Karakteristik Gula Aren Cetak GAC

22 P0.05. Kadar abu seperti ditunjukkan pada Gambar 7 dengan nilai tertinggi ditunjukkan oleh sampel D 3.7 db, diikuti F 3.3 db, B 2.6 db, E 2.5 db dan A 2.2 db. Kadar abu semua sampel menunjukkan nilai di atas standar mutu SNI, kecuali sampel C 2.1 db. Kadar abu yang tinggi salah satunya berasal dari mineral dan bahan yang tidak larut. Kandungan mineral pada GAC dari hasil analisis EDX meliputi potasium 2 , sodium 0.05 , magnesium 0.04 , kalsium 0.01 , besi 0.11 , copper 0.75 , Zn 0.46 , mangan 0.08 dan cromium 0.11 . Keberadaan bahan tidak larut Gambar 6 menunjukkan bahwa sampel GAC mengandung bahan lain selain gula. Salah satunya selain dari mineral adalah serat kasar. Hasil analisis menunjukkan serat kasar sebesar 0.08 . Pada Gambar 7 diperlihatkan hubungan antara kadar air GAC dengan kadar sukrosa, total asam dan gula pereduksinya. Kadar air berpengaruh pada kandungan gula pereduksi dan total asam, tetapi tidak berpengaruh pada bahan tidak larut dan kadar abu. Kadar gula pereduksi 1.00-4.28 db dengan total asam 143.36-319.84 mg NaOH100 g bahan berbanding lurus dengan kadar air tetapi berbanding terbalik dengan kadar sukrosa sampel GAC. Total asam mempengaruhi kandungan gula pereduksi. Total asam pada nira yang tinggi diikuti dengan turunnya pH dapat menyebabkan terjadi inversi sukrosa menjadi gula sederhana. Keberadaan protein pada GAC berinteraksi dengan gula sederhana melalui reaksi Maillard membentuk warna gelap Naknean et al. 2009 dan aroma khas gula aren Wai et al. 2005. Kandungan gula pereduksi dipengaruhi oleh kadar air dan kandungan sukrosa. Sukrosa dan gula pereduksi merupakan bahan terjadinya reaksi karamelisasi selama pemanasan nira menjadi GAC. Panas yang tinggi dapat mempercepat terjadinya karamelisasi yang menyebabkan nira berwarna gelap kecoklatan. Sampel dengan kandungan sukrosa yang relatif rendah cenderung menunjukkan kadar air yang tinggi dengan gula pereduksi yang tinggi juga. Warna GAC dikuantifikasi seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Kuantifikasi warna disajikan dalam bentuk L, a , b, chroma, dan o Hue. L Lightness digunakan Gambar 7 Kecenderungan hubungan antara kadar air dengan gula pereduksi, total asam dan sukrosa GAC -1,0 1,0 3,0 5,0 7,0 9,0 11,0 13,0 15,0 75,0 80,0 85,0 90,0 95,0 100,0 9,90 10,00 10,10 10,20 10,30 10,40 10,50 10,60 K ad ar T as am m g 1 g K ad ar G p ere d eu k si d b K ad ar su k ro sa d b Kadar air db Sukrosa T asam G pereduksi 23 untuk menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik putih, abu-abu dan hitam, yaitu berupa tingkatan warna berdasarkan pada pencampuran warna dengan unsur warna putih sebagai unsur warna yang memunculkan kesan warna terang atau gelap. Nilai L berkisar antara 0 hitam – 100 putih. Nilai a digunakan untuk menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau. Nilai +a dari 0-100 untuk warna merah dan nilai -a dari 0 – -100 untuk menyatakan warna hijau. Nilai b digunakan untuk menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning. Nilai +b dari 0-100 untuk menyatakan warna kuning sedangkan -b dari 0 – -100 digunakan untuk menyatakan warna biru. Chroma C adalah tingkatan warna berdasarkan ketajamannya berfungsi untuk mendefinisikan warna suatu objek sedangkan sudut Hue merupakan karakteristik warna berdasar cahaya yang dipantulkan oleh objek. Warna GAC menunjukkan variasi yang relatif seragam, dilihat dari nilai L, a atau b tidak menunjukkan perbedaan P0.05. Posisi warna GAC dengan nilai Croma sekitar 80 dan 83.5 serta sudut O Hue antara 67.20 sampai 67,70 perbedaan sudut sekitar 0.5 derajat menunjukkan warna yang hampir sama atau tidak berbeda nyata. Posisi warna GAC secara visual dapat dipihat pada Gambar 9. Dengan nilai Chroma dan sudut O Hue tersebut menunjukkan warna kecoklatan. Gambar 8 Perbandingan warna gula aren cetak A, B, C, D, E dan F 10 20 30 40 50 60 70 80 90 L a b oHue Croma Ni la i wa rn a Ruang warna A B C D E F 24 Sifat fisiko kimia gula aren cetak yang digunakan sebagai bahan baku sangat menentukan karakteristik gula aren granul yang dihasilkan. Kandungan total asam, gula pereduksi dan sukrosa sangat menentukan terjadinya proses granulasi gula aren. Berdasarkan sifat fisiko kimianya, gula aren cetak dengan kandungan total asam dan gula pereduksi yang relatif rendah, serta sukrosa yang relatif tinggi adalah sampel F. Oleh karena itu, gula aren cetak yang digunakan sebagai bahan baku gula aren granul pada penelitian tahap selanjutnya adalah GAC sampel F. 4.1.2 Analisis struktur GAC Pola difraksi sinar-X dari masing-masing bahan murni berfungsi seperti sidik jari yang mencirikan dari bahan tersebut, oleh karena itu difraksi dari suatu bahan sangat sesuai untuk karakterisasi dan identifikasi bahan tersebut. Difraktogram gula aren cetak seperti pada Gambar 10 menunjukkan bahwa sampel GAC mempunyai pola difraksi sinar X yang relatif sama strukturnya. Perbedaan dari difraktogramnya lebih pada perbedaan intensitasnya konsentrasinya. Kondisi ini menginformasikan bahwa komponen atau senyawa yang sama pada masing-masing contoh hanya berbeda bentuk fasenya. Puncak difraktogram keempat contoh mulai muncul pada sudut 2-theta 11 derajat. Kemiripan difraktogram antar keempat sampel tersebut menunjukkan bahwa struktur GAC dibangun oleh komponen atau senyawa yang relatif sama. Walaupun demikian, komponen tersebut bervariasi jika dilihat dari jumlahnya. Kristalinitas masing- masing contoh mempunyai nilai yang bervariasi. Kristalinitas GAC sampel A, B dan C berkisar 57.12 sampai 65.24 sedangkan GAC sampel F sebesar 68.68 . Keadaan tersebut menunjukkan bahwa struktur masing-masing komponen disusun oleh fase kristal dan fase amorf yang berbeda. Komponen amorf adalah komponen yang tersusun tidak teratur dan merupakan komponen yang higroskopis. Dengan kata lain, makin rendah kristalinitas GAC, maka GAC makin mudah menyerap air. Konsekuensinya bahan akan lebih cepat melumer jika berada dalam ruangan dengan RH tinggi. Menurut Fenema 1985 grup gula hidroksil lebih berperan pada terjadinya ikatan hidrogen dengan air disekitarnya. Dengan demikian, kristalisasi gula terjadi karena hilangnya air dalam waktu yang cukup, sehingga molekul atom mempunyai waktu untuk menyusun dirinya Gambar 9 Posisi warna GAC berdasarkan croma dan o Hue 25 selama keluarnya air. Menurut Harnkarnsujarit dan Charoenrein 2011, gula yang membentuk kristal terhidrasi dihydrates trehalosa dan rafinosa dengan tri, tetra atau penta hidrat mempertahankan jumlah air yang tinggi, sedangkan gula yang membentuk kristal anhidrat sukrosa dan laktosa melepaskan semua air setelah kristalisasi. Difraktogram pada Gambar 10 menunjukkan puncak GAC sampel A, B, dan C dengan 3 intensitas terbesar muncul pada sudut difraksi 2-theta mulai 18.8-25.2 derajat dengan intensitas terbesar antara 18.8 atau 19.7, sedangkan GAC sampel F muncul mulai 22.0-31.0 derajat dengan intensitas terbesar muncul pada 24.7 derajat. Penelusuran kandungan komponen senyawa GAC dianalisa dengan membandingkan antara struktur difraktogram dengan bank data dari ICDD 2002 dan menunjukkan bahwa komponen senyawa terbesar terdiri dari sukrosa, L-sorbosa dan D-glukosa. Hal ini menunjukkan bahwa dua senyawa terbesar sukrosa dan sorbosa adalah komponen kristal dan komponen ketiga berupa komponen amorf glukosa. Hasil analisis dengan EDX mendukung dugaan itu yang menunjukkan bahwa komponen terbesar pada GAC adalah atom C dan O. Atom tersebut merupakan komponen utama sukrosa, sorbosa dan glukosa. 4.1.3 Analisis morfologi GAC Morfologi gula aren cetak sampel A, B dan F ditunjukkan pada Gambar 11 dengan pembesaran 50 x A1, B1 dan F1 dan pembesaran 250 x A2, B2 dan F2. Pada gambar tampak bahwa sampel A, B, dan sampel F merupakan aglomerasi terdiri dari parikel-partikel kristal yang dibungkus oleh lapisan pengikatnya. Partikel yang terbungkus tampak seperti partikel berbentuk oktahedron yang menunjukkan sebagai kristal. Lapisan pembungkus tersebut diduga merupakan campuran bagian kristal berukuran halus, bagian amorf yang higroskopis, air dan komponen lainnya membentuk binder seperti adonan. Persentase fraksi kristal gula aren cetak sekitar 57 sampai 68 dan bagian amorphus sekitar 32 sampai 43 . Morfologi sampel A dan B tidak berbeda dibanding dengan sampel F. Namun demikian, GAC sampel F memiliki kristalinitas Gambar 10 Difraktogram sampel GAC A, B, C dan F F 26 lebih tinggi 68 dibanding sampel GAC lainnya rata-rata 63 dan tampak lebih kering yang ditandai dengan tonjolan kristal yang terlihat lebih keluar dan bagian pengikat yang lebih mengkerut ke dalam Gambar 11. Keberadaan komponen amorf pada dasarnya memberikan keuntungan pada gula aren selama penyimpanan. Produk yang berada pada fase amorf mempunyai daya simpan yang lebih lama dibanding dengan produk yang berada pada fase kristalin. Namun demikian, komponen amorf bersifat meta-stabil dan cenderung menjadi kristal bersamaan dengan keluar air selama penyimpanan dalam waktu yang cukup lama. Spektrum FT-IR gula aren cetak mengkonfirmasi struktur dasar sampel GAC Gambar 12. Ikatan kovalen yang polar dan paling kuat yaitu kelompok karbonil C=O pada jumlah gelombang frekuensi 1700-1600 cm -1 Volland 1999. Gugus fungsional O-H hidroksil berada pada sebaran ikatan hidrogen 3600-3000 cm -1 Koay et al. 2011; Ma et al. 2013; UI-Islam et al. 2013; Suvakanta et al. 2014 yang pada gula aren cetak terpusat pada frekuensi 3387 cm -1 yang mengindikasikan sebagai gugus hiroksil sebagai alkohol dan pada frekuensi 3300-2500 cm -1 mengindikasikan hidroksil sebagai asam karboksilat. Spektrum hidroksil sebagai asam karboksilat biasanya tumpang tindih dengan spektrum regangan C-H Volland 1999. Gambar 11 Morfologi GAC: sampel A A1, sampel B B1 dan sampel F F1 pembesaran 50x; sampel A A2, sampel B B2 dan sampel F F2 pembesaran 250x. F1 F2 27 Gugus hidroksil dengan ikatan hidrogen, berkontribusi pada struktur gula majemuk Suvakanta 2014 sebagai gula hidroksil. Pada frekuensi antara 1780-1620 cm - 1 menandakan keberadaan gugus fungsional karboksil COOH Koay 2011, UI-Islam 2013, Rockwell 2014. Spektrum yang muncul pada 2939 cm -1 merupakan peregangan ikatan C-H UI-Islam et al. 2013; Ma et al. 2013; Suvakanta et al. 2014; Wang at al. 2014. Keberadaan spektrum pada frekuensi tersebut dan adanya spektrum ikatan C=O, menunjukkan bahwa gugus fungsional sampel gula adalah sebagai aldehid. Sementara menurut Zhang et al. 2014 munculnya puncak pada frekuensi 1643 cm -1 menunjukkan gugus fungsi H-O-H yang menandakan bahwa gula aren cetak menyerap air hidrofilik. Keberadaan puncak pada 1420 cm -1 menunjukkan adanya lenturan bending ikatan C-H yang keberadaannya bersama dengan peregangan ikatan karbonil C=O yang menunjukkan adanya gugus fungsi aromatik Volland 1999. Pada frekuensi 1273 cm -1 muncul spektrum yang menandakan adanya peregangan ikatan C-O, yang keberadaannya bersama kelompok karbonil C=O dan hidroksil O-H yang menunjukkan adanya asam karboksilat. Menurut Rockwell 2014 spektrum pada frekuensi 1134 cm -1 menandakan adanya gugus fungsi C-O-C dan pada frekuensi 1057 cm -1 merupakan gugus fungsional C-C sebagai rantai backbone polimer. Menurut Kacurakova 2000 puncak pada frekuensi 1134 cm -1 dan 1057 cm -1 menunjukkan adanya galaktan dan arabinogalactan, sementara menurut Wang et al. 2014 diduga sebagai cincin piranosa dan puncak pada frekuensi 849 cm -1 sebagai indikasi adanya manosa. 4.1.4 Sorpsi Isotermis GAC Untuk mengetahui perilaku penyerapan air GAC sampel F, kandungan air dalam GAC sampel F pada a w yang sesuai dipantau sampai terjadi kesetimbangan. Gambar 13 menunjukkan perilaku sorpsi air oleh GAC sampel F sampai mencapai berat konstan. Gambar 12 Spektrum hasil analisis FT-IR GAC 28 Kadar air kesetimbangan dinyatakan sebagai jumlah air yang diserapdikeluarkan dalam gram per 100 g bahan kering pada sistem sorpsi isotermis 30 o C, selang aktivitas air a w 0.11-0.97. Hubungan antara kadar air kesetimbangan terhadap aktivitas air a w yang menghasilkan kurva J J-type isotherm yang merupakan ciri khas untuk produk-produk yang mengandung gula tinggi, hanya sebagian kecil bukan gula, merupakan molekul mudah larut dan mengandung sedikit bahan polimer Fennema 1985. Pada Gambar 13 terlihat bahwa kadar air kesetimbangan cenderung meningkat dengan meningkatnya a w dan semakin tajam pada a w diatas 0.70. Laju reaksi minimum secara khas ditemukan pada batas zona 1 dan zona 2 dari sistem isotermis. Batas zona 1 dan 2 disebut sebagai lapisan air monolayer. Kadar air pada lapisan monolayer memberikan dugaan pertama sebagai kadar air yang memberikan kestabilan maksimum. Lapisan air monolayer tersebut memiliki mobilitas molekul rendah, tidak mampu melarutkan zat terlarut dan berperan dalam reaksi kimia Saavedra-Leos 2014. Penentuan nilai monolayer dapat menggunakan kurva regresi seperti pada Gambar 13 dan persamaan 1, 2 dan 3 pada bagian metode yang dikembangkan oleh Brunauer, Emmett dan Teller BET. Dengan � � −� � sebagai Y 1-2 dan a w sebagai x, diperoleh persamaan regresi pada Gambar 14. Pada saat a w = 0, maka diperoleh nilai Y 1-2 = 0.0327 dan dengan menggunakan persamaan 2 maka diperoleh m 1 = 1.79 yang bersesuaian dengan a W = 0.20. Selanjutnya dengan -log1-a W sebagai Y 3, maka perpotongan antara garis regresi Y 1- 2 dan garis regresi Y 3 merupakan batas kadar air zona 2 yang disebut sebagai lapisan multilayer. Kedua garis regresi tersebut berpotongan pada a w 0.66 dengan kadar air kesetimbangn 5.08 sebagai lapisan air multilayer atau batas fraksi air zona 2 dengan zona 3. Lapisan air multilayer tersebut berada pada permukaan padat dan terkondensasi pada kapiler yang berperan dalam reaksi biokimia dan berfungsi sebagai pelarut untuk zat terlarut dengan berat molekul rendah. Pada nilai-nilai a w antara 0.56-0.97 zona 3, molekul air yang melebihi air lapisan multilayer, ditambahkan pada kelompok air zona 1 dan zona 2 membentuk air bebas yang terletak di ruang antar molekul bebas atau membentuk fase cair. Air ini tersedia sebagai pelarut dan berperan untuk perkembangan mikroorganisma. Pada a w lebih dari 0.56 adsorpsi air cenderung semakin tinggi dengan semakin tingginya nilai a w . Peningkatan kandungan air ini disebabkan oleh ketersediaan gugus fungsional gugus aktif gula berbentuk glukosa dan fruktosa sebagai gula pereduksi. Permukaan gula ini mempunyai gugus hidroksil OH yang besar, yang karena gugus tersebut molekul air teradsorpsi secara fisik dan berinteraksi dengan gugus hidroksil membentuk ikatan hidrogen yang selanjutnya melarutkan gula dan polimer gula lainnya Fenema 1985. 29 Menurut Harnkarnsujarit dan Charoenrein 2011, keluarhilangnya air pada gula karena kristalisasi gula. Gula dalam beberapa makanan olahan seperti bahan kering dengan pengering semprot, pengeringan beku, dan bahan digiling biasanya berada dalam kondisi amorf. Semua gula dalam kondisi amorf bersifat higroskopis dan memiliki kecenderungan kuat untuk menyerap air di sekitarnya. Setelah jumlah air yang sesuai diserap, maka T g dari gula menurun hingga jauh di bawah suhu penyimpanan dan kristalisasi dapat terjadi, sehingga terjadi pelepasan air. Gula aren granul merupakan produk gula aren berbentuk granul, oleh karena itu gula aren cetak sebagai bahan baku harus mudah dipisahkan menjadi granul. Gula aren granul juga lebih kering dibandingkan dengan gula aren cetak. Karena itu, akan mempunyai sifat lebih higroskopis dibanding gula aren cetak dan sifat tersebut berkaitan dengan struktur fase kristal dan fase amorf dari gula aren granul. Gula aren cetak dengan Gambar 14 Kurva regresi BET dari GAC Y 1-2 = 0,5259x + 0,0327 R² = 0,9779 Y 3 = 1,5462x - 0,5352 R² = 0,9735 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 Y 3 = -l o g 1 -a W Y 1 -2 = a� m 1− a� a W Gambar 13 Kurva kesetimbangan kadar air pada GAC Zona 1 Zona 2 Zona 3 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 Kad ar Ai r d b a W 30 derajat kristalinitas yang tinggi lebih cocok sebagai bahan baku gula aren granul. Kedua hal tersebut diatas akan berkaitan dengan sifat fisiko-kimia gula aren cetak sebagai bahan baku gula aren granul dari gula aren cetak, yaitu kandungan sukrosa tinggi, kadar gula pereduksi rendah, total asam rendah dan kadar air rendah. Gula aren cetak sebagai bahan baku gula aren granul sebaiknya disimpan pada RH 56 atau lebih rendah. Selama penyimpanan pada RH tersebut, kadar air gula aren cetak akan turun sampai kadar air kesetimbangan 3.86 dan kristalinitas akan meningkat cukup signifikan karena selama penyimpanan bahan kristal mempunyai kesempatan menyusun dirinya menjadi kristal melalui pengeluaran air dalam waktu yang relatif lama.

4.2 Fenomena Perubahan Karakteristik Bahan Selama Proses

Granulasi Pada tahap ini dilakukan analisis terkait perubahan karakteristik gula aren cetak menjadi gula aren granul selama proses granulasi dari gula aren cetak akibat pengaruh kondisi granulasi yang berbeda suhu dan waktu granulasi. Suhu granulasi yang diujikan adalah 70, 80 dan 90 o C, sedangkan pengamatan dilakukan setiap selang waktu 5 menit sampai menit ke-45. Suhu bahan selama proses granulasi kecenderungan meningkat tajam sampai menit ke-20 dengan suhu mencapai 60, 65 dan 75 o C berturut-turut untuk suhu udara masuk 70, 80 dan 90 o C Gambar 15. Pola kurva sebaliknya ditunjukkan oleh profil kadar air, selama proses granulasi kadar air bahan terus menurun relatif cepat sampai menit ke-20, yaitu sampai kadar air sekitar 5-4 Gambar 16. Sejak awal proses pengeringan, kadar air bahan terus menurun. Kadar air terlihat menurun sedikit berkurang kecepatannya mulai awal menit ke-30, setelah itu penurunan kadar air berlangsung dengan kecepatan yang terus berkurang. Kadar air bahan mencapai sekitar 3 pada waktu mencapai menit ke-40 dan kecepatan pengeluaran air dari bahan terlihat lebih landai. Terdapat perbedaan kecepatan yang nyata Lampiran 11 antara kadar air karena pengaruh suhu, waktu dan interaksi keduanya. Gambar 15 Profil suhu bahan pada proses granulasi pada suhu 70, 80 dan 90 o C R² = 0,99 R² = 0,98 R² = 0,99 10 20 30 40 50 60 70 80 90 5 10 15 20 25 30 35 40 45 S u h u B ah an o C Waktu menit T70 oC T80 oC T90 oC 31 Selama proses granulasi dari gula aren cetak, sifat kimia GAC mengalami perubahan. Perubahan kadar air GAC pada kondisi granulasi berbeda ditunjukkan pada Gambar 16. Pada gambar tersebut memperlihatkan bahwa kadar air GAC sebagai bahan baku gula aren granul yang diberi perlakuan suhu pemanasan 90 o C lebih cepat kering dibandingkan suhu 70 dan 80 o C. Perbedaan waktu granulasi pada suhu 90 o C sekitar 2-5 menit lebih cepat dibandingkan suhu 70 dan 80 o C untuk menghasilkan GAG dengan kadar air yang relatif sama di bawah 3 . Hasil granulasi dari gula aren cetak pada suhu 70, 80 dan 90 o C menunjukkan karakteristik produk GAG dengan kadar air berturut- turut sebesar 2.7, 2.5, dan 2.0 db. Kadar gula pereduksi menunjukkan nilai yang relatif sama dan tidak berbeda nyata selama proses granulasi. Nilai kadar gula pereduksi GAG pada akhir proses granulasi berturut-turut 2.4, 2.6 dan 2.3 db Gambar 16. Kadar gula pereduksi bahan pada awal proses mengalami peningkatan untuk semua perlakuan suhu, tetapi kemudian menurun lagi untuk semua perlakuan suhu. Kadar gula pereduksi pada perlakuan 80 dan 90 o C menunjukkan nilai yang lebih rendah dibanding dengan perlakuan suhu 70 o C. Kondisi tersebut karena pada awal proses terjadi peningkatan suhu Gambar 24 mencapai 50-60 o C pada menit ke-5 sampai menit ke-10. Kondisi tersebut merupakan kondisi optimal untuk aktivitas enzim invertasi, sehingga pada saat tersebut inversi sukrosa menjadi gula sederhana meningkat dan gula pereduksi meningkat. Selanjtnya dengan meningkatnya suhu mulai 65 o C maka aktivitas enzim invertasi turun drastis pada suhu 70 o C karena terjadi denaturasi enzim dan konversi sukrosa menjadi gula pereduksi menurun sampai terhenti pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan Hafidiana 2006 yang menjelaskan bahwa aktivitas enzim invertasi mencapai puncaknya pada suhu 50 o C dan aktivitas enzim invertasi turun drastis pada suhu 70 o C. Selanjutnya sebagian kecil gula pereduksi membentuk aroma dan warna kecoklatan melalui reaksi maillard, dan sebagian gula pereduksi digunakan untuk reaksi tersebut maka gula pereduksi cenderung menurun dengan penurunan yang relatif kecil. Gambar 16 Profil hubungan suhu dan waktu terhadap kadar air bahan selama proses granulasi Y70 = 0,0019x2 - 0,2419x + 9,8879 R² = 0,99 Y80 = 0,0023x2 - 0,2501x + 9,8775 R² = 0,98 Y90 = 0,0018x2 - 0,2324x + 9,2541 R² = 0,98 2 4 6 8 10 5 10 15 20 25 30 35 40 45 K ad ar ai r d b Waktu menit Suhu 70 oC Suhu 80 oC Suhu 90 oC 32 Kandungan gula pereduksi selama proses granulasi seperti ditunjukkan pada Gambar 17, tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Terdapat perbedaan pola untuk suhu 70 dan 80 o C dibanding dengan suhu 90 o C. Pada suhu 70 dan 80 o C, mulai awal proses kandungan gula pereduksi meningkat selama 5-10 menit, setelah itu kadar gula pereduksi relatif turun sedikit sampai akhir proses. Sementara untuk suhu 90 o C, gula pereduksi turun sejak awal sampai akhir proses dengan laju penurunan yang kecil dan pada akhir proses kandungan gula pereduksinya relatif sama dengan perlakuan suhu 70 dan 80 o C. Ini menunjukkan bahwa suhu dan waktu proses tidak memberikan perbedaan yang signifikan P05 antara ketiga perlakuan suhu terhadap kandungan gula pereduksi. Nilai pH pada Gambar 18 menunjukkan peningkatan dengan laju rendah dan pada akhir proses nilai pH berturut-turut 5.8, 5.6 dan 5.8. Semua karakter GAG memenuhi standar gula aren granul, Standar Nasional Indonesia-SNI 01-3743-1995. Karakteristik GAG seperti itu secara umum dapat disimpan dalam waktu yang lama, lebih dari 6 bulan. Keberadaan asam organik pada nira aren juga akan menurunkan pH dan mengkatalis enzim menghidrolisis sukrosa menjadi gula sederhana gula pereduksi. Selama proses granulasi dari gula aren cetak, pH secara bertahap meningkat terus sampai akhir proses untuk perlakuan suhu 70 dan 80 o C, sedangkan untuk suhu 90 o C, pada awal proses sampai 5 menit pertama menunjukkan peningkatan pH, namun berikutnya terus menurun sampai menit ke-25 dan kemudian meningkat lagi sampai sedikit demi sedikit sampai akhir proses. Namun pada akhir proses menit ke-45 pH yang relatif sama dengan kedua perlakuan lainnya. Gambar 17 Hubungan suhu dan waktu terhadap kadar gula pereduksi bahan selama proses granulasi 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 5 10 15 20 25 30 35 40 45 K ad ar g u la p ere d u k si Waktu menit T70 oC T80 oC 90 oC 33 Absorbansi menunjukkan peningkatan dengan laju rendah sampai mencapai nilai berturut-turut 0.35, 0.32 dan 0.35 Gambar 19. Adanya peningkatan absorbansi menunjukkan perubahan penurunan kecerahan atau pembentukan warna gelap. Meningkatnya absorbansi menunjukkan adanya pembentukan gula pereduksi yang ditandai dengan berkurangnya kecerahan. Pengaruh waktu dan suhu terhadap perubahan kekeruhan seperti disajikan pada Gambar 19 menghasilkan kurva yang relatif hampir sama dengan perkembanga profil kurva pH. Selama proses granulasi semua sampel menunjukkan peningkatan absorbansi dengan besaran yang tidak berbeda nyata. Namun produk GAG dengan perlakuan suhu 80 o C menghasilkan produk dengan absorbansi relatif rendah dibandingkan dengan perlakuan suhu 70 dan 90 o C. Hal itu menunjukkan bahwa produk GAG pada proses dengan perlakuan suhu 80 o C menghasilkan produk yang lebih cerah dibandingkan dengan produk hasil perlakuan suhu lainnya. Gambar 18 Pengaruh suhu dan waktu terhadap pH bahan selama proses granulasi 4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 10 20 30 40 pH Waktu menit T70 oC T80 oC 90 oC