Fenomena Perubahan Karakteristik Bahan Selama Proses
33
Absorbansi menunjukkan peningkatan dengan laju rendah sampai mencapai nilai berturut-turut 0.35, 0.32 dan 0.35 Gambar 19. Adanya peningkatan absorbansi
menunjukkan perubahan penurunan kecerahan atau pembentukan warna gelap. Meningkatnya absorbansi menunjukkan adanya pembentukan gula pereduksi yang
ditandai dengan berkurangnya kecerahan. Pengaruh waktu dan suhu terhadap perubahan kekeruhan seperti disajikan pada Gambar 19 menghasilkan kurva yang relatif hampir
sama dengan perkembanga profil kurva pH. Selama proses granulasi semua sampel menunjukkan peningkatan absorbansi dengan besaran yang tidak berbeda nyata. Namun
produk GAG dengan perlakuan suhu 80
o
C menghasilkan produk dengan absorbansi relatif rendah dibandingkan dengan perlakuan suhu 70 dan 90
o
C. Hal itu menunjukkan bahwa produk GAG pada proses dengan perlakuan suhu 80
o
C menghasilkan produk yang lebih cerah dibandingkan dengan produk hasil perlakuan suhu lainnya.
Gambar 18 Pengaruh suhu dan waktu terhadap pH bahan selama proses granulasi
4,0 4,5
5,0 5,5
6,0 6,5
7,0
10 20
30 40
pH
Waktu menit
T70 oC T80 oC
90 oC
34
Warna gula aren secara kuantitif diukur dengan nilai L, a dan b, serta nilai
chroma C dan
o
Hue. Pada Gambar 20 besaran nilai L pada semua perlakuan suhu meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu granulasi. Hal ini menunjukkan terjadinya
peningkatan kecerahan selama proses granulasi. Perlakuan waktu dan suhu memberikan pengaruh signifikan pada perubahan kecerahan. Peningkatan kecerahan
terjadi karena terbentuknya granula pada kondisi yang optimal dan terjadi pengurangan air pada bahan akibat dari pemanasan. Dengan terbentuknya granula dengan ukuran
yang lebih kecil dan kondisi yang lebih stabil membuat luas permukaan menjadi lebih besar dan mampu memantulkan cahaya lebih kuat dibanding sebelumnya. Dengan
terbukanya partikel GAC menjadi GAG yang lebih kecil memberikan warna yang lebih cerah.
Gambar 20 Pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai L kecerahan warna bahan selama proses granulasi
y
70
= -0,0035x
2
+ 0,3853x + 23,028 R² = 0,9174
y
80
= -0,0027x
2
+ 0,3011x + 24,558 R² = 0,9438
y
90
= -0,0018x
2
+ 0,3486x + 22,956 R² = 0,8783
15 20
25 30
35 40
5 10
15 20
25 30
35 40
45
N il
ai L
Waktu menit
T70 T80
T90
Gambar 19 Pengaruh suhu dan waktu tehadap absorbansi bahan selama proses granulasi
0,25 0,28
0,30 0,33
0,35 0,38
0,40
5 10
15 20
25 30
35 40
45
A bs
orba ns
i
Waktu menit
T 70 oC T 80 oC
T 90 oC
35
Perubahan sifat warna ditunjukkan juga oleh nilai chroma a dan b
yang terus meningkat selama proses granulasi seperti ditunjukkan pada Gambar 21 dan 22.
Peningkatan nilai Chroma a menunjukkan perubahan warna selama proses granulasi
menuju warna kemerahan dan peningkatan nilai Chroma b menunjukan perubahan warna
ke arah warna kuning. Gabungan perubahan kedua warna tersebut menunjukkan gabungan warna merah kekuningan. Artinya warna akhir menuju warna merah lebih
terang dari sebelumnya. Didukung dengan perubahan nilai L yang positif menunjukkan produk berwarna lebih cerah dibandingkan dengan warna bahannya.
Perubahan warna secara akumulasi dapat dilihat dari peningkatan besaran chroma dan
o
Hue Gambar 24. Nilai chroma yang meningkat dari 76 menjadi 86 menunjukkan Gambar 21
Pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai Chroma a warna
merah-hijau bahan selama proses granulasi
Y
70
= -0,0025x
2
+ 0,2177x + 29,249 R² = 0,9057
Y
80
= -0,0017x
2
+ 0,1425x + 30,706 R² = 0,8727
Y
90
= -0,0023x
2
+ 0,1789x + 29,497 R² = 0,9174
25 28
30 33
35 38
5 10
15 20
25 30
35 40
45 Ni
la i
a
Waktu menit T70 oC
T80 oC T90 oC
Gambar 22 Pengaruh suhu dan waktu terhadap nilai chroma b warna biru-kuning bahan selama proses granulasi
y
70
= -0,0058x
2
+ 0,6619x + 67,275 R² = 0,9258
y
80
= -0,0056x
2
+ 0,5723x + 69,532 R² = 0,95
y
90
= -0,0026x
2
+ 0,5681x + 67,415 R² = 0,8778
60 65
70 75
80 85
90
5 10
15 20
25 30
35 40
45 Ni
la i
b
Waktu menit T70 oC
T80 oC T90 oC
36 warna makin jenuh tegas yang menunjukkan peningkatan warna merah dan kuning.
Pada Gambar 23 menunjukkan GAC dengan nilai sudut sekitar 67
o
Hue yang berada pada kuadran I dan setelah menjadi GAG besarannya meningkat menjadi 69-70
o
Hue menunjukkan pergeseran warna ke arah kuning cerah. Perubahan warna dengan
peningkatan sekitar 2.5
o
Hue menunjukkan kedua komponen warna a dan b secara bersamaan berubah pada posisi ruang warna menjadi lebih merah jenuh merah jelas dan
lebih cerah.
Dengan kata lain, warna GAG dapat memberikan warna yang lebih jelas dan tegas sebagai warna kecoklatan terang atau sering disebut sebagai warna keemasan. Warna
terang biasanya lebih disukai dibandingkan dengan yang lebih gelap. Gambar 23 Pengaruh suhu dan waktu terhadap
o
Hue pada bahan selama proses granulasi
Y
70
= 6E-05x
2
+ 0,0487x + 66,457 R² = 0,8472
Y
80
= 3E-05x
2
+ 0,0465x + 66,307 R² = 0,8062
Y
90
= 0,0014x
2
+ 0,0157x + 66,579 R² = 0,9075
66 66
67 67
68 68
69 69
70 70
71
5 10
15 20
25 30
35 40
45 Ni
la i
Hue
Waktu menit T70 oC
T80 oC T90 oC
Gambar 24 Perbedaan warna antara GAC dan GAG, posisi warna GAG bergeser sekitar 2.5-3 derajat ke arah kuning
37
4.2.1
Analisis struktur dan morfologi GAG
Difraktogram GAC dan GAG Gambar 25 menunjukkan bahwa GAC dan GAG mempunyai pola difraksi sinar X yang relatif sama struktur utamanya. Perbedaan dari
difraktogramnya lebih pada perbedaan intensitasnya. Perubahan yang terjadi pada proses granulasi adalah kristalinitas GAC meningkat setelah proses granulasi baik pada
suhu 70, 80 atau 90
o
C Gambar 26. Kondisi ini menginformasikan bahwa komponen amorf cukup reaktif berubah menjadi kristalin atau berubah bentuk fasenya tingkat
kristalinitasnya. Kemiripan difraktogram antara keempat contoh tersebut menunjukkan bahwa struktur GAC dan GAG dibangun oleh komponen atau senyawa yang relatif sama.
Analisis XRD selama proses granulasi menunjukkan kristalinitas meningkat sampai menit ke-20 tetapi menurun pada menit ke-40. Pada awal proses bahan memiliki
kristalinitas sekitar 63-66 , setelah 20 menit meningkat sampai sekitar 75 dan menurun kembali pada akhir proses menjadi sekitar 71 .
Gambar 25 Profil difraktogram GAG hasil proses granulasi pada suhu A70
o
C, B 80
o
C, C 90
o
C, D
GAG-kontrol, dan E GAC
Gambar 26 Profil kristalinitas GAG selama proses granulasi pada suhu A 70 oC, B 80 oC, dan C 90 oC
55 60
65 70
75 80
5 10
15 20
25 30
35 40
45
K ri
st al
in it
as
Waktu menit
A B
C
38 Menurut Rao et al. 2010 fase amorf terbentuk selama pendinginan dari bahan
mencair atau pengeluaran air yang cepat. Fennema 1985 menyatakan bahwa grup gula hidroksil lebih berperan pada terjadinya ikatan hidrogen dengan air disekitarnya. Dengan
demikian, kristalisasi gula terjadi karena hilangnya air dalam waktu yang cukup, sehingga molekul atom mempunyai waktu untuk menyusun dirinya selama keluarnya air.
Selanjutnya menurut Harnkarnsujarit dan Charoenrein 2011, gula yang membentuk kristal terhidrasi dihydrates trehalosa dan rafinosa dengan tri, tetra atau penta hidrat
mempertahankan jumlah air yang tinggi, sedangkan gula yang membentuk kristal anhidrat sukrosa dan laktosa melepaskan semua air setelah kristalisasi. Pada proses
granulasi dari gula aren cetak, tidak lagi melakukan proses kristalisasi karena kristal gula sudah terbentuk pada saat produksi GAC. Adanya fase amorf secara umum melindingi
komponen yang reaktif, dengan demikian komponen amorf juga berfungsi pada pertahanan produk dari pereaksi tertentu.
Secara morfologi bentuk GAC, GAG dan GAG-kontrol seperti ditunjukkan pada Gambar 27. GAC terdiri dari agregasi kristal sukrosa dengan pengikat seperti adonan.
GAG dan GAG-kontrol menunjukkan morfologi yang tidak berbeda kecuali ukurannya. Agregasi besar pada GAC sebagai bahan GAG diubah menjadi granul melalui proses
pengecilan ukuran dan pemanasan sehingga diperoleh granula yang stabil. Bentuk morfologi GAG atau GAG-kontrol berbeda dengan GAC, hal tersebut menunjukkan
bahwa proses granulasi merubah struktur morfologi GAC terlihat lebih kompak dan kuat dan ukuran menjadi lebih kecil dengan kondisi yang stabil dan tidak kembali
menyatu menjadi gumpalan besar seperti GAC.
Morfologi GAG dan GAG-kontrol terdiri dari partikel-partikel kristal oktahedron yang dibungkus oleh lapisan pengikatnya. Lapisan pengikat tersebut diduga sebagai
bagian kristal dengan ukuran halus, bagian amorf yang higroskopis, air dan komponen lainnya bercampur membentuk seperti adonan. Morfologi GAG dan GAG-kontrol
selama proses menunjukkan peningkatan semakin kuat ikatannya. Hal tersebut ditunjukkan dengan bagian kristal semakin menonjol keluar dan bagian pengikat semakin
mengkerut ke dalam akibat dari kondisi yang lebih kering dengan bertambahnya lama waktu proses granulasi. Morfologi permukaan partikel gula aren granul kering
mempengaruhi sifat fisik dan fungsional dari gula aren granul.
a b
c
Gambar 27 Profil morfologi a gula aren cetak GAC, b gula aren granul GAG pada proses granulasi suhu 80
o
C dan c gula aren granul control
GAG-kontrol
39 Proses granulasi menghasilkan butiran yang terdiri dari sekelompok partikel
kristal individu, yang terikat atau diselimuti oleh bahan pengikat seperti bahan amorf dan air Gambar 28. Pengaruh waktu dan suhu proses granulasi menghasilkan bentuk
granul yang berbeda morfologinya. Dengan meningkatnya waktu, permukaan granul semakin terlihat tonjolan kristal dan komponen pengikat makin menciut.
GAG 70
o
C 0 menit GAG 70 20 menit
GAG 70 40 menit
GAG 80
o
C 0 menit GAG 80 20 menit
GAG 80 40 menit
GAG 90
o
C 0 menit GAG 90 20 menit
GAG 90 40 menit
GAG-kontrol
Gambar 28 Profil perubahan morfologi GAG selama granulasi pada suhu 70, 80 dan 90
o
C dan GAG-kontrol
40 Kondisi tersebut semakin terlihat lebih jelas dengan meningkatnya suhu.
Permukaan granul menunjukkan tekstur yang makin mengkerut dengan semakin lama waktu dan makin meningkatnya suhu proses. Struktur beronggaberpori terbentuk selama
proses yang memberikan sifat mudah larut dan migrasi air selama hidrasi. Keberadaan fase amorf pada GAG mengindikasikan produk bersifat higrofilik, oleh karena itu
masalah kemasan akan sangat menentukan stabilitas dari produk. Kemasan harus memiliki sifat barier yang cukup baik terhadap uap air. Morfologi GAG relatif berbeda
dengan GAG-kontrol. Pada GAG-kontrol terlihat partikel kristal yang terbungkus banyak berukuran kecil dibanding GAG. Hal ini diduga karena penekanan dan pengadukan
terjadi pada saat awal proses kristalisasi GAG-kontrol. Sementara pada GAG pengadukan lebih bersifat untuk mempertahankan kondisi hasil pengecilan ukuran supaya
tidak terjadi penyatuan kembali. Sehingga kristal yang sudah terbentuk selama proses pembuatan gula cetak tidak banyak berubah.
4.2.2
Analisis FTIR GAG
Gugus fungsional gula aren granul hasil granulasi dari gula aren cetak GAG dibandingkan dengan gula aren granul dari nira aren segar GAG-kontrol, tidak
menunjukkan perbedaan yang berarti. Hasil analisis FTIR Gambar 29 menunjukkan kurva transmitansi dengan bentuk yang relatif sama. Perbedaan yang paling jelas adalah
nilai transmistansi dari GAG yang lebih tinggi dibanding dengan nilai transmisi dari GAG-kontrol. Salah satu yang dapat diambil kesimpulan adalah perbedaan kemampuan
mentransmisikan sinarnya berbeda antara GAC-kontrol dibandingkan GAG.
4.2.3
Sorpsi isotermis GAG
Pada Gambar 30 ditunjukkan perilaku sorpsi air GAC dan GAG kadar air kesetimbangan pada tingkat a
W
tertentu. Hubungan antara kadar air kesetimbangan dan aktivitas air a
w
menghasilkan kurva J J-type isotherm yang merupakan ciri dari Gambar 29 Perbandingan gugus fungsional antara GAG dan GAG-kontrol
41 produk-produk yang mengandung gula tinggi dan sebagian kecil bukan gula, yang
merupakan molekul mudah larut dan mengandung sedikit bahan polimer Fennema 1985. Pada gambar tersebut, kadar air kesetimbangan meningkat dengan meningkatnya a
w
dan semakin tajam pada a
w
diatas 0.60. Menurut Fennema 1985, laju reaksi minimum secara khas ditemukan pada batas antara zona 1 dan zona 2 dari sistem sorpsi isotermis.
Batas zona 1 dan 2 tersebut merupakan kadar air monolayer. Kadar air monolayer memberikan dugaan pertama sebagai kadar air yang memberikan kestabilan maksimum.
Lapisan air monolayer tersebut memiliki mobilitas molekul rendah, tidak mampu melarutkan zat terlarut dan berperan dalam reaksi kimia Saavedra-Leos 2014. Dengan
demikian, kadar air pada lapisan monolayer memberikan perlindungan produk yang paling kuat. Dengan memplotkan data masing-masing kurva pada Gambar 30 dengan
persamaan 1 dan 2, maka diperoleh persamaan regresi BET sesuai masing-masing zona untuk setiap jenis gula aren granul dan gula aren cetak sebagai berikut :
GAG, �
−
= . � + .
, � = . �
= . � + .
, � = .
GAG-kontr �
−
= . � + .
, � = . �
= . � + .
, � = . GAC,
�
−
= . � + .
, � = . �
= . � + .
, � = .
Penentuan nilai air monolayer dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi Y
1-2
yang dibangkitkan dari persamaan 1 dan 2, sedangkan penentuan nilai multilayer dilakukan dengan menggunakan persamaan Y
1-2
dan persamaan Y
3
. Pada kesetimbangan GAG, jika
�
�
−�
�
sebagai Y
1-2
Y pada zona 1 dn 2 dan a
w
sebagai x, maka dengan menggunakan persamaan regresi diatas diperoleh m
1
= 1.68 sebagai air monolayer yang bersesuaian dengan kondisi a
W
= 0.20. Selanjutnya dengan -log1-a
W
sebagai Y
3
Y pada zona 3 maka perpotongan antara garis regresi pada persamaan 1 atau persamaan
regresi Y
1-2
dan garis regresi pada persamaan 3 atau persamaan regresi Y
3
merupakan batas kadar air multilayer. Kedua garis regresi tersebut berpotongan pada a
w
= 0.57 dengan kadar air kesetimbangan 3.77 sebagai lapisan air multilayer atau batas tertinggi
fraksi air zona 2. Air multilayer tersebut berada pada permukaan padat dan terkondensasi Gambar 30 Kurva kesetimbangan kadar air pada GAC, GAG dan GAG-
kontrol
R² = 0,97 R² = 0,99
R² = 0,99
5 10
15 20
0,2 0,4
0,6 0,8
1
K ad
ar A
ir d
b
a
W
a
GAG kontrol GAG
GAC
Zona 1 Zona 2
Zona 3
42 pada kapiler yang berperan dalam reaksi biokimia dan berfungsi sebagai pelarut untuk zat
terlarut dengan berat molekul rendah Fennema 1985. Pada zona 3 dengan nilai-nilai a
w
diatas 0.57, molekul air melebihi lapisan air multilayer membentuk lapisan air bebas yang terletak di ruang antar molekul bebas atau membentuk fase cair. Air ini tersedia
sebagai pelarut dan media pertumbuhan mikroorganisma. Pada a
w
diatas 0.57 adsorpsi air cenderung semakin tinggi dengan semakin tingginya nilai a
w
. Peningkatan kandungan air tersebut disebabkan ketersediaan gugus fungsional gugus aktif gula berbentuk gula
sederhana glukosa dan fruktosa dan lainnya sebagai gula pereduksi. Permukaan gula tersebut mempunyai gugus hidroksil OH yang besar, adanya gugus tersebut molekul air
teradsorpsi secara fisik dan berinteraksi dengan gugus hidroksil membentuk ikatan hidrogen yang selanjutnya melarutkan gula dan polimer gula lainnya Fenema 1985.
Seperti terlihat pada Gambar 30, perilaku sorpsi air pada GAG mempunyai bentuk kurva yang sama dengan GAG-kontrol dan gula aren cetak GAC yaitu berbentuk kurva
bentuk J. Dengan cara yang sama dihasilkan kadar air monolayer dan multilayer untuk
GAG-kontrol dan GAC seperti pada Tabel 8. Pada Tabel 7 terlihat bahwa GAG-kontrol memiliki lapisan air monolayer 1.3 pada a
w
= 0.21 dan lapisan air multilayer 3.9 pada nilai a
w
= 0.64, sedangkan gula aren granul GAG yang dihasilkan memiliki kadar air monolayer 1.68 jika dibandingkan dengan kandungan air monolayer gula aren cetak
1.79 dan demikian pula halnya dengan kandungan air multilayer gula aren granul juga lebih kecil 3.77 dibandingkan dengan gula aren cetak 5,08 .
Kondisi kadar air kesetimbangan pada lapisan air monolayer baik gula aren cetak atau gula aren granul masih hampir sama antara a
w
= 0.19-0.21, sedangkan pada lapisan air multi layer GAG mempunyai a
w
paling rendah 0.57 diantara yang lainnya 0.65- 0.68. Dari hasil analisis sorpsi isotermis dan proses pengeringan, dapat disimpulkan
bahwa proses granulasi terbaik terjadi pada saat mencapai kadar air multilayer.