58
Beberapa  tulisan  di  media  Obor  Rakyat  edisi  1  dan  2  ingin  membantah  bahwa sebenarnya  Jokowi  bukanlah  sosok  yang  merakyat.  Semua  hal  yang  dilakukan  oleh
Jokowi  hanyalah  sebuah  pencitraan  untuk  meluruskan  jalannya  menjadi  capres.  Seperti berita  yang  dimuat  oleh  voaislam.com,  sejak  menjabat  sebagai  walikota  Surakarta  di
2005, Jokowi aktif membangun kota Surakarta atau  yang juga disebut kota Solo hingga blusukan menyambangi warganya. Ia juga kerap mengampanyekan gerakan anti korupsi,
yang  membuatnya  mendapatkan  reputasi  sebagai  politisi  paling  jujur  di  Indonesia. Gebrakan  Jokowi  ketika  menjadi  walikota  Surakarta  juga  diwarnai  aksinya  membeli
mobil SUV Esemka seharga Rp 95 juta. Ditambah lagi keputusan Jokowi yang menolak mengambil gaji selama dia menjabat sebagai Walikota Surakarta.
6
Penghargaan yang selama ini didapatkan oleh Jokowi memang karena prestasinya yang  baik  selama  menjadi  seorang  pemimpin.  Sudah  banyak  penghargaan  yang
diterimanya selama menjabat sebagai walikota Solo. Salah satunya terpilih sebagai wali kota  terbaik  ketiga  sedunia  dalam  pemilihan  World  Mayor  Project  2012.  Pemilihan  ini
diselenggarakan  oleh  The  City  Mayors  Foundation, yayasan  walikota  dunia  berbasis  di Inggris.  Adapun  kriteria  walikota  terbaik  dunia  menurut  lembaga  ini  adalah
mengedepankan  kejujuran,  memiliki  visi  jelas  selama  kepemimpinannya,  mampu mengatur  kota  dengan  baik,  perduli  terhadap  aspek  ekonomi  dan  sosial,  mampu
meningkatkan  keamanan  dan  lingkungan  sekitarnya,  termasuk  juga  memiliki  kedekatan dengans warganya.
7
Contoh salah satu penghargaan diatas membuktikan bahwa, Jokowi tidak dengan mudah  mendapatkan  sebuah  penghargaan.  City  Mayors  Foundation  adalah  sebuah
yayasan walikota dunia berbasis di Inggris. Kriteria untuk bisa mendapatkan penghargaan ini  juga  tidak  mudah.  Apalagi  dia  mampu  bersaing  dan  mengalahkan  walikota  negara-
negara maju diseluruh dunia. Fakta ini sekaligus membantah tuduhan media Obor Rakyat bahwa Jokowi dengan mudah mendapatkan penghargaan.
5.2.6 Card Stacking menimbang-nimbang kartu untuk digunakan
Pemilihan dan pemanfaatan fakta atau kebohongan, ilustrasi atau penyimpangan, dan  pernyataan-pernyataan  logis  atau  tidak  logis  untuk  memberikan  kasus  terbaik  atau
6
http:www.voaindonesia.comcontentjokowi-raih-penghargaan-walikota-terbaik-ketiga-dunia1579686.html Diunduh pada tanggal 25 Maret 2015, pukul 15.19 WIB.
7
Ibid:25
59
terburuk  pada  sebuah  gagasan,  program,  orang  atau  produk  Lee  dan  Lee,  1939:  95. Meliputi  seleksi  dan  kegunaan  fakta  atau  kepalsuan,  ilustrasi  atau  kebingungan  dan
masuk  akal  atau  tidak  masuk  akal  suatu  pernyataan  agar  memberikan  kemungkinan terburuk  atau  terbaik  untuk  suatu  gagasan,  program,  manusia  dan  barang.  Teknik
propaganda  yang  hanya  menonjolkan  hal-hal  atau  segi  baiknya  saja,  sehingga  publik hanya melihat satu sisi saja.
Melihat  dari  pengertian  teknik  card  staking  yang  digunakan  dalam  kegiatan propaganda,  hal  ini  berhubungan  dengan  keberpihakan  sebuah  media.  Ketika  media
berpihak pada salah satu kandidat maka propagandis akan cenderung memberitakan sisi baiknya  saja.  Sebaliknya  propagandis  akan  memberitakan  sisi  buruk  pihak  lawan.
Sehingga  pada  akhirnya  akan  mengarah  pada  ketidaknetralan  media.  Dalam  jurnalisme propaganda media tidak menganut semangat memberikan pendidikan politik voters and
electoral  education .  Media  membiarkan  diri  menjadi  political  public  relations  para
kandidat Herman  Chomsky, 1991. Menurut Noam Chomsky, kecenderungan media menjadi propaganda terutama di
musim  kompetisi  pemilihan  presiden  merupakan  akibat  dari  berbagai  aspek.  Salah satunya  terkonsentrasinya  pemilik  media  pada  sekelompok  elit  kekuatan  ekonomi,
sejumlah  konglomerat  yang  secara  keamanan  bisnis  masih  sangat  tergantung  pada kekuatan  politik  yang  sedang  atau  akan  berkuasa.  Dalam  praktek  jurnalisme  politik  di
Negara berkembang seperti Indonesia, jarang ditemukan berita dan opini yang mendalam atau bersifat analistis, melibatkan semua sudut pandang dalam masyarakat. Kebanyakan
realitas  media  lebih  tampak  sebagai  sebuah  sajian  spekulasi  –  spekulasi,  korelasi  – korelasi instrumental, bukan korelasi substansial. Karena akses penguasaan informasi dan
pengendalian  jurnalis  yang  hanya  lebih  berpusat  pada  lingkaran  elit  sumber  di masyarakat, media utama mainstream kerap kali lebih berperan sebagai alat propaganda
kelompok-kelompok  kepentingan dominan dalam masyarakat seperti partai politik atau politisi yang berkuasa Masduki, 2004: 81-84.
Keberpihakan  media  akan  mempengaruhi  pemberitaan  media  Obor  Rakyat. Seperti  yang  telah  diakui  oleh  Darmawan  Sepriyossa  bahwa  media  ini  adalah  media
partisan,  maka  dia  menganggap  wajar  jika  pemberitaanya  menjadi  tidak  netral.  Dalam media Obor Rakyat propagandis memilih untuk lebih berpihak kepada Prabowo sehingga
60
media  ini  cenderung  memberitakan  sisi  buruk  Jokowi.  Hal  ini  menguatkan  pandangan utama  dari  teknik  propaganda  card  staking  bahwa  seorang  propagandis  hanya
menonjolkan  sisi  baik  dirinya  saja  dan  menonjolkan  sisi  buruk  pihak  lawan.  Jika  kita melihat dalam media Obor Rakyat edisi 1 tidak ada berita mengenai Prabowo dan isinya
hanya  sisi  buruk  seorang  Jokowi.  Kemudian  hal  ini  diperkuat  dengan  hadirnya  Obor Rakyat
edisi 2 isi di dalam salah satu judulnya menunjukkan sisi baik seorang Prabowo. Selebihnya dari itu semua tulisan menjatuhkan nama Jokowi. Fakta-fakta yang digunakan
untuk  pemberitaan  Jokowi  tidak  jelas  sumbernya  dan  sudah  diseleksi.  Publik  hanya diberikan  kesempatan  untuk  melihat  Jokowi  dari  satu  sisi  saja.  Banyak  fakta  yang
dipalsukan contohnya saja menyebut bahwa Jokowi adalah keturunan cina dan beragama non-muslim. Isu mengenai sisi buruk Jokowi inilah yang ditonjolkan dalam media Obor
Rakyat . Hal ini akan dibahas lebih dalam di teknik selanjutnya.
5.2.7 Frustration Scapegot menutupi frustrasi atau kambing hitam