Fenomena Perubahan Karakteristik Bahan Selama Proses

33 Absorbansi menunjukkan peningkatan dengan laju rendah sampai mencapai nilai berturut-turut 0.35, 0.32 dan 0.35 Gambar 19. Adanya peningkatan absorbansi menunjukkan perubahan penurunan kecerahan atau pembentukan warna gelap. Meningkatnya absorbansi menunjukkan adanya pembentukan gula pereduksi yang ditandai dengan berkurangnya kecerahan. Pengaruh waktu dan suhu terhadap perubahan kekeruhan seperti disajikan pada Gambar 19 menghasilkan kurva yang relatif hampir sama dengan perkembanga profil kurva pH. Selama proses granulasi semua sampel menunjukkan peningkatan absorbansi dengan besaran yang tidak berbeda nyata. Namun produk GAG dengan perlakuan suhu 80 o C menghasilkan produk dengan absorbansi relatif rendah dibandingkan dengan perlakuan suhu 70 dan 90 o C. Hal itu menunjukkan bahwa produk GAG pada proses dengan perlakuan suhu 80 o C menghasilkan produk yang lebih cerah dibandingkan dengan produk hasil perlakuan suhu lainnya. Gambar 18 Pengaruh suhu dan waktu terhadap pH bahan selama proses granulasi 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 10 20 30 40 pH Waktu menit T70 oC T80 oC 90 oC 34 Warna gula aren secara kuantitif diukur dengan nilai L, a dan b, serta nilai chroma C dan o Hue. Pada Gambar 20 besaran nilai L pada semua perlakuan suhu meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu granulasi. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan kecerahan selama proses granulasi. Perlakuan waktu dan suhu memberikan pengaruh signifikan pada perubahan kecerahan. Peningkatan kecerahan terjadi karena terbentuknya granula pada kondisi yang optimal dan terjadi pengurangan air pada bahan akibat dari pemanasan. Dengan terbentuknya granula dengan ukuran yang lebih kecil dan kondisi yang lebih stabil membuat luas permukaan menjadi lebih besar dan mampu memantulkan cahaya lebih kuat dibanding sebelumnya. Dengan terbukanya partikel GAC menjadi GAG yang lebih kecil memberikan warna yang lebih cerah. Gambar 20 Pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai L kecerahan warna bahan selama proses granulasi y 70 = -0,0035x 2 + 0,3853x + 23,028 R² = 0,9174 y 80 = -0,0027x 2 + 0,3011x + 24,558 R² = 0,9438 y 90 = -0,0018x 2 + 0,3486x + 22,956 R² = 0,8783 15 20 25 30 35 40 5 10 15 20 25 30 35 40 45 N il ai L Waktu menit T70 T80 T90 Gambar 19 Pengaruh suhu dan waktu tehadap absorbansi bahan selama proses granulasi 0,25 0,28 0,30 0,33 0,35 0,38 0,40 5 10 15 20 25 30 35 40 45 A bs orba ns i Waktu menit T 70 oC T 80 oC T 90 oC 35 Perubahan sifat warna ditunjukkan juga oleh nilai chroma a dan b yang terus meningkat selama proses granulasi seperti ditunjukkan pada Gambar 21 dan 22. Peningkatan nilai Chroma a menunjukkan perubahan warna selama proses granulasi menuju warna kemerahan dan peningkatan nilai Chroma b menunjukan perubahan warna ke arah warna kuning. Gabungan perubahan kedua warna tersebut menunjukkan gabungan warna merah kekuningan. Artinya warna akhir menuju warna merah lebih terang dari sebelumnya. Didukung dengan perubahan nilai L yang positif menunjukkan produk berwarna lebih cerah dibandingkan dengan warna bahannya. Perubahan warna secara akumulasi dapat dilihat dari peningkatan besaran chroma dan o Hue Gambar 24. Nilai chroma yang meningkat dari 76 menjadi 86 menunjukkan Gambar 21 Pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai Chroma a warna merah-hijau bahan selama proses granulasi Y 70 = -0,0025x 2 + 0,2177x + 29,249 R² = 0,9057 Y 80 = -0,0017x 2 + 0,1425x + 30,706 R² = 0,8727 Y 90 = -0,0023x 2 + 0,1789x + 29,497 R² = 0,9174 25 28 30 33 35 38 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Ni la i a Waktu menit T70 oC T80 oC T90 oC Gambar 22 Pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai chroma b warna biru-kuning bahan selama proses granulasi y 70 = -0,0058x 2 + 0,6619x + 67,275 R² = 0,9258 y 80 = -0,0056x 2 + 0,5723x + 69,532 R² = 0,95 y 90 = -0,0026x 2 + 0,5681x + 67,415 R² = 0,8778 60 65 70 75 80 85 90 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Ni la i b Waktu menit T70 oC T80 oC T90 oC 36 warna makin jenuh tegas yang menunjukkan peningkatan warna merah dan kuning. Pada Gambar 23 menunjukkan GAC dengan nilai sudut sekitar 67 o Hue yang berada pada kuadran I dan setelah menjadi GAG besarannya meningkat menjadi 69-70 o Hue menunjukkan pergeseran warna ke arah kuning cerah. Perubahan warna dengan peningkatan sekitar 2.5 o Hue menunjukkan kedua komponen warna a dan b secara bersamaan berubah pada posisi ruang warna menjadi lebih merah jenuh merah jelas dan lebih cerah. Dengan kata lain, warna GAG dapat memberikan warna yang lebih jelas dan tegas sebagai warna kecoklatan terang atau sering disebut sebagai warna keemasan. Warna terang biasanya lebih disukai dibandingkan dengan yang lebih gelap. Gambar 23 Pengaruh suhu dan waktu terhadap o Hue pada bahan selama proses granulasi Y 70 = 6E-05x 2 + 0,0487x + 66,457 R² = 0,8472 Y 80 = 3E-05x 2 + 0,0465x + 66,307 R² = 0,8062 Y 90 = 0,0014x 2 + 0,0157x + 66,579 R² = 0,9075 66 66 67 67 68 68 69 69 70 70 71 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Ni la i Hue Waktu menit T70 oC T80 oC T90 oC Gambar 24 Perbedaan warna antara GAC dan GAG, posisi warna GAG bergeser sekitar 2.5-3 derajat ke arah kuning 37 4.2.1 Analisis struktur dan morfologi GAG Difraktogram GAC dan GAG Gambar 25 menunjukkan bahwa GAC dan GAG mempunyai pola difraksi sinar X yang relatif sama struktur utamanya. Perbedaan dari difraktogramnya lebih pada perbedaan intensitasnya. Perubahan yang terjadi pada proses granulasi adalah kristalinitas GAC meningkat setelah proses granulasi baik pada suhu 70, 80 atau 90 o C Gambar 26. Kondisi ini menginformasikan bahwa komponen amorf cukup reaktif berubah menjadi kristalin atau berubah bentuk fasenya tingkat kristalinitasnya. Kemiripan difraktogram antara keempat contoh tersebut menunjukkan bahwa struktur GAC dan GAG dibangun oleh komponen atau senyawa yang relatif sama. Analisis XRD selama proses granulasi menunjukkan kristalinitas meningkat sampai menit ke-20 tetapi menurun pada menit ke-40. Pada awal proses bahan memiliki kristalinitas sekitar 63-66 , setelah 20 menit meningkat sampai sekitar 75 dan menurun kembali pada akhir proses menjadi sekitar 71 . Gambar 25 Profil difraktogram GAG hasil proses granulasi pada suhu A70 o C, B 80 o C, C 90 o C, D GAG-kontrol, dan E GAC Gambar 26 Profil kristalinitas GAG selama proses granulasi pada suhu A 70 oC, B 80 oC, dan C 90 oC 55 60 65 70 75 80 5 10 15 20 25 30 35 40 45 K ri st al in it as Waktu menit A B C 38 Menurut Rao et al. 2010 fase amorf terbentuk selama pendinginan dari bahan mencair atau pengeluaran air yang cepat. Fennema 1985 menyatakan bahwa grup gula hidroksil lebih berperan pada terjadinya ikatan hidrogen dengan air disekitarnya. Dengan demikian, kristalisasi gula terjadi karena hilangnya air dalam waktu yang cukup, sehingga molekul atom mempunyai waktu untuk menyusun dirinya selama keluarnya air. Selanjutnya menurut Harnkarnsujarit dan Charoenrein 2011, gula yang membentuk kristal terhidrasi dihydrates trehalosa dan rafinosa dengan tri, tetra atau penta hidrat mempertahankan jumlah air yang tinggi, sedangkan gula yang membentuk kristal anhidrat sukrosa dan laktosa melepaskan semua air setelah kristalisasi. Pada proses granulasi dari gula aren cetak, tidak lagi melakukan proses kristalisasi karena kristal gula sudah terbentuk pada saat produksi GAC. Adanya fase amorf secara umum melindingi komponen yang reaktif, dengan demikian komponen amorf juga berfungsi pada pertahanan produk dari pereaksi tertentu. Secara morfologi bentuk GAC, GAG dan GAG-kontrol seperti ditunjukkan pada Gambar 27. GAC terdiri dari agregasi kristal sukrosa dengan pengikat seperti adonan. GAG dan GAG-kontrol menunjukkan morfologi yang tidak berbeda kecuali ukurannya. Agregasi besar pada GAC sebagai bahan GAG diubah menjadi granul melalui proses pengecilan ukuran dan pemanasan sehingga diperoleh granula yang stabil. Bentuk morfologi GAG atau GAG-kontrol berbeda dengan GAC, hal tersebut menunjukkan bahwa proses granulasi merubah struktur morfologi GAC terlihat lebih kompak dan kuat dan ukuran menjadi lebih kecil dengan kondisi yang stabil dan tidak kembali menyatu menjadi gumpalan besar seperti GAC. Morfologi GAG dan GAG-kontrol terdiri dari partikel-partikel kristal oktahedron yang dibungkus oleh lapisan pengikatnya. Lapisan pengikat tersebut diduga sebagai bagian kristal dengan ukuran halus, bagian amorf yang higroskopis, air dan komponen lainnya bercampur membentuk seperti adonan. Morfologi GAG dan GAG-kontrol selama proses menunjukkan peningkatan semakin kuat ikatannya. Hal tersebut ditunjukkan dengan bagian kristal semakin menonjol keluar dan bagian pengikat semakin mengkerut ke dalam akibat dari kondisi yang lebih kering dengan bertambahnya lama waktu proses granulasi. Morfologi permukaan partikel gula aren granul kering mempengaruhi sifat fisik dan fungsional dari gula aren granul. a b c Gambar 27 Profil morfologi a gula aren cetak GAC, b gula aren granul GAG pada proses granulasi suhu 80 o C dan c gula aren granul control GAG-kontrol 39 Proses granulasi menghasilkan butiran yang terdiri dari sekelompok partikel kristal individu, yang terikat atau diselimuti oleh bahan pengikat seperti bahan amorf dan air Gambar 28. Pengaruh waktu dan suhu proses granulasi menghasilkan bentuk granul yang berbeda morfologinya. Dengan meningkatnya waktu, permukaan granul semakin terlihat tonjolan kristal dan komponen pengikat makin menciut. GAG 70 o C 0 menit GAG 70 20 menit GAG 70 40 menit GAG 80 o C 0 menit GAG 80 20 menit GAG 80 40 menit GAG 90 o C 0 menit GAG 90 20 menit GAG 90 40 menit GAG-kontrol Gambar 28 Profil perubahan morfologi GAG selama granulasi pada suhu 70, 80 dan 90 o C dan GAG-kontrol 40 Kondisi tersebut semakin terlihat lebih jelas dengan meningkatnya suhu. Permukaan granul menunjukkan tekstur yang makin mengkerut dengan semakin lama waktu dan makin meningkatnya suhu proses. Struktur beronggaberpori terbentuk selama proses yang memberikan sifat mudah larut dan migrasi air selama hidrasi. Keberadaan fase amorf pada GAG mengindikasikan produk bersifat higrofilik, oleh karena itu masalah kemasan akan sangat menentukan stabilitas dari produk. Kemasan harus memiliki sifat barier yang cukup baik terhadap uap air. Morfologi GAG relatif berbeda dengan GAG-kontrol. Pada GAG-kontrol terlihat partikel kristal yang terbungkus banyak berukuran kecil dibanding GAG. Hal ini diduga karena penekanan dan pengadukan terjadi pada saat awal proses kristalisasi GAG-kontrol. Sementara pada GAG pengadukan lebih bersifat untuk mempertahankan kondisi hasil pengecilan ukuran supaya tidak terjadi penyatuan kembali. Sehingga kristal yang sudah terbentuk selama proses pembuatan gula cetak tidak banyak berubah. 4.2.2 Analisis FTIR GAG Gugus fungsional gula aren granul hasil granulasi dari gula aren cetak GAG dibandingkan dengan gula aren granul dari nira aren segar GAG-kontrol, tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Hasil analisis FTIR Gambar 29 menunjukkan kurva transmitansi dengan bentuk yang relatif sama. Perbedaan yang paling jelas adalah nilai transmistansi dari GAG yang lebih tinggi dibanding dengan nilai transmisi dari GAG-kontrol. Salah satu yang dapat diambil kesimpulan adalah perbedaan kemampuan mentransmisikan sinarnya berbeda antara GAC-kontrol dibandingkan GAG. 4.2.3 Sorpsi isotermis GAG Pada Gambar 30 ditunjukkan perilaku sorpsi air GAC dan GAG kadar air kesetimbangan pada tingkat a W tertentu. Hubungan antara kadar air kesetimbangan dan aktivitas air a w menghasilkan kurva J J-type isotherm yang merupakan ciri dari Gambar 29 Perbandingan gugus fungsional antara GAG dan GAG-kontrol 41 produk-produk yang mengandung gula tinggi dan sebagian kecil bukan gula, yang merupakan molekul mudah larut dan mengandung sedikit bahan polimer Fennema 1985. Pada gambar tersebut, kadar air kesetimbangan meningkat dengan meningkatnya a w dan semakin tajam pada a w diatas 0.60. Menurut Fennema 1985, laju reaksi minimum secara khas ditemukan pada batas antara zona 1 dan zona 2 dari sistem sorpsi isotermis. Batas zona 1 dan 2 tersebut merupakan kadar air monolayer. Kadar air monolayer memberikan dugaan pertama sebagai kadar air yang memberikan kestabilan maksimum. Lapisan air monolayer tersebut memiliki mobilitas molekul rendah, tidak mampu melarutkan zat terlarut dan berperan dalam reaksi kimia Saavedra-Leos 2014. Dengan demikian, kadar air pada lapisan monolayer memberikan perlindungan produk yang paling kuat. Dengan memplotkan data masing-masing kurva pada Gambar 30 dengan persamaan 1 dan 2, maka diperoleh persamaan regresi BET sesuai masing-masing zona untuk setiap jenis gula aren granul dan gula aren cetak sebagai berikut : GAG, � − = . � + . , � = . � = . � + . , � = . GAG-kontr � − = . � + . , � = . � = . � + . , � = . GAC, � − = . � + . , � = . � = . � + . , � = . Penentuan nilai air monolayer dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi Y 1-2 yang dibangkitkan dari persamaan 1 dan 2, sedangkan penentuan nilai multilayer dilakukan dengan menggunakan persamaan Y 1-2 dan persamaan Y 3 . Pada kesetimbangan GAG, jika � � −� � sebagai Y 1-2 Y pada zona 1 dn 2 dan a w sebagai x, maka dengan menggunakan persamaan regresi diatas diperoleh m 1 = 1.68 sebagai air monolayer yang bersesuaian dengan kondisi a W = 0.20. Selanjutnya dengan -log1-a W sebagai Y 3 Y pada zona 3 maka perpotongan antara garis regresi pada persamaan 1 atau persamaan regresi Y 1-2 dan garis regresi pada persamaan 3 atau persamaan regresi Y 3 merupakan batas kadar air multilayer. Kedua garis regresi tersebut berpotongan pada a w = 0.57 dengan kadar air kesetimbangan 3.77 sebagai lapisan air multilayer atau batas tertinggi fraksi air zona 2. Air multilayer tersebut berada pada permukaan padat dan terkondensasi Gambar 30 Kurva kesetimbangan kadar air pada GAC, GAG dan GAG- kontrol R² = 0,97 R² = 0,99 R² = 0,99 5 10 15 20 0,2 0,4 0,6 0,8 1 K ad ar A ir d b a W a GAG kontrol GAG GAC Zona 1 Zona 2 Zona 3 42 pada kapiler yang berperan dalam reaksi biokimia dan berfungsi sebagai pelarut untuk zat terlarut dengan berat molekul rendah Fennema 1985. Pada zona 3 dengan nilai-nilai a w diatas 0.57, molekul air melebihi lapisan air multilayer membentuk lapisan air bebas yang terletak di ruang antar molekul bebas atau membentuk fase cair. Air ini tersedia sebagai pelarut dan media pertumbuhan mikroorganisma. Pada a w diatas 0.57 adsorpsi air cenderung semakin tinggi dengan semakin tingginya nilai a w . Peningkatan kandungan air tersebut disebabkan ketersediaan gugus fungsional gugus aktif gula berbentuk gula sederhana glukosa dan fruktosa dan lainnya sebagai gula pereduksi. Permukaan gula tersebut mempunyai gugus hidroksil OH yang besar, adanya gugus tersebut molekul air teradsorpsi secara fisik dan berinteraksi dengan gugus hidroksil membentuk ikatan hidrogen yang selanjutnya melarutkan gula dan polimer gula lainnya Fenema 1985. Seperti terlihat pada Gambar 30, perilaku sorpsi air pada GAG mempunyai bentuk kurva yang sama dengan GAG-kontrol dan gula aren cetak GAC yaitu berbentuk kurva bentuk J. Dengan cara yang sama dihasilkan kadar air monolayer dan multilayer untuk GAG-kontrol dan GAC seperti pada Tabel 8. Pada Tabel 7 terlihat bahwa GAG-kontrol memiliki lapisan air monolayer 1.3 pada a w = 0.21 dan lapisan air multilayer 3.9 pada nilai a w = 0.64, sedangkan gula aren granul GAG yang dihasilkan memiliki kadar air monolayer 1.68 jika dibandingkan dengan kandungan air monolayer gula aren cetak 1.79 dan demikian pula halnya dengan kandungan air multilayer gula aren granul juga lebih kecil 3.77 dibandingkan dengan gula aren cetak 5,08 . Kondisi kadar air kesetimbangan pada lapisan air monolayer baik gula aren cetak atau gula aren granul masih hampir sama antara a w = 0.19-0.21, sedangkan pada lapisan air multi layer GAG mempunyai a w paling rendah 0.57 diantara yang lainnya 0.65- 0.68. Dari hasil analisis sorpsi isotermis dan proses pengeringan, dapat disimpulkan bahwa proses granulasi terbaik terjadi pada saat mencapai kadar air multilayer.

4.3 Rekayasa Proses Granulasi

Perekayasaan proses gula aren granul dari gula aren cetak, tidak lepas dari keberadaan proses granulasi gula aren dari nira aren segar. Beberapa hal yang membatasi proses pada granulasi dari nira aren segar diperbaiki dengan pembuatan gula aren granul dari gula aren cetak. Berikut ini beberapa persamaan dan perbedaan antara GAG dari nira aren segar dan GAG dari gula aren cetak disajikan pada Tabel 8. Tabel 7 Lapisan air monolayer dan multilayer pada a w kesetimbangan masing- masing gula aren granul dan gula aren cetak Kelomp ok gula aren Air monolayer Zona 1 dan 2 Air multilayer Zona 3 Kadar air m 1 a w Kadar air m 2 a w GAG 1.68 0.20 3.77 0.57 GAG- kontrol 1.27 0.21 3.87 0.64 GAC 1.79 0.20 5.08 0.66 43 Tabel 8 Perbandingan antara GAG dari nira aren segar dan dari gula aren cetak GAG dari nira aren segar Tahapan GAG dari gula aren cetak Nira aren segar hasil penyadapan dari tanaman aren. Bahan baku Gula aren cetak hasil produksi petani gula aren cetak. Sulit mengumpulkan dalam jumlah besar. Dari penyadapan dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari. 5-10 liter per pohon Pengumpulan bahan baku Mudah mengumpulkan dalam jumlah besar. Pengadaan bahan baku dapat dilakukan setiap saat karena petani yang sudah terbiasa produksi gula aren cetak. Prinsip granulasi diawali dengan proses kristalisasi dan dilanjutkan dengan proses penggosokan dengan sodet kayu atau logam Prinsip granulasi Prinsip granulasi diawali dengan pengecilan ukuran, dilanjutkan dengan mengatur kadar air kesetimbangan pada kondisi suhu bahan yang stabil pada RH tertentu, 97-120 +2 o C Suhu proses 80 o C 3.5 sampai 4 jam Waktu proses 35-40 menit Selama ini sulit dilakukan Peningkatan skala produksi Sangat memungkinkan dilakukan pada skala besar Alur proses pembuatan gula aren granul dari gula aren cetak yang dirancang untuk dapat dilaksanakan dalam suatu proses produksi ditunjukkan seperti pada Gambar 31. Dalam penelitian perancangan proses ditetapkan beberapa peubah tetap dan peubah variabel. Peubah tetap yaitu 1 pengecilan ukuran bahan, 2 aliran udara pemanas, 3 RH udara pemanas, dan penguapan air dari bahan. Peubah variabel ditetapkan 1 waktu setiap 5 menit, sampai 45 menit dan 2 suhu 70, 80 dan 90 o C. Pada tahap awal proses granulasi sampai menit ke-10, bahan gula aren masih menyerupai bahan awal. Pada menit ke-15 suhu 80 dan 90 o C dan menit ke-20 suhu 70 o C bahan mulai mengering dipermukaan tetapi masih tampak lengket. Pada menit ke-25 sampai menit ke-30 suhu 80 dan 90 o C dan menit ke-25 sampai menit ke-35 suhu 70 o C bahan relatif tidak lengket dan mudah dipecah saat diaduk dan partikel- partikel gula mudah dipecah menjadi granul. Pada kondisi ini jika diperhatikan kadar airnya bersesuaian dengan kadar air sekitar 4.5-3.24 seperti ditunjukkan pada Tabel 9. Kondisi ini juga terklihat sebagai kondisi sekitar kadar air pada multilayer Tabel 7. Semetara itu, suhu bahan pada saat terjadi pemisahan partikel granul sudah pada kondisi mulai mendatar untuk semua perlakuan suhu udara masuk 70, 80 dan 90 o C Gambar 15. Kurva yang ditunjukkan oleh kadar air, pada kondisi tersebut juga menunjukkan kecepatan kadar air mulai menurun yang menunjukkan air mulai sulit keluar dari bahan. Kecepatan pengeluaran air yang mulai berkurang tersebut menunjukkan bahwa kadar air bahan sudah hampir mendekati air terikat bahan dan air bebas hampir keluar seluruhnya. Kondisi ini, menginformasikan pemisahan partikel gula dalam pembentukan granul yang baik bertepatan saat kadar air berkisar 3-4 yang pada sorpsi isotermis merupakan lapisan air multilayer 3.8 db. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa keberadaan air dalam gula sebelum mencapai multilayer mengakibatkan suhu transisi glass bahan turun sehingga bahan gula menjadi lebih plastis lembekmenempel akibat pengaruh air. 44 Menurut Roos 1995 menyatakan bahwa sifat plastisasi oleh air dapat terjadi pada bahan yang terkena kelembaban dan menyebabkan kadar air bahan meningkat. Dengan keluarnya air, kadar air akan berkurang, maka suhu transisi glas-nya juga meningkat, sehingga bahan gula menjadi berkurang sifat plastisnya yang berakibat berkurang sifat lengketnya menuju sifat lebih keras. Proses pemisahan partikel granul tampak terjadi pada saat transisi antara sifat plastis dan sifat keras yang kondisi itu terjadi pada kadar air sekitar multilayer. Kondisi ini dapat dimengerti karena kondisi bahan dengan air bebas yang relatif sangat terbatas maka fraksi pengikat binder dari gula berada pada posisi dengan ikatan paling lemah akibat keluarnya komponen air sebagai plastisizer sehinggan fraksi pengikat binder menjadi rapuh dan mudah dipisahkan. Selanjutnya, dengan semakin keluarnya air, maka meningkatkan kekeringan dan suhu transisi glass bahan makin tinggi dan bahan makin keras. Semakin berkurang kadar air dan mencapai air terikat bahan maka kekerasan bahan semakin kuat dan makin sulit dipecahkan untuk menjadi partikel granul. Pada menit ke-40 tampak bahwa suhu bahan meningkat dengan besaran nilai relatif kecil. Kondisi ini menunjukkan bahan hampir mencapai kadar air pada lapisan monolayer yang sulit untuk diuapkan, sehingga suhu bahan meningkat. Pada menit ke-45 terlihat suhu cenderung meningkat dan kadar air hampir mencapai 2 yang sudah mendekati kadar air monolayer sekitar 2. Dengan demikian, hasil penelitian diharapkan dapat memenuhi kondisi yang digunakan pada proses seperti Gambar 31. Pada gambar dapat dilihat bahwa diperlukan syarat mutu untuk GAC sebagai bahan baku GAG dan kondisi proses yang diperlukan untuk berlangsungnya proses granulasi yang baik. Tabel 9 Profil fisik dan kadar air bahan gula aren granul selama proses granulasi Waktu proses menit Suhu udara panas o C 70 80 90 Penampilan sifat fisik Kadar air db Penampilan Sifat fisik Kadar air db Penampilan Sifat fisik Kadar air db 9,52 9,52 9,52 5 9,43 9,04 8,63 10 1, 2 8,13 1, 2 8,31 1, 2 8,00 15 2 6,71 1,2,3 6,71 1,2,3 6,51 20 2, 3 6,05 2, 3, 4 5,22 2, 3, 4 5,45 25 2, 3, 4, 5 4,69 2, 3, 4, 5 4,23 2, 3, 4 4,11 30 2, 3, 4, 5 3,86 3, 4, 5 3,38 2, 3, 4, 2,66 35 3, 4, 5 3,61 3, 4, 5 2,99 3, 4, 5, 6 2,06 40 4, 5, 6 2,69 6 2,54 6 1,97 45 5, 6, 7 2,63 7 2,31 7 50 6, 7 2,42 Penampilansifat fisik: mirip kondisi awal 1 mulai kering di permukaan 2 mulai rapuh tapi agak lengket 3 rapuh, tidak lengket 4 mudah dipecah 5 dapat mengalir dan hablur 6 mulai kering 7 kering 45 Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa parameter setiap tahapan adalah seperti berikut : 1 Persyaratan utama dari bahan baku gula aren cetak sebagai bahan baku gula aren granul adalah kandungan gula pereduksi yang rendah kurang dari 5 gula dan sukrosa yang tinggi diatas 70 . Kadar air tidak menjadi syarat utama untuk bahan baku, tetapi kadar air akan menentukan lama proses granulasi. Disarankan kadar air berkisar antara 8-10 . Untuk bahan baku GAC dengan kadar air yang tinggi sebaiknya disimpan terlebih dahulu pada lingkungan penyimpanan dengan RH seperti pada penelitian sorpsi isotermis yaitu sekitar 65 . 2 Pengecilan ukuran dengan menggunakan slicer dengan ketebalan sekitar 2-3 mm 3 Udara pemanas untuk pengeringan dilakukan pada suhu 80 o C, 4 Pengadukan dilakukan setiap 5 menit atau selama pemanasan berlangsung. Pengadukan sebaiknya dilakukan setelah 10 menit pemanasan, setelah bahan yang dikeringkan mulai kering dipermukaannya. 5 Indikator kondisi granulasi adalah kadar air sekitar 3.87 dan kadar air tersebut dapat dicapai pada pengeringan dengan kondisi suhu udara 80 o C, laju alir udara 2 liter per menit per 5 kg, RH udara masuk 15 dan RH udara keluar 35 selama 25- 30 menit. 6 Granulasi dilakukan dengan pengadukan cepat dalam jangka waktu masa granulasi sekitar 5-10 menit. Kondisi ini cukup kritis karena jika terlewati bahan akan sulit digranulasi. 7 Produk hasil granulasi diseragamkan ukurannya dengan menggunakan pengayakan. 8 Parameter mutu utama untuk gula aren granul adalah kadar air dan ukuran granul dengan 16-18 mesh, warna khas gula aren granul merah-coklat-keemasan. 9 Gula aren granul sebaiknya disimpan dalam kemasan yang mempuyai kemampuan menahan transmisi uap air. Dengan kemasan yang cocok, akan terhindar dari penggumpalan atau membatu rocky 10 Sisa hasil pengayakan dengan ukuran yang lebih besar dari standar, dapat dikondisikan kembali dengan menyimpan pada ruangan dengan RH diatas 65 selama waktu tertentu sampai kadar air sekitar 5-6. Selanjutnya bahan tersebut dilakukan proses granulasi ulang melalui alur proses yang sama. Pengecilan ukuran dengan penggilingan pada sisa ayakan kering tidak dapat dilakukan karena penampilan menjadi berwarna pucat dan tidak sesuai dengan kebutuhan konsumen.