54
Seringkali seseorang menonjolkan diri, serta menganggap dirinyalah yang paling benar sedangkan orang lain salah. Hal ini ditunjukkan pada paragraf-paragraf berikutnya.
Propagandis melakukan teknik perbadingan antara Prabowo dan Jokowi. Dalam paragraf selanjutnya di tuliskan :
“Itulah yang menurut Adhian membuat posisi Prabowo di kalangan muslim begitu kuat. Sementara di lain pihak, capres dari PDIP, Jokowi kian lama
semakin dianggap perpanjangan tangan kepentingan non muslim. Itu alasan mendasar penolakan umat islam menolak beliau. Ada kekuatan di belakang
Jokowi yang menimbulkan banyak tanda tanya di kalangan muslim, “kata Adhian”.
Jokowi disebut sebagai sosok yang memiliki banyak hubungan dengan kalangan non muslim dan keturunan cina. Sehingga Jokowi merupakan sosok yang patut untuk
dibenci dan ditolak oleh masyarakat. Sedangkan Prabowo disebutkan memiliki banyak dukungan dari para ulama. Keputusan Jokowi untuk meninggalkan jabatannya sebagai
Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta dinilai sebagi keputusan yang salah. Hanya karena kedua wakilnya ini adalah non muslim dan Basuki Tjahaya Purnama adalah
seorang warga keturunan cina. Dalam media Obor Rakyat seolah ingin memberikan penekanan bahwa seorang warga Indonesia yang non muslim dan keturunan cina tidak
pantas untuk menjadi seorang presiden. Kecenderungan terhadap diskriminasi ras dan agama tertentu. Dalam teknik glittering penonjolan yang dilakukan oleh propagandis
dirasa perlu, hal ini bertujuan untuk menjatuhkan pihak lawan.
5.2.3 Teknik Transfer pengalihan Meliputi Kekuasaan
Tranfer adalah membawa otoritas, dukungan dan gengsi dari sesuatu yang
dihargai dan disanjung kepada sesuatu yang lain agar sesuatu yang lain itu lebih dapat diterima Lee dan Lee, 1939: 69. Teknik propaganda transfer bisa digunakan dengan
memakai pengaruh seseorang atau tokoh yang paling dikagumi dan berwibawa dalam lingkungan tertentu. Propagandis dalam hal ini mempunyai maksud agar komunikan
terpengaruh secara psikologis terhadap apa yang sedang dipropagandakan.
55
Dalam media Obor Rakyat propagandis menggunakan tokoh terkenal seperti Megawati sebagai sosok yang paling dikagumi dan berwibawa di partai PDIP. Partai
PDIP adalah partai yang mengusung nama Jokowi saat maju menjadi calon presiden. Dalam media Obor Rakyat terdapat beberapa gambar wajah Megawati. Megawati
dianggap sebagai sosok yang berpengaruh besar terhadap Jokowi. Keunggulan Megawati merupakan sosok yang bisa menjadi magnet penarik massa. Megawati selalu disanjung
para simpatisan dan kader partai berlambang banteng tersebut karena menyandang nama besar Bung Karno. Karirnya di dunia politik tambah berkibar ketika diselenggarakannya
Kongres Luar Biasa KLB PDI di Surabaya, 2- 6 Desember 1993 dan terpilihnya Megawati sebagai Ketua Umum Partai PDIP.
Sebagai sosok yang dianggap paling berpengaruh terhadap pencalonan Jokowi sebagai presiden, sudah tentu Megawati ikut menjadi sorotan media Obor Rakyat.
Beberapa tulisan terkait dengan sepak terjangnya di dunia politik ikut mengisi setiap halaman media ini. Di halaman depan media Obor Rakyat edisi 2 terdapat judul “JEJAK
HITAM DI ERA MEGA, Terbunuhnya Munir dan Tragedi Dom Aceh disebut sebagai bagian dari peranannya. Di halaman 3 terdapat judul “Penampilan Mega Tidak Islami”
hanya karena ia tidak pernah mengenakan busana muslim. Obor Rakyat lalu mempertanyakan keislamnya sama halnya dengan kritik media ini terhadap Jokowi.
Di halaman 6 dan 7 rubrik Top News edisi 2 terdapat 2 judul besar “DARAH YANG TUMPAH KALA MEGAWATI MEMERINTAH dan NASDEM SEKADAR
GINCU DI PIPI MEGAWATI”. Propagandis dalam hal ini mempunyai maksud agar komunikan terpengaruh secara psikologis terhadap apa yang sedang dipropagandakan.
Sepak terjang Megawati di dunia politik adalah hal yang perlu diperhitungkan oleh masyarakat. Mengingat dia disebut sebagai sosok yang telah menyetir Jokowi sehingga
menjadikannya seperti boneka. Dalam teori propaganda yang dikemukakan oleh Walter Lippmann seorang wartawan dalam hal ini propagandis memiliki hubungan dengan
pembuat kebijakan dan masyarakat. Bertugas mencari fakta dan kemudian ia kirimkan ke warga untuk membentuk opini publik.
Penggunaan simbol Megawati sebagai sosok yang berkuasa di PDIP digunakan sebagai ide untuk memunculkan isu. Hal itu dibuktikan dalam tulisan yang berjudul
“NASDEM SEKADAR GINCU DI PIPI MEGAWATI”. Keterlibatan partai NASDEM
56
dalam koalisasinya dengan PDIP digunakan sebagai isu baru yang dianggap penting untuk mempengaruhi opini publik. Ketika seseorang mendengar atau melihat isu baru
muncul ditengah masyarakat, secara perlahan mereka akan mempelajari. Saat isu ini diterima dan berhasil maka propagandis telah berhasil menciptakan apa yang dimaksud
oleh Lasswell sebagai simbol utama atau simbol kolektif.
5.2.4 Teknik Testimony kesaksian