47
Keberadaan bahasa di media massa tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menentukan gambaran makna citra mengenai suatu
realitas- realitas media-yang akan muncul dibenak khalayak Hamad, 2004:12. Simbol- simbol bahasa tersebut seperti “capres boneka, juru selamat yang gagal, pion, kacung,
konglomerat besar, konglomerat hitam, konsilidasi, dan cukong”. Semua simbol-simbol dalam bentuk bahasa tersebut tersebar di setiap kalimat yang ada di Obor Rakyat edisi 1
dan 2.
5.1.3 Fungsi Media Sebagai Persuasi persuasion
Pada dasarnya persuasi adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling mendasar. Tujuan dari kegiatan persuasi untuk mempengaruhi dan merubah sikap
seseorang. Sikap adalah rasa suka dan tidak suka kita terhadap sesuatu Severin dan Tankard, Jr 2005: 177.
Dalam dunia politik persuasi sering dilakukan saat kegiatan kampanye. Secara umum tujuan dari persuasi untuk mencari dukungan massa. Namun justru banyak yang
menggunakan media untuk menjatuhkan pihak lawan. Caranya dengan menyebarkan isu fitnah. Obor Rakyat adalah salah satu media yang digunakan sebagai propaganda politik
untuk menjatuhkan nama Jokowi. Pembentukan citra buruk terhadap Jokowi ini sengaja dilakukan untuk mempengaruhi keyakinan dan mengubah sikap masyarakat.
Padahal telah diatur dalam Kode Etik Jurnalistik Pasal 4 bahwa:
“Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul”.
Penafsiran pertama, Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Penafsiran kedua,
Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. Berdasarkan pasal tersebut media Obor Rakyat telah melakukan pelanggaran
dengan membuat berita bohong dan fitnah. Salah satu bentuk persuasi menurut River dkk adalah artikel informatif atau hiburan yang secara tersirat mengandung bujukan. Berita
ini dikemas dalam bentuk tulisan yang mengandung bujukan secara tersirat untuk mempengaruhi pembaca. Salah satunya tulisan yang berjudul “Jokowi Anak Tionghoa”.
48
Fakta mengenai berita ini telah dijelaskan di bab sebelumnya. Tuduhan tanpa dasar bahwa Jokowi keturunan cina ini dimaksudkan untuk menjatuhkan namanya.
Selain itu, Obor Rakyat juga memakai pendapat beberapa ulama untuk membentuk opini. Dalam media Obor Rakyat edisi 1 rubrik wawancara dengan judul
“Jokowi Selalu, Mewariskan Jabatan ke Non-Muslim” penulis menggunakan tokoh ulama islam ketua MUI KH Kholil Ridwan sebagai sumber untuk membentuk opini.
Dalam salah satu jawaban wawancara tersebut KH Kholil Ridwan menyebutkan: “Saat ini umat islam harus berani melakukan gerakan ABJ Asal Bukan
Jokowi”. “Kini kota Islam Jakarta akan dikristenkan dan menjadi kemenangan Kristen?
Sungguh sangat menyedihkan”. Kedua kalimat tersebut dimanfaatkan untuk mengarahkan opini masyarakat sesuai
dengan keinginan propagandis. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamad bahwa penggunaan bahasa tertentu akan berimplikasi pada bentuk kontruksi realitas dan makna
yang dikandungnya. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan struktur kontruksi realitas dan makna yan muncul darinya. Dari perspektif ini bahkan
bahasa bukan hanya mampu mencerminkan realitas, tetapi sekaligus dapat menciptakan realitas.
“Ramai Ramai Menolak Jokowi” adalah salah satu judul tulisan yang terdapat dalam media Obor Rakyat edisi , halaman 10-11 di rubrik Zoom. Dalam tulisan tersebut
menampilkan aksi penolakan yang dilakukan oleh beberapa lapisan masyarakat. Seperti kelompok ibu-ibu, waria, legendaris betawi, dan mahasiswa. Dari pemilihan kata yang
dipakai untuk judul “Ramai Ramai Menolak Jokowi” menunjukkan bahwa semua lapisan masyarakat ikut melakukan penolakan terhadap Jokowi. Sesuai dengan salah satu fungsi
persuasi menurut Josep A. Devito yaitu menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Penanaman nilai dalam benak pembaca bahwa mereka merupakan bagian dari
aksi penolakan tersebut. Suatu peristiwa acapkali dapat mengubah opini publik dengan bantuan kata-kata yang membesar-besarkannya. Artinya makna suatu peristiwa turut
ditentukan oleh interpretasi yang dilakukan komentator televisi, penulis tajuk rencana, dan kolumnis politik Rivers, dkk, 2003: 233.
5.1.4 Fungsi Media Sebagai Agenda Setting