3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan sampel ikan tuna mata besar dilakukan pada bulan Juli- September 2008 berlokasi di perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa dan
Nusa Tenggara. Ikan tuna mata besar yang dijadikan sampel merupakan hasil tangkapan kapal tuna longline milik PT. Perikanan Samodra Besar.
Tiga ratus sampel ikan tuna mata besar diambil dari hasil tangkapan kapal tuna longline
yang beroperasi di Samudera Hindia selatan Jawa dan Nusa Tenggara Tabel 8. Lokasi pengambilan sampel terletak pada koordinat 09
o
11’- 16
o
07’ LS dan 110
o
15’-118
o
35’ BT Gambar 4.
Tabel 8 Komposisi sampel ikan tuna mata besar pada setiap kelompok sampel
Kelompok sampel Jumlah sampel ekor
1 71 2 65
3 58 4 55
5 51 Jumlah 300
-17° -15°
-13° -11°
-9° -7°
-5°
L a
ti tu
d e
105° 107°
109° 111°
113° 115°
117° 119°
121° 123°
125°
Longitude
SAMUDERA HINDIA
JAWA
LAUT JAWA LAUT FLORES
BALI
Gambar 4 Lokasi pengambilan sampel ikan tuna mata besar.
Kelompok sampel 1 Kelompok sampel 2
Kelompok sampel 3 Kelompok sampel 4
Kelompok sampel 5
21 Pelaksanaan analisis sampel dilaksanakan pada bulan Oktober-November
2008 di Laboratorium Genetika Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah sampel potongan- potongan sirip ekor ikan tuna mata besar Thunnus obesus.
Alat yang dipakai dalam pengambilan sampel sirip meliputi: meteran, timbangan, pisau, botol sampel dan alat-alat tulis. Bahan dan alat yang digunakan
dalam penelitian sampel di laboratorium antara lain taq ready to go, agarose gel, TBE buffer
, 100 bp base pairs ladder marker, loading dye, tube 1.500 μl, tube
600 μl, tip 10 μl, tip 100 μl, tip 1.000 μl, larutan proteinase kinase, ethidium
bromide , primer Pro-5 CAC GAC GTT GTA AAA CGA CCT ACC YCY AAC
TCC CAA AGC, dan primer 12SAR GGA TAA CAA TTT CAC ACA GGG CAT AGT GGG GTA TCT AAT CC, serta enzim-enzim TaqI, Afa I, Mbo I dan
Hin6 I .
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Penentuan Sampel
Ikan uji atau sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tuna mata besar yang tertangkap oleh kapal tuna longline dari Samudera Hindia sebelah
selatan Jawa dan Nusa Tenggara dan didaratkan di Benoa, Bali. Sampel diambil dari 5 kapal contoh tuna longline yang diikuti. Ikan sampel yang diambil bagian
sirip ekornya diukur panjang dan beratnya, kemudian dicatat lokasi tertangkapnya. Sirip ekor ikan sampel dipotong bagian ujungnya Gambar 5, kemudian
potongan sirip dimasukan ke dalam botol sampel yang sebelumnya telah dicuci dan diisi dengan larutan alkohol analis absolut sebagai pengawet. Botol sampel
yang telah terisi sirip ekor kemudian ditutup rapat dan diberi label. Label tersebut berupa nomor urut dari setiap ikan sampel. Pengumpulan contoh spesimen dan
data lapangan dibantu oleh tenaga lapang yang telah ditunjuk.
22
Gambar 5 Pemotongan sirip ekor untuk sampel genetik.
3.3.2 Ekstraksi DNA
DNA ikan diekstraksi dari potongan sirip dengan menggunakan metode sebagai berikut :
Sebanyak 5-10 mg potongan sirip ikan dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 ml yang telah berisi 500
μl larutan urea. Adapun komposisi larutan urea terdiri dari :
Urea :
48,048 gr
NaCl :
1,461 gr
1 molar tris pH 7,5 : 2 ml
10 SDS : 10 ml
Bahan-bahan tersebut diencerkan dengan aquades sampai 200 ml, lalu disaring. Kemudian ke dalam mikrotube ditambahkan 10
μl proteinase kinase 20 mgml, diaduk dengan menggunakan vortex, lalu disimpan dalam inkubator
waterbath selama 3-24 jam pada suhu 37
o
C. Setelah inkubasi selesai, ke dalam mikrotube ditambahkan 500
μl equilibrated phenol, kemudian diaduk kembali dengan menggunakan vortex. Setelah itu disentrifuse dengan kecepatan
10.000 rpm selama 10 menit. Lapisan supernatant yang terbentuk di lapisan atas diambil dengan menggunakan mikropipet dan dimasukkan ke dalam mikrotube
baru. Setelah itu ditambahkan 10
μl CH
3
COONa dan 1.000 μl etanol 90. Jika
setelah pengadukan terlihat benang-benang putih, kemungkinan besar sudah
23 terdapat DNA. Selanjutnya larutan yang diperoleh disentrifuse dengan kecepatan
10.000 rpm selama 10 menit sampai terbentuk endapan putih pellet. Jika pellet belum terbentuk, maka harus disentrifuse kembali dengan kecepatan 12.000 rpm
selama 5 menit. Setelah pellet terbentuk, larutan di atasnya dibuang. Kemudian pellet
dikeringkan pada suhu ruangan dan ditambahkan 100 μl DNA rehydration
solution . Hasil ekstraksi selanjutnya disimpan pada suhu 4
o
C sebelum digunakan pada tahap selanjutnya.
3.3.3 Amplifikasi Daerah mtDNA
Primer yang digunakan untuk mengamplifikasi sekuens mitokondria D-loop
adalah: -
primer Pro-5 CAC GAC GTT GTA AAA CGA CCT ACC YCY AAC TCC CAA AGC, dan
- primer 12SAR GGA TAA CAA TTT CAC ACA GGG CAT AGT GGG
GTA TCT AAT CC. Pengamplifikasian dilakukan menggunakan metode Polymerize Chain
Reaction PCR dengan komposisi reaksi yang terdiri dari: 3
μl DNA, 2 μl masing-masing primer, 18
μl nuclease free water, dan pure taq DNA dengan total volume keseluruhannya 25
μl. Siklus PCR yang diterapkan dalam amplifikasi adalah:
- lit. temperatur 105
o
C; -
satu siklus denaturasi pada suhu 95
o
C selama 2 menit; -
35 siklus penggandaan yang terdiri dari 95
o
C selama 1 menit, 45
o
C selama 1 menit dan 75
o
C selama 2,5 menit; selanjutnya; -
satu siklus terakhir pada suhu 72
o
C selama 10 menit; -
kemudian disimpan dalam suhu 4
o
C selama 5 menit. DNA hasil PCR diambil sebanyak 3
μl dan ditambahkan dengan 3 μl loading dye
. Setelah itu dilakukan uji elektroforesis dan hasilnya divisualisasi di bawah sinar ultra violet UV dengan menggunakan UV illuminator.
24
3.3.4 Restriksi mtDNA dan Visualisasi Hasil Restriksi
Sekuens mtDNA yang diperoleh kemudian direstriksi dengan menggunakan endonuklease
sesuai dengan prosedur: 3 μl DNA + 2 μl buffer + 0,3 μl enzim
restriksi + 14,7 μl nuclease free water, setelah itu disentrifuse selama 15 detik dan
kemudian diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 24 jam. Hasil restriksi kemudian dipisahkan secara elektroforesis dengan menggunakan gel agarose 2-3 dalam
Tris-Boric-EDTA TBE buffer dan diamati dengan UV illuminator serta dicetak
gambarnya dengan polaroid.
3.4 Analisis Data
Data komposit haplotipe dianalisis untuk mendapatkan parameter genetik, struktur populasi dan hubungan filogenetik antar populasi:
- Tingkat keragaman genetik diukur berdasarkan indek keragaman haplotipe h
dihitung dengan memanfaatkan data distribusi-frekuensi haplotipe nukleomorf berdasarkan Nei dan Tajima 1981.
- Kekerabatan antar populasi ditentukan berdasarkan parameter Jarak Genetik
Nei 1972 dan analisis statistik terhadap perbedaan situs restriksi. Jarak Genetik dihitung menurut Nei 1978.
- Derajat perbedaan molekuler haplotipe di antara populasi diduga dengan
menggunakan Analysis of Moleculer Varians AMOVA dan uji jarak berpasangan Fst.
- Hubungan filogenetik di antara populasi digambarkan dalam bentuk
dendrogram melalui clustering nilai jarak genetik menurut metode jarak rata- rata.
Perhitungan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak TFPGA Tools for Population Genetics Analysis
Miller 1997.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sampel Ikan Tuna Mata Besar