57
BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DAN KEEFEKTIFAN
PROGRAM LKMS KARTINI
6.1 Partisipasi
Nasdian 2003 mengungkapkan selama ini, peranserta masyarakat hanya dilihat dalam konteks yang sempit, artinya manusia cukup dipandang sebagai tenaga
kasar untuk mengurangi biaya pembangunan. Dengan kondisi ini, partisipasi masyarakat “terbatas” pada implementasi atau penerapan program. Masyarakat tidak
dikembangkan dayanya menjadi kreatif dari dalam dirinya dan harus menerima keputusa yang sudah diambil “pihak luar”. Cohen dan Uphoff 1980 dalam Nasdian
2003 melihat keterlibatan masyarakat mulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmat hasil dan evaluasi. Penelitian ini akan melihat tentang
seberapa besar partisipasi anggota kelompok dalam keterlibatannya program LKMS Kartini.
Awal mula LKMS Kartini dibentuk karena ide tokoh masyarakat yaitu sekumpulan ibu guru. Dimana pada waktu itu sedang terdapat pelatihan UKM yang
dilakukan oleh perusahaan dan bekerjasama dengan mitra yaitu PNM. Hal ini diperkuat dengan pernyataan oleh manager LKMS Kartini,
“Awalnya pelatihan UKM-UKM kemudian setelah pelatihan mau dikemanakan proposal yang diajarkan oleh PNM, setelah mereka diajarkan
dicobalah UKM untuk membuat Proposal dan kemana proposal diajukan kemana . dengan keadaan seperti itu ada sekumpulan ibu-ibu guru membuat
ide mengapa tidak untuk membuat LKM.”
Dari pernyataan tersebut didirikanlah LKMS yang dikuti oleh Kecamatan Kalapanunggal, Kecamatan Kabandungan dan Kecamatan Pamijahan.
6.1.1. Partisipasi Perusahaan, Pemerintah dan Pengurus LKMS Kartini
Pada tahap perencanaan pihak LKMS Kartini tidak mengetahui bagaimana
pertama didirikannya LKMS Kartini karena pada tahap perencanaan pengurus
58
LKMS Kartini sudah menerima lembaga tersebut dan adanya pelatihan-pelatihan. Pada pendirian lembaga ini memang tidak dilibatkannya masyarakat namun ide untuk
mendirikan LKM adalah dari tokoh masyarakat yaitu sekumpulan ibu guru. Pemerintah dilibatkan hanya dalam penentuan regulator dan sosialisasi keberadaan
lembaga koperasi di Kecamatan Kabandungan yaitu LKMS Kartini. Menurut Perusahaan Geothermal stakeholder yang terkait dalam pembentukan sampai
pelaksanannan program LKMS Kartini yaitu 1.
PNM 2.
Pemerintah setempat dan Dinas Koperasi. 3.
Tokoh masyarakat 4.
Warga masyarakat Perusahaan Geothermal menggandeng Dinas Koperasi dan pemerintah kecamatan dan
desa dalam melakukan hanya sebatas pengeluaran izin regulator dan pembimbingan awal, karena untuk membangun sebuah lembaga koperasi harus dari Dinas Koperasi
dikarenakan pendirian lembaganya berbadan hukum Koperasi no. 22BHXIII.15V2009 sampai ke tingkat kabupaten. Sedangkan mitranya yaitu PNM,
Perusahaan Geothermal hanya memberikan dana dan pelakasanaannya kepada PNM pada fase pendirian pelatihan, bangunan, dan operasi awal, namun untuk modalnya
Perusahaan Geothermal mendidik LKMS Kartini untuk mencari modal sendiri.
Gambar 8. Surat pendirian LKMS Kartini Berbadan Hukum Koperasi No. 22BHXIII.15V2009
59
Pada tahap implementasi PNM ke masyarakat untuk memberikan arahan
bagaimana cara untuk menjadi anggota LKMS Kartini dan masyarakat dilibatkan dengan mengikuti pelatihan untuk LKMS ini. Pada saat pelatihan siapa saja
diperbolehkan untuk mengikutinya, dimana 15 orang mewakili dari lima desa dari Kecamatan Kabandungan. PNM mempunyai fungsi pendampingan kepada pengurus
LKMS Kartini yaitu modal Madani Microbanking System MMS, modal accounting, kegitan transaksi harian dan seluruhnya kegitan di LKMS Kartini dari sebelum
pengurus dapat melakaukan hal tersebut sampai pengurus dapat melakukannya
sendiri. Tahap implementasi LKMS Kartini itu sendiri, dapat merekrut masyarakat
untuk menjadi anggota sebanyak 226 orang dari lima desa. Kemudian dana yang diberikan oleh PNM dari Rp.86.100.000 sekarang di masyarakat ada Rp.182.692.764.
Terdapat dana yang diberikan oleh Perusahaan Geothermal langsung kepada kelompok, dimana kelompok tersebut memberikan proposal kepada Perusahaan
Geothermal kemudian diterima oleh perusahaan dan yang menagih adalah LKMS Kartini. Disini LKMS Kartini sebagai kolektor, jika tertagih berarti uang tersebut
dijadikan modal sebagai LKMS Kartini sendiri kalau tidak LKMS Kartini tidak dirugikan karena uang tersebut digulirkan bukan langsung dari pihak LKMS Kartini.
Pada tahap evaluasi pihak mitra yaitu PNM melakuan pendampingan dan
mengontrol LKMS Karini sampai sejauhmana perkembangan yang dilakukan yaitu seperti bagaimana kenaikan pembiayaan, tambahan anggota, pembiayaan yang
menghambat perkembagan LKMS Kartini, kenaikan pendapatan dan kinerja pengurus LKMS Kartini itu sendiri. Pada evaluasi ini Perusahaan Geothermal hanya
mendengarkan laporan yang telah dibuat dan memberikan solusi jika terjadi kesulitan di lapangan. Sedangakan LKMS Kartini sendiri mengevaluasi semua yang ada di
dalam LKMS Kartini dan evaluasi ini hanya dilakuan oleh pengurus saja tanpa ada
campur tangan masyarakat dan pemerintah. Pada tahap pelaporan pihak LKMS
Kartini membuat laporan yang nantinya diserahkan kepada mitra yaitu PNM kemudian PNM menyerahkan laporan kepada Perusahaan Geohermal.
60
6.1.2 Partisipasi Masyarakat
Peran serta anggota kelompok LKMS Kartini sangatlah penting untuk keberlangsungan lembaga tersebut. Tingkat pasrtisipasi di dalam penelitian dilihat
dari tingkat perencanaan, implementasi, evaluasi dan pelaporan. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa secara umum tingkat pasrtisipasi masyarakat berasal dari
komunitas pengusaha non pertanian dengan rata-rata skor terbesar yaitu 7,86 dibandingkan yang lain. Kerana yang digolongkan dalam kategori sosial non farm
pengusaha adalah sebagai pedagang, sehingga modal yang diberikan oleh LKSM Kartini dapat memberikan tambahan modal dalam dagang yang dimilikinya. Dapat
dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-Rata Skor dan Peringkat Paritisipasi Masyarakat Menurut Kategori
Sosial
Kategori Sosial Rata-Rata Skor
Peringkat
Pengusaha non pertanian 7,86
1 Buruh non tani
6,61 2
Pengusaha pertanian 6,48
3 Buruh tani
4,75 4
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2010
Partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan pelaksanaan program LKMS Kartini dapat dilihat pada Tabel 8. Pada tahap perencanaan tidak dilibatkannya
anggota kelompok dalam pembentukan LKMS Kartini, meskipun ide untuk mendirikannya dari masyarakat yaitu sekelompok ibu guru. Nilai rata-rata setiap
kategori sosial paling tinggi berada pada tahap implementasi, dimana anggota kelompok menggunkan fasilitas yang disediakan oleh LKMS Kartini dan mengajak
anggota keluarga lainnya untuk ikut menjadi anggota dan menggunakan fasilitas yang terdapat di LKMS Kartini. Pada tahap evaluasi disini anggota kelompok hanya
mengemukakan bahwa program yang diberikan oleh Perusahaan Geohermal dapat mempengaruhi keadaan ekonomi rumah tangga, sedangkan pada tahap pelaporan
anggota kelompok LKMS Kartini tidak dilibatkan untuk pembuatan laporan, karena pada tahap ini hanya dilakukan oleh staf LKMS Kartini. Jika di kategori sosial
pengusaha non pertanian dan buruh non tani terdapat rata-rata skor sebesar 0,57 dan
61
0,08 karena dari dua kategori sosial tersebut, merupakan ketua kelompok yang bertanggung jawab atas kelompoknya dan hanya menanyakan hubungan mereka
dengan perusahaan menjadi lebih baik atau tidak setelah mengikuti LKMS Kartini. Tabel 8. Jumlah Rata-Rata Tingkat Pasrtisipasi Masyarakat Pada Pelaksanaan LKMS
Karini Menurut Kategori Sosial
Tingkat Partisipasi Setiap Tahap
Impelemtasi CSR Farm
Pengusaha Non Farm
Pengusaha Farm Buruh
Non Farm Buruh
Tahap Perencanaan
0 0 0 Tahap Implementasi
3,31 4
2,5 3,15
Tahap Evaluasi
3,17 3,29 2,25 3,38
Tahap Pelaporan
0,57 0 0,08 TOTAL
6,48 7,86 4,75 6,61
Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2010
Gambar 9. Jumlah Rata-Rata Tingkat Partisipasi Menurut Kategori Sosial
6.2 Keefektifan LKMS Kartini dalam Meningkatkan Taraf Hidup Warga