Hakikat Novel Landasan Teori

commit to user Kesamaan penelitian Ninawaty Syahrul dengan penelitian ini terletak pada temuan penelitiannya yang termasuk jawaban permasalahan nomor satu pada penelitian ini. Perbedaannya pada objek penelitian, yakni novel Kaba Cindua Mato dengan Ga dis Kretek.

2. Landasan Teori

a. Hakikat Novel

1 Pengertian Novel Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata - mata sebuah imitasi Luxemburg, 1986: 5. Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Karya sastra pada dasarnya terbagi atas tiga jenis yaitu prosa, puisi dan drama. Karya sastra jenis prosa sering diungkapkan dalam bentuk fiksi atau cerita rekaan. Istilah fiksi sering dijumpai hanya untuk menyebut sastra jenis prosa saja. Sebenarnya hal ini kurang tepat., karena pemyataan demikian memberi kesan bahwa sastra jenis puisi maupun drama, bukan fiksi. Padahal ketiganya merupakan fiksi yang hanya memiliki batasan pengertian masing- masing yang agak berbeda. Fiksi merupakan salah satu genre sastra yang kian berkernbang dan banyak digemari masyarakat. Hal ini disebabkan dalam karya fiksi commit to user disuguhkai berbagai masalah kehidupan dalam hubungannya dengan sesama dan lingkungan. Fiksi dapat membuat pembaca menghabiskan waktu untuk ikut berinteraksi dengan berbagai persoalan kehidupan. Abrams 1981: 610 menyebutkan istilah prosa dalam kesusastraan juga dengan istilah fiksi fiction, teks naratif na ra tive texs, atau wacana naratif na ra tive discourse. Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal irii disebabkan fiksi merapakan karya naratif yang isinya tidak menyaraii pada kebenaran sejarah. Menurut Herman J. Waluyo 2002: 136-137 Cerita rekaanfiksi dibangun oleh dua unsur pokok, yakni: a pa yang dicerita ka n dan teknik metode pencerita an. Isi atau materi yang diceritakan tidak dapat dipisahkan dengan cara penceritaan, Bahasa yang digunakan untuk bercerita disesuaikan denganisi, sifat, perasaan, dan tujuan apa cerita itu. Cerita rekaan adalah wacana yang dibangun oleh beberapa unsur. Unsur-unsur itu membangun suatu kesatuan, kebulatan, dan regulasi diri atau membangun sebuah struktur. Unsur-unsur itu bersifat fungsional, artinya dicipta pengarang untuk mendukung maksud secara keseluruhan, dan makrianya ditentukan oleh keseluruhan cerita itu. Suminto A. Sayuti menyandingkan cerita rekaanfiksi dan novel pada deretan kata yang memiliki makna yang sama. Dia menjelaskan Novel cerita rekaan dapat dilihat dari beberapa sisi. Ditinjau dari panjangnya, novel pada umumnya terdiri dari 45.000 kata atau lebih. Berdasarkan sifatnya, novel cerita rekaan bersifat expa nds, meluas yang commit to user menitikberatkan pada complexity. Sebuah novel tidak akan selesai dibaca sekali duduk, hal ini berbeda dengan cerita pendek. Dalam novel cerita rekaan juga dimungkinkan adanya penyajian panjatig lebar tentang tempat atau ruang 1997: 5-7. Bila dibandingkan dengan roman, novel memiliki beberapa perbedaan. Pengertian tentang keduanya sering dipertentangkan. Sebutan roman dan novel di Indonesia diartikan berbeda Jakob Sumardjo, 1984: 65. Roman diartikan sebagai cerita berbentuk prosa yang panjang, banyak tokoh dan banyak penjelajahan tentang kehidupan yang meliputi waktu sepanjang hidup tokohnya. Kehidupan tokohnya diceritakan sejak kecil ssmpai kematiannya. Novel diartikan sebagai cerita tentang sebagian kehidupan tokohnya saja, seperti masa menjelang perkawinannya setelah mengalami masa percinfcian atau bagian kehidupan seorang tokoh mengalami krisis dalam jiwanya. Herman J. Waluyo 2002: 37 mengemukakan bahwa novel mempunyai ciri: 1 ada perubahan nasib dari tokoh cerita; 2 ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya; 3 biasanya tokoh utama tidak sampai meninggal. Dan dalam novel tidak dituntut kesatuan gagasan, impresi, emosi, dan setting seperti dalam cerita pendek. Brooks dalam Henry Guntur Tarigan 1998: 165 menyimpulkan bahwa novel bergantung pada tokohnya, menyajikan lebih dari satu impresi, menyajikan lebih dari satu efek, dan menyajikan lebih dari satu emosi. commit to user Berpijak dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel atau cerita rekaan adalah satu genre sastra yang dibangun oleh unsur-unsur pembangun sebagai sebuah struktur yang secara fungsional memiliki keterjalinan di antaranya; untuk membangun totalitas makna dengan media bahasa sebagai penyampaigagasan pengarang tentang hidup dan seluk beluk kehidupan manusia. Novel adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut. 2 Unsur yang Membangun Novel Novel dibangun oleh dua unsur yakni, unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Yang dimaksud unsur - unsur intrinsik dalam sebuah karya sastra adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Sedangkan unsur ekstrinsik novel adalah unsur- unsur yang berada di luar karya sastra novel, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi sistem organisme karya sastra. a Unsur Instrinsik Herman J. Waluyo 2012: 6 menjelaskan unsur pembangun fiksi novel meliputi: tema cerita, plot, atau kerangka cerita, penokohan dan perwatakan, setting atau tempat kejadian cerita atau disebut juga latar, sudut pandangan pengarang atau point of view, latar belakang atau back commit to user ground, dialog atau percakapan, gaya bahasa gaya bercerita, waktu pernceritaan, dan amanat. 1 Tema Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Atau gampangnya, tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita. Secara etimologis kata tema berasal dari istilah meaning, yang berhubungan arti, yaitu sesuatu yang lugas, khusus, dan objektif. Sedangkan amanat berasal dari kata significance, yang berurusan dengan makna, yaitu sesuatu yang kias, umun dan subjektif, sehingga harus dilakukan penafsiran. Melalui penafsiran itulah yang memungkinkan adanya perbedaan pendapat gagasan atau ide kepengarangan. Lebih jauh Sudjiman memberikan pengertian bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra 1992:52. Mengenai adanya amanat dalam karya sastra bisa dilihat dari beberapa hal, seperti berikut ini: sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, makan jalan keluarnya itulah yang disebut amanat. commit to user Amanat yang terdapat pada sebuah karya sastra, bisa secara inplisit ataupun secara eksplisit. Implisit jika jalan keluar atau ajaran moral diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasehat, dan sebagainya. Sudjiman, 1992: 57-58. Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Tema dalam peristiwa, konflik serta situasi tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain. Herman J Waluyo 2012: 8 mengklasifikasikan tema menjadi lima jenis, yaitu: 1 tema yang bersifat fisik; 2 tema organik; 3 tema sosial; 4 tema egoik reaksi pribadi; dan 5 tema divine Ketuhanan 2 Tokoh Tokoh adalah individu ciptaanrekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita. Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Tokoh sentral protagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai positif. commit to user 2. Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif. 3 Penokohan atau perwatakan Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkana tokoh- tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut, ini berarti ada dua hal penting, yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak atau kepribadian tokot-tokoh tersebut Suroto, 1989: 92-93. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas peribadi seorang tokoh Burhan Nurgiyantoro, 2000: 165. Penokohan atau karakter atau disebut juga perwatakan merupakan cara penggambaran tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Panuti Sudjiman mencerikan definisi penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh 1992: 23. Hal senada diungkapkan oleh Hasim dalam Fanani, 1997: 5 bahwa penokohan adalah cara pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah cerita karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk. Untuk mengenal watak tokoh dan penciptaan citra tokoh terdapat beberapa cara , yaitu: commit to user a. Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh dan tindakan-tinda-kannya, ter-utama sekali bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis. b. Melalui ucapan-ucapan yang dilontarkan tokoh. c. Melalui penggambaran fisik tokoh. Penggambaran bentuk tubuh, wajah dan cara berpakaian, dari sini dapat ditarik sebuah pendis- kripsian penulis tentang tokoh cerita. d. Melalui jalan pikirannya, terutama untuk mengetahui alasan-alasan tindakannya. e. Melalui penerangan langsung dari penulis tentyang watak tokoh ceri-tanya. Hal itu tentu berbeda dengan cara tidak langsung yang mengungkap watak tokoh lewat perbuatan, ucapan, atau menurut jalan pikirannya Jakob Sumardjo dan Saini K.M, 1997: 65-66. Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh, tokoh cerita dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama centra l cha ra cter, ma in cha ra cter dan tokoh tambahan Burhan Nurgiyantoro, 2000: 176-178. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh ini tergolong penting. Karena ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Karena tokoh utama paling banyak ditampilkan ada selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. commit to user Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itu bersifat gradasi, keutamaannya bertingkat maka perbedaan antara tokoh utama dan tambahan tidak dapat dilakukan secara pasti. Karena tokoh berkepribadian dan berwatak, maka dia memiliki sifat-sifat karakteristik yang dapat dirumuskan dalam tiga dimensi, yaitu; 1. Dimensi fisiologis, adalah ciri-ciri badan, misalnya usia tingkat kede-wasaan, jenis kelamin, keadaaan tubuh, ciri-ciri muka, dan lain sebagainya. 2. Dimensi sosiologis, adalah ciri kehidupan masyarakat, missal- nya status sosial, pekerjaan, peranan dalan masyarakat, tingkat pendidikan, dan sebagainya. 3. Dimensi psikologis, adalah latar belakang kejiwaan, misalnya menta-litas, tingkat kecerdasan dan keahliannkhusus dalam bidang tertentu Satoto, 1993: 44-45. 4 Alur Adalah jalinan cerita yang dibuat oleh pengarang dalam menjalin kejadian secara beruntun atau rangkaianjalinan antar peristiwa lakuan dalam cerita. Atar Semi1993: 43 mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dlam keseluruhan karya fiksi. commit to user Lebih lanjut Stanton dalam Burhan Nurgiyantoro, 2000: 113 mengemukakan bahwa alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain. Dalam merumuskan jalan cerita, pembaca dapat membuat atau menafsirkan alur cerita melalui rangkaiannya. Luxemburg memberikan kebebasan penuh dalam menafsirkan atau membangun pemahaman dari jalannya cerita. Alur bisa dilihat sebagai konstruksi yang dibuat oleh pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa atau kejadian yang saling berkaitan secara logis dan kronologis, serta deretan peristiwa itu diakibatkan dan dialami oleh para tokoh. Karena alur berusaha menguraikan jalannya cerita mulai awal sampai akhir cerita, maka secara linier bentuk alur atau struktur cerita seperti dikemukakan Nurgiyantoro yaitu dari tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Tahap penyuntingan, tahap ini pengarang memperkenalkan tokoh-cerita melukiskan situasi latar, sebagai tahap pembukaan cerita, pembagian informasi awal dan teruptama untuk melandasi cerita yang akan dilkisahkan pada tahap berikutnya. 2. Tahap pemunculan konflik yang berkembang atau merupakan awal munculnya konflik yang berkembang atau dikembangkan commit to user menjadi komflik pada peningkatan konflik, pada tahap ini konflik berkembang atau dikembangkan tahap berikutnya. 3. Tahap kadar intensitasnya. Konflik-konflik yang terjadi baik itu internal, eksternal ataupun kedua-duanya. 4. Tahap klimaks, pada tahap ini pertentangan yang terjadi dialami atau ditampilkan pada tokoh mencapai titik intensitas puncak klimaks cerita akan dialami tokoh utama sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik, pada tahap ini merupakan tahap penentuan nasip tokoh. 5. Tahap penyelesaian, pada tahap ini keteganangan diken-dorkan diberi penyelesaian dan jalan keluar untuk kemudian diakhiri 2000: 150. Masih mengenai alur plot, secara estern Mursal 1990: 26 merumuskan bahwa alur bisa bermacam-macam, seperti berikut ini: a. Alur maju konvensional Progresif adalah teknik pengaluran dimana jalan peristriwanta dimulai dari melukiskan keadaan hingga penyelesaian. b. Alur mundur Flash back, sorot balik, regresif, adalah teknik penga-luran dan menetapkan peristiwa dimulai dari penyelesaian kemudian ke titik puncak sampai melukiskan keeadaan. commit to user c. Alur tarik balik back tracking, yaitu teknik pengaluran di mana jalan cerita peristiwanya tetap maju, hanya pada tahap-tahap tertentu peristiwa ditarik ke belakang. Melalui pengaluran tersebut diharapkan pembaca dapat mengetahui urutan-urutan atau kronologis suatu kejadian dalam cerita, sehingga bisa dimengerti maksud cerita secara tepat. 5 Konflik Konflik cerita, yaitu pokok permasalahan yang terjadi dan sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan atau perselisihan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan. Dalam kehidupan nyata konflik merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Namun dalam sebuah cerita berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain, bahkan konflik pun pada hakikatnya merupakan peristiwa. Ada peristiwa tertentu yang dapat menimbulkan konflik atau bahkan sebaliknya. Bentuk konflik sebagai bentuk kajadian dapat dibedakan ke dalam dua kategori: konflik fisik dan koflik batin. 1. Konflik fisik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seseorang tokoh dengan sesuatu di luar dirinya, mungkin dengan commit to user tokoh lain atau dengan alam. Misalnya, konflik permasalahan yang dialami seseorang tokoh akibat adanya banjir besar, gunung meletus, kemarau panjang dan sebagainya. Konflik sosial, sebaliknya adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial antar manusia, atau masalah-masalah yang muncul akibat hubungan antar manusia. Konflik sosial berupa masalah peperangan, perburuhan atau kasus-kasus hubungan sosial lainnya. 2. Konflik batin internal adalah konflik yang terjadi di dalam hati, jiwa seseorang tokoh atau tokoh-tokoh cerita. Jadi ia merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri, ia merupakan permasalahan intern seorang manusia. Misalnya, hal itu terjadi akibat pertentangan antara dua keinginan, keyakinan pilihan yang berbeda, harapan-harapan, atau maslah-masalah lainnya. Dapat disimpulkan bahwa beberapa konflik di atas saling berkaitan, saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain, dan dapat terjadi secara bersamaan. 6 SettingLatar Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala keterangan, petunjut, pengacuan yang berkaiatan dengan commit to user waktu, ruang dan suasana 1992:46. Sumardjo dan Saini K.M. 1997: 76 mendefinisikan latar bukan bukan hanya menunjuk tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagianya. Latar atau setting tidak hanya menyaran pada tempat, hubungan waktu maupun juga menyaran pada lingkungan sosial yang berwujud tatacara, adat istiadat dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan. a Latar Tempat Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat berupa tempat-tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata ataupun tempat-tempat tertentu yang tidak disebut dengan jelas tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu misalnya desa, sungai, jalan dan sebagainya. Dalam karya fiksi latar tempat bisa meliputi berbagai lokasi. b Latar waktu Latar waktu menyaran pada kapan terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah commit to user waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap sejarah itu sangat diperlukan agar pembaca dapat masuk dalam suasana cerita. c Latar sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalan karya fiksi. Perilaku itu dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan hidup, pola pikir dan bersikap. Penandaan latar sosial dapat dilihat dari penggunaan bahasa daerah dan penamaan terhadap diri tokoh. 7 Suasana Suasana adalah salah satu unsur intrinsik yang berkaitan dengan keadaan psikologis yang timbul dengan sendirinya bersamaan dengan jalan cerita. Suatu cerita menjadi menarik karena berlangsung dalam suasana tertentu. Misalnya, suasana gembira, sedih, tegang, penuh semangat, tenang, damai, dan sebagainya. Suasana dalam cerita biasanya dibangun bersama pelukisan tokoh utama. Pembaca mengikuti kejadian demi kejadian yang dialami tokoh utama dan bersama dia pembaca dibawa larut dalam suasana cerita. commit to user 8 Sudut Pandang Adalah posisi pengarang dalam membawakan ceritanya. Bisa jadi ia menjadi tokoh dalam cerita tersebut pengarang berada di dalam cerita. Namun, bisa juga dia hanya menjadi pencerita saja pengarang berada di luar cerita. Sudut Pandang dibagi menjadi dua yaitu: 1. Sudut pandang orang pertama Pada sudut pandang orang pertama, posisi pengarang berada di dalam cerita. Ia terlibat dalam cerita dan menjadi salah satu tokoh dalam cerita bisa tokoh utama atau tokoh pembantu. Salah satu ciri sudut pandang orang pertama adalah penggunaan erita. Oleh karena itu, sudut pandang orang pertama sering disebut juga sudut pandang akuan. Sudut pandang orang pertama terbagi lagi menjadi dua yaitu : menjadi to-koh utama dalam cerita. b hanya berperan sebagai tokoh pendampingpembantu saja. c Sudut pandang orang ketiga. Pada sudut pandang orang ketiga, pengarang berada di luar cerita. Artinya dia tidak terlibat dalam cerita. Pengarang berposisi tak ubahnya seperti dalang atau pencerita saja. commit to user Ciri utama sudut pandang orang ketiga adalah - itu, sudut pandang ini disebut pula sudut pandang diaan. 9 Gaya Bahasa Adalah cara pengarang mengungkapkan ceritanya melalui bahasa yang digunakan. Setiap pengarang memiliki gaya masing- masing. Ahmad Tohari, misalnya, dia banyak menggunakan kalimat-kalimat yang indah dan kuat untuk mendeskripsikan latar dalam ceritanya, Gaya bahasa berfungsi sebagai alat utama pengarang untuk melukiskan, menggambarkan, dan menghidupkan cerita secara estetika. Misalnya personifikasi, gaya bahasa ini mendeskripsikan benda benda mati dengan cara memberikan sifat sifat seperti manusia. simile perumpamaan, gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu dengan pengibaratan. Hiperbola, gaya bahasa ini mendeskripsikan sesuatu dengan cara berlebihan dengan maksud memberikan efek berlebihan. 10 Amanat Adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat dalam cerita bisa berupa nasihat, anjuran, atau larangan untuk melakukantidak melakukan sesuatu. commit to user b Unsur Ekstrinsik Novel Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Unsur ekstrinsik berperan sebagai unsur yang memengaruhi bangunan sebuah cerita. Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik itu pun terdiri atas beberapa unsur. Menurut Wellek Warren 1956, unsur ekstrinsik adalah: 1 Keadaan subjektivitas individu pengarang misalnya: keyakinan, dan pan- dangan hidup. 2 Keadaan psikologis, pengarang, pembaca, atau penerapan prinsip psi- kologis dalam karya. 3 Keadaan lingkungan pengarang, seperti ekonomi, sosial, dan politik. 4 Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama, dan sebagai- nya. 3 Hakikat Sosiologi Sastra Istilah sosiologi sastra dalam ilmu sastra dimaksudkan untuk menyebut para kritikus dan ahli sejarah sastra yang terutama memperhatikan hubungan antara pengarang dengan kelas sosialnya, status sosial dan ideologinya, kondisi ekonomi dalam profesinya, dan model pembaca yang ditujunya. Mereka memandang bahwa karya sastra baik aspek isi maupun bentuknya secara mudak terkondisi oleh lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu Abrams, 1981:178. commit to user Sapardi Djoko Damono 1979, salah seorang ilmuwan yang mengembangkan pendekatan sosiologi sastra di Indonesia, bahwa karya sastra tidak jatuh begitu saja dari langit, tetapi selalu ada hubungan antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman terhadap karya sastra pun harus selalu menempatkannya dalam bingkai yang tak terpisahkan dengan berbagai variable tersebut: pengarang sebagai anggota masyarakat, kondisi sosial budaya, politik, ekonomi yang ikut berperan dalam melahirkan karya sastra, serta pembaca yang akan membaca, menikmati, serta memanfaatkan karya sastra tersebut. Soemarjan dan Soemardi dalam Soekanto, 1987:16 sosiologi sastra atau ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan sosial. Sosiologi memusatkan perhatian pada masyarakat yang merupakan wadah kehidupan bersama yang mencakup berbagai aspek. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara berbagai kehidupan bersama. Lebih lanjut, Wellek dan Werren 1989:111 juga mengemukakan konsep tentang sosiologi sastra sebagai berikut, a Sosiologi pengarang Sosiologi pengarang mempermasalahkan latar belakang sosial, status sosial, ideologi sosial, dan berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra. b Sosiologi karya sastra Sosiologi karya sastra mempermasalahkan isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang menjadi pokok perhatiannya, seperti pada hal-hal yang tersirat dalam karya sastra yang berkaitan dengan masalah sosial. commit to user c Sosiologi sastra Sosiologi sastra mempermasalahkan tentang pembaca dan dampak sosial karya sastra, seperti seberapa jauh karya sastra ditentukan oleh latar sosial, perubahan sosial dan perkembangan sosial. Dari beberapa uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwasanya sosiologi sastra memandang sebuah karya sastra sebagai bagiian dari kenyataan, dan membandingkan unsur-unsur dalam karya sastra tersebut dengan realitas sosial. Karya sastra tidak hanya dilihat secara keseluruhan, tapi lebih tterfokus pada unsur sosial budaya yang terkandung di dalamnya. Ditinjau dari segi sejarahnya, konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being , makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensinya Soemanto, 1993. Konsep dasar sosiologi sastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles yang mengajukan istilah mimesis, yang menyinggung hubungan antara sastra dan masyarakat sebagai cermin. Pengertian mimesis Yunani: perwujudan atau peniruan pertama kali dipergunakan dalam teori-teori tentang seni seperti dikemukakan Plato 428- commit to user 348 dan Aristoteles 384-322, dan dari abad ke abad sangat memengaruhi teori-teori mengenai seni dan sastra di Eropa Van Luxemburg, 1986:15. Menurut Plato, setiap benda yang berwujud mencerminkan suatu ide asti semacam gambar induk. Jika seorang tukang membuat sebuah kursi, maka ia hanya menjiplak kursi yang terdapat dalam dunia Ide-ide. Jiplakan atau copy itu selalu tidak memadai seperti aslinya; kenyataan yang kita amati dengan pancaindra selalu kalah dari dunia Ide. Seni pada umumnya hanya menyajikan suatu ilusi khayalan tentang kenyataan yang juga hanya tiruan dari Kenyataan Yang Sebenarnya sehingga tetap jauh dari kebenaran. Oleh karena itu lebih berhargalah seorang tukang daripada seniman karena seniman menjiplak-jiplakan, membuat copy dari copy. Aristoteles juga mengambil teori mimesis Plato yakni seni menggambarkan kenyataan, tetapi dia berpendapat bahwa mimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan melainkan juga menciptakan sesuatu yang haru karena kenyataan itu tergantung pula pada sikap kreatif orang dalam memandang kenyataan. Jadi sastra bukan lagi copy jiblakan atas copy kenyataan melainkan sebagai suatu ungkapan atau perwujudan mengenai universalia konsep-konsep umum. Dari kenyataan yang wujudnya kacau, penyair memilih beberapa unsur lalu menyusun suatu gambaran yang dapat kita pahami, karena menampilkan kodrat manusia dan kebenaran universal yang berlaku pada segala jaman. Levin 1973:56-60 mengungkapkan bahwa konsep mimesis itu mulai dihidupkan kembali pada zaman humanisme Rena issance dan commit to user nasionalisme Roma ntik . Humanisme Rena issa nce sudah berupaya mengbilangkan perdehatan prinsipial antara sastra modern dan sastra kuno dengan menggariskan paham bahwa masing-masing kesusastraan itu merupakan ciptaan unik yang memiliki pembayangan historis dalam jamannya. Dasar pembayangan historis ini telah dikembangkan pula dalam zaman nasionalisme Romantik , yang secara khusus meneliti dan menghidupkan kembali tradisi-tradisi asli berbagai negara dengan suatu perbandingan geografis. Kedua pandangan tersebut kemudian diwariskan kepada zaman berikutnya, yakni positivisme ilmiah. Pada zaman positivisme ilmiah, muncul tokoh sosiologi sastra terpenting: Hippolyte Taine 1766-1817. Dia adalah seorang sejarawan kritikus naturalis Perancis, yang sering dipandang sebagai peletak dasar bagi sosiologi sastra modern. Taine ingin merumuskan sebuah pendekatan sosiologi sastra yang sepenuhnya ilmiah dengan menggunakan metode- metode seperti yang digunakan dalam ilmu alam dan pasti. Dalam bukunya History of English Literature 1863 dia menyebutkan bahwa sebuah karya sastra dapat dijelaskan menurut tiga faktor, yakni ras, saat momen , dan lingkungan milieu . Bila kita mengetahui fakta tentang ras, lingkungan dan momen, maka kita dapat memahami iklim rohani suatu kebudayaan yang melahirkan seorang pengarang beserta karyanya. Menurut dia faktor-faktor inilah yang menghasilkan struktur mental pengarang yang selanjutnya diwujudkan dalam sastra dan seni. Adapun ras itu apa yang diwarisi manusia dalam jiwa dan raganya. Saat momen ialah situasi sosial-politik pada suatu commit to user periode tertentu. Lingkungan meliputi keadaan alam, iklim, dan sosial. Konsep Taine mengenai milieu inilah yang kemudian menjadi mata rantai yang menghubungkan kritik sastra dengan ilmu-ilmu sosial. Pandangan Taine, terutama yang dituangkannya dalam buku Sejarah Kesusastraan Inggris, oleh pembaca kontemporer asal Swiss, Amiel, dianggap membuka cakrawala pemahaman baru yang berbeda dan cakrawala anatomis kaku strukrura lisme yang berkembang waktu itu. Bagi Amiel, buku Taine ini membawa aroma baru yang segar bagi model kesusastraan Amerika di masa depan. Sambutan yang hangat terutama datang dari Flaubert 1864. Dia mencatat, bahwa Taine secara khusus telah menyerang anggapan yang berlaku pada masa itu bahwa karya sastra seolah-olah merupakan meteor yang jatuh dari langit. Menurut Flaubert, sekalipun segi-segi sosial tidak diperlukan dalam pencerapan estetik, sukar bagi kita untuk mengingkari keberadaannya. Faktor lingkungan historis ini sering kali mendapat kritik dari golongan yang percaya pada misteri ilham. Menurut Taine, hal-hal yang dianggap misteri itu sebenarnya dapat dijelaskan dari lingkungan sosial asal misteri itu. Sekalipun penjelasan Taine ini memiliki kelemahan-kelemahan tertentu, khususnya dalam penjelasannya yang sangat positivistik, namun telah menjadi pemicu perkembangan pemikiran intelektual di kemudian hari dalam merumuskan disiplin sosiologi sastra. a Teori Sastra Marxis Pendekatan sosiologi sastra yang paling terkemuka dalam ilmu sastra adalah Marxisme. Kritikus-kritikus Marxis biasanya mendasarkan teorinya commit to user pada doktrin Manifesto Komunis 1848 yang diberikan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, khusunya terhadap pernyataan bahwa perkembangan evolusi historis manusia dan institusi-institusinya ditentukan oleh perubahan mendasar dalam produksi ekonomi. Peruhanan itu mengakibatkan perombakan dalam struktur kelas-kelas ekonomi, yang dalam setiap jaman selalu bersaing demi kedudukan sosial ekonomi dan status politik. Kehidupan agama, intelektual, dan kebudayaan setiap jaman -termasuk seni dan kesusastraan - merupakan ideologi-ideologi dan suprastruktur- suprastruktur yang berkaitan secara dialektikal, dan dibentuk atau merupakan akibat dari struktur dan perjuangan kelas dalam jamannya Abrams, 1981:178. Sejarah dipandang sebagai suatu perkembangan yang terus- menerus. Daya-daya kekuatan di dalam kenyataan secara progresif selalu tumbuh untuk menuju kepada suatu masyarakat yang ideal tanpa kelas. Evolusi ini tidakberjalan dengan mulus melainkan penuh hambatan- hambatan. Hubungan ekonomi menimbulkan berbagai kelas sosial yang saling bermusuhan. Pertentangan kelas yang terjadi pada akhirnya dimenangkan oleh suatu kelas tertentu. Hubungan produksi yang baru perlu melawan kelas yang berkuasa agar tercapailah suatu tahap masyarakat ideal tanpa kelas, yang dikuasai oleh kaum proletar. Bagi Marx, sastra dan semua gejala kebudayaan lainnya mencerminkan pola hubungan ekonomi karena sastra terikat akan kelas- kelas yang ada di dalam masyarakatnya. Oleh karena itu, karya sastra commit to user hanya dapat dimengerti jika dikaitkan dengan hubungan-hubungan tersebut Van Luxemburg, 1986:24-25. Menurut Lenin, seorang tokoh yang dipandang sebagai peletak dasar bagi kritik sastra Marxis, sastra dan seni pada umumnya merupakan suatu sarana penting dan strategis dalam perjuangan proletariat melawan kapitalisme. b. Aliran Frankfurt Aliran Frankfurut adalah sebuah aliran filsafat sosial yang dirintis oleh Horkheimer dan Th. W. Adorno yang berusaha menggabungkan teori ekonomi sosial Marx dengan psikoanalisis Freud dalam mengkritik teori sosial kapitalis Hartoko, 1986:29-30. Dalam bidang sastra, estetika Marxis Aliran Frankfurt mengembangkan apa yang disebut Teori Kritik dimulai tahun 1933. Teori Kritik merupakan sebuah bentuk analisis kemasyarakatan yang juga meliputi unsur-unsur aliran Marx dan aliran Freud. Tokoh-tokoh utama dalam filsafat dan estetika adalah: Max Horkheimer, Theodor Adorno, Berhert Marcuse dan J. Habermas Selden, 1993:32-37. Seni dan kesusastraan mendapat perhatian istimewa dalam teori sosiologi Frankfurt, karena inilah satu-satunya wilayah di mana dominasi totaliter dapat ditentang. Adorno mengkritik pandangan Lukacs bahwa sastra berbeda dari pemikiran, tidak mempunyai hubungan yang langsung dengan realitas. Keterpisahan itu, menurut Adorno, justru memberi kekuatan kepada seni untuk mengkritik dan menegasi realitas, seperti yang ditunjukkan oleh seni-seni Ava nt Garde . Seni-seni populer sudah commit to user bersekongkol dengan sistem ekonomi yang membentuknya, sehingga tidak mampu mengambil jarak dengan realitas yang sudah dimanipulasi oleh sistem sosial yang ada. Mereka memandang sistem sosial sebagai sebuah totalitas yang di dalamnya semua aspek mencerminkan esensi yang sama masyarakat satu dimensi. Adorno menolak teori-teori tradisional tentang kesatuan dan pentingnya individualitas paham ekspresionisme atau mengenai bahasa yang penuh arti strukturalisme karena hanya membenarkan sistem sosial yang ada. Menurutnya, drama menghadirkan pelaku-pelaku tanpa individualitas dan klise-klise bahasa yang terpecah-pecah, diskontinuitas wacana yang absurd, penokohan yang memhosankan, dan ketiadaan alur. Semuanya itu menimbulkan efek estetik yang menjauhkan realitas yang dihadirkan dalam drama itu, dan inilah sebuah pengetahuan tentang eksistensi dunia modern sekaligus pemberontakan terhadap tipe masyarakat satu dimensi. c. Teori-Teori Neomarxisme Kaum Neomarxis merupakan pemikir sastra yang meneliti ajaran Marx khusus pada masa mudanya, dan dengan bantuan sosiologi, ingin menjadikannya relevan dengan masyarakat modern. Mereka tidak mendasarkan argumennya pada Marx, Lenin, dan Engels sebagai dogma politik, ataupun menerima supremasi Partai Komunis terhadap budaya dan ilmu. Kaum Neomarxis hanya mengambil ajaran Marx sebagai sumber inspirasi, khususnya dalam hal studi kritik sastra Marxis Fokkema Kunne-Ibsch, 1977:115. Aliran Frankfurt, oleh beberapa pengamat commit to user dipandang sebagai salah satu bentuk teori Neomarxis. Tokoh-tokoh pentingnya antara lain Fredric Jameson, Walter Benjamin, Lucien Goldman, dan Th. Adorno. Neomarxisme lebih bersifat epistemologis daripada politis. Mereka menganut paham metode dialektik. Sekalipun lingkup diskusi mereka sangat luas, lagi pula pandangan mereka tidak secara khusus diterapkan pada Teori Sastra saja, Th. Adorno meagemukakan bahwa ada empat gagasan pokok dalam pembicaraan aliran ini Fokkema Kunne-Ibsch, 1977:134-135. 1 Metode dialektika dapat memberikan suatu pemahaman mengenai totalitas masyarakat. Penggunaan metode ini mencegah kekerdilan pandangan terhadap seni hanya sebagai fakta atau masalah. Metode ini merupakan suatu bagian kajian ilmiah yang mampu mempelajari konteks sosial suatu fakta estetik. Di samping mendalami objek seni tertentu, mereka juga harus menguji objek itu yang ditempatkan sebagai subjek dalam masyarakat. Studi mereka dapat terfokus pada konteks historis, dengan melakukan observasi terhadap fenomena-fenomena serta harapan tertentu mengenai implikasinya di masa depan. Objek kajian metode dialektika tidak terbatas, karena masyarakat yang satu merupakan totalitas dalam dialektika kata. 2 Metode dialektik berorientasi pada hubungan antara konkretisasi sejarah umum dan sejarah individual. Konteks kajiannya bukan hanya sekedar masa lampau tetapi juga masa depan. Masa depan memang commit to user terbuka untuk berbagai kemungkinan, namun dia ditentukan oleh intensi-intensi yang telah ditetapkan manusia, masyarakat, sejarah. Setiap bidang ilmu, politik, sejarah selalu mengandung aspek teleologis tujuan, sasaran berkenaan dengan masa depan yang masih jauh. 3 Aspek teleologikal itu tergantung kepada perbedaan antara hukum kebenaran yang tampak dan kebenaran esensial. Hanya fenomena- fenomena yang tampak secara nyatalah yang dapat dikaji secara empiris, tetapi tetap harus dipandang dalam kerangka kebenaran esensial. Jadi aspek teleologis memiliki identitas ganda terhadap suatu subjek: dapat mencapai kesadaran yang benar yang lebih tinggi, tetapi dapat pula mencapai kesadaran yang salah yang lebih rendah tergantung pada konteks yang berbeda-beda. 4 Perlu diperhatikan perbedaan antara teori dan praktik, antara objek bahasa dan metabahasa, dan antara fakta-fakta hasil observasi dengan nilai-nilai yang dilekatkan pada fakta itu. Subjek harus selalu menyadari posisinya dalam masyarakat. Identitas tidak lagi terletak di antara dua konsep, melainkan tergantung pada relasi subjek dan objeknya, antara proses berpikir dan realitasnya. Berdasarkan metode berpikir dialektis tersebut, Fredric Jameson mengungkapkan bahwa hakikat suatu karya sastra dapat diketahui dari penelitian tentang latar belakang historisnya. Jadi hasil kritik dialektikal itu bukan hanya sekedar suatu interpretasi sastra, melainkan juga sejarah commit to user model interpretasi dan kebutuhan akan suatu model interpretasi yang khusus. Dari beberpa penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa studi-studi sosiologis terhadap sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra dalam taraf tertentu merupakan ekspresi masyarakat dan bagian dari suatu masyarakat. Kenyataan inilah yang menarik perhatian para teoretisi sosiologi sastra untuk mencoba menjelaskan pola dan model hubungan resiprokal itu. Penjelasan Taine dengan menggunakan metode-metode ilmu pasti menarik perhatian, namun ciri positivistis dalam teorinya menimbulkan permasalahan yang rumit mengenai hakikat karya sastra sebagai karya fiksi. Teori-teori Marxisme, yang memandang seni sastra sebagai alat perjuangan politik terlalu menekankan aspek pragmatis sastra dan dalam banyak hal mengabaikan struktur karya sastra. 4 Pengkajian Sosiologi Karya Sastra Swingewood dalam Umar Junus, 1986:2 menjelaskan dua corak penyelidikan sosiologis yang menggunakan sastra sebagai data, yaitu: a Sosiologi sastra. Pembicaraan dimulai dengan lingkungan sosial untuk masuk kepada hubungan sastra. Penyelidikan pada suatu masa tertentu dan pada masyarakat tertentu b Sosiologi sastra yang menghubungkan struktur karya kepada genre dan masyarakat. Selanjutnya, Ian Watt dalam Retno Winarni, 2009:167 menjelaskan praktik kajian sastra dimulai dari; a konteks sosial pengarang, yang mencakup commit to user posisi sosial sastrwan dalam masyarakat dan kaitannya dengan pembaca. Hal ini bisa mempengaruhi penciptaan isi dan karya. Di dalam pendekatan ini ditekankan 1 bagaimana pengarang mendapatkan mata pencahariannya, 2 sejauh mana pengarang memandang pekerjaannya sebagai profesi, dan 3 masyarakat apa yang dituju oleh pengarang sebagai pembaca. b sastra sebagai cermin masyarakat, yang dipperhatikan adalah 1 sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada waktu karya sastra ditulis, 2 sejauh mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat yang ingin disampaikannya, 3 sejauh mana genre sastra yang digunakan pengarang dapat mewakili seluruh masyarakat. c fungsi sosial sastra. Ada tiga hal yang menjadi perhatian; 1 sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak masyarakatnya, 2 sejauh mana hanya berfungsi sebagai penghibur saja, 3 sejauh mana terjadi intensitas antara kemungkinan sastra sebagai perombak dan sastra sebagai penghibur. Bertolak dari beberapa pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra dapat meneliti tiga perspektif, pertama , perspektif teks sastra, artinya menganalisisnya sebagai sebuah reflekksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua , perspektif biologis yaitu peneliti menganalisis dari sisi pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan kehidupan pengarang dan latar sosial budayanya. Ketiga , perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra. commit to user 5 Hakikat Feminisme Secara etimologis feminis berasal dari kata femme women , berarti perempuan tunggal, yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan jamak, sebagai kelas sosial Nyoman Kutha Ratna, 2004:184. Feminisme muncul sebagai upaya perlawanan dan pemberontakan atas berbagai kontrol dan dominasi kaum laki-laki terhadap kaum perempuan yang di- lakukan selama berabad-abad lamanya. Gerakan feminisme ini pada awalnya be- rasal dari asumsi yang selama ini dipahami bahwa perempuan bisa ditindas dan dieksploitasi dan dianggap makhluk kelas dua. Feminisme diyakini merupakan langkah untuk mengakhiri penindasan tersebut Mansur Fakih, 2007:99. Menurut Rothenberg feminisme muncul akibat dominasi pria atas kaum wanita dalam beberapa dekade di setiap bidang. Domina nce theory posits that men a nd women a re different beca use of the historic societa l fa ct that men hold a domina nt position, while women occupy a subordina te one . Rothenberg dalam Brown 2005: 90 Asal pemikiran feminisme ini sebenarnya berasal dari Perancis, yaitu ketika terjadi revolusi Perancis dan masa pencerahan di Eropa barat. Berbagai perubahan sosial besar-besaran tersebut turut pula memunculkan argumen- argumen politik maupun moral. Hal ini berdampak pada pemusatan ikatan- ikatan dan norma-norma tradisional Ollenburgger dan Helen, 2002:21. Mesikpun pemikiran feminisme ini bersumber dari negara menara Eiffel tersebut, namun gerakannya sangat gencar dilakukan di Amerika. Feminisme commit to user sebenarnya diakibatkan ketidakpuasan kaum perempuan terhadap sistem patriarki yang dirasakan telah lama menindas hak-hak perempuan. Pada tahun 1776 ketika Amerika memproklamasikan kemerdekaannya, . Padahal masyarakat dunia telah menjadikan Amerika sebagai barometer keadilan dan kebebasan hak asasi manusia. Mereka selalu mendengung-dengungkan persamaan derajat di antara manusia, namun sayangnyya hal tersebut tidak dialami oleh kaum perempuan. Deklarasi yang telah diprmosikan tersebut mengakibatkan kekecewaan dan kemarahan dari kaum perempuan yang merasa tidak dihargai Sikana, 2007:321. Untuk menandingi deklarasi kemerdekaan Amerika sebelumnya, a ll men a nd women a re . Kalimat tersebut dapat dikatakan versi lain dari deklarasi kemerdekaan Amerika sebelumnya yang dirasakan tidak adil oleh kaum perempuan. Secara historis, studi perempuan sebagai sebuah disiplin ilmu muncul dari konflik dan telah menduduki ruang oposisi dalam pertanyaan masa depan tentang penindasan, hak istimewa, perbedaan, dan kekuasaan kaum perempuan. Hal ini secara tegas disampaikan Chowdhury dalam kutipan berikut: a ca demy foregr ounding questions of oppression, privilege, difference, inequality a nd power. Chowdhury 2006: 10 Ada beberapa aspek yang turut mempengaruhi terjadinya gerakan feminisme, yaitu aspek politik, agama serta aspek ideologi. Djajanegara, commit to user 2000:4. Aspek politik, yakni ketika pemerintah merasa tidak dianggap oleh pemerintah. Begitu pula tatkala kepentingan-kepentinga kaum perempuan berkaitan dengan politik diabaikan. Dari aspek agama disebutkan bahwa kaum feminis menuding pihak gereja bertanggung jawab atas doktrin-doktrin yang menyebabkan posisi perempuan di abawah hegemoni kaum laki-laki. Ajaran gereja juga berpendapat bahwa kaum perempuan mewarisi Original Sin atau dikenal dengan Dosa Turunan yang menyebabkan manusia terusir dari surga hingga terlempar ke bumi. Bahkan kaum Yahudi kuno secara lugas selalu mengucapkan terima kasih kepada Tuhan karena tidak dilahirkan sebagai seorang perempuan Sikana, 2007:321. Berdasarkan aspek ideologi, konsep dikalangan sosialisme menunjukkan adanya stratifikasi jender yang juga menjadi ciri khas masyarakat patriarkis. Perempuan mewakili kaum proletar atau kaum tertindas, sedangkan laki-laki disamakan dengan kaum borjuis atau kelas penindas. Selain itu dalam konsep sosialisme ini, prempuan dianggap tidak memiliki nilai ekonomis karena pekerjaan mereka hanya mengurus urusan domestik rumah tangga. Sugihastuti 2002:18 berpendapat bahwa feminisme adalah gerakan persamaan antara laki-laki dan perempuan di segala bidang baik politik, ekonomi, pendidikan, sosial, maupun kegiatan terorganisasi yang mempertahankan hak-hak serta kepentingan perempuan. Feminisme merupakan kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, baik di tempat kerja dan rumah tangga. commit to user Menurut Redyanto Noor 2005:99 memberikan pengertian feminisme adalah suatu gerakan yang memusatkan perhatian pada perjuangan perempuan dalam menempatkan eksistensinya. Sejalan dengan pendapat ini, Awuy dalam Sugihastuti, 2002:62 menegaskan bahwa feminisme bukan monopoli kaum perempuan dan sasarannya bukan hanya masalah gender, melainkan masalah dalam memperjuangkan hak-hak kemanusiaan. Senada dengan kedua pendapat tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa pada hakikatnya gerakan feminisme adalah gerakan tranformasi dan bukanlah gerakan untuk membalas dendam kepada kaum laki-laki. Dengan demikian gerakan tranformasi perempuan adalah suatu proses gerakan untuk menciptakan hubungan antara sesama manusia laki-laki dan perempuan agar lebih baik dan baru. Riant Nugroho, 2008:61 Lebih lanjut Retno Winarni 2009:182 menjelaskan bahwasanya yang dikaji dalam pendekatan feminisme yakni dalam hubungannya dengan tokoh wanita adalah a peranan tokoh wanita dalam karya sastra, b hubungan tokoh wanita dengan tokoh-tokoh lain, c sikap penulis terhadap tokoh wanita. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut di atas, secara umum feminisme diidentikkan dengan sebuah gerakan kaum perempuan yang memperjuangkan persamaan hak antara kaum laki-laki dan kaum perempuan dalam berbagai sisi kehidupan dan didalam karya sastra pendekatan ini mencoba melihat hubungan tokoh wanita dalam karya, hubungannya dengan tokoh lain dan sikap pengarang terhadap tokoh wanita di dalam karya yang dihasilkannya. commit to user Feminisme, menurut Martin Griffiths didefinisikan sebagai sebuah studi atau pergerakan wanita yang tidak hanya menempatkan sebagai objek, namun kali ini sebagai subjek pengetahuan. Gelombang feminisme pertama pada tahun 1980, yang dikenal sebagai feminism empiricism mengklaim kembali suara perempuan serta menunjukkan peranan wanita dalam kekuatan ekonomi global dan interaksi negara. Griffiths. 2002: 34. Berkenaan dengan masalah pluralitas, sebenarnya sudah dapat kita lihat ketika feminisme sendiri juga membagi dirinya menjadi beberapa golongan, yaitu feminisme liberal, Marxis, radikal, standpoint, kritis serta feminisme posmodernis. Steans Pettiford. 2009: 24. Barak, Flavin, Leighton dalam Burges, 2006: 4 membagi teori feminis tradisional kedalam lima perspektif utama. Yaitu: libera l feminism, ra dical feminism, Ma rxist feminism, socia list feminism, postmodern feminism. feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxist, feminisme sosial dan feminisme posmodern Senada dengan pendapat dua pendapat di atas Sylvester 1996: 45 memakai pembagian dari Allison Jaggar karena dinilai sebagai pembagian yang paling tepat. Pertama adalah feminisme liberal. Dasar dari pemikiran ini adalah bahwa lelaki dan perempuan diciptakan setara, sehingga sudah menjadi keharusan adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan serta adanya kesempatan yang sama dalam mengembangkan diri. Kedua afalah feminisme marxist. Menurut pemikiran ini, penindasan terhadap perempuan bukanlah hasil dari bias, tetapi lebih dikarenakan oleh adanya struktur politik, sosial, dan commit to user bahkan ekonomi yang tidak seimbang akibat berlakunya sistem kapitalis. Selanjutnya adalah feminisme radikal. Pemikiran ini menyatakan bahwa penindasan terhadap kaum perempuan lebih karena adanya konsep patriarki yang menjadikan seorang lelaki sebagai subyek dan perempuan hanya sebagai obyek. Untuk menghapuskan setiap penindasan terhadap perempuan, menurut pemikiran ini harus ada pergantian atau perombakan sistem patriarki sehingga perempuan tidak lagi dijadikan objek. Dan terakhir adalah feminisme sosialis yang seringkali dikatakan sebagai gabungan dari pemikiran feminis marxis dan feminis radikal. Pemikiran ini menekankan pada aspek ekonomi dan gender yang dengan asumsi bahwa penindasan pada kaum perempuan adalah dampak dari sistem kapitalis dan kelas sosial. Menurut Mansour Fakih 2007:100, gerakan feminism merupakan perjuangan dalam rangka menstransformasikan system dan struktur sosial yang tidak adil menuju keadilan bagi kaum laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa feminism bukan upaya pemberontakan terhadap laki-laki, upaya melawan pranata sosial seperti institusi rumah tangga dan perkawinan, maupun upaya perempuan untuk menghindari kondratnya, melainkan upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan. Kemajuan teori feminism dalam bermacam-macam bidang dan menjelaskan pengaruh dalam beberapa factor. Sebagai contoh dalam kelompok seksual dari ketenagakerjaan berlangsung pada bebera social yang diketahui, dimana dibedakan antara beberapa tugas perempuan dan tugas laki-laki. Tugas laki-laki dalam bidang ekonomi dan bernilai sosial. Perempuan selalu tidak commit to user demikian. Pengetahuan sosial yang paling dekat dengan pendekatan kualitas sosial yang terlibat dalam diri masing-masing yang mengontrol produksinya sendiri-sendiri dan laki-laki membutuhkan hal-hal yang mereka produksi. Sejalan dengan pendapat di atas, Mansur Fakih 2007:80-106, ada empat aliran feminisme yang digunakan dalam menjawab permasalahan perempuan, yaitu: feminisme liberal, feminisme marxis, feminisme radikal, dan feminisme sosialis. Keempat aliran feminisme tersebut dibahas secara ringkas sebagai berikut: a. Feminisme Liberal Feminisme liberal muncul sebagai aliran kritik terhadap pendeskrimi- nasian kaum perempuan dalam hal persamaan kebebasan individu dan nilai- nilai moral. Feminisme liberal berpandangan bahwa kaum perempuan harus mempersiapkan dirinya untuk dapat mensejajarkan kedudukannya dengan laki-laki dengan cara mengambil berbagai kesempatan yang menguntungkan serta mengenyam pendidikan, mengingat bahwa perempuan adalah mahluk yang rasional dan bisa berpikir seperti laki-laki. Mansur Fakih 2007: 81 menjelaskan asumsi dasar feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan freedom dan kesamaan equa lity berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Kerangka kerja feminisme liberal dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada kesempatan dan hak kaum perempuan. Kesempatan dan hak yang sama antara laki-laki perempuan ini penting bagi mereka karenanya tidak perlu pembedaan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. commit to user Adapun perkembangan gerakan feminisme liberal sendiri terbagi menjadi 3 tahap yaitu: 1 Perkembangan feminisme pada abad 18. Pada abad 18 gerakan feminisme liberal menyuarakan pendidikan yang sama untuk perempuan. Karena lahirnya gerakan feminisme liberal ini berawal dari anggapan nalar laki-laki dan perempuan memiliki kapasitas yang berbeda maka kaum feminisme liberal mengusung pendidikan sebagai jalan untuk menyetarakan kemampuan nalar laki-laki dengan perempuan, selain itu melalui pendidikan juga perempuan dapat menyetarakan posisinya dimasyarakat agar tidak dipandang sebelah mata dan ditindas lagi. Dari hal tersebut maka feminisme liberal menyuarakan jalan keluar sebuah pendidikan yang setara dengan laki-laki dengan cara mengajarkan hal- hal yang rasionalitas sehingga perempuan juga dapat menajdi mahluk yang mandiri Tong; 2006: 78. 2 Perkembangan feminisme liberal pada abad 19. Pada abad ini kaum feminisme liberal menyuarakan hak hak sipil yang harus diterima oleh kaum perempuan dan kesempatan Ekonomi bagi perempuan. Kaum feminisme liberal memiliki pendapat bahwa pendidikan saja tidak cukup untuk mencapai kesetaraan antara laki-laki dengan perempuan. Untuk itu, harus ada kesempatan ekonomi yang harus diberikan pada perempuan agar kesetaraan dapat dicapai. Kesempatan untuk berperan dalam ekonomi dan dijamin hak-hak sipil bagi perempuan diantara hak untuk berorganisasi, commit to user hak untuk kebebasan berpendapat, hak untuk memih dan hak milik pribadi. Tong; 2006. 3 Perkembangan feminisme liberal abad 20. Pada abad ini perkembangan feminisme liberal ditandai dengan lahirnya gerakan atau organisasi yang menyurakan hak-hak perempuan, seperti NOW National Organization for Women. Organisasi ini juga tidak lain bertujuan menyarakan agar perempuan dapat memiliki hak atau kesempatan pendidikan dan ekonomi agar dapat setara dengan laki-laki. Tong; 2006. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa feminis liberal menegaskan bahwa ketertindasan perempuan terjadi karena adanya pembatasan kebebasan individu. Dasar dari pemikiran ini adalah bahwa lelaki dan perempuan diciptakan setara, sehingga sudah menjadi keharusan adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan serta adanya kesempatan yang sama dalam mengembangkan diri. Oleh karena itu, tuntutan feminisme liberal adalah perempuan harus diberi kesempatan dalam institusi- institusi pendidikan dan ekonomi agar sejajar dengan laki-laki. b. Feminisme Marxis Soenarji Djajanegara 2004: 30 menjelaskan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi karena adanya pembedaan kelas dalam masyarakat. Kaum perempuan disamakan dengan kelas buruh yang hanya memiliki modal tenaga dan tidak memiliki modal uang atau alat-alat produksi. Kaum perempuan ditindas dan diperas tenaganya oleh kaum laki-laki yang disamakan dengan pemilik modal dan alat-alat produksi. commit to user Berkaitan dengan analisis produksi yang bersandar pada ideologi Marxis, Jegger dalam Tong, 1998: 182 menyatakan bahwa Marx menganggap bekerja sebagai memanusiakan manusia. Bekerja dimaksudkan untuk menghubungkan manusia dengan produk tubuh dan pikirannya, alamnya, dan manusia lain. Dengan kata lain, feminisme Marxis ingin menghilangkan kelas-kelas dalam masyarakat. Jalan keluar yang ditawarkan oleh feminis Marxis adalah perempuan harus masuk dalam sektor publik yang dapat menghasilkan nilai ekonomi uang, sehingga konsep pekerjaan domestik perempuan tidak ada lagi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penindasan kaum perempuan terjadi akibat adanya pembagian kelas dalam masyarakat yakni perempuan dianggap kaum proletar sedangkan laki-laki dianggap sebagai kaum borjuis. Adapun jalan keluar menurut aliran ini adalah dengan cara menghilangkan pembagian kelas dalam masyarakat. Menurut pemikiran ini, penindasan terhadap perempuan bukanlah hasil dari bias, tetapi lebih dikarenakan oleh adanya struktur politik, sosial, dan bahkan ekonomi yang tidak seimbang akibat berlakunya sistem kapitalis. c. Feminisme Sosialis Soenarji Djajanegara 2004: 30 menjelaskan feminisme aliran sosialis meneliiti tokoh-tokoh perempuan dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat. Pengkritik feminis ini mencoba mengungkapkan bahwa kaum perempuan merupakan kelas masyarakat yang tertindas. commit to user Senada dengan pendapat di atas, Goldenberg 2007: 12 menyatakan dalam feminisme sosial perempuan yang diperdebatkan essentialise perempuan, dan kontra konstruksionis sosial feminis menyumbang lebih lanjut oleh essentialised tidak termasuk pengalaman hidup perempuan terpinggirkan, seperti perempuan miskin dan kelas pekerja, perempuan warna, dan lesbian. The pr oblem of exclusion ha s been widely char acterised a s essentia lism. Sex istconstructions of women a re a rgued to essentia lise women, and feminist socia l constructionist counter a ccounts further essentia lised by excluding the lived experiences of ma rgina lised women, such a s poor a nd working-cla ss women, women of colour, and lesbians. Goldenberg 2007: 12 Menurut Samhuri 2002:45 feminisme sosial menawarkan bahwa perjuangan perempuan hanya akan berhasil jika sistem pemilikan prbadi berhasil dihancurkan dan lalu berhasilnya transformasi sosial masyarakat yang menghancurkan kelas-kelas dan penguasaan aat-alat produksi segelintir orang untuk diserahkan dan dikelola secara sosial. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa feminisme sosialis memandang ketertindasan perempuan terjadi akibat adanya manifestasi ketidakadilan gender yang merupakan konstruksi sosial dalam masyarakat. Aliran ini merupakan gerakan untuk membebaskan kaum perempuan melalui perubahan struktur patriakat untuk kesetaraan gender. d. Feminsme Radikal Menurut Mansur Fakih 2007: 103 feminis radikal berpendapat bahwa penindasan terhadap kaum perempuan berakar pada kaum laki-laki. commit to user Penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki itu adalah bentuk dasar penindasan dan patriarki adalah sistem hierarki seksual di mana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privilege ekonomi. Jadi sesungguhnya mereka historis, karena menganggap patriarki universal dan akar segala penindasan. Riant Nugroho 2008: 67 menjelaskan bahwa ada dua sistem kelas dalam feminisme radikal, yaitu sistem kelas ekonomi yang didasarkan pada hubungan produksi dan sistem kelas seks yang didasarkan pada hubungan reproduksi. Sistem kedualah yang menyebabkan penindasan terhadap perempuan sedangkan konsep patriarki merujuk pada sistem kelas kedua ini, pada kekuasaan kaum laki-laki terhadap kaum perempuan yang didasarkan pada pemilikan dan kontrol kaum laki-laki atas kapasitas reproduksi perempuan. Feminisme radikal memandang bahwa perbedaan biologis antara laki- laki dan perempuan menjadi sumber operasi dan subordinasi perempuan yang membedakan dari laki-laki. Oleh karena itu, pembebasan perempuan harus diusahakan dengan revolusi biologis-teknologi. Perempuan tidak mengalami penderitaan berkepanjangan karena harus menderita dalam KB, kehamilan, pengasuh adalah urusan bersama. Dominasi laki-laki dalam sistem reproduksi perempuan harus dihindarkan karena semua hal tersebut berkaitan dengan perempuan. Institusi sosial budaya dan struktur legalitas politis harus ditumbangkan dari dominasi laki-laki. Perempuan harus bebas memutuskan kapan ia mau atau commit to user tidak mau menggunakan alat kontrasepsi, hamil, bayi tabung ataupun kontrak kehamilan. Bukan laki-laki yang menentukan semua hal itu. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa feminisme radikal memandang penguasaan kaum laki-laki terhadap perempuan dari sudut seksualitas merupakan bentuk penindasan perempuan. Pemikiran ini menyatakan bahwa penindasan terhadap kaum perempuan lebih karena adanya konsep patriarki yang menjadikan seorang lelaki sebagai subyek dan perempuan hanya sebagai obyek. Untuk menghapuskan setiap penindasan terhadap perempuan, menurut pemikiran ini harus ada pergantian atau perombakan sistem patriarki sehingga perempuan tidak lagi dijadikan objek. 6 Pendekatan Feminisme dalam Pengkajian Novel Gerakan feminisme berdampak sangat luas, salah satunya munculnya kritik sastra feminisme. Dalam sastra, feminisme adalah studi sastra yang memfokuskan kepada perempuan, yang mengemukakan pemikiran berupa kritik terhadap dominasi laki-laki dengan mengedepankan identitas perempuan Redyanto Noor, 2005: 99-100. Menurut Wiyatmi 2006: 113 pendekatan feminisme dalam kajian sastra sering dikenal dengan nama kritik sastra feminis yakni salah satu kajian karya sastra yang mendasarkan pada pandangan feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi perempuan, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra-karya sastranya. Ketika seorang pengarang dalam menghadapi karya sastra, ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengapresiasikan karyanya. Pendekatan commit to user tersebut bertujuan untuk proses komunikasi antara pengarang dengan karyanya jelas tahapan-tahapannya sesuai kehendak pengarang. Salah satu pendekatan dalam kritik sastra adalah pendekatan feminisme. Feminisme secara etimologis berasal dari kata femine woman, berarti perempuan tunggal, yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan jamak sebagai kelas sosial. Tujuan feminisme adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam pengertian luas, feminis merupakan gerakan yang dilakukan oleh kaum perempuan untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan, baik dalam bidang politik, ekonomi, dan kehidupan sosial. Sedangkan secara etimologi, feminisme diartikan sebagai gerakan perempuan yang bertujuan untuk mendapatkan kedudukan dan derajat yang sama baik dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan hukum, seperti apa yang didapatkan lelaki. Sementara itu, mengartikan kritik sastra feminisme adalah cara menaf- sirkan suatu teks sebagai salah satu cara dari berbagai konteks untuk menafsirkan teks yang berkenaan dengan masalah perempuan. Sisi pembaca yang berkait dengan feminisme mengarah pada optimalisasi peran wanita dalam posisinya sebagai apresiator, analisator, dan kritikus dalam perbincangan sastra. Selain itu yang termasuk dalam bahasan ini ialah visi pembaca feminis ketika berhadapan dengan karya sastra. Ketika masuk dalam hubungan sastra dengan perempuan, maka diha- dapkan pada beberapa komponen. Pertama tentang pengarang perempuan. Kedua commit to user tentang tokoh perempuan yang ditulis pengarang lelaki. Ketiga adalah tentang pembaca perempuan. Untuk mencari bacaan feminisme dalam sastra harus melihat tokoh perempuan dalam karya sastra yang ditulis pengarang perempuan. Pengarang perempuan dalam mengarang sastra akan lebih mencerminkan perilaku feminisme seperti Djenar Maesa Ayu dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Cerita Pendek tentang Cerita Cinta Pendek, sedangkan pengarang lelaki akan menampakkan kekuatannya dan menginferiorkan kaum perempuan, seperti Pengakuan Periyem oleh Linus. Walaupun ada sebagian kecil yang bersifat membela perempuan, seperti novel S. T. Alisyahbana yang berjudul La ya r Ter kemba ng , dianggap tidak terlalu mencerminkan hati nurani perempuan secara murni, karena pengarang menulis sosok perempuan dari sudut pria, hal inilah yang mendasari munculnya feminisme dalam karya sastra. Selain itu, diskriminasi terhadap perempuan yang melatarbelakangi munculnya kritik sastra feminisme juga banyak tercermin pada karya sastra. Para pengarang yang didominasi lelaki, seolah menganggap semua pembaca adalah lelaki, yang isinya cenderung menempatkan posisi perempuan di bawah lelaki. Bertolak dari hal itu, maka salah satu upaya adalah menjadikan perempuan sebagai bahan studi. Maka muncullah gender studies. Pada umumnya, karya sastra yang menampilkan tokoh wanita dapat dikaji dengan menggunakan konsep feminisme. Baik cerita rekaan, lakon, maupun sajak, mungkin untuk diteliti dengan menggunkan konsep feminisme asal saja ada tokoh wanita di dalam karya sastra tersebut. Peneliti akan mudah menerapkan konsep feminisme jika tokoh commit to user wanita itu dikaitkan dengan tokoh lelaki. Tidaklah menjadi soal apakah mereka berperan sebagai tokoh utama atau tokoh protagonis, atau tokoh bawahan. 7 Feminisme dan Analisis Gender a Pengertian Gender Isu gender merupakan isu baru bagi masyarakat, sehingga menimbulkan penafsiran dan respons yang tidak proporsional tentang gender. Salah satu faktor yang mempengaruhi adanya kesenjangan gender adalah bermacam- macam tafsiran tentang pengertian gender. Kata gender berasal dari bahasa inggris, yaitu gender yang berarti jenis kelamin. Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stollen 1968: 32 untuk memisahkan perincian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan pendefinisian yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis Riant Nugroho, 2008:2-3. Feminisme terbagi dua jenis yaitu feminisme liberal dan feminisme radikal. Feminisme liberal tidak pernah mempertanyakan diskriminasi akibat ideologi patriarki, sebagaimana dipersoalkan oleh feminisme radikal. Menurut Brownmiller, feminisme radikal muncul sebagai reaksi atas kultur seksim atau diskriminasi sosial berdasarkan jenis kelamin di Barat pada tahun 60-an, khususnya sangat penting dalam melawan kekerasan seksual dan pornografi Mansur Fakih, 2007: 84. Penganut feminisme radikal tidak melihat adanya perbedaan antara tujuan personal dan politik, unsur-unsur seksual atau biologis sehingga dalam melakukan analisis tentang penyebab penindasan terhadap commit to user kaum perempuan oleh laki-laki dianggap berakar pada jenis kelamin laki-laki itu sendiri beserta ideologi patriarkinya. Menurut Eisenstein, patriarki adalah dasar dari ideologi penindasan yang merupakan sistem hirarki seksual yang mana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privilege Mansur Fakih, 2007: 85. Sedangkan gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun kultural Mansur Fakih, 2007: 8. Dalam perjalanan sejarah selama berabad-abad peran gender oleh masyarakat, budaya dan tata nilai dibentuk sedemikian rupa sehingga ada peran yang dimainkan oleh kaum laki-laki dan peran yang diserahkan kepada perempuan. Sedangkan peran publik, yang menghasilkan uang, pengaruh dan kekuasaan diserahkan kepada kaum laki-laki. Akibat pembagian kerja seperti itu ketimpangan peran antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki berada di daerah yang makin berkuasa, menghasilkan ruang dan pengaruh, sedangkan perempuan tidak menghasilkan uang dan pengaruh. Lahirlah ketimpangan gender dan ketidakadilan gender. Ketimpangan kekuasaan dan akses antara laki-laki dan perempuan ini sejak dahulu kala diperkuat oleh nilai-nilai atau budaya Patriarki. Perempuan selalu dilekatkan pada citra feminitas, yang diartikan selalu pada sifat pasrah mendahulukan kepentingan orang lain, mempertahankan ketergantungan pada laki-laki serta dituntut untuk mengedepankan peran domestiknya saja seabgai bagian dari kodrat. Sementara laki-laki lekat sebagai sosok prima, maskuli- nitas, yang mencitrakan keberanian, tegas dalam bertindak, sosok yang harus commit to user dipatuhi, dilayani, sehingga secara sosial laki-laki diposisikan lebih tinggi dari pada perempuan. Ketimpangan gender berlangsung hampir di semua kehidu- pan, publik maupun privat. Dijelaskan lebih lanjut oleh Mansour dalam bukuya Ana lisis Gender Tra nsforma si Sosia l , mengenai ketimpangan gender adalah sebagai berikut : a Gender dan Marginalisasi Perempuan Gender dan marginalisasi perempuan erat hubungannya erat hubungannya dengan ketimpangan gender. Proses marginalisasi terbentuk adanya keyakinan masyarakat terhadap kurangnya kemampuan perempuan dalam bidang perekonomian, sehingga tidak adanya kepecayaan terhadap kekuasaan terhadap suatu hal yang bersifat kepemimpinan. Seperti yang diungkapkan Fakih dalam bukunya Ana lisis Gender Tr ansformasi Sosia l sebagai berikut : mengakibatkan kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat yang menimpa laki-laki dan perempuan, yang disebabkan oleh berbagai kejadian, misalnya penggusuran, bencana alam atau proses eksploitasi. Namun, ada salah satu bentuk pemiskinan, atau salah satu jenis kelamin tertentu, dalam hal ini perempuan, disebabkan oleh gender. Marginalisasi perempuan tidak hanya terjadi ditempat pekerjaan, namun juga dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur dan negara. Marginalisasi diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir keaga Mansur Fakih, 2007: 13-14. b Gender dan Subordinasi commit to user Pandangan gender dapat menimbulkan subordinasi terhadap perempuan, anggapan bahwa perempuan pola pikirnya adalah irrasional atau emosional sehingga berimbas pada stigma ketidakmampuan tampil untuk memimpin, berakibat munculnya sikap bahwa perempuan berada disisi yang tidak penting Mansur Fakih, 2007:15. c Gender dan Stereotipe Stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu, pelabelan ini sering diberikan kepada perempuan, misalnya, perempuan yang memakai pakaian minim adalah dalam rangka memancing lawan jenisnya Mansur Fakih, 2007: 16. d Gender dan Kekerasan Kekerasan adalah serangan fisik atau mental terhadap seseorang. Kekerasan sering terjadi pada jenis kelamin tertentu yaitu perempuan, kekerasan ini disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan. Banyak contoh kekerasan gender diantaranya bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, tindakan pemukulan dalam rumah tangga, bentuk penyiksaan terhadap organ vital, kekerasan dalam bentuk pelacuran dimana wanita dijadikan sebagai mekanisme ekonomi yang merugikan kaum perempuan, kekerasan non fisik dalam bentuk pornografi di mana perempuan dijadikan obyek untuk kekerasan seksual terhadap perempuan Mansur Fakih, 2007: 17. commit to user e Gender dan Beban Kerja Anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat rajin, maka berakibat pekerjaan domestik rumah tangga dibebankan dan menjadi tanggung jawab perempuan Mansur Fakih, 2007: 21. Menurut KBBI , Patriarkat adalah sistem pengelompokan sosial yang sangat mementingkan garis keturunan bapak. Budaya patriarkat yang kuat kerap sekali menimbulkan konflik laten yang berdampak pada disharmoni sosial gender, yang dipicu oleh fragmentasi kepentingan yang umumnya diwarnai oleh sikap diskriminatif, stereotip, perlakuan tindak kekerasan dan marjinalisasi terhadap salah satu jenis kelamin. ketidakadilan gender tersebut hampir terjadi pada semua aspek dimensi lingkungan. Awalnya terjadi pada lingkungan keluarga, di mana orang tua cenderung memberikan perlakukan berbeda pada anak perempuan atau laki-laki, selain itu relasi suami istri yang tidak sehat yang kemudian berimbas pada lingkungan masyarakat imbas akhirnya sampai bermuara pada relasi hubungan kekuasaan formal dalam lingkungan pemerintah dan keluarga. Pola pikir tersebut akan menular pada pemimpin di masyarakat dan pemerintahan. Imbas negatif dari pola pikir ini, yaitu buah kebijakan yang ditetapkan, cenderung bias gender. Lantaran kuatnya budaya patriaki di Indonesia, masih terjadi banyak ketimpangan pada relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan di Tanah Air yang berimbas pada tidak adanya jaminan keadilan gender. commit to user Pola hubungan yang tersubordinasi, akan mempengaruhi pola pembagian kerja yang umumnya disertai dengan pelabelan stereotip yang tersekat-sekat. Contohnya, perempuan harus berkerja terbatas pada wilayah domestik rumah tangga, laki-laki adalah pencari nafkah sedangkan perempuan adalah penerima nafkah. Dengan kata lain, dalam pembagian kerja, hanya laki-laki yang pantas menerima tugas yang berat, sedang kaum wanita cukup diberi beban kerja yang ringan-ringan saja. Kuatnya akar budaya patriaki telah mengkonstruksi sekaligus mensubordinatkan kaum perempuan. Konstruksi dan subordinasi ini secara psikis dan sosiologis membentuk pola berfikir dan berperilaku menurut prinsip-prinsip yang diakui dalam tatanan sosial yang patriakis. Lebh lanjut Riant Nugroho menjelaskan, untuk memahami konsep gender maka harus dapat membedakan antara kata gender dan seks jenis kelamin. Pengertian seks jenis kelamin merupakan pembagian dua jenis kelamin penyifatan manusia yang ditentukan secara biologis, yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, bahwa manusia jenis kelamin laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakala kalamenjing dan memproduksi sperma. Sedangkan perempua memiliki sel telur, memiliki juga vagina, dan mempunyai alat untuk menyusui. Hal tersebut secara biologis melekat pada manusia yang berjenis kelamin perempuan maupun laki-laki. Artinya bahwa secara biologis alat-alat tersebut tidak dapat dipertukarkan yang melekat pada manusia, baik laki-laki maupun perempuan. commit to user Pendapat yang senada disampaikan Mansur Fakih 2007:8 menjelaskan bahwa untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dan sexjenis kelamin. Pengertian jenis kelamin merupakan penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang secara ditentukan secara biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat. Sugihastuti 2007: 4 menjelaskan bahwa gender adalah pembagian manusia menjadi laki-laki maskulin dan perempuan feminism berdasarkan kontruksi sosial budaya. Gender bukanlah sesuatu yang kita dapatkan sejak lahir dan bukan juga sesuatu yang kita miliki, melainkan sesuatu yang kita lakukan. Gender bukanlah kodrat sejak lahir tetapi dikonstruksi oleh lingkunagn sosial budaya. Seorang anak perempuan haruslah bersikap lembut, tidak pantas jika bermain bola sedangkan anak laki-alki haruslah kuat, tidak pantas jika bermain boneka. Hal inilah yang berperan mencetak anak menjadi feminism atau maskulin. Karena feminisme sebagai suatu disiplin berfokus pada pentingnya gender dan ketimpangan sosial yang dihasilkan dari nilai- nilai dan asumsi berdasarkan jenis kelamin, para sarjana feminis pun ditemukan di semua disiplin ilmu. Fineman 2012: 13 berpendapat bahwasanya sebagai kelompok, kaum feminis prihatin dengan implikasi eksploitasi bersejarah dan kontemporer perempuan dalam masyarakat, mencari pemberdayaan perempuan dan transformasi lembaga didominasi commit to user oleh pria. Selain itu, banyak kaum feminis juga menggunakan khas feminis untuk membawa pengalaman perempuan terhadap latar depan, seperti peningkatan kesadaran atau bercerita. Beca use feminism as a discipline focuses on the significa nce of gender a nd the societal inequa lity resulting from va lues a nd a ssumptions ba sed on gender , feminist scholars a re found in a ll disciplines. As a group, feminists a re concerned with the implica tions of historic and contempora ry exploitation of women within society, seeking the empowerment of women a nd the transformation of institutions domina ted by men. In a ddition, ma ny feminists a lso use distinctive feminist such as consciousness r aising or storytelling. Such methods recognize the va lidity and importa nce of resea rch. Fineman 2012: 13 Sejarah perbedaan gendar antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui suatau yang panjang. Melalui proses sosialisasi, penguat, dan kontruksi social, cultural, keagamaan, abhkan juga melalui kekuatan Negara Mansur Fakih, 2007: 9. Lebih lanjut Mansour Fakih menjelaskan bahwa perbedaan gender pada dasarnya tidak menjadi masalah, tetapi akan menjadi masalah jika perbedaan tersebut menimbulkan ketidakadilan gender. Perjuangan kesetaraan gender adalah terkait dengan kesetaraan sosial antara pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa commit to user ketidaksetaraan gender yang disebabkan oleh diskriminasi struktural dan kelembagaan. Perbedaan hakiki yang menyangkut jenis kelamin tidak dapat diganggu-gugat misalnya secara biologis wanita mengandung, perbedaan peran gender dapat diubah karena bertumpu pada faktor-faktor sosial dan sejarah.

a. Ketidakadilan gender