Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyimpangan Fungsi Media Massa “Obor Rakyat” Sebagai Alat Propaganda Politik Pilpres 2014 T1 362010069 BAB V

(1)

42 BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Hasil Analisis penyimpangan fungsi media Obor Rakyat

Secara umum fungsi utama dari media massa adalah menyampaikan informasi kepada publik. Begitu juga dalam dunia politik media massa digunakan sebagai alat penyampaian informasi dan pesan yang sangat efektif dan efisien. Maka tidak heran jika dewasa ini penggunaan media massa dalam dunia politik menjadi unsur yang sangat penting dan dibutuhkan. Mengingat pengaruh yang ditimbulkan dari sebuah media sangatlah kuat. Sebagaimana juga dijelaskan oleh Lasswell (1972), bahwa “the study of politics is the study of influence and the influential” (ilmu tentang politik adalah ilmu tentang pengaruh dan kekuatan pengaruh).

Seiring dengan semakin kuatnya pengaruh dari sebuah media massa, maka para elit politik pun memanfaatkan kehadiran media untuk kepentingan mereka. Hal ini tidak terlepas dari peran pemilik dan para pengelola media tersebut. Namun sering kali pada akhirnya kepentingan individu menggeser fungsi utama dari media itu sendiri. Pendekatan analisis fungsional media memiliki kaitan dengan kuasa dan informasi. Dalam teori fungsional media, fungsi media sebagai penyalur informasi sering menjadi persoalan dan kuasa memainkan peran yang sangat signifikan (Mahbob, 2004:117).

Terdapat empat elemen fungsi media massa yang digunakan untuk menganalisis Obor Rakyat. Pertama yaitu pemberitaan, sosialisasi, persuasi, dan agenda seting. Keempat elemen fungsi tersebut adalah syarat yang harus dipenuhi oleh media sebagai penyalur dalam komunikasi politik. Dalam setiap elemennya terdapat indikator-indikator yang digunakan untuk melakukan pengukuran apakah media menyimpang dari fungsi utamanya atau tidak.

Dalam elemen pemberitan indikator yang digunakan adalah fakta dan keakuratan dalam sebuah berita. Selanjutnya komprehensif atau kelengkapan yang digunakan sebagai narasumber. Sedangkan dalam elemen sosialisasi indikator yang digunakan adalah pendidikan nilai, keyakinan, sikap, dan perilaku. Elemen yang ketiga adalah persuasi, indikator yang digunakan pembentukan citra sebuah media. Keempat elemen agenda setting, menggunakan indicator


(2)

43

tanggung jawab sosial sebuah media. Dasar yang digunakan sebagai indikator pengukuran adalah Kode Etik Jurnalistik. Selanjutnya analisis media Obor Rakyat menggunakan keempat elemen fungsi akan dijelaskan secara terperinci dalam sub bab berikut ini.

5.1.1 Fungsi Media Sebagai Pemberitaan (Newsmaking)

Dalam menyusun dan menyajikan sebuah berita media harus benar, komprehensif, dan cerdas. Media dituntut untuk selalu akurat, dan tidak boleh berbohong. Fakta harus disajikan sebagai fakta, dan pendapat harus dikemukakan murni sebagai pendapat (Rivers, dkk, 2003:105). Seperti halnya Obor Rakyat sebagai sebuah media massa dalam menyajikan setiap berita harus sesuai fakta dan akurat. Hal ini telah diatur dalam kode etik jurnalistik Pasal 1:

”Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Penafsiran pertama, Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. Penafsiran 2, Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.

Dalam Obor Rakyat telah terjadi pelanggaran fakta dan keakuratan sebuah berita. Hal ini berkaitan dengan realitas sosok Jokowi. Pada Obor Rakyat Edisi 1 halaman 4 dalam Rubrik Top News, terdapat salah satu tulisan yang berjudul “Jokowi anak Tionghoa”. Isi dari tulisan ini disebutkan bahwa Jokowi seorang keturunan cina, yang mempunyai nama kecil Akwan. Ibu Jokowi diberitakan menikah dengan seorang lelaki cina yang yang bernama Oey Hong Liong. Sebutan nama Jokowi diplesetkan menjadi Joko Oey agar terlihat seperti nama marga cina.

Menurut berita yang dimuat dalam www.tribunnews.com 12/06/2014, isu mengenai Jokowi seorang keturunan cina adalah bohong dan fitnah. Disebutkan jelas tertera di akta nikahnya, ayah Jokowi adalah seorang lelaki Jawa bernama Noto Miharjo. Jokowi tercantum beragama Islam dan istrinya Iriana juga beragama Islam. Mereka menikah secara Islam pada tanggal 24 Desember 1986. Begitu pula dengan Kartu Tanda Penduduk Jokowi, tercantum dia beragama Islam. Dalam situs web resmi Portal Nasional RI juga


(3)

44

mencantumkan bahwa Joko Widodo beragama Islam. Berita fitnah dalam media Obor Rakyat ini juga dibenarkan oleh kompas.com.

Dalam Obor Rakyat edisi 2, halaman 2 rubrik tajuk terdapat judul “Jokowi, Buka Topengmu”. Di dalam salah satu paragrafnya menyebutkan bahwa Jokowi memiliki nama cina lagi yaitu Wie Jo Koh. Disebutkan bahwa nama tersebut diberikan oleh orang tuanya berdasarkan nama seorang leluhurnya yang pertama kali datang ke Indonesia, Wie Jok Nyan. Nama Wie Jo Koh ini hanya kebalikan dari nama Jo ko wi, sehingga bukan marga keturunan cina.

Masih dengan isu yang sama, pada tulisan ketiga yang terdapat dalam Obor Rakyat edisi 2, halaman 16 rubrik Socmed halaman terakhir Jokowi disebut telah membohongi diri. Membohongi diri dalam artian dia dituduh tidak mengakui identitasnya sebagai seorang keturunan cina. Dari ketiga tulisan yang terdapat dalam Obor Rakyat

edisi 1 dan 2 ini intinya sama mengenai isu identitas Jokowi. Sosok ayahnya berkali-kali disebut untuk menegaskan bahwa Jokowi adalah keturunan cina.

Penyajian sebuah berita juga harus komprehensif yang artinya lengkap. Salah satu unsur kelengkapan dalam penulisan sebuah berita di media adalah siapa yang membuat tulisan tersebut. Sehingga ada yang bertanggungjawab terhadap kebenaran dari tulisan yang dimuat. Hal ini sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 :

“Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”. Penafsiran pertama, Menunjukkan identitas diri kepada

narasumber. Penafsiran keempat, Menghasilkan berita yang faktual dan jelas

sumbernya.

Jika dilihat telah terjadi pelanggaran terhadap penafsiran 1, bahwa seharusnya media mencantumkan siapa penulisnya. Hampir semua tulisan yang dimuat dalam media Obor Rakyat tidak jelas siapa penulisnya, sehingga tidak ada ada yang bertanggungjawab atas kebenaran faktanya. Kemudian pelanggaran pada penafsiran 4, dapat dilihat dalam tulisan yang berjudul “Jokowi Anak Tionghoa” juga menyebutkan bahwa nama kecil Jokowi adalah Akwan berasal dari salah satu situs. Namun tidak jelas juga situs mana yang


(4)

45

dijadikan sebagai sumber. Selain itu dikatakan sebuah halaman komunitas Tionghoa lebih suka menulis nama Jokowi dengan sebutan Joko Oey, namun tidak disertakan juga apa nama media komunitasnya.

Media acap kali tidak sepenuhnya atau selalu memenuhi syarat komisi untuk kebenaran. Banyak media yang sekedar memberitakan suatu peristiwa tanpa berusaha menggali informasi lebih dalam untuk menjawab mengapa peristiwa itu terjadi. Untuk melengkapi suatu pemberitaan, media acap kali menambahkan aneka komentar dan pendapat yang sulit dibedakan dari beritanya sendiri (Rivers, dkk, 2003:106).

5.1.2 Fungsi Media Sebagai Sosialisasi (socialization)

Seperti fungsi transmisi warisan sosial yang diungkapkan oleh Lasswell, hakekat dari fungsi sosialisasi adalah pendidikan bagi masyarakat luas mengenai, nilai, keyakinan, sikap dan perilaku yang berkaitan dengan sistem politik. Termasuk didalamnya nilai-nilai yang mendasar seperti kerukunan, patriotisme dan demokrasi (Pawito, 2009:13). Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh media diharapkan mampu memberikan informasi dan pengertian terhadap masyarakat dalam hal dunia politik. Tentunya informasi yang berguna dan dapat dipertanggungjawabkan setiap kebenarannya.

Dalam kegiatan sosialisasi politik dikenal yang namanya agen. Agen inilah yang melakukan kegiatan memberi pengaruh kepada individu. Rush dan Althoff menggariskan terdapatnya 5 agen sosialisasi politik salah satunya adalah media massa. Sebuah media massa mampu menyita perhatian individu oleh sebab sifatnya yang terkadang menarik atau cenderung berlebihan. Di dalam proses fungsi sosialisasi ini dapat dilihat bagaimana peran media massa Obor Rakyat sebagai agen sosialisasi politik memberikan pengaruh terhadap masyarakat.

Sebagai agen sosialisasi politik, Obor Rakyat memiliki fungsi mendidik masyarakat mengenai nilai, keyakinan, sikap dan perilaku yang berkaitan dengan sistem politik. Namun, hadirnya Obor Rakyat yang menjadi polemik di masyarakat menjadi bukti bahwa media ini melanggar fungsi sosialisasi. Tulisan dari media ini justru


(5)

46

sebagian besar isinya mengenai Indoktrinasi Politik yang menjatuhkan atau merendahkan suku/ras tertentu. Sedangkan hal tersebut dilarang karena telah diatur dalam Kode Etik Jurnalistik Pasal 8 bahwa:

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani”. Penafsiran kedua: Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Oleh karena itu jika dilihat dari beberapa isi berita yang dimuat dalam media

Obor Rakyat telah terjadi pelanggaran. Penanaman indoktrinasi bahwa Jokowi adalah keturunan cina dan memiliki banyak hubungan dengan konglomerat cina di Indonesia. Sebutan untuk para konglomerat ini adalah Gang of Nine (Sembilan Naga). Mereka adalah pengusaha Indonesia yang kebanyakan keturunan Cina. Cerita mengenai Jokowi dan Gang of Nine ini ada dalam Obor Rakyat edisi 2 di rubrik Top News dengan judul “Jokowi Presiden, Sembilan Naga Merajalela”. Etnis cina disebut akan menguasai perdagangan di Indonesia dan dampaknya akan sangat mengerikan. Cara inilah yang digunakan media Obor Rakyat dalam memberitakan sosok Jokowi.

Setiap paragraf dalam tulisan “Jokowi Presiden, Sembilan Naga Merajalela” menyebutkan ada hubungan terselebung antara Jokowi dan para konglomerat cina tersebut, mereka biasa disebut sebagai cukong yang bekerja di balik pencapresan Jokowi. Dalam Obor Rakyat terjadi diskrimanasi terhadap warga keturunan cina dan nonmuslim. Berdasarkan metode penyampaian pesan salah satu jenis dari sosialisasi politik adalah Indoktrinasi Politik yaitu proses sosialisasi yang dilakukan untuk memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat agar menerima nilai, norma, dan simbol politik. Hal ini biasanya dilakukan secara satu arah dengan menggunakan cara-cara paksaan psikologis (Surbakti, 2010).

Secara psikologis masyarakat dipaksa untuk menerima nilai buruk, melalui simbol dalam bentuk bahasa di media Obor Rakyat bahwa Jokowi adalah keturunan cina.


(6)

47

Keberadaan bahasa di media massa tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas- realitas media-yang akan muncul dibenak khalayak (Hamad, 2004:12). Simbol-simbol bahasa tersebut seperti “capres boneka, juru selamat yang gagal, pion, kacung, konglomerat besar, konglomerat hitam, konsilidasi, dan cukong”. Semua simbol-simbol dalam bentuk bahasa tersebut tersebar di setiap kalimat yang ada di Obor Rakyat edisi 1 dan 2.

5.1.3 Fungsi Media Sebagai Persuasi (persuasion)

Pada dasarnya persuasi adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling mendasar. Tujuan dari kegiatan persuasi untuk mempengaruhi dan merubah sikap seseorang. Sikap adalah rasa suka dan tidak suka kita terhadap sesuatu (Severin dan Tankard, Jr 2005: 177).

Dalam dunia politik persuasi sering dilakukan saat kegiatan kampanye. Secara umum tujuan dari persuasi untuk mencari dukungan massa. Namun justru banyak yang menggunakan media untuk menjatuhkan pihak lawan. Caranya dengan menyebarkan isu fitnah. Obor Rakyat adalah salah satu media yang digunakan sebagai propaganda politik untuk menjatuhkan nama Jokowi. Pembentukan citra buruk terhadap Jokowi ini sengaja dilakukan untuk mempengaruhi keyakinan dan mengubah sikap masyarakat.

Padahal telah diatur dalam Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 bahwa:

“Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul”. Penafsiran pertama, Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Penafsiran kedua, Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.

Berdasarkan pasal tersebut media Obor Rakyat telah melakukan pelanggaran dengan membuat berita bohong dan fitnah. Salah satu bentuk persuasi menurut River dkk adalah artikel informatif atau hiburan yang secara tersirat mengandung bujukan. Berita ini dikemas dalam bentuk tulisan yang mengandung bujukan secara tersirat untuk mempengaruhi pembaca. Salah satunya tulisan yang berjudul “Jokowi Anak Tionghoa”.


(7)

48

Fakta mengenai berita ini telah dijelaskan di bab sebelumnya. Tuduhan tanpa dasar bahwa Jokowi keturunan cina ini dimaksudkan untuk menjatuhkan namanya.

Selain itu, Obor Rakyat juga memakai pendapat beberapa ulama untuk membentuk opini. Dalam media Obor Rakyat edisi 1 rubrik wawancara dengan judul “Jokowi Selalu, Mewariskan Jabatan ke Non-Muslim” penulis menggunakan tokoh ulama islam ketua MUI KH Kholil Ridwan sebagai sumber untuk membentuk opini. Dalam salah satu jawaban wawancara tersebut KH Kholil Ridwan menyebutkan:

“Saat ini umat islam harus berani melakukan gerakan ABJ (Asal Bukan Jokowi)”.

“Kini kota Islam Jakarta akan dikristenkan dan menjadi kemenangan Kristen? Sungguh sangat menyedihkan”.

Kedua kalimat tersebut dimanfaatkan untuk mengarahkan opini masyarakat sesuai dengan keinginan propagandis. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamad bahwa penggunaan bahasa tertentu akan berimplikasi pada bentuk kontruksi realitas dan makna yang dikandungnya. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan struktur kontruksi realitas dan makna yan muncul darinya. Dari perspektif ini bahkan bahasa bukan hanya mampu mencerminkan realitas, tetapi sekaligus dapat menciptakan realitas.

“Ramai Ramai Menolak Jokowi” adalah salah satu judul tulisan yang terdapat dalam media Obor Rakyat edisi , halaman 10-11 di rubrik Zoom. Dalam tulisan tersebut menampilkan aksi penolakan yang dilakukan oleh beberapa lapisan masyarakat. Seperti kelompok ibu-ibu, waria, legendaris betawi, dan mahasiswa. Dari pemilihan kata yang dipakai untuk judul “Ramai Ramai Menolak Jokowi” menunjukkan bahwa semua lapisan masyarakat ikut melakukan penolakan terhadap Jokowi. Sesuai dengan salah satu fungsi persuasi menurut Josep A. Devito yaitu menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Penanaman nilai dalam benak pembaca bahwa mereka merupakan bagian dari aksi penolakan tersebut. Suatu peristiwa acapkali dapat mengubah opini publik dengan bantuan kata-kata yang membesar-besarkannya. Artinya makna suatu peristiwa turut ditentukan oleh interpretasi yang dilakukan komentator televisi, penulis tajuk rencana, dan kolumnis politik (Rivers, dkk, 2003: 233).


(8)

49

Berdasarkan teori penentuan agenda menyatakan bahwa media massa merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik. Dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa (Tamburaka, 2012:22). Dalam agenda setting, sebuah media memiliki tanggung jawab sosial. Pentingnya subyektivitas menjadi landasan bertindak sebuah media massa. Karena media massa bukan hanya menampilkan berita yang aktual dan faktual saja, namun harus mengarah pada nilai-nilai tanggung jawab sosial.

Selain itu tanggung jawab sosial wartawan sebagai pelaku media juga telah disebutkan dalam Kode Etik Jurnalistik. Bunyinya sebagai berikut “Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa,

tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama”. Namun

saat ini ada banyak contoh praktik media massa yang tidak berporos pada tanggung jawab sosial (Tamburaka, 2012:22). Salah satu media tersebut adalah Obor Rakyat.

Analisis ini akan melihat bagaimana fungsi agenda setting dijalankan oleh media

Obor Rakyat. Sebuah media bertanggung jawab terhadap kebenaran dan keakuratan berita. Hal itu telah disebutkan di analisis sebelumnya. Di edisi 1 Obor Rakyat, pemberitaan mengenai sosok Jokowi yang berhubungan dengan keturunan cina diletakkan di rubrik Top News. Tujuannya untuk menonjolkan bahwa isu Jokowi adalah cina merupakan isu yang penting untuk dibahas. Beberapa judul di edisi 1 Obor Rakyat

seperti “DISANDERA CUKONG DAN MISIONARIS” di halaman 4, kata cukong adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyimbolkan orang cina. “Jokowi Anak Tionghoa” di halaman 4, dan “CUKONG – CUKONG DI BELAKANG JOKOWI” di halaman 8. Beberapa judul berita diatas tidak memiliki sumber yang jelas, sehingga informasi menjadi tidak akurat. Kabar jika Jokowi adalah keturunan cina juga tidak benar. Artinya Obor Rakyat tidak menjalankan tanggung jawab sosial dengan baik sebagai sebuah media. Dalam hal terjadi pelanggaran fungsi agenda seting media.

Kegiatan menganalisis fungsi media sebenarnya berkaitan dengan functional dan

dysfunctional atau dengan kata lain berhubungan dengan sisi baik dan sisi buruk sebuah media (Mahbob, 2004:120). Namun alangkah baiknya jika sebuah media ini dapat berguna dengan baik bagi masyarakat dan menjalan fungsi sebagai pilar keempat demokrasi. Dalam dunia politik


(9)

50

sebuah media harus memenuhi keempat fungsi diatas sehingga media dapat dikatakan tidak menyimpang. Namun dalam analisis yang dilakukan terhadap media Obor Rakyat, terbukti bahwa media ini tidak menjalankan keempat fungsinya dengan baik. Terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pemberitaannya. Saat ini jika kita melihat peran media dalam dunia politik, semakin bertolak belakang dengan fungsi yang seharusnya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang di ungkapkan oleh (Mahbob, 2004: 125). Fungsi media adalah memberi sumbangan kepada masyarakat dan bukannya memberi kesan atau mempengaruhi khalayak.

5.2 Hasil Analisis Propaganda Media Obor Rakyat

Di dunia politik media memiliki peran yang sangat penting sehingga dalam prakteknya sering kali justru digunakan sebagai alat propaganda. Media Obor Rakyat yang hadir menjelang pemilu 2014 lalu diduga digunakan sebagai alat propaganda politik oleh pihak tertentu. Banyak literatur media di negara berkembang menekankan dominasi atau hegemoni kekuasaan negara, dimana media digunakan sebagai alat propaganda negara (Pharr, 1996:24-36).

Menurut sumbernya media Obor Rakyat termasuk kedalam propaganda abu-abu bukan propaganda hitam. Propaganda abu-abu adalah propaganda yang tidak jelas siapa pelakuknya, sedangkan propaganda hitam secara jelas bersumber dari pihak lawan. Melalui dua teori propaganda yang diungkapkan oleh Walter Lippmann dan Harold Lasswell kita akan melihat bagaimana media Obor Rakyat digunakan dalam dunia politik. Merujuk pada pendapat Lasswell

‘propaganda in broadest sense is the technique of influencing human action by the manipulation of representations’ jadi propaganda dalam arti yang luas adalah teknik untuk mempengaruhi kegiatan manusia dengan memanipulasi representasinya (penyajian). Representasi bisa berbentuk lisan, tulisan, gambar atau musik. Analisis propaganda erat hubungannya dengan masalah penyandian (simbol) salah satunya adalah bahasa.

Elemen yang digunakan untuk menganalisis media Obor Rakyat adalah sembilan teknik propaganda. Teknik ini telah disepakati oleh sejumlah pakar dan penulis buku propaganda seperti Adolf Hitler dalam bukunya The Fien Art of Propaganda. Michael Combs dan Dan Nimmo, Alfred MeClung Lee dan Elizabeth Briant Lee, dan begitu juga Institute of Propaganda Analisis (IPA). Dalam menganalisis menggunakan sembilan teknik ini nantinya akan berhubungan dengan simbol-simbol bahasa yang digunakan dalam media Obor Rakyat.


(10)

51

Beberapa ahli karakteristik bahasa mengungkapkan sering kali kita mengalami banyak masalah karena kita salah dalam menggunakan bahasa (Severin dan Tankard, Jr 2005: 105).

5.2.1 Teknik Name Calling (memberikan julukan)

Pemberiaan label buruk pada suatu gagasan – dipakai untuk membuat kita menolak dan mengutuk ide tanpa mengamati bukti (Lee and Lee, 1939, hlm:26). Salah satu ciri yang melekat pada teknik ini adalah propagandis menggunakan sebutan-sebutan yang buruk pada lawan yang dituju. Ini dimaksudkan untuk menjatuhkan atau menurunkan derajat seseorang atau sekelompok tertentu. Teknik ini sering digunakan dalam propaganda partisan. Menurut Cangara (2009: 334-335) Cara ini digunakan untuk menjelek-jelekkan seseorang dengan memberi gelar yang lucu atau sinis sehingga orang yang dipengaruhi benar-benar yakin.

Kunci utama dalam pembahasan ini adalah penggunaan simbol. Simbol dalam bentuk bahasa yang digunakan di media Obor Rakyat sengaja diciptakan oleh propagandis untuk menciptakan emosi massa. Merujuk pada teori propaganda yang diungkapkan oleh Lasswell seorang propagandis menciptakan simbol utama dan kolektif untuk menstimulus tindakan warga (Baran & Davis, 2010:105). Teknik name calling

dalam propaganda juga berkaitan dengan penggunaan simbol/pemberiaan label buruk terhadap lawan.

Bahasa adalah alat konseptualisasi dan narasi. Selanjutnya penggunaan bahasa (simbol) tertentu menentukan format narasi dan (makna tertentu). Oleh karena persoalan makna itulah, makna penggunaan bahasa berpengaruh terhadap kontruksi realitas, terlebih atas hasilnya. Rakitan antara satu kata dengan kata lain menghasilkan suatu makna (Hamad, 2004: 12-13).

Dalam media Obor Rakyat terdapat beberapa rangkaian kata yang ditujukan kepada Jokowi. Sebagai contoh kata “CAPRES BONEKA”1 yang digunakan sebagai judul utama di Obor Rakyat edisi 1. Merujuk pada pengertian boneka yang kedua dari KBBI yaitu orang (negara dsb) yg hanya menjadi mainan orang, pemberiaan label ini Jokowi diibaratkan sebagai orang yang di mainkan oleh Megawati selaku ketua umum

1

Kata boneka menurut KBBI adalah boneka /bo·ne·ka/ /bonéka/ n 1 tiruan anak untuk permainan; anak-anakan; 2

ki orang (negara dsb) yg hanya menjadi mainan orang (negara dsb) lain: negara Pasundan, Sumatra Timur, Indonesia Timur adalah negara -- buatan pemerintah kolonial Belanda pd masa itu;. Sumber


(11)

52

partai PDIP. Simbol tersebut diperkuat dengan penggunaan gambar disampul depan Obor Rakyat edisi 2 Jokowi sedang mencium tangan Megawati.

“ Wajar bila muncul pandangan jika Jokowi hanya pion yang dipakai banyak kepentingan yang berjalin kelindan. Ia tak lebih pesuruh partai bahkan kacung Megawati, boneka para pengusaha yang berkomitmen memajukan satu agama, hingga komprador asing”.

Paragraf diatas terdapat dalam Obor Rakyat edisi 1 dalam judul “Capres Boneka Suka Ingkar Janji”, rubrik Top News halaman 3. Salah satu contoh penggunaan simbol bahasa yang dilakukan oleh Obor Rakyat untuk menggambarkan sosok Jokowi. Kata “pion”2 merujuk pada pengertian keempat dalam KBBI adalah orang suruhan atau bawahan. Jokowi tak lain hanyalah pesuruh Megawati sebagai orang yang memiliki kuasa. Bahkan lebih rendah lagi Jokowi direpresentasikan sebagai seorang kacung 3 tak ubahnya seorang pelayan.

Berkaitan dengan isu agama Jokowi disebut sebagai “Juru Selamat yang Gagal”. Pemberian label ini kembali dilakukan karena Jokowi dituduh selalu mewariskan jabatannya kepada non-muslim. Jokowi disimbolkan sebagai seorang “juru selamat”. Pengertian selamat, pertama adalah orang yang menyelamatkan atau bertindak sebagai penolong dalam kesukaran. Kedua sebutan bagi Yesus Kristus.4 Sehubung dengan hal itu manipulasi simbol dilakukan untuk memunculkan isu bahwa Jokowi adalah non muslim. Keislamannya sempat dipertanyakan dan menjadi perdebatan umum di media.

Di halaman terakhir media Obor Rakyat edisi 1 terdapat kata “Sang Pendusta !” disampingnya terdapat gambar Jokowi dengan hidung yang panjang. Kata “pendusta” ditekankan dengan warna merah dan diakhiri dengan tanda seru (!). Jokowi disebut sebagai seorang pembohong yang selama ini telah banyak melakukan kebohongan terhadap rakyat. Dia juga dituduh telah membohongi dirinya sendiri terkait dengan

2

pion /pi·on/ n 1 bidak; 2 Fis partikel elementer yg berusia pendek; 3 ki perintis; pelopor: TNI harus menjadi pion pembangunan di semua pelosok; 4 ki orang suruhan; bawahan sumber http://kbbi.web.id/pion Diunduh pada tanggal 23 Maret 2015, pukul 14.30 WIB.

3

kacung /ka·cung/ n pesuruh, pelayan, jongos (biasanya anak laki-laki); sumber http://kbbi.web.id/pion Diunduh pada tanggal 23 Maret 2015, pukul 14.30 WIB.

4


(12)

53

identitasnya sebagai warga keturunan cina. Hidung panjang diibaratkan seperti sosok boneka dari luar negeri pinokio yang suka berbohong.

5.2.2 Teknik Glittering Generality (kemilau generalitas)

Teknik ini menghubungkan sesuatu dengan ‘kata yang baik’, dipakai untu membuat kita menerima dan menyetujui sesuatu tanpa memeriksa bukti-bukti (Lee dan Lee, 1939, hlm.147). Propaganda yang dimaksud disini adalah propaganda yang menggunakan kata-kata luar biasa, sehingga tanpa sadar orang mengikutinya. Dalam dunia politik teknik propaganda ini digunakan untuk menonjolkan propagandis dengan mengidentifikasi dirinya dengan segala apa yang serba luhur dan agung. Ungkapan kata-kata “demi keadilan dan kebenaran” menjadi salah satu ciri teknik propaganda ini. Teknik ini dimunculkan untuk mempengaruhi persepsi masyarakat agar mereka ikut serta mendukung gagasan propagandis. Hanya kelemahannya, kadang sang propagandis sangat menonjolkan dirinya dengan sebutan agung dan luhur serta menganggap dirinyalah yang paling benar sedangkan orang lain salah.

Dalam salah satu tulisan di media Obor Rakyat edisi 2 halaman 12 ada beberapa kalimat yang menggunakan teknik ini. Kata-kata luar biasa digunakan untuk menggambarkan sosok Prabowo. Contohnya:

“Prabowo itu orang yang berani menentang mendiang LB Moerdani, ketika militer Indonesia cenderung anti – Islam” kata doktor lulusan sebuah universitas terkemuka di Malaysia itu.

Sosok Prabowo dinilai sebagai seseorang yang memiliki kekuatan dan kehebatan karena telah berani menentang LB Moerdani. LB Moerdani adalah mantan Panglima ABRI merangkap Menhankam dan Pangkopkamtib. Tiga Jabatan penting dan terkuat dalam militer dan keamanan dia kuasai.5 Teknik yang digunakan oleh propagandis dalam tulisan ini adalah memuncul konflik di masa lalu terkait dengan hubungan Prabowo dan LB Moerdani. Peristiwa tersebut dianggap sebagai sesuatu yang penting sehingga perlu diingat oleh masyarakat. Teknik seperti ini dilakukan untuk mempengaruhi dan memunculkan persepsi di benak pembaca bahwa sosok Prabowo adalah orang yang berjasa di masa lalu. Keinginan untuk diagungkan adalah ciri dari teknik glittering.

5


(13)

54

Seringkali seseorang menonjolkan diri, serta menganggap dirinyalah yang paling benar sedangkan orang lain salah. Hal ini ditunjukkan pada paragraf-paragraf berikutnya. Propagandis melakukan teknik perbadingan antara Prabowo dan Jokowi.

Dalam paragraf selanjutnya di tuliskan :

“Itulah yang menurut Adhian membuat posisi Prabowo di kalangan muslim begitu kuat. Sementara di lain pihak, capres dari PDIP, Jokowi kian lama semakin dianggap perpanjangan tangan kepentingan non muslim. Itu alasan mendasar penolakan umat islam menolak beliau. Ada kekuatan di belakang Jokowi yang menimbulkan banyak tanda tanya di kalangan muslim, “kata Adhian”.

Jokowi disebut sebagai sosok yang memiliki banyak hubungan dengan kalangan non muslim dan keturunan cina. Sehingga Jokowi merupakan sosok yang patut untuk dibenci dan ditolak oleh masyarakat. Sedangkan Prabowo disebutkan memiliki banyak dukungan dari para ulama. Keputusan Jokowi untuk meninggalkan jabatannya sebagai Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta dinilai sebagi keputusan yang salah. Hanya karena kedua wakilnya ini adalah non muslim dan Basuki Tjahaya Purnama adalah seorang warga keturunan cina. Dalam media Obor Rakyat seolah ingin memberikan penekanan bahwa seorang warga Indonesia yang non muslim dan keturunan cina tidak pantas untuk menjadi seorang presiden. Kecenderungan terhadap diskriminasi ras dan agama tertentu. Dalam teknik glittering penonjolan yang dilakukan oleh propagandis dirasa perlu, hal ini bertujuan untuk menjatuhkan pihak lawan.

5.2.3 Teknik Transfer (pengalihan) Meliputi Kekuasaan

Tranfer adalah membawa otoritas, dukungan dan gengsi dari sesuatu yang dihargai dan disanjung kepada sesuatu yang lain agar sesuatu yang lain itu lebih dapat diterima (Lee dan Lee, 1939: 69). Teknik propaganda transfer bisa digunakan dengan memakai pengaruh seseorang atau tokoh yang paling dikagumi dan berwibawa dalam lingkungan tertentu. Propagandis dalam hal ini mempunyai maksud agar komunikan terpengaruh secara psikologis terhadap apa yang sedang dipropagandakan.


(14)

55

Dalam media Obor Rakyat propagandis menggunakan tokoh terkenal seperti Megawati sebagai sosok yang paling dikagumi dan berwibawa di partai PDIP. Partai PDIP adalah partai yang mengusung nama Jokowi saat maju menjadi calon presiden. Dalam media Obor Rakyat terdapat beberapa gambar wajah Megawati. Megawati dianggap sebagai sosok yang berpengaruh besar terhadap Jokowi. Keunggulan Megawati merupakan sosok yang bisa menjadi magnet penarik massa. Megawati selalu disanjung para simpatisan dan kader partai berlambang banteng tersebut karena menyandang nama besar Bung Karno. Karirnya di dunia politik tambah berkibar ketika diselenggarakannya Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Surabaya, 2- 6 Desember 1993 dan terpilihnya Megawati sebagai Ketua Umum Partai PDIP.

Sebagai sosok yang dianggap paling berpengaruh terhadap pencalonan Jokowi sebagai presiden, sudah tentu Megawati ikut menjadi sorotan media Obor Rakyat. Beberapa tulisan terkait dengan sepak terjangnya di dunia politik ikut mengisi setiap halaman media ini. Di halaman depan media Obor Rakyat edisi 2 terdapat judul “JEJAK HITAM DI ERA MEGA, Terbunuhnya Munir dan Tragedi Dom Aceh disebut sebagai bagian dari peranannya. Di halaman 3 terdapat judul “Penampilan Mega Tidak Islami” hanya karena ia tidak pernah mengenakan busana muslim. Obor Rakyat lalu mempertanyakan keislamnya sama halnya dengan kritik media ini terhadap Jokowi.

Di halaman 6 dan 7 rubrik Top News edisi 2 terdapat 2 judul besar “DARAH YANG TUMPAH KALA MEGAWATI MEMERINTAH dan NASDEM SEKADAR GINCU DI PIPI MEGAWATI”. Propagandis dalam hal ini mempunyai maksud agar komunikan terpengaruh secara psikologis terhadap apa yang sedang dipropagandakan. Sepak terjang Megawati di dunia politik adalah hal yang perlu diperhitungkan oleh masyarakat. Mengingat dia disebut sebagai sosok yang telah menyetir Jokowi sehingga menjadikannya seperti boneka. Dalam teori propaganda yang dikemukakan oleh Walter Lippmann seorang wartawan (dalam hal ini propagandis) memiliki hubungan dengan pembuat kebijakan dan masyarakat. Bertugas mencari fakta dan kemudian ia kirimkan ke warga untuk membentuk opini publik.

Penggunaan simbol Megawati sebagai sosok yang berkuasa di PDIP digunakan sebagai ide untuk memunculkan isu. Hal itu dibuktikan dalam tulisan yang berjudul “NASDEM SEKADAR GINCU DI PIPI MEGAWATI”. Keterlibatan partai NASDEM


(15)

56

dalam koalisasinya dengan PDIP digunakan sebagai isu baru yang dianggap penting untuk mempengaruhi opini publik. Ketika seseorang mendengar atau melihat isu baru muncul ditengah masyarakat, secara perlahan mereka akan mempelajari. Saat isu ini diterima dan berhasil maka propagandis telah berhasil menciptakan apa yang dimaksud oleh Lasswell sebagai simbol utama atau simbol kolektif.

5.2.4 Teknik Testimony (kesaksian)

Memberi kesempatan kepada orang-orang yang mengagumi atau membenci untuk mengatakan bahwa sebuah gagasan atau program atau produk atau seseorang itu baik atau buruk (Lee dan Lee, 1939: 74). Maksudnya dalam teknik propaganda ini memakai nama orang-orang terkenal, meskipun sebenarnya tidak ada hubungannya. Propaganda ini sering digunakan dalam kegiatan komersial, meskipun juga bisa digunakan untuk kegiatan politik. Dalam teknik ini digunakan nama seseorang terkemuka yang mempunyai otoritas dan prestis sosial tinggi di dalam menyodorkan dan meyakinkan sesuatu hal dengan jalan menyatakan bahwa hal tersebut didukung oleh orang-orang terkemuka tadi.

Dalam media Obor Rakyat edisi 2 halaman 5 terdapat judul “19 Orang Terkaya Indonesia”. Didalamnya terdapat foto wajah dan nama mereka. Diantaranya R. Budi Hartono, Michael Hartono, Chairul Tanjung, Sri Prakash Lohia, Peter Sondakh, Mochtar Riadi dan keluarga, Sukanto Tanoto, bachtiar Karim, Theodore Rachmat, Tahir, Murdaya Po, Martua Sitorus, Achmad Hamami dan keluarga, Ciputra dan keluarga, Low Tuck Kwong, Edwin Soeryadjaya, Hary Tanoesoedibyo, Harjo Sutanto, Lim Haryanto Wijaya Sarwono. Dalam media Obor Rakyat mereka disebut sebagai konglomerat hitam/ konglomerat besar/ cukong. Jokowi diduga memiliki banyak hubungan dengan para pengusaha keturunan cina ini.

Jacob Soetojo adalah salah satu nama yang muncul dalam media Obor Rakyat

edisi 1 halaman 7. Judul besar yang ditampilkan adalah “MANUVER JACOB SOETOJO”. Jacob Soetojo adalah salah satu pengusaha keturunan cina di Indonesia yang menjadi Presiden Direktur di PT Gesit Sarana Perkasa.

5.2.5 Teknik Plain Folk (rakyat biasa)

Adalah teknik propaganda yang dipakai oleh pembicara dalam upayanya meyakinkan audiens bahwa dia dan gagasan-gagasannya adalah bagus karena mereka


(16)

57

adalah bagian dari rakyat “rakyat yang lugu” (Lee dan Lee, 1939: 92). Propaganda dengan menggunakan cara memberi identifikasi terhadap suatu ide. Teknik ini mengidentikkan yang dipropagandakan milik atau mengabdi pada komunikan. Misalnya dengan kata-kata milik rakyat atau dari rakyat. Cara ini sering dipakai oleh para politisi untuk mempengaruhi orang banyak.

Teknik propaganda plain folk ditunjukkan pada media Obor Rakyat edisi 2 halaman 12. Di dalam tulisan ini ingin menunjukkan sosok Prabowo yang dekat dengan rakyat yaitu para ulama dan tokoh islam. Dituliskan alasan kenapa para ulama ini lebih memilih Prabowo ketimbang Jokowi karena para ulama sudah mengenai Prabowo sejak lama. Sehingga umat islam memiliki utang kepada Prabowo Subianto karena selama ini telah berjasa. Sedangkan Jokowi yang selama ini dikenal sebagai sosok yang dekat dengan rakyat disebut hanya sebuah pencitraan belaka. Jokowi digambarkan sebagai sosok yang dekat dengan para pengusaha cina-kristen. Sehingga Jokowi adalah orang yang harus dibenci dan ditolak jika mencalonkan diri menjadi presiden.

Di paragraf akhir dituliskan bahwa umat islam harus banyak berdoa supaya bangsa ini diselamatkan dari bencana dan musibah. Kedua diberi pemimpin yang terbaik diantara yang terbaik. Bencana dan musibah yang dimaksud disini adalah jika Jokowi berhasil maju menjadi presiden maka bagi umat islam ini akan menjadi musibah. Karena Jokowi disebut sebagai sosok pemimpin yang tidak pantas. Kebaikan yang dilakukannya selama ini hanya sebuah pencitraan. Hal itu ditunjukkan pada Obor Rakyat edisi 1 halaman 2. Di halaman tersebut menampilkan gambar Jokowi yang sedang berkunjung ke Pasar Senen dan saat bermain futsal. Bunyi kalimatnya adalah sebagai berikut :

“PENCITRAAN : Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi saat meninjau kebakaran di Pasar senen, Jakarta Pusat dan saat bermain futsal seusai meresmikan lapangan futsal di Waduk Pluit, Jakarta Utara. Terlihat sekali pencitraan yang dilakukan Jokowi dengan pakaian yang dikenakan sama. Baik saat meninjau suasana duka akibat kebakaran di Pasar Senen maupun saat gembira bermain futsal”.


(17)

58

Beberapa tulisan di media Obor Rakyat edisi 1 dan 2 ingin membantah bahwa sebenarnya Jokowi bukanlah sosok yang merakyat. Semua hal yang dilakukan oleh Jokowi hanyalah sebuah pencitraan untuk meluruskan jalannya menjadi capres. Seperti berita yang dimuat oleh voaislam.com, sejak menjabat sebagai walikota Surakarta di 2005, Jokowi aktif membangun kota Surakarta atau yang juga disebut kota Solo hingga blusukan menyambangi warganya. Ia juga kerap mengampanyekan gerakan anti korupsi, yang membuatnya mendapatkan reputasi sebagai politisi paling jujur di Indonesia. Gebrakan Jokowi ketika menjadi walikota Surakarta juga diwarnai aksinya membeli mobil SUV Esemka seharga Rp 95 juta. Ditambah lagi keputusan Jokowi yang menolak mengambil gaji selama dia menjabat sebagai Walikota Surakarta.6

Penghargaan yang selama ini didapatkan oleh Jokowi memang karena prestasinya yang baik selama menjadi seorang pemimpin. Sudah banyak penghargaan yang diterimanya selama menjabat sebagai walikota Solo. Salah satunya terpilih sebagai wali kota terbaik ketiga sedunia dalam pemilihan World Mayor Project 2012. Pemilihan ini diselenggarakan oleh The City Mayors Foundation, yayasan walikota dunia berbasis di Inggris. Adapun kriteria walikota terbaik dunia menurut lembaga ini adalah mengedepankan kejujuran, memiliki visi jelas selama kepemimpinannya, mampu mengatur kota dengan baik, perduli terhadap aspek ekonomi dan sosial, mampu meningkatkan keamanan dan lingkungan sekitarnya, termasuk juga memiliki kedekatan dengans warganya.7

Contoh salah satu penghargaan diatas membuktikan bahwa, Jokowi tidak dengan mudah mendapatkan sebuah penghargaan. City Mayors Foundation adalah sebuah yayasan walikota dunia berbasis di Inggris. Kriteria untuk bisa mendapatkan penghargaan ini juga tidak mudah. Apalagi dia mampu bersaing dan mengalahkan walikota negara-negara maju diseluruh dunia. Fakta ini sekaligus membantah tuduhan media Obor Rakyat bahwa Jokowi dengan mudah mendapatkan penghargaan.

5.2.6 Card Stacking (menimbang-nimbang kartu untuk digunakan)

Pemilihan dan pemanfaatan fakta atau kebohongan, ilustrasi atau penyimpangan, dan pernyataan-pernyataan logis atau tidak logis untuk memberikan kasus terbaik atau

6

http://www.voaindonesia.com/content/jokowi-raih-penghargaan-walikota-terbaik-ketiga-dunia/1579686.html

Diunduh pada tanggal 25 Maret 2015, pukul 15.19 WIB. 7


(18)

59

terburuk pada sebuah gagasan, program, orang atau produk (Lee dan Lee, 1939: 95). Meliputi seleksi dan kegunaan fakta atau kepalsuan, ilustrasi atau kebingungan dan masuk akal atau tidak masuk akal suatu pernyataan agar memberikan kemungkinan terburuk atau terbaik untuk suatu gagasan, program, manusia dan barang. Teknik propaganda yang hanya menonjolkan hal-hal atau segi baiknya saja, sehingga publik hanya melihat satu sisi saja.

Melihat dari pengertian teknik card staking yang digunakan dalam kegiatan propaganda, hal ini berhubungan dengan keberpihakan sebuah media. Ketika media berpihak pada salah satu kandidat maka propagandis akan cenderung memberitakan sisi baiknya saja. Sebaliknya propagandis akan memberitakan sisi buruk pihak lawan. Sehingga pada akhirnya akan mengarah pada ketidaknetralan media. Dalam jurnalisme propaganda media tidak menganut semangat memberikan pendidikan politik (voters and electoral education). Media membiarkan diri menjadi (political public relations) para kandidat (Herman & Chomsky, 1991).

Menurut Noam Chomsky, kecenderungan media menjadi propaganda terutama di musim kompetisi pemilihan presiden merupakan akibat dari berbagai aspek. Salah satunya terkonsentrasinya pemilik media pada sekelompok elit kekuatan ekonomi, sejumlah konglomerat yang secara keamanan bisnis masih sangat tergantung pada kekuatan politik yang sedang atau akan berkuasa. Dalam praktek jurnalisme politik di Negara berkembang seperti Indonesia, jarang ditemukan berita dan opini yang mendalam atau bersifat analistis, melibatkan semua sudut pandang dalam masyarakat. Kebanyakan realitas media lebih tampak sebagai sebuah sajian spekulasi – spekulasi, korelasi – korelasi instrumental, bukan korelasi substansial. Karena akses penguasaan informasi dan pengendalian jurnalis yang hanya lebih berpusat pada lingkaran elit sumber di masyarakat, media utama (mainstream) kerap kali lebih berperan sebagai alat propaganda kelompok-kelompok kepentingan dominan dalam masyarakat seperti partai politik atau politisi yang berkuasa (Masduki, 2004: 81-84).

Keberpihakan media akan mempengaruhi pemberitaan media Obor Rakyat.

Seperti yang telah diakui oleh Darmawan Sepriyossa bahwa media ini adalah media partisan, maka dia menganggap wajar jika pemberitaanya menjadi tidak netral. Dalam media Obor Rakyat propagandis memilih untuk lebih berpihak kepada Prabowo sehingga


(19)

60

media ini cenderung memberitakan sisi buruk Jokowi. Hal ini menguatkan pandangan utama dari teknik propaganda card staking bahwa seorang propagandis hanya menonjolkan sisi baik dirinya saja dan menonjolkan sisi buruk pihak lawan. Jika kita melihat dalam media Obor Rakyat edisi 1 tidak ada berita mengenai Prabowo dan isinya hanya sisi buruk seorang Jokowi. Kemudian hal ini diperkuat dengan hadirnya Obor Rakyat edisi 2 isi di dalam salah satu judulnya menunjukkan sisi baik seorang Prabowo. Selebihnya dari itu semua tulisan menjatuhkan nama Jokowi. Fakta-fakta yang digunakan untuk pemberitaan Jokowi tidak jelas sumbernya dan sudah diseleksi. Publik hanya diberikan kesempatan untuk melihat Jokowi dari satu sisi saja. Banyak fakta yang dipalsukan contohnya saja menyebut bahwa Jokowi adalah keturunan cina dan beragama non-muslim. Isu mengenai sisi buruk Jokowi inilah yang ditonjolkan dalam media Obor Rakyat. Hal ini akan dibahas lebih dalam di teknik selanjutnya.

5.2.7 Frustration Scapegot (menutupi frustrasi atau kambing hitam)

Salah satu cara mudah untuk menciptakan kebencian atau menyalurkan frustrasi adalah menciptakan kambing hitam. Contoh populer propaganda yang diciptakan Hitler bahwa timbulnya berbagai masalah dalam negeri dan luar negeri Jerman disebabkan perilaku Zionis Yahudi. Bahaya Yahudi disamakan dengan bahaya komunis yang merongrong pilar-pilar kekuatan Negara. Pemerintah Indonesia sejak dahulu hingga sekarang selalu melemparkan isu Negara Islam Indonesia (NII) setiap kali ingin mengalihkan perhatian dari ketidakpastian ekonomi dan politik di dalam negeri.

Sebagai contoh dalam media Obor Rakyat mencipatakan isu SARA. Tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu dari suatu isu. Dalam media pemilihan isu yang dipakai berhubungan dengan identitas Jokowi. Fakta

Obor Rakyat yang sebenarnya adalah Jokowi berasal dari suku Jawa. Namun terjadi pemalsuan fakta disini sehingga Jokowi di gambarkan sebagai sosok warga keturunan cina. Yang dijadikan sebagai kambing hitam disini adalah warga keturunan cina. Karena pada akhirnya terjadi diskriminasi terhadap warga keturunan cina di media ini.

Diskrimanasi tidak hanya terjadi pada warga keturunan cina saja namun juga terhadap warna non muslim. Jokowi digambarkan sebagai sosok pemimpin yang nonmuslim dan mendapat julukan “Juru Selamat yang gagal”. Disebutkan dalam media Jokowi disebut tidak memiliki tanggung jawab akan masa depan mayoritas muslim,


(20)

61

karena yang ada dibenaknya hanya mencapai puncak kekuasaan tertinggi. Alasan ini diungkapkan karena Jokowi selalu mewariskan jabatannya kepada warga nonmuslim seperti Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo (Walikota Solo) dan Basuki Tjahaya Purnama (Gubernur DKI Jakarta). Selain itu PDIP disebut sebagai “Partai Salib” yang mengusung nama Jokowi sebagai capres. Partai ini disebut telah dikuasai oleh kelompok non-muslim.

Isu mengenai warga keturunan cina dan nonmuslim digunakan sebagai kambing hitam untuk menciptakan kebencian di benak audiens. Tujuan dari propagandis adalah menciptakan konflik di masyarakat. Media Obor Rakyat memberikan penanaman nilai bahwa tidak seharusnya warga Indonesia muslim ini hidup berdampingan dengan cina nonmuslim. Mereka yang memiliki darah keturunan cina dan beragama nonmuslim adalah orang yang patut untuk dibenci.

5.2.8 Bandwagon Technique

Bandwagon memiliki tema, setiap orang-paling tidak kita semua-sedang melakukannya: dengannya, para pelaku propaganda berusaha meyakinkan kita bahwa semua anggota suatu kelompok dimana kita menjadi anggotanya menerima propramnya dan oleh karena itu kita harus mengikuti kelompok kita dan “menggabungkan diri dalam kelompok itu” (Lee dan Lee, 1939: 105).

Teknik propaganda ini digunakan untuk meyakinkan orang bahwa semua anggota suatu kelompok (di mana orang tersebut masuk dalam kelompok tersebut) telah menerima suatu ide atau gagasan. Teknik ini menempatkan sasaran sebagai minoritas. Tak jarang kita menemui kata-kata seperti “teman-temanmu yang sudah pasti pilih A, masa kamu aja yang pilih B?” atau “semua orang sudah pakai C”. Dengan menempatkan sasaran propaganda sebagai minoritas, propagandis secara tidak langsung melakukan intimidasi secara mental. Sehingga, jika sasaran menolak ide atau gagasan dari propagandis, sasaran akan terancam dikucilkan dari suatu kelompok. Contoh, di jaman orde baru, semua PNS diwajibkan memilih Golkar dalam Pemilu. Jika ketahuan tidak memilih Golkar, maka akan dikenai sanksi.8

8

https://gunemanyuk.wordpress.com/2014/12/23/mengenal-teknik-propaganda/ Diunduh pada tanggal 26 Maret 2015, pukul 14.46 WIB.


(21)

62

Analisis dalam media Obor Rakyat dengan teknik Bandwagon ini berkaitan dengan sasaran/target audiens. Seperti yang telah di jelaskan diparagraf–paragraf sebelumnya bahwa sasaran/target audiens dari media Obor Rakyat ini adalah mereka yang tinggal di daerah pondok pesantren dan masjid di pulau Jawa. Tentunya sasaran/target utamanya adalah warga Indonesia yang beragama muslim. Mereka yang tinggal di daerah/pinggiran dirasa tidak memiliki pengetahuan yang cukup luas sehingga dengan mudah dapat dipengaruhi.

Dapat dilihat, sumber dari isi tulisan media Obor Rakyat ini banyak menggunakan tokoh-tokoh pemuka agama islam. Contohnya saja di edisi 1 halaman 12, terdapat hasil wawancara dengan Ketua MUI KH Kholil Ridwan. Dari hasil wawancara tersebut Ketua MUI KH Kholil Ridwan menyatakan bahwa Jokowi dinilai kurang mengerti adab islam, banyak melukai hati umat islam, dan Jokowi disebut sebagai muslim yang tidak memiliki perasaan. Alasannya karena selama ini Jokowi telah mewariskan jabatannya kepada Non-Muslim.

Tidak hanya itu di media Obor Rakyat edisi 2, halaman 9 terdapat judul besar “KOMENTAR PARA KIAI TENTANG JOKOWI”. Kesimpulan dari hasil komentar para kiai tersebut Jokowi disebut telah berdusta, membohongi rakyat, ingkar janji, dan telah melelang jabatannya. Selain itu dihalaman 12 rubrik wawancara juga menggunakan narasumber Ketua Dewan Dakwah (DDII) Dr. Adian Husaini M.A. Selain itu nama penulis yang disebutkan Dr. Gun Gun Heryanto dan Hasibullah Satrawi keduanya berasal dari Universitas berbasis Islam di Jakarta dan Kairo, Mesir.

Dalam agama islam tokoh ulama dan kiai adalah orang yang dianggap paling benar dan dapat dipercaya. Tujuan digunakannya para tokoh ulama sebagai narasumber diharapkan akan lebih dipercaya oleh audiens. Sehingga ide/gagasan dalam hal ini isu yang akan dipropagandakan lebih bisa diterima dengan mudah. Harapan dari propagandis adalah audiens menjadi bagian dari kaum yang harus ikut menolak Jokowi, mengingat para pemimpin mereka telah melakukan hal tersebut sebelumnya.

5.2.9 Fear Arousing (membangkitkan ketakutan)

Teknik propaganda untuk mendapatkan dukungan dari target massa dengan menimbulkan emosi negatif, khususnya ketakutan. Konsep dari teknik Fear Arousing


(22)

63

Menurut bentuknya media Obor Rakyat termasuk dalam propaganda agitatif. Propaganda agitatif adalah propaganda yang dilancarakan dengan menggunakan berbagai alat komunikasi massa untuk mengacaukan kepentingan umum, kemudian memaksa massa mengikuti kepentingan tertentu dengan menampilkan ancaman, kemudian membangkitkan ketakutan dan kebencian sehingga target propaganda memberikan pengorbanan yang sebesar-besarnya untuk mencapai suatu tujuan atau mewujudkan cita-cita.

Media Obor Rakyat digunakan sebagai alat propaganda politik untuk mengacaukan pemikiran audiens menjelang pemilu 2014 lalu. Media Obor Rakyat hadir dengan memberikan ancaman dan ketakutan. Kalimat-kalimat ancaman yang bertujuan menakuti massa tersebut ada di dalam beberapa judul, seperti Obor Rakyat edisi 2 halaman 8 “Jokowi Presiden, Sembilan Naga Merajalela”. Judul tersebut bernada ancaman dan menimbulkan ketakutan. Dibuktikan dengan kalimat :

“Jika nanti Jokowi Presiden, maka etnis cina akan lebih leluasa menguasai perdagangan, bisnis dan perekonomian. Jika ini sampai terjadi, maka dampaknya akan sangat mengerikan”.

Ucapan ini disampaikan oleh KH. A. Kholil Ridwan Lc, Ketua MUI pusat. Selain itu dibawahnya terdapat tulisan pendukung yang berjudul “Konsilidasi Kekuatan Cina”. Terdapat kalimat yang juga bernada ancaman seperti :

“Jadi bisa dibayangkan, kalau sampai Jokowi menang, para pengusaha itulah yang sebenarnya yang menjadi penguasa di Indonesia”.

Kalimat diatas menunjukkan bahwa media Obor Rakyat menggunakan metode persuasif atau mempengaruhi massa dengan menggunakan kalimat-kalimat ancaman. Tujuannya untuk mempengaruhi opini publik. Mengubah pendapat umum mengenai sebuah isu dengan cara memanipulasi emosi. Memanipulasi emosi target audiens dari perasaan suka menjadi tidak suka. Menurut teori propaganda yang diungkapkan oleh Lasswell simbol di media memang sengaja diciptakan untuk mempengaruhi pikiran masyarakat. Contohnya saja audiens yang tadinya tidak memiliki pemikiran buruk


(23)

64

terhadap Jokowi dengan hadirnya Obor Rakyat kini mereka memiliki pemikiran buruk bahwa Jokowi adalah keturunan cina.

Selain itu di Obor Rakyat edisi 1 halaman 5 dalam judul ”DARI SOLO SAMPAI JAKARTA, DE-ISLAMISASI ALA JOKOWI” beberapa kalimatnya juga bernada ancaman seperti:

“Jika Jokowi menjadi presiden, target pertumbuhan gereja dan permutadan di Indonesia berjalan lebih cepat”.

Jokowi disebut sebagai pemeluk islam sinkretis dan telah melakukan aksi de-islamisasi. Sinkretisme, seperti yang dijelaskan oleh John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, adalah fenomena bercampurnya praktik-praktik dan kepercayaan-kepercayaan dari sebuah agama dengan agama lainnya sehingga menciptakan tradisi yang baru dan berbeda.9 Sedangkan de-islamisasi artinya penghilangan harkat Islam: mereka berusaha merusak ajaran Islam dari dalam dengan menggerogoti nilai-nilai Islam yang disebut.10

Sebuah teknik propaganda memang terkadang tidak bisa digunakan dalam waktu yang bersamaan di sebuah media (Arifin, 2011). Namun berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap Obor Rakyat, kesembilan teknik propaganda ini digunakan secara bersamaan. Simbol bahasa yang dipilih dan digunakan dalam pemberitaan membuktikan bahwa media ini syarat terhadap aksi propaganda. Obor Rakyat memenuhi kesembilan teknik tersebut.

9

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/06/03/mntmes-dunia-islam-menghadapi-sinkretisme Diunduh pada tanggal 28 Maret 2015, pukul 22.00 WIB.

10


(1)

59

terburuk pada sebuah gagasan, program, orang atau produk (Lee dan Lee, 1939: 95). Meliputi seleksi dan kegunaan fakta atau kepalsuan, ilustrasi atau kebingungan dan masuk akal atau tidak masuk akal suatu pernyataan agar memberikan kemungkinan terburuk atau terbaik untuk suatu gagasan, program, manusia dan barang. Teknik propaganda yang hanya menonjolkan hal-hal atau segi baiknya saja, sehingga publik hanya melihat satu sisi saja.

Melihat dari pengertian teknik card staking yang digunakan dalam kegiatan propaganda, hal ini berhubungan dengan keberpihakan sebuah media. Ketika media berpihak pada salah satu kandidat maka propagandis akan cenderung memberitakan sisi baiknya saja. Sebaliknya propagandis akan memberitakan sisi buruk pihak lawan. Sehingga pada akhirnya akan mengarah pada ketidaknetralan media. Dalam jurnalisme propaganda media tidak menganut semangat memberikan pendidikan politik (voters and electoral education). Media membiarkan diri menjadi (political public relations) para kandidat (Herman & Chomsky, 1991).

Menurut Noam Chomsky, kecenderungan media menjadi propaganda terutama di musim kompetisi pemilihan presiden merupakan akibat dari berbagai aspek. Salah satunya terkonsentrasinya pemilik media pada sekelompok elit kekuatan ekonomi, sejumlah konglomerat yang secara keamanan bisnis masih sangat tergantung pada kekuatan politik yang sedang atau akan berkuasa. Dalam praktek jurnalisme politik di Negara berkembang seperti Indonesia, jarang ditemukan berita dan opini yang mendalam atau bersifat analistis, melibatkan semua sudut pandang dalam masyarakat. Kebanyakan realitas media lebih tampak sebagai sebuah sajian spekulasi – spekulasi, korelasi – korelasi instrumental, bukan korelasi substansial. Karena akses penguasaan informasi dan pengendalian jurnalis yang hanya lebih berpusat pada lingkaran elit sumber di masyarakat, media utama (mainstream) kerap kali lebih berperan sebagai alat propaganda kelompok-kelompok kepentingan dominan dalam masyarakat seperti partai politik atau politisi yang berkuasa (Masduki, 2004: 81-84).

Keberpihakan media akan mempengaruhi pemberitaan media Obor Rakyat.

Seperti yang telah diakui oleh Darmawan Sepriyossa bahwa media ini adalah media partisan, maka dia menganggap wajar jika pemberitaanya menjadi tidak netral. Dalam media Obor Rakyat propagandis memilih untuk lebih berpihak kepada Prabowo sehingga


(2)

60

media ini cenderung memberitakan sisi buruk Jokowi. Hal ini menguatkan pandangan utama dari teknik propaganda card staking bahwa seorang propagandis hanya menonjolkan sisi baik dirinya saja dan menonjolkan sisi buruk pihak lawan. Jika kita melihat dalam media Obor Rakyat edisi 1 tidak ada berita mengenai Prabowo dan isinya hanya sisi buruk seorang Jokowi. Kemudian hal ini diperkuat dengan hadirnya Obor Rakyat edisi 2 isi di dalam salah satu judulnya menunjukkan sisi baik seorang Prabowo. Selebihnya dari itu semua tulisan menjatuhkan nama Jokowi. Fakta-fakta yang digunakan untuk pemberitaan Jokowi tidak jelas sumbernya dan sudah diseleksi. Publik hanya diberikan kesempatan untuk melihat Jokowi dari satu sisi saja. Banyak fakta yang dipalsukan contohnya saja menyebut bahwa Jokowi adalah keturunan cina dan beragama non-muslim. Isu mengenai sisi buruk Jokowi inilah yang ditonjolkan dalam media Obor Rakyat. Hal ini akan dibahas lebih dalam di teknik selanjutnya.

5.2.7 Frustration Scapegot (menutupi frustrasi atau kambing hitam)

Salah satu cara mudah untuk menciptakan kebencian atau menyalurkan frustrasi adalah menciptakan kambing hitam. Contoh populer propaganda yang diciptakan Hitler bahwa timbulnya berbagai masalah dalam negeri dan luar negeri Jerman disebabkan perilaku Zionis Yahudi. Bahaya Yahudi disamakan dengan bahaya komunis yang merongrong pilar-pilar kekuatan Negara. Pemerintah Indonesia sejak dahulu hingga sekarang selalu melemparkan isu Negara Islam Indonesia (NII) setiap kali ingin mengalihkan perhatian dari ketidakpastian ekonomi dan politik di dalam negeri.

Sebagai contoh dalam media Obor Rakyat mencipatakan isu SARA. Tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu dari suatu isu. Dalam media pemilihan isu yang dipakai berhubungan dengan identitas Jokowi. Fakta

Obor Rakyat yang sebenarnya adalah Jokowi berasal dari suku Jawa. Namun terjadi pemalsuan fakta disini sehingga Jokowi di gambarkan sebagai sosok warga keturunan cina. Yang dijadikan sebagai kambing hitam disini adalah warga keturunan cina. Karena pada akhirnya terjadi diskriminasi terhadap warga keturunan cina di media ini.

Diskrimanasi tidak hanya terjadi pada warga keturunan cina saja namun juga terhadap warna non muslim. Jokowi digambarkan sebagai sosok pemimpin yang nonmuslim dan mendapat julukan “Juru Selamat yang gagal”. Disebutkan dalam media Jokowi disebut tidak memiliki tanggung jawab akan masa depan mayoritas muslim,


(3)

61

karena yang ada dibenaknya hanya mencapai puncak kekuasaan tertinggi. Alasan ini diungkapkan karena Jokowi selalu mewariskan jabatannya kepada warga nonmuslim seperti Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo (Walikota Solo) dan Basuki Tjahaya Purnama (Gubernur DKI Jakarta). Selain itu PDIP disebut sebagai “Partai Salib” yang mengusung nama Jokowi sebagai capres. Partai ini disebut telah dikuasai oleh kelompok non-muslim.

Isu mengenai warga keturunan cina dan nonmuslim digunakan sebagai kambing hitam untuk menciptakan kebencian di benak audiens. Tujuan dari propagandis adalah menciptakan konflik di masyarakat. Media Obor Rakyat memberikan penanaman nilai bahwa tidak seharusnya warga Indonesia muslim ini hidup berdampingan dengan cina nonmuslim. Mereka yang memiliki darah keturunan cina dan beragama nonmuslim adalah orang yang patut untuk dibenci.

5.2.8 Bandwagon Technique

Bandwagon memiliki tema, setiap orang-paling tidak kita semua-sedang melakukannya: dengannya, para pelaku propaganda berusaha meyakinkan kita bahwa semua anggota suatu kelompok dimana kita menjadi anggotanya menerima propramnya dan oleh karena itu kita harus mengikuti kelompok kita dan “menggabungkan diri dalam kelompok itu” (Lee dan Lee, 1939: 105).

Teknik propaganda ini digunakan untuk meyakinkan orang bahwa semua anggota suatu kelompok (di mana orang tersebut masuk dalam kelompok tersebut) telah menerima suatu ide atau gagasan. Teknik ini menempatkan sasaran sebagai minoritas. Tak jarang kita menemui kata-kata seperti “teman-temanmu yang sudah pasti pilih A, masa kamu aja yang pilih B?” atau “semua orang sudah pakai C”. Dengan menempatkan sasaran propaganda sebagai minoritas, propagandis secara tidak langsung melakukan intimidasi secara mental. Sehingga, jika sasaran menolak ide atau gagasan dari propagandis, sasaran akan terancam dikucilkan dari suatu kelompok. Contoh, di jaman orde baru, semua PNS diwajibkan memilih Golkar dalam Pemilu. Jika ketahuan tidak memilih Golkar, maka akan dikenai sanksi.8

8

https://gunemanyuk.wordpress.com/2014/12/23/mengenal-teknik-propaganda/ Diunduh pada tanggal 26 Maret 2015, pukul 14.46 WIB.


(4)

62

Analisis dalam media Obor Rakyat dengan teknik Bandwagon ini berkaitan dengan sasaran/target audiens. Seperti yang telah di jelaskan diparagraf–paragraf sebelumnya bahwa sasaran/target audiens dari media Obor Rakyat ini adalah mereka yang tinggal di daerah pondok pesantren dan masjid di pulau Jawa. Tentunya sasaran/target utamanya adalah warga Indonesia yang beragama muslim. Mereka yang tinggal di daerah/pinggiran dirasa tidak memiliki pengetahuan yang cukup luas sehingga dengan mudah dapat dipengaruhi.

Dapat dilihat, sumber dari isi tulisan media Obor Rakyat ini banyak menggunakan tokoh-tokoh pemuka agama islam. Contohnya saja di edisi 1 halaman 12, terdapat hasil wawancara dengan Ketua MUI KH Kholil Ridwan. Dari hasil wawancara tersebut Ketua MUI KH Kholil Ridwan menyatakan bahwa Jokowi dinilai kurang mengerti adab islam, banyak melukai hati umat islam, dan Jokowi disebut sebagai muslim yang tidak memiliki perasaan. Alasannya karena selama ini Jokowi telah mewariskan jabatannya kepada Non-Muslim.

Tidak hanya itu di media Obor Rakyat edisi 2, halaman 9 terdapat judul besar “KOMENTAR PARA KIAI TENTANG JOKOWI”. Kesimpulan dari hasil komentar para kiai tersebut Jokowi disebut telah berdusta, membohongi rakyat, ingkar janji, dan telah melelang jabatannya. Selain itu dihalaman 12 rubrik wawancara juga menggunakan narasumber Ketua Dewan Dakwah (DDII) Dr. Adian Husaini M.A. Selain itu nama penulis yang disebutkan Dr. Gun Gun Heryanto dan Hasibullah Satrawi keduanya berasal dari Universitas berbasis Islam di Jakarta dan Kairo, Mesir.

Dalam agama islam tokoh ulama dan kiai adalah orang yang dianggap paling benar dan dapat dipercaya. Tujuan digunakannya para tokoh ulama sebagai narasumber diharapkan akan lebih dipercaya oleh audiens. Sehingga ide/gagasan dalam hal ini isu yang akan dipropagandakan lebih bisa diterima dengan mudah. Harapan dari propagandis adalah audiens menjadi bagian dari kaum yang harus ikut menolak Jokowi, mengingat para pemimpin mereka telah melakukan hal tersebut sebelumnya.

5.2.9 Fear Arousing (membangkitkan ketakutan)

Teknik propaganda untuk mendapatkan dukungan dari target massa dengan menimbulkan emosi negatif, khususnya ketakutan. Konsep dari teknik Fear Arousing


(5)

63

Menurut bentuknya media Obor Rakyat termasuk dalam propaganda agitatif. Propaganda agitatif adalah propaganda yang dilancarakan dengan menggunakan berbagai alat komunikasi massa untuk mengacaukan kepentingan umum, kemudian memaksa massa mengikuti kepentingan tertentu dengan menampilkan ancaman, kemudian membangkitkan ketakutan dan kebencian sehingga target propaganda memberikan pengorbanan yang sebesar-besarnya untuk mencapai suatu tujuan atau mewujudkan cita-cita.

Media Obor Rakyat digunakan sebagai alat propaganda politik untuk mengacaukan pemikiran audiens menjelang pemilu 2014 lalu. Media Obor Rakyat hadir dengan memberikan ancaman dan ketakutan. Kalimat-kalimat ancaman yang bertujuan menakuti massa tersebut ada di dalam beberapa judul, seperti Obor Rakyat edisi 2 halaman 8 “Jokowi Presiden, Sembilan Naga Merajalela”. Judul tersebut bernada ancaman dan menimbulkan ketakutan. Dibuktikan dengan kalimat :

“Jika nanti Jokowi Presiden, maka etnis cina akan lebih leluasa menguasai perdagangan, bisnis dan perekonomian. Jika ini sampai terjadi, maka dampaknya akan sangat mengerikan”.

Ucapan ini disampaikan oleh KH. A. Kholil Ridwan Lc, Ketua MUI pusat. Selain itu dibawahnya terdapat tulisan pendukung yang berjudul “Konsilidasi Kekuatan Cina”. Terdapat kalimat yang juga bernada ancaman seperti :

“Jadi bisa dibayangkan, kalau sampai Jokowi menang, para pengusaha itulah yang sebenarnya yang menjadi penguasa di Indonesia”.

Kalimat diatas menunjukkan bahwa media Obor Rakyat menggunakan metode persuasif atau mempengaruhi massa dengan menggunakan kalimat-kalimat ancaman. Tujuannya untuk mempengaruhi opini publik. Mengubah pendapat umum mengenai sebuah isu dengan cara memanipulasi emosi. Memanipulasi emosi target audiens dari perasaan suka menjadi tidak suka. Menurut teori propaganda yang diungkapkan oleh Lasswell simbol di media memang sengaja diciptakan untuk mempengaruhi pikiran masyarakat. Contohnya saja audiens yang tadinya tidak memiliki pemikiran buruk


(6)

64

terhadap Jokowi dengan hadirnya Obor Rakyat kini mereka memiliki pemikiran buruk bahwa Jokowi adalah keturunan cina.

Selain itu di Obor Rakyat edisi 1 halaman 5 dalam judul ”DARI SOLO SAMPAI JAKARTA, DE-ISLAMISASI ALA JOKOWI” beberapa kalimatnya juga bernada ancaman seperti:

“Jika Jokowi menjadi presiden, target pertumbuhan gereja dan permutadan di Indonesia berjalan lebih cepat”.

Jokowi disebut sebagai pemeluk islam sinkretis dan telah melakukan aksi de-islamisasi. Sinkretisme, seperti yang dijelaskan oleh John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, adalah fenomena bercampurnya praktik-praktik dan kepercayaan-kepercayaan dari sebuah agama dengan agama lainnya sehingga menciptakan tradisi yang baru dan berbeda.9 Sedangkan de-islamisasi artinya penghilangan harkat Islam: mereka berusaha merusak ajaran Islam dari dalam dengan menggerogoti nilai-nilai Islam yang disebut.10

Sebuah teknik propaganda memang terkadang tidak bisa digunakan dalam waktu yang bersamaan di sebuah media (Arifin, 2011). Namun berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap Obor Rakyat, kesembilan teknik propaganda ini digunakan secara bersamaan. Simbol bahasa yang dipilih dan digunakan dalam pemberitaan membuktikan bahwa media ini syarat terhadap aksi propaganda. Obor Rakyat memenuhi kesembilan teknik tersebut.

9

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/06/03/mntmes-dunia-islam-menghadapi-sinkretisme Diunduh pada tanggal 28 Maret 2015, pukul 22.00 WIB.

10


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyimpangan Fungsi Media Massa “Obor Rakyat” Sebagai Alat Propaganda Politik Pilpres 2014

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyimpangan Fungsi Media Massa “Obor Rakyat” Sebagai Alat Propaganda Politik Pilpres 2014 T1 362010069 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyimpangan Fungsi Media Massa “Obor Rakyat” Sebagai Alat Propaganda Politik Pilpres 2014 T1 362010069 BAB II

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyimpangan Fungsi Media Massa “Obor Rakyat” Sebagai Alat Propaganda Politik Pilpres 2014 T1 362010069 BAB IV

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyimpangan Fungsi Media Massa “Obor Rakyat” Sebagai Alat Propaganda Politik Pilpres 2014 T1 362010069 BAB VI

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penyimpangan Fungsi Media Massa “Obor Rakyat” Sebagai Alat Propaganda Politik Pilpres 2014

0 0 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Propaganda Politik dalam Iklan (Analisis Wacana Kritis Iklan Layanan Masyarakat Nasional Demokrat) T1 362007075 BAB V

0 0 26

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pembatasan Periodisasi Anggota Lembaga Perwakilan Rakyat T1 BAB V

0 0 2

T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Buku Cerita Bergambar tentang Sejarah dan Keunikan Drumblek sebagai Media Komunikasi Massa T1 BAB V

0 0 4

Media sebagai alat propaganda politik 1

0 0 10