BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kualitas Air Tambak
Untuk mengetahui keadaan kualitas air di tambak lokasi penelitian dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas air seperti disajikan
pada Tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1. Kisaran beberapa parameter kualitas air pada 3 perlakuan pemberian
dosis probiotik berbeda di tambak pemeliharaan gelondongan ikan kerapu macan
Parameter Perlakuan
A 1 mgL
B 2 mgL
C 3 mgL
Kontrol 0 mgL
Suhu
o
C 29,6-30,0 29,6-30,0
29,0-29,6 30,0-31,0
Derajat keasaman pH 7,26-7,30
7,26-7,30 7,20-7,26
7,30-7,40 Salinitas ‰
24,6-25,0 24,6-25,0
24,0-24,3 25,0-25,3
Oksigen terlarutDO mgL 5,63-5,66 5,76-5,80
6,03-6,06 5,20-5,33
4.1.1. Suhu
Hasil pengukuran suhu air tambak menunjukkan bahwa suhu rata-rata tertinggi terdapat pada kontrol yaitu 31,0
o
C dibandingkan dengan perlakuan C yaitu 29,6
o
C Tabel 4.1 dan Lampiran 5. Perubahan suhu diduga karena penetrasi cahaya yang masuk ke dalam air tambak dan keberadaan plankton
terutama fitoplankton. Boyd 1989 mengemukakan bahwa dalam tambak, fitoplankton merupakan penghasil oksigen yang baik, namun juga konsumer
oksigen yang besar pada malam hari. Fitoplankton juga akan mengurangi penetrasi cahaya dalam tambak sehingga ikan merasa lebih nyaman.
Universitas Sumatera Utara
Kordi dan Tancung 2010 berpendapat bahwa suhu sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan konsumsi oksigen biota air.
Semakin tinggi suhu, semakin besar konsumsi oksigen biota airnya, padahal kenaikan suhu tersebut mengurangi daya larut oksigen dalam air. Taukhid 2006
mengemukakan bahwa suhu perairan sangat mempengaruhi ekskresi ammonia dari ikan yang dipelihara. Ikan akan mencerna protein dalam pakan dan
mengekskresikan ammonia melalui insang dan feses. Ammonia pada lingkungan budidaya juga berasal dari proses dekomposisi bahan organik seperti sisa pakan,
penambahan pupuk yang berlebihan dan biota akuatik yang telah mati. Effendi 2000 menyatakan bahwa seiring dengan kenaikan suhu perairan kadar ammonia
meningkat pula dan bersifat toksik pada ikan. Hasil pengukuran suhu selama penelitian masih berada dalam kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan kerapu
yaitu berkisar antara 24-31
o
C Suprakto dan Fahlivi, 2007.
4.1.2. Derajat Keasaman pH
Hasil pengukuran pH air tambak menunjukkan bahwa pH rata-rata tertinggi terdapat pada kontrol yaitu 7,40 dibandingkan dengan perlakuan C 7,26
Tabel 4.1 dan Lampiran 6. Perubahan pH diduga disebabkan adanya pelepasan dan pengambilan CO
2
oleh organisme yang ada dalam air tambak. Pratiwi 2010 mengemukakan bahwa terjadinya perubahan nilai pH disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu: peningkatan CO
2
sebagai hasil pernafasan dari organisme akuatik, pembakaran bahan organik di dalam air oleh jasad renik, rendahnya konsentrasi
oksigen terlarut, kandungan garam salinitas yang tinggi, jumlah padat tebar yang
Universitas Sumatera Utara
tinggi, keadaan suhu air yang tidak stabil serta tingginya tingkat kekeruhan melebihi ambang batas.
Noga 2000 mengatakan bahwa pH rendah dapat menyebabkan penurunan tingkat produksi lendir, sedangkan pH tinggi dapat menyebabkan ikan
stres. Seiring dengan kenaikan pH perairan kadar ammonia meningkat pula yang dapat menyebabkan toksisitas bagi organisme akuatik Effendi, 2000. Hasil
pengukuran pH selama penelitian masih berada dalam kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan kerapu yaitu berkisar antara 7-8 Suprakto dan Fahlivi, 2007.
4.1.3. Salinitas