tinggi, keadaan suhu air yang tidak stabil serta tingginya tingkat kekeruhan melebihi ambang batas.
Noga 2000 mengatakan bahwa pH rendah dapat menyebabkan penurunan tingkat produksi lendir, sedangkan pH tinggi dapat menyebabkan ikan
stres. Seiring dengan kenaikan pH perairan kadar ammonia meningkat pula yang dapat menyebabkan toksisitas bagi organisme akuatik Effendi, 2000. Hasil
pengukuran pH selama penelitian masih berada dalam kisaran yang layak untuk pemeliharaan ikan kerapu yaitu berkisar antara 7-8 Suprakto dan Fahlivi, 2007.
4.1.3. Salinitas
Hasil pengukuran salinitas air tambak menunjukkan bahwa salinitas rata- rata tertinggi terdapat pada kontrol yaitu 25,3 ‰ dibandingkan dengan perlakuan
C yaitu 24,3 ‰ Tabel 4.1 dan Lampiran 7. Perubahan salinitas diduga karena penguapan air dan air hujan. Noga 2000 mengatakan bahwa perubahan salinitas
terjadi sewaktu-waktu akibat turun hujan dan air tawar masuk ke dalam tambak. Sedangkan peningkatan salinitas akan terjadi pada musim kemarau karena adanya
penguapan air. Tingkat salinitas yang terlampau rendah atau terlampau tinggi dapat mengakibatkan respon stres dari akut hingga kronis pada ikan budidaya.
Semakin tinggi salinitas kadar oksigen terlarut di perairan semakin menurun karena tegangan permukaan air meningkat sehingga difusi oksigen terhambat, hal
ini menyebabkan ikan menjadi stres. Selain itu, perubahan salinitas yang signifikan dapat mempengaruhi sistem osmoregulasi ikan. Hasil pengukuran
salinitas selama penelitian masih berada dalam kisaran yang layak untuk
Universitas Sumatera Utara
pemeliharaan ikan kerapu yaitu berkisar antara 22-32 ‰ Suprakto dan Fahlivi, 2007.
4.1.4. Oksigen Terlarut DO
Oksigen terlarut sangat dibutuhkan ikan untuk proses pernafasan, selain itu juga untuk mengoksidasi bahan organik yang ada di tambak. Hasil pengukuran
oksigen terlarut air tambak menunjukkan bahwa oksigen terlarut rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu 6,06 mgL dibandingkan dengan kontrol yaitu
5,33 mgL Tabel 4.1 dan Lampiran 8. Rendahnya kadar oksigen terlarut diduga karena meningkatnya suhu dan salinitas. Jeffries dan Mills 1996 berpendapat
bahwa kadar oksigen berkurang dengan semakin meningkatnya suhu, salinitas, ketinggian dan berkurangnya tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut secara
harian dan musim bergantung pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air. Kordi dan
Tancung 2010 menyatakan bahwa oksigen dalam air tambak dihasilkan melalui proses difusi dari udara yang mengandung 20,95 oksigen. Proses ini terjadi pada
permukaan air. Sumber oksigen lainnya adalah fitoplankton, melalui proses fotosintesis fitoplankton dapat menghasilkan oksigen seperti terlihat dari
persamaan reaksi berikut: cahaya
6 CO
2
+ 6 H
2
O C
6
H
12
O
6
+ 6 O
2
klorofil
Sumber oksigen lainnya adalah aliran air baru yang masuk ke dalam tambak. Air baru umumnya mengandung kadar oksigen lebih tinggi dan sewaktu air tersebut
Universitas Sumatera Utara
masuk ke dalam tambak kadar oksigen dapat lebih meningkat karena turbulensiarus air.
Aleem, Hock dan Varner 1965 menyatakan bahwa perputaran oksigen terlarut dalam mengoksidasi nitrit adalah sebagai penerima elektron. Rees dan
Nason 1966 menambahkan bahwa dalam mengoksidasi ammonia menjadi nitrit oleh Nitrosomonas, molekul oksigen menjadi pusat penerima elektron dan tidak
dapat berhubungan secara langsung terhadap nutrien. Painter dan Prosser 1986 menyatakan bahwa proses nitrifikasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
lingkungan yang optimal seperti suhu 20-30
o
C dan batas oksigen terlarut 5-10 mgL. Hasil pengukuran DO selama penelitian masih berada dalam kisaran yang
layak untuk pemeliharaan ikan kerapu yaitu 3 mgL Suprakto dan Fahlivi, 2007.
4.1.5. Ammonia