensiunan atau tidak bekerja diluar rumah lagi. Terdapat 25.4 persen menjadi
PNSpegawai BUMN, 20.3 persen menjadi pengusahapedagang, 6.0 persen sebagai pegawai swastahonorer, 5.6 persen memiliki pekerjaan sebagai
petaninelayan, dan 0.4 persen bekerja sebagai TNIPOLRI, serta terdapat 0,4 persen contoh tidak memberi keterangan terkait pekerjaan utama ibu mereka Tabel
13. Adapun pekerjaan sampingan ibu, hampir seluruh ibu contoh 95.6 tidak memiliki pekerjaan sampingan, namun terdapat 4.4 persen berwirausaha dengan
membuka tempat kursus, kiostoko, catering, kerajinan sepatusandal, warung
makan, dan rental mobil 3.0 laki-laki dan 5.3 perempuan, dan sekitar 0.4 persen menjadi buruh tani musiman.
Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi minat seseorang untuk berwirausaha. Lingkungan keluarga yang dimaksudkan
dalam penelitian ini antara lain: kualitas pengasuhan, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, dan latar belakang budaya.
Kualitas Pengasuhan
Cara orangtua mendidik anak berpengaruh besar terhadap cara belajar dan berpikir anak. Mustofa 1996 mengatakan bahwa pengalaman masa kecil, serta pola
asuh keluarga, tuntutan keluarga, kemungkinan besar ikut berpengaruh terhadap pemilihan pekerjaan meskipun hal ini kadang-kadang tidak disadari oleh individu
yang bersangkutan. Tabel 14 memberikan informasi mengenai sebaran persentase
contoh yang setuju indikator kualitas pengasuhan. Tabel 14 Sebaran Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Kualitas
Pengasuhan
No Indikator Kualitas Pengasuhan
Perempuan n=151
Laki-laki n=101
Total n=252
1 Kesedian orangtua memberikan nasehat dan saran
bila dibutuhkan 94.7 100.0 96.8
2 Sikap hangat, penuh perhatian dan kasih sayang
96.0 97.0 96.4 3
Kesempatan untuk mengemukakan alasan 96.7 93.1 95.2
4 Penjelasan akibat melanggar sebuah peraturan
92.7 94.1 93.3 5
Kontrol dan pemantauan sewajarnya terhadap berjalannya sebuah peraturan
93.4 92.1 92.9 6
Ruang berkembang sesuai bakat 93.4 91.1 92.5
7 Penjelasan atas manfaat sebuah peraturan
93.4 90.1 92.1 8
Kesepakatan bersama terjadi melalui negosiasi antara orang tua dan anak
92.7 91.1 92.1 9
Fasilitas untuk mengembangkan bakat dan minat 89.4 88.1 88.9
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar contoh mendapatkan sikap hangat penuh perhatian dan kasih sayang dari orangtua 96.4, mendapatkan
nasehat dan saran dari orangtua saat diminta 96.8, mendapatkan keluasaan ruang berkembang sesuai bakat 92.5 serta fasilitas untuk mengembangkan minat
dan bakat 88.9. Selain itu, contoh mendapatkan penjelasan atas manfaat 92.1 dan akibat dari melanggar sebuah peraturan 93.3, memiliki kesempatan
bernegosiasi tentang kesepakatan bersama dengan orangtua 92.1, kesempatan mengemukakan alasanpendapat 95.2, serta mendapatkan kontrol dan
pemantauan sewajarnya terhadap sebuah peraturan yang sedang dijalankan 92.9.
Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan pada dua indikator kualitas pengasuhan antara mahasiswa perempuan dan mahasiswa laki-laki. Mahasiswa
perempuan lebih baik dalam hal tersedianya kesempatan untuk mengemukakan
alasanpendapat p=.093 dibandingkan mahasiswa laki-laki, sedangkan mahasiswa laki-laki lebih baik dibandingkan mahasiswa perempuan dalam hal kesedian
orangtua memberikan nasehat dan saran bila dibutuhkan p0.01, bahkan seluruh mahasiswa laki-laki setuju bahwa orangtua mereka selalu bersedia jika diminta
memberikan nasehat dan saran bila menghadapi persoalan. Hal ini yang mungkin jadi penyebab mahasiswa laki-laki lebih sedikit mendapatkan kesempatan untuk
mengemukakan alasanpendapat karena mahasiswa laki-laki diberikan kesempatan untuk meminta nasehat dan saran dari orangtua saat dibutuhkan, sehingga tidak
memerlukan alokasi waktu khusus mendapatkan penjelasan tentang sebuah peraturan dan kesempatan mengemukan alasan. Mahasiswa laki-laki seolah-olah
diberikan lebih banyak kebebasan untuk melakukan sesuatu dan menjalani hidup, sehingga mereka lebih sedikit mendapatkan pengarahan seperti yang terjadi pada
mahasiswa perempuan. Kualitas pengasuhan yang semakin baik mengarah pada pengasuhan otoritatif
dan semakin kurang baik mengarah pada gaya pengasuhan otoriter. Orang tua yang otoritatif demokratis akan menghasilkan anak bahagia, memiliki rasa percaya diri,
memiliki regulasi emosi dan kemampuan sosial yang baik, sedangkan orang tua yang permisif acuh tak acuh akan menghasilkan anak yang memiliki regulasi emosi
yang rendah, pemberontak, menunjukkan tingkah laku yang anti-sosial dan memiliki ketahanan yang rendah dalam menghadapi hal-hal yang menantang Brooks, 2001
dan Slameto, 2003.
Relasi Antar Anggota Keluarga
Relasi antar anggota keluarga yang dimaksudkan pada penelitian ini antara lain: perilaku untuk selalu menolong, melindungi, dan memberi dukungan satu sama
lain antar anggota keluarga, ketiadaan rasa tertekan untuk memgungkapkan perasaan di dalam keluarga, dan kemudahan untuk mengungkapkan semua
perasaan yang sebenarnya pada orangtua. Persentase sebaran contoh yang setuju indikator relasi antar anggota keluarga disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15 Persentase Contoh yang Setuju pada Indikator Relasi Antar Anggota Keluarga
No Indikator Relasi antar Anggota Keluarga
Perempuan n=151
Laki-laki n=101
Total n=252
1 Anggota keluarga selalu menolong, melindungi,
dan memberi dukungan satu sama lain 94.7 98.0 96.0
2 Ketiadaan rasa tertekan untuk mengungkapkan
perasaan di dalam keluarga. 83.4 75.2 80.2
3 Kemudahaan mengungkapkan semua perasaan
yang sebenarnya pada orangtua. 63.6 60.4 62.3