Perbedaan kekuatan karakter (character strengths) narapidana pada tindak pidana kriminal dan narkoba di Lapas kelas IIA pemuda Tangerang

(1)

PERBEDAAN KEKUATAN KARAKTER

(CHARACTER STRENGTHS) NARAPIDANA

PADA TINDAK PIDANA KRIMINAL DAN NARKOTIKA

DI LAPAS KELAS II A PEMUDA TANGERANG

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

DINI MARLINA

NIM : 105070002276

Di Bawah Bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Bambang Suryadi, Ph.D S. Evangeline I. Suaidy, M.Si, Psi

NIP. 19700529 200312 1 002 NIP. 150411217

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul“PERBEDAAN KEKUATAN KARAKTER

(CHARACTER STRENGTHS) NARAPIDANA PADA TINDAK PIDANA KRIMINAL DAN NARKOTIKA DI LAPAS KELAS II A PEMUDA TANGERANG”telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi.

Jakarta, 14 Maret 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/Ketua Pembantu Dekan/Sekretaris

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP.130 885 522 NIP.19561223 198303 2001

Anggota

Ikhwan Lutfi, M. Psi S. Evangeline I. Suaidy, M.Si, Psi NIP. 19730710 200501 1 006 NIP. 150411217

Bambang Suryadi, Ph.D NIP.19700529 200312 1 002


(3)

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Dini Marlina NIM : 105070002276

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Perbedaan Kekuatan Karakter (Character Strengths) Narapidana Pada Tindak Pidana Kriminal Dan Narkotika Di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang” adalah benar merupakan karya saya dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan karya ini telah dicantumkan sumber pengutipannya dalam skripsi.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain

Demikian pernyataan ini diperbuat untuk dipergunakan seperlunya

Jakarta, 4 Maret 2011 Yang Menyatakan

Dini Marlina_ NIM: 105070002276


(4)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

Hidup mu indah bila kau tahu jalan mana yang benar, dan harapan ada bila kau percaya.

PERSEMBAHAN :

Persembahan dari hati ini ku persembahkan kepada

Ayah dan Mama

yang tak pernah lelah memberikan doa dalam kasih.

Abang dan Kakak

yang menghiasi semangat dalam perjuangan

dengan canda dan tawa.

Serta orang-orang yang selalu menyayangiku

dan menemaniku dikala suka dan duka.


(5)

A) Fakultas Psikologi B) Maret 2011 C) Dini Marlina

D) Perbedaan Kekuatan Karakter Narapidana pada Tindak Pidana Kriminal dan Tindak Pidana Narkotika di Lapas Kelas II A Pemuda Tangerang E) xvi + 107 halaman + lampiran

F) Tingginya angka kemiskinan mengakibatkan meningkatnya angka kriminalitas di Indonesia. BPS mencatat bahwa dalam kurun waktu lima tahun, angka kriminalitas di Indonesia meningkat dari 196.931 kasus hingga 344.942 kasus. Maka dengan angka tersebut, Lapas sebagai tempat yang memegang peran dan fungsi untuk mengayomi dan membina tahanan dan narapidana semakin sulit terwujud sesuai dengan UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Lapas yang seharusnya sebagai tempat pembinaan moral para narapidana kini semakin sulit karena harus menampung narapidana yang terus bertambah dengan keterbatasan fasilitas dan sumber daya manusia. Maka narapidana yang seharusnya ditempatkan secara terpisah berdasarkan jenis kelamin, usia, hukuman dan jenis tindak pidana, kini sulit terealisasikan. Dalam kondisi Lapas yang penuh tekanan karakter positif sangat diperlukan untuk bertahan demi keberlangsungan hidup.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan kekuatan karakter narapidana pada tindak pidana kriminal dan narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang. Populasi dalam penelitian ini terdiri dari 451 orang narapidana kriminal dan 406 orang narapidana narkotika. Sampel penelitian ini berjumlah 80 orang yang terdiri dari 40 orang narapidana kriminal dan 40 orang narapidana narkotika diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling.Instrumen yang digunakan adalah model skala likertyang terdiri dari 88 item berbentuk skala kekuatan karakter. Jawaban terhadap skala kekuatan karakter diukur, kemudian dibagi ke dalam tiga kategori yakni kekuatan karakter tinggi, sedang, dan rendah. Dari hasil uji validitas diperoleh validitas item dari 0,265-0,549 dengan reliabilitas 0,941.

Data penelitian ini diolah dengan teknik uji-t (t-test) dan uji-F (anova). Dari analisis data diperoleh nilai t-hitung sebesar 0,575 dengan taraf signifikansi 0,567 > 0,05. Maka hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan kekuatan karakter narapidana pada tindak pidana kriminal dan narkotika. Dari hasil uji hipotesis pada aspek kekuatan karakter, usia, suku bangsa, tingkat pendidikan, dan status pernikahan juga ditemukan tidak terdapat perbedaan kekuatan karakter antara narapidana kriminal dengan narapidana narkotika.


(6)

Hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian selanjutnya adalah pengadministrasi alat ukur, dan penambahan variasi sampel narapidana di Lapas yang berbeda.

G) Bahan Bacaan : 31 (1975 - 2010), 24 Buku, 1 Jurnal, 2 Skripsi, 4 Website. H) Kata kunci : Kekuatan karakter, narapidana kriminal, narapidana


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan peneliti akal untuk berpikir dan hati untuk merasa, serta semangat untuk belajar dan terus belajar sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam tercurah kepada figur abadi bagi manusia, Baginda Rasulullah SAW yang telah menginspirasi peneliti untuk terus membuat suatu perubahan yang lebih baik.

Penelitian ini merupakan prasyarat kelulusan pendidikan Sarjana Strata 1 pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti sangat berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak baik yang terkait dalam pembuatan penelitian ini juga serta kepada para pembaca.

Peneliti menyadari apa yang dibahas dalam skripsi ini hanyalah awal penulusuran dan pemahaman peneliti tentang karakter-karaker individu. Peneliti percaya bahwa setiap manusia pada hakikatnya pasti memiliki potensi karakter positif. Namun, pembahasan penelitian ini masih banyak memiliki kekurangan, dan tentu saja kesalahan dan kekhilafan, yang sepenuhnya merupakan tanggung jawab peneliti.

Peneliti juga sangat menyadari bahwa tanpa kontribusi pemikiran, gagasan, serta dorongan berbagai pihak, sulit dibayangkan karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Berkat dukungan dan bantuannya, maka sebagai ungkapan rasa hormat yang dalam, peneliti mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada:

1. Orang tua peneliti, Ayah Mustafa Harun dan Mama Fauziah Idris yang tak hentinya memberikan doa dan kasih sayang kepada peneliti, serta dukungan baik moril, spiritual, maupun materil. Kedua saudaraku, Abang Miftah dan Kakak Nada, yang tak hentinya memberikan semangat, serta canda dan tawa kepada peneliti. Untuk Abang yang selalu bersedia mengantar peneliti ke Lapas. Dan kakak yang menemani peneliti selama proses penulisan serta menghibur peneliti di kala penat.

2. Dekan Fakultas Psikologi bapak Jahja Umar, Ph.D beserta jajarannya, dan seluruh dosen, pegawai serta karyawan, atas semua ilmu dan bantuannya yang telah diberikan kepada peneliti selama kuliah di fakultas ini.

3. Bapak Bambang Suryadi, Ph.D, sebagai Dosen Pembimbing I, yang selalu memberikan masukan dan solusi cerdas yang sangat berharga bagi


(8)

peneliti. Terima kasih atas waktu, pelajaran, serta pengertian yang diberikan kepada peneliti.

4. Ibu Sitti Evangeline I. Suaidy, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing II yang tak hanya memberikan informasi dan membuka wawasan serta doa kepada peneliti, namun semangat serta perhatian untuk peneliti, sehingga peneliti dapat terus berkarya. Terima kasih atas semua waktu untuk berdiskusi ataupun mendengarkan curahan hati peneliti.

5. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Banten, yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang.

6. Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang atas ijin, waktu, dan bantuannya kepada peneliti. Terima kasih kepada Pak Tetra, Pak Arie, Pak Asep, Mas Taufik, dan Mas Miki atas bantuan dan waktunya kepada peneliti selama peneliti melakukan penelitian ini. Terima kasih pak, semoga silaturahmi ini tetap terjalin dengan baik.

7. Para narapidana di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang, yang telah meyediakan waktu untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Anda semua telah memberikan peneliti pemikiran baru bahwa narapidana adalah sama seperti anggota masyarakat lainnya yang berhak mendapatkan perlakuan yang sama.

8. Kak Adi Prayitno, yang selalu memberi inspirasi dan tak hentinya memberikan motivasi, perhatian, pengertian, keceriaan, serta kebersamaan kepada peneliti sehingga peneliti tetap semangat dalam melakukan penelitian ini. Terima kasih juga atas waktu yang selalu diberikan untuk menemani peneliti di saat suka dan duka. Terus semangat ya ka untuk melanjutkan studi S2nya dan meraih cita-cita. Semoga Tuhan selalu menjaga dan menemani kebersamaan ini.

9. Sahabat-sahabat terbaik, almarhumah Tiara Mustika (Nonon) dan Nurhayatunnisa, terima kasih atas kebersamaan yang pernah terjalin, semoga Tuhan selalu menjaga kita walaupun dunia kita telah berbeda. The Marz Company (Ndut, Pipi, Item, Nini, Bulet), atas keceriaan dan persaudaraan ini, semoga Tuhan tetap menjaga kebersamaan kita di kala suka dan duka. Tak lupa kepada sahabat-sahabat kelas peneliti, Dewi dan Vanny, tetap semangat ya kawan, semoga kita sukses bersama.

10. Mamah keduaku, Mamah Kartini, terima kasih atas doa, perhatian, kasih sayang, serta spirit yang tulus kepada peneliti. Serta mengajarkanku sebuah arti kesabaran dan perjuangan.


(9)

11. Teman-teman seperjuanganku di HMI, untuk Riki dan Oji yang selalu mau mendengarkan curhat dan mau direpotkan oleh peneliti. Untuk Eko, Nida, Sella, Fajar, Sugih, Jhoni, Pingky, Binu, Kak Arif, Kak Erik, Mba Iya, Kak Arab dan Budi, terima kasih atas keceriaan dan kebersamaan yang terjalin. Tak lupa terima kasih kepada teman-teman kepengurusan di KOHATI, Angra, Winny, Dida, Ochi, Nia, Dije, Mila, Ay, Emil, Tika, Mega, Nina, Viana, Dita dan Arini, atas bantuan, perhatian dan pengertiannya kepada peneliti, semoga kita tetap semangat untuk memperjuangkan perempuan-perempuan yang ada di sekitar kita.

12. Para pria yang pernah mewarnai hari-hari peneliti. Untuk Rigo, Kak Adhan, dan Kak Aan terima kasih atas perhatian, support serta pengertiannya. Semoga Tuhan tetap menjaga silaturahmi kita.

13. Teman-teman di PSM UIN Jakarta, khususnya untuk Nanda dan Pedal saudaraku yang telah menyediakan waktu untuk membantu peneliti selama proses penelitian. Teman-teman di Fakultas Psikologi UIN Jakarta angkatan 2005 khususnya kelas B, Iqbal, Eka, Widaad, Hana, Syifa, Qiqi, Icha, Utik, Angga, Lela, Maul, Nala, Indah, Nola, Rizki, juga teman-teman seangkatan Wahyu, Adi, Agung, Budi, dan lainnya. Kepada Adiyo, Fira, dan Rika, terima kasih ya atas bantuan juga motivasi kepada peneliti selama peneiti mengerjakan skripsi.

14. Abang-abang dan Kakak-kakak di HMI dan JPTS, Mohalli, Bang Ray Rangkuti, Kak Fauni, Kang Jaka, Bang TB Ace, Bang Ali Irfan, Bang Anang, Bang Andi Syafrani, Bang Nanang, Bang Muawwam dan yang lainnya. Terima kasih telah memberikan wawasan serta pengalaman yang luar biasa kepada peneliti.

Penelitian ini tidak akan berarti tanpa kehadiran dan kontribusi dari semua pihak yang telah disebutkan sebelumnya. Semoga Tuhan membalas segala kebaikan dengan Rahman dan Rahmah-Nya. Akhir kata peneliti berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi baik bagi penulis maupun pihak lainnya. Amin.

Jakarta, 4 Maret 2011


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1-14 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 11

1.2.1 Pembatasan Masalah ... 11

1.2.2 Perumusan Masalah ... 12

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 13

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 14

1.4 Sistematika Penulisan ... 14

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ... 16-43 2.1 Kekuatan karakter ... 16

2.1.1 Pengertian Kekuatan Karakter ... 16

2.1.2 Perbedaan antaraVirtues,Character Strengthsdan Situational Themes... 18

2.1.3 Kriteria Kekuatan Karakter ... 20

2.1.4 Klasifikasi Kekuatan Karakter ... 21


(11)

2.2.1 Klasifikasi Narapidana ... 33

2.2.1.1 Narapidana Kriminal ... 36

2.2.1.1 Narapidana Narkotika ... 36

2.3 Lapas Kelas II A Pemuda Tangerang... 37

2.4 Kerangka Berpikir ... 39

2.5 Hipotesis ... 43

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 46-57 3.1 Jenis Penelitian ... 46

3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 46

3.2 Variabel Penelitian ... 46

3.2.1 Definisi Konseptual ... 47

3.2.2 Definisi Operasional ... 47

3.3 Populasi dan Sampel ... 49

3.3.1 Populasi Penelitian ... 49

3.3.2 Sampel Penelitian ... 49

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 50

3.3.4. Karakterisrik Subjek ... 50

3.4 Pengumpulan Data ... 51

3.4.1 Metode Pengumpulan Data ... 51

3.4.2 Instrumen Penelitian ... 52

3.5 Uji Instrumen Penelitian ... 54

3.5.1 Uji Validitas ... 54

3.5.2 Uji Reliabilitas ... 55

3.6 Metode Analisis Data ... 56

3.7 Prosedur Penelitian ... 57

BAB 4 ANALISA DATA ... 58-71 4.1 Gambaran Umum Responden ... 58

4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia ... 58 4.1.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan


(12)

Suku Bangsa ... 59

4.1.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Agama .... 60

4.1.4 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 61

4.1.5 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 62

4.2 Analisis Deskriptif ... 62

4.2.1 Kategorisasi Skor Kekuatan Karakter Narapidana Kriminal ... 62

4.2.2 Kategorisasi Skor Kekuatan Karakter Narapidana Narkotika ... 66

4.3 Uji Hipotesis Penelitian ... 71

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 94-102 5.1 Kesimpulan ... 94

5.2 Diskusi ... 96

5.3 Saran ... 101

5.3.1 Saran Teoritis ... 101

5.3.2 Saran Praktis ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Narapidana di Lapas Kelas II A Pemuda Tangerang Tabel 3.1 Nilai Skor Jawaban

Tabel 3.2 Blue PrintSkala Kekuatan Karakter Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Tabel 4.1 Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Suku Bangsa Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Agama

Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tabel 4.5 Responden Berdasarkan Status Pernikahan Tabel 4.6 Descriptive Statistics

Tabel 4.7 Kategorisasi Skor Kekuatan Karakter Narapidana Kriminal Tabel 4.8 Descriptive Statistic

Tabel 4.9 Distribusi Skor Tiap Aspek Kekuatan Karakter Tabel 4.10 Hasil Z Score

Tabel 4.11 Distribusi Skor Klasifikasi Kekuatan Karakter Tabel 4.12 Descriptive Statistic

Tabel 4.13 Kategorisasi Skor Kekuatan Karakter Narapidana Narkotika Tabel 4.14 Descriptive Statistic

Tabel 4.15 Distribusi Skor Tiap Aspek Kekuatan Karakter Tabel 4.16 Hasil Z score


(14)

Tabel 4.18 Group Statistic

Tabel 4.19 Independent Sample T-Test Tabel 4.20 Group Statistic

Tabel 4.21 Independent Sample T-Test Tabel 4.22 Group Statistic

Tabel 4.23 Independent Sample T-Test Tabel 4.24 Group Statistic

Tabel 4.25 Independent Sample T-Test Tabel 4.26 Group Statistic

Tabel 4.27 Independent Sample T-Test Tabel 4.28 Group Statistic

Tabel 4.29 Independent Sample T-Test Tabel 4.30 Group Statistic

Tabel 4.31 Independent Sample T-Test Tabel 4.32 ANOVA

Tabel 4.33 Multiple Comparisons Tabel 4.34 ANOVA

Tabel 4.35 Multiple Comparisons Tabel 4.36 ANOVA

Tabel 4.37 ANOVA


(15)

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian dari Kanwil Departemen Hukum dan HAM Banten

Lampiran 3 Surat Keterangan dari Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang Lampiran 4 Angket Penelitian

Lampiran 5 Output Uji Validitas Kekuatan Karakter

Lampiran 6 OutputDescriptive StatisticsTiap Klasifikasi Kekuatan Karakter Lampiran 7 Output Hasil Z Score Narapidana Kriminal dan Narapidana

Narkotika

Lampiran 8 Data Mentah Kekuatan Karakter

Lampiran 9 Output Uji F pada Usia, Suku Bangsa, Tingkat Pendidikan, dan Status Pernikahan


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang dilakukan penelitian ini, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam era global saat ini, ketika beberapa aspek kehidupan semakin meningkat, seperti teknologi, pendidikan, serta gaya hidup masyarakat, mengakibatkan meningkat pula kebutuhan individu untuk tetap bertahan hidup. Kemajuan yang ditampilkan ternyata tidak sebanding dengan kemajuan pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Kita ketahui bahwa pada akhir tahun 2010 dalam berbagai media, memberitakan tingkat kemiskinan rakyat Indonesia berdasarkan hasil penelitian dari Badan Pusat Statistik (BPS). BPS menyebutkan angka kemiskinan Indonesia hingga tahun 2010 berada dalam angka yang memprihatinkan yakni 13,33 persen atau 31,02 juta orang dalam taraf kemiskinan (Berita Resmi Statistik No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010).

Angka ini tentunya tidak menggembirakan. Ditambah lagi dengan tingginya angka kemiskinan dibarengi dengan angka kejahatan dan kriminalitas yang semakin tinggi pula. BPS mencatat dalam kurun waktu lima tahun jumlah tindak pidana di Indonesia yakni mencapai 344.942 kasus dari 196.931 kasus, dan Jakarta memberikan sumbangan tertinggi yakni sebanyak 57.041 kasus (Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 2010).


(17)

Memang, banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka kriminalitas saat ini. Tekanan ekonomi yang sulit merupakan salah satu faktor yang menyebabkannya, yakni tingginya kebutuhan hidup yang tidak seimbang dengan tingkat kesejahteraan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut, segala cara pun dilakukan termasuk mencuri, merampok, mengedarkan narkoba, bahkan membunuh.

Jencks dan Mayer (1990 dalam Khamdan, 2010) menjelaskan bahwa terdapat korelasi sangat erat antara tindak kriminalitas dengan lingkungan fisik yang buruk atau kumuh karena menyangkut penurunan tingkat kesehatan mental bahwa tidak ada kebermaknaan hidup yang dirasakan. Keterbatasan berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik yang kiranya memiliki peran menjadikan adanya perubahan potensi seseorang menjadi buruk.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh BPS yang menyatakan tingginya angka kemiskinan dibarengi pula dengan tingginya angka tindak pidana di Indonesia. Kondisi ini cukup memprihatinkan, sehingga pemerintah dan masyarakat harus bergerak cepat untuk meminimalisir permasalahan tingginya angka tindak pidana di Indonesia. Karena ketika meningkatnya jumlah kriminalitas, maka akan berimbas pula pada daya tampung lembaga pemasyarakatan atau Lapas, dimana Lapas memegang peranan yang cukup penting dalam proses pembinaan para narapidana sehingga mereka tidak melakukan kesalahannya dan dapat diterima kembali dimasyarakat.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah ialah dengan mengoptimalkan kerja Lapas, yakni Lembaga pemasyarakatan yang berperan membantu dan membentuk narapidana yang lebih baik, bertobat, tidak melakukan


(18)

tindak pidana lagi, dan melindungi masyarakat dari tindak kejahatan, serta dapat diterima kembali oleh masyarakat.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ayat (1), menerangkan pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pembinaan dalam tata cara peradilan pidana. Sistem Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Fungsi dan peran Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas, dalam mengayomi serta memasyarakatkan warga binaan cukup penting karena sebelumnya warga binaan dianggap sebagai sampah masyarakat, oleh lembaga ini diupayakan kembali menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa serta dapat diharapkan berperan aktif dan produktif dalam pembangunan dan bagi dirinya ia dapat berbahagia di dunia dan akhirat.

Berlin (2002) mengemukakan bentuk-bentuk pembinaan yang diberikan kepada narapidana saat ini antara lain adalah pembinaan mental, pembinaan ini merupakan dasar untuk membina seseorang yang telah terjerumus terhadap perbuatan jahat, sebab pada umumnya orang menjadi jahat itu karena mentalnya


(19)

yang terganggu, sehingga untuk memulihkan kembali mental seseorang seperti sebelum melakukan tindak pidana, maka pembinaan mental harus benar-benar diberikan sesuai dengan porsinya, misalnya dengan pembinaan keagamaan dan konseling.

Kedua, pembinaan sosial, pembinaan sosial ini diberikan kepada narapidana dalam kaitannya warga binaan yang sudah sempat disingkirkan dari kelompoknya sehingga diupayakan bagaimana memulihkan kembali kesatuan hubungan antara narapidana dengan masyarakat sekitarnya. Ketiga, pembinaan keterampilan, dalam pembinaan ini diupayakan untuk memberikan berbagai bentuk pengetahuan mengenai keterampilan misalnya bentuk pengetahuan mengenai keterampilan berupa pendidikan menjahit, pertukangan, bercocok tanam dan lain sebagainya.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 28 Desember 2010 dengan salah satu petugas Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang, program pembinaan di Lapas tersebut juga mengacu pada tiga bentuk pola pembinaan tersebut. Pembinaan dapat diaplikasikan dalam berbagai kegiatan seperti halnya yang dilakukan oleh Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang, misalnya (1) pembinaan narkoba dan HIV/AIDS dengan melakukan konseling dan terapi kepada warga binaan kasus narkoba, (2) pembinaan kemandirian seperti diajarkan berbagai ketrampilan, pengerjaan tegel kayu, pertanian sayur, penjahitan, bengkel elektronik, dan bengkel las, (3) pembinaan kepribadian, seperti pembinaan keagamaan, pesantren, dan berbagai macam olahraga.

Konsep pembinaan yang diterapkan di Lapas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Peterson & Seligman (2004) yang mencoba untuk menemukan


(20)

kekuatan tidak hanya kelemahan individu agar dapat mencapai hidup berarti dan tegar menghadapi stressor. Konsep ini tumbuh dari ketidakpuasan terhadap kriteria-kriteria The Diagnostics and Statistical Manual of Mental Disorder atau DSM yang lebih banyak menyoroti kelemahan-kelemahan individu dibandingkan kekuatan yang dapat dimanfaatkan.

Untuk dapat menenemukan kekuatan tersebut, konsep ini memfokuskan pada tiga topik utama, yaitu studi mengenai emosi positif (seperti kegembiraan saat ini dan harapan-harapan di masa yang akan datang), studi mengenai sifat-sifat positif dari individu, dan studi mengenai institusi yang memungkinkan berkembangnya emosi dan sifat positif, seperti lingkungan yang menghadirkan pola asuh, kerjasama kelompok, demokrasi, dan toleransi (Seligman dan Csikszentmihalyi dalam Seligman & Peterson, 2004).

Oleh karena itu, beberapa peneliti mencoba menemukan cara untuk mengembangkan dan mengukur karakter-karaker positif individu sehingga dapat menjadi kekuatannya. Manuel D dan Rhoda Mayerson Foundation (dalam Peterson & Seligman, 2004) telah melakukan sebuah studi mengenai karakter-karakter positif dari individu. Mereka telah mengembangkan suatu alat ukur yang mampu melihat profil kekuatan karakter individu. Alat ukur tersebut diberi nama Values in Action Inventory of Strengths (VIA-IS). Pengembangan alat ukur ini didasari oleh pemikiran bahwa masalah dalam kehidupan selalu terjadi dan membutuhkan solusi psikologis yang tepat dengan menitikberatkan pada potensi-potensi individu, salah satunya adalah kekuatan karakter.

Allport (1951) berpendapat bahwa karakter adalah sekumpulan kode dari tingkah laku yang ditampilkannya pada saat individu atau perilakunya dinilai oleh


(21)

orang lain. Untuk itu, penggolongan baik dan buruk selalu digunakan dalam menilai karakter seseorang. Lebih lanjut dikatakan bahwa karakter adalah konsep etis dan didefinisikan sebagai kepribadian yang dievaluasi “We prefer to define character as personality evaluated and personality devaluated” (Suryabrata, 2005).

Berdasarkan penilaian baik dan buruk yang melekat pada karakter, maka penelitian ini akan membahas lebih lanjut mengenai karakter yang dinilai baik atau positif. Peterson dan Seligman (2004) berpendapat bahwa karakteristik positif dibagi ke dalam tiga level, yakni virtues (keutamaan yang bersifat universal pada berbagai budaya dan agama serta merupakan aspek yang penting bagi makhluk hidup untuk dapat bertahan dalam proses evolusi), character strengths (unsur, proses, dan mekanisme psikologi yang mengarahkan pada pencapianvirtues), dan situational themes(kebiasaan spesifik yang mengarahkan individu untuk menampilkancharacter strengths).

Untuk dapat dikatakan kekuatan karakter, sifat-sifat tersebut harus memenuhi sepuluh kriteria, maka ditemukanlah enam virtues dan 24 karakter yang termasuk dalam character strengths (Peterson & Seligman, 2004), yaitu Wisdom and Knowledge (Creativity, Curiosity, Open-mindedness, Love of learning, Perspective). Courage (Bravery, Persistence, Integrity, Vitality). Humanity/Love (Love, Kindness, Social Intelligence). Justice (Citizenship, Fairness, Leadership). Temperance (Forgiveness and mercy, Humility/Modesty, Prudence, Self-regulation). Transcendence (Appreciation of beauty and excellence, Gratitude, Hope, Humor, Spirituality).


(22)

Selanjutnya, karakter dan lingkungan merupakan dua hal yang saling timbal balik (Peterson & Seligman, 2004). Dengan kata lain individu dan karakter-karakter yang dimiliki harus dipandang sebagai sebuah pusat jika ingin memahami good life. Skinner (1974 dalam Koswara,1991) juga mengemukakan bahwa seluruh tingkah laku ditentukan oleh aturan-aturan, bisa diramalkan, dan bisa dibawa ke dalam kontrol lingkungan atau bisa dikendalikan. Ia juga menjelaskan bahwa faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama menghasilkan tingkah laku yang khas pula pada individu tersebut.

Sebagian individu menilai dan percaya bahwa karakter adalah kualitas yang penting dalam kehidupan. Seringkali pelaku dari pelanggar hukum dinilai memiliki karakter yang buruk. Di dalam keseharian tak jarang seseorang memberi penilaian kepada orang lain apakah orang tersebut memiliki karakter yang baik atau tidak. Individu yang memiliki karakter yang kuat biasanya dinilai lebih mampu dibandingkan dengan individu dengan karakter yang lemah. Dengan kata lain kekuatan karakter adalah ujung tombak dari kondisi individu yang dapat mengarahkan individu pada kehidupan yang lebih baik.

Pada narapidana, virtues dan kekuatan karakter memiliki peranan yang cukup penting dalam proses bertahannya narapidana di dalam Lapas. Dimana virtuessangat mempengaruhi potensi karakter positif disaat seseorang mengalami tekanan. Virtues dibentuk dari kekuatan karakter pada individu tersebut. Virtues yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya juga agama, memungkinkan adanya perbedaan pada masing-masing jenis narapidana yang berbeda pula. Dimana narapidana kriminal dan narkotika memiliki latar belakang yang berbeda. Misalnya pada narapidana kriminal yang biasanya berasal dari kalangan


(23)

masyarakat ekonomi menengah dan ke atas, sedangkan narapidana kriminal berasal dari ekonomi ke bawah, dimana membuat narapidana kriminal memiliki potensi keberanian (bravery) yang lebih tinggi untuk melakukan tindak pidana seperti mencuri, merampok atau membunuh. Kemudian tingkat pendidikan narapidana narkotika yang biasanya lebih tinggi dari narapidana kriminal, membuat narapidana narkotika memiliki potensi rasa ingin tahu (curiosity) yang lebih tinggi untuk mencoba hal-baru seperti mencoba memakai narkotika. Latar belakang tersebut memungkinkan adanya potensi bahwa antara narapidana kriminal dan narkotika memiliki perbedaanvirtuesdan kekuatan karakter.

Namun kenyataan menunjukkan bahwa Lapas belum sepenuhnya mampu menunjukkan fungsi yang ideal. Sehingga potensi perbedaan tersebut kurang tergali dengan benar pada hal yang positif. Suaeb (2007) mengemukakan berbagai aspek dan kondisi dalam Lapas sangat potensial menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia antara lain over kapasitas, kualitas penghuni yang berubah dari kejahatan konvensional menjadi kejahatan transnasional, terbatasnya kualitas dan kuantitas sumber daya.

Selain itu, berbagai kasus yang mendera Lapas terkait istana di dalam Lapas, pungutan liar terhadap narapidana, sekaligus kasus joki narapidana oleh kejaksaan, menunjukkan adanya karakter petugas yang telah roboh. Kenyataan ini pada akhirnya menjadi pintu tabir tentang buruknya keadaan di hampir semua Lapas dan Rutan di Indonesia. Tekanan lingkungan setidaknya menjadi hal yang sangat mempengaruhi munculnya simbiosis mutualisme kejahatan karena tidak adanya penguatan karakter, baik pada petugas maupun narapidana itu sendiri.


(24)

Sehingga dengan kondisi Lapas yang kurang mendukung ini membuat peranan dan fungsi lapas dalam membina para narapidana menjadi kurang tepat sasaran. Dan dalam beberapa penelitian sebelumnya lebih memfokuskan pada kondisi negatif pada narapidana saja, seperti ditemukannya lima jenis gangguan kepribadian dengan klasifikasi tinggi pada narapidana, yaitu somatisasi, kecemasan, depresi, skizofrenia dan paranoia (Indiyah, 2005). Namun, sangat jarang penelitian yang memfokuskan pada potensi positif yang dimiliki oleh narapidana.

Narapidana tetap merupakan insan dan sumber daya manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam satu sistem pembinaan yang terpadu. Dan pola pembinaan narapidana tetap berusaha dan mengacu untuk membentuk narapidana yang sehat secara fisik dan psikis, serta diharapkan pula pembinaan tersebut dapat membentuk karakter-karakter positif pada narapidana, yang dimulai dengan menumbuhkan kebiasan-kebiasaan spesifik yang positif (situational themes) di Lapas. Dengan kompleksnya kondisi dan tekanan serta sisi lain dalam Lapas, maka dengan pola pembinaan dan pengayoman yang diterapkan di Lapas, seorang narapidana diharapkan memiliki inner resources atau kualitas-kualitas dalam diri yang positif agar dapat berfungsi secara efektif.

Pola pembinaan yang diterapkan di dalam sistem pemasyarakatan mengacu pada pembinaan narapidana untuk menjadi individu dan kehidupan yang lebih baik. Narapidana merupakan manusia biasa yang mendapat hukuman berdasarkan putusan hakim sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya. Lama tidaknya masa tahanan, berat atau ringan keputusan pidana, sesuai dengan


(25)

tindak pidana yang dilakukannya. Hal inilah salah satu penyebab heterogenitas narapidana yang terjadi di dalam Lapas.

Selanjutnya, terkait dengan kekuatan karakter yang merupakan salah satu bagian dalam program pembinaan untuk narapidana, dalam Undang-undang No.12 Tahun 1995 pasal 12 ayat (1), menerangkan bahwa suatu pembinaan di Lapas digolongkan berdasarkan usia, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan di Lapas. Dengan demikian, pembinaan serta perlakuan untuk para narapidana selayaknya dibedakan. Misalnya pada narapidana narkotika yang merupakan pemakai, seharusnya mendapatkan pembinaan dantreatmentyang berbeda pula.

Namun dengan fakta di lapangan, secara umum, heterogenitas pada narapidana tidak terlalu terlihat secara kasat mata. Mungkin salah satu penyebabnya karena narapidana kriminal dan narapidana narkotika tidak dipisah dan tidak dibedakan perlakuannya. Oleh karena itu, pola pembinaan akan berjalan maksimal jika para petugas Lapas mengetahui secara jeli tentang potensi karakter positif yang dimiliki oleh masing-masing jenis narapidana. Maka peneliti merasa perlu untuk mencoba mengakaji lebih dalam tentang gambaran karakter-karakter yang muncul secara dominan pada narapidana narkotika dan kriminal yang merupakan penghuni mayoritas di Lapas ini.

Dari permasalahan dan fenomena yang telah dipaparkan di atas, peneliti ingin mengkaji lebih lanjut tentang karakter-karakter positif yang muncul pada narapidana. Maka timbul pertanyaan, dengan ketidakoptimalan fungsi Lapas bagaimana pembinaan moral dan karakter bagi narapidana? Bagaimana karakter yang muncul pada narapidana yang berada di dalam Lapas Kelas IIA Pemuda


(26)

Tangerang? Bagaimana profil narapidana yang baik yang dapat diterima kembali kepada masyarakat? Apakah perbedaan tindak pidana dapat mempengaruhi perbedaan karakter narapidana? Apa karakter yang paling menonjol yang dimiliki oleh narapidana kriminal di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang? Apa karakter yang paling dominan pada narapidana narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang? Apakah ada perbedaan kekuatan karakter pada narapidana di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang?

Dan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang perbedaan kekuatan karakter antara para narapidana. Maka, peneliti mengambil judul penelitian yakni “Perbedaan Kekuatan Karakter (Character Strengths) Narapidana pada Tindak Pidana Kriminal dan Narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang.”

1.2 Pembatasan dan Rumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kekuatan karakter yang dimaksud dalam penelitian ini adalah karakter-karakter positif yang membawa individu kepada perasaan positif, bersifat universal dan mampu membuat individu bertahan dalam keberlangsungan hidupnya, yakni enam virtues dan 24 kekuatan karakter: Wisdom and Knowledge (Creativity, Curiosity, Open-mindedness, Love of learning, Perspective). Courage (Bravery, Persistence, Integrity, Vitality). Humanity (Love) (Love, Kindness, Social Intelligence). Justice (Citizenship, Fairness, Leadership). Temperance (Forgiveness and mercy, Humiliyt/Modesty,


(27)

Prudence, Self-regulation). Transcendence (Appreciation of beauty and excellence, Gratitude, Hope, Humor, Spirituality).

b. Narapidana Kriminal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah narapidana yang terkena tindak pidana penyuapan, kejahatan ketertiban, pembunuhan, kejahatan susila, perjudian, penculikan, pencurian, perampokan, penggelapan, penipuan dan pemerasan.

c. Narapidana Narkotika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah narapidana yang yang terkena tindak pidana karena memakai narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

d. Narapidana yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah narapidana pria di dalam Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang.

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitan ini yakni:

1. Apakah ada perbedaan kekuatan karakter narapidana pada tindak pidana kriminal dengan narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang?

2. Apakah ada perbedaan Wisdom and Knowledge narapidana pada tindak pidana kriminal dengan narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang? 3. Apakah ada perbedaan Courage narapidana pada tindak pidana kriminal

dengan narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang?

4. Apakah ada perbedaanHumanity narapidana pada tindak pidana kriminal dengan narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang?


(28)

dengan narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang?

6. Apakah ada perbedaan Temperance narapidana pada tindak pidana kriminal dengan narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang?

7. Apakah ada perbedaan Transcendence narapidana pada tindak pidana kriminal dengan narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang?

8. Apakah ada perbedaan antara kekuatan karakter dengan usia, suku bangsa, tingkat pendidikan dan status pernikahan pada narapidana tindak pidana kriminal dengan tindak pidana narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang?

9. Apakah ada perbedaan antar aspek-aspek kekuatan karakter pada narapidana tindak pidana kriminal dengan narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekuatan karakter pada narapidana kriminal dan narapidana narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang berdasarkan aspek kekuatan karakter, usia, suku bangsa, tingkat pendidikan dan status pernikahan.


(29)

1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah bagi penelitian dan pengembangan keilmuan dalam bidang psikologi. Selain itu, diharapkan penelitian ini juga dapat memberikan sumbangan informasi dan menambah pengetahuan tentang virtues dan kekuatan karakter pada narapidana, khususnya narapidana kriminal dan narkotika.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

1. Bagi pihak di Lapas, diharapkan penelitian ini dapat memberi kontribusi positif tentang virtues dan kekuatan karakter sehingga diketahui usaha-usaha apa yang harus ditempuh demi berhasilnya pembinaan dan pengayoman bagi warga binaan khususnya narapidana.

2. Bagi tim medis dan tim psikolog di Lapas, diharapkan penelitian ini dapat memberikan dukungan dan sikap yang positif kepada narapidana sehingga mendapatkantreatmentyang tepat dan dapat diperlakukan dengan baik seperti anggota masyarakat lainnya.

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang isi dan materi yang dibahas dalam penulisan ini, maka penulis mengemukakan dalam bab sebagai berikut :

Bab I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.


(30)

Bab II KAJIAN TEORI

Dalam bab ini menjelaskan pengertian kekuatan karakter, kriteria kekuatan karakter, klasifikasi kekuatan karakter, dan pengertian serta jenis-jenis narapidana.

Bab III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini memuat jenis penelitian, pendekatan penelitian, metode penelitian, definisi konseptual dan operasional, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data meliputi : metode dan instrumen serta teknik analisa data.

Bab IV HASIL PENELITIAN

Bab ini menjelaskan gambaran umum subyek penelitian, presentasi dan analisis data, uji persyaratan, uji hipotesis, dan deskripsi hasil penelitian.

Bab V PENUTUP


(31)

BAB 2

KAJIAN TEORI

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori dan hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan karakter, kiriteria kekuatan karakter, klasifikasi kekuatan karakter. Selain itu, dijelaskan pula mengenai definisi narapidana, klasifikasi narapidana, serta definisi dan gambaran tentang Lapas Klas II A Pemuda Tangerang.

2.1. Kekuatan Karakter(Character Strengths)

2.1.1. Pengertian Kekuatan Karakter(Character Strengths)

Kekuatan Karakter terdiri dari dua kata yaitu kekuatan dan karakter. Kata karakter diadopsi dari bahasa Inggris yaitu character. Dalam An English – Indonesia Dictionary (1975) kata character diartikan sebagai watak, karakter, atau sifat. Sedangkan kata kekuatan berasal dari kata kuat yang diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu tenaga, daya, atau energi.

Dalam Chaplin (2005), karakter (character) adalah watak, karakter, atau sifat. Karakter merupakan satu kualitas atau sifat yang tetap terus-menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasikan seorang pribadi, suatu objek, atau kejadian. Karakter bersinonim dengan trait (karakteristik atau sifat yang khas) yaitu integrasi dari sifat-sifat individual dalam bentuk satu unitas atau kesatuan.

Allport (1951 dalam Suryabrata, 2005) mengemukakan “character as personality evaluated and personality as character devaluated.” Allport


(32)

berpendapat bahwa karakter adalah sekumpulan kode dari tingkah laku yang ditampilkan pada saat individu atau perilakunya dinilai oleh orang lain. Untuk itu, penggolongan baik dan buruk selalu digunakan dalam menilai karakter seseorang. Dengan kata lain Allport memandang karakter sebagai kepribadian yang dievaluasi.

Selanjutnya, penelitian ini akan memfokuskan pada kekuatan karakter (character strengths) yang menurut Peterson dan Seligman (2004) adalah good characteryang mengarahkan individu pada pencapaian keutamaan (virtues).

Berbicara mengenai kekuatan karakter, tidak bisa terlepas dari konsep keutamaan (virtue). Peterson dan Seligman (2004), mendefinisikanvirtuesebagai: “the core characteristic valued by moral philosophers and religious thinkers…”

(Peterson & Seligman, 2004, hal. 13)

Jadi, keutamaan adalah karakteristik inti yang dihargai oleh para filsuf dan para agamawan. Keutamaan yang ada pada diri manusia dibagi menjadi enam kategori yaitu wisdom, courage, humanity, justice, temperance dan transcendence (Peterson & Seligman, 2004). Keutamaan-keutamaan tersebut besifat universal dan terpilih melalui proses evolusi karena penting untuk keberlangsungan hidup. Menurut Peteson & Seligman (2004), seseorang dikatakan memiliki karakter baik apabila ia memiliki seluruh keutamaan tersebut.

Masing-masing keutamaan terdiri atas beberapa karakter tertentu (Peterson & Seligman, 2004). Menurut Seligman (2002), individu memiliki karakter positif dan negatif. Namun, yang dimaksud dengan kekuatan karakter adalah karakter positif yang membawa individu kepada perasaan yang positif. Peterson dan


(33)

“the psychological ingredients-processes or mechanisms that defines the virtue”

(Peterson & Seligman, 2004, hal. 13)

Jadi kekuatan karakter adalah unsur atau mekanisme psikologis yang membentuk keutamaan. Kekuatan karakter untuk menunjukkan suatu keutamaan bisa dijadikan bisa dibedakan dengan kekuatan karakter yang menunjukkan keutamaan lainnya. Misalnya, keutamaan wisdom dapat dicapai melalui kekuatan-kekuatan seperti kreativitas, rasa ingin tahu,open-mindednessdan sebagainya (Peterson dan Seligman, 2004). Jadi, setiap keutamaan terdiri dari beberapa kekuatan karakter. Secara keseluruhan, terdapat enam keutamaan yang terdiri atas 24 kekuatan karakter.

2.1.2. Perbedaan antaraVirtues,Character StrengthsdanSituational Themes Klasifikasi dari karakteristik positif pada dasarnya menyerupai klasifikasi makhluk hidup yang bersifat hierarki, dari konkret spesifik (organisme individu) menuju kepada klasifikasi yang lebih abstrak dan general. Karakteristik positif dibagi menjadi tiga level (Peterson & Seligman, 2004, hal. 12-14) yaitu:

1. Virtues, adalah bagian utama dari karakteristik. Para filsuf dan pemuka agama membaginya menjadi enam, yaitu wisdom, courage, humanity, justice, temperance dan transcendence. Melalui survei sejarah ditemukan bahwa keenam kategori ini bersifat konsisten, universal, dan diperkirakan merupakan aspek yang penting bagi makhluk hidup untuk dapat bertahan dalam proses evolusi. Diasumsikan bahwa jika virtues menjadi nilai tertinggi yang dianut oleh individu barulah individu dapat dikatakan memiliki karakter yang baik.


(34)

2. Character Strengths, adalah unsur, proses, dan mekanisme psikologis yang memperjelas konsep virtues. Dengan kata lain, character strengths adalah rute-rute yang berbeda dalam mencapai suatu virtue atau virtue lainnya. Contohnya, wisdom dapat dicapai melalui beberapa character strengths seperti creativity, curiosity, love of learning, open mindedness dan perspective. Character strengths tersebut di atas, memiliki kesamaan dalam hal meraih dan menggunakan ilmu pengetahuan tetapi juga memiliki perbedaan. Sekali lagi, strengths dianggap sebagai sesuatu yang disadari dan dinilai dimana-mana, walaupun individu jarang memunculkannya. Walaupun demikian, dapat disimpulkan bahwa individu dapat dikatakan memiliki karakter yang baik jika individu mampu menampilkan satu atau duastrengths (kekuatan) dalam kelompokvirtuetertentu.

3. Situational Themes, adalah kebiasaan-kebiasaan spesifik yang mengarahkan individu untuk menampilkan character strengths (kekuatan karakter) tertentu pada situasi tertentu.Themes harus spesifik antara satu setting dengan setting lainnya dan awalnya terbatas hanya untuk dunia kerja. The Gallup Organization telah mengidentifikasikan ratusan themes yang relevan bagi dunia kerja. Diantaranya emphaty (memahami kebutuhan orang lain), inclusiveness (membuat orang lain merasa menjadi bagian dari sebuah kelompok), danpositivity (dapat melihat hal-hal yang positif dari suatu situasi atau individu lain). Awalnyathemesdipakai untuk melihat bagaiman individu berelasi satu sama lain dalam dunia kerja, namun apabila dicermati lebih abstrak, emphaty, inclusiveness, dan positivity merefleksikan character strengths yaitu kindness. Jika dicermati lebih abstrak lagi, maka kindness


(35)

disamping love dan social intelligence termasuk di dalam satu virtue, yaitu humanity.

2.1.3. Kriteria Kekuatan Karakter (Character Strengths)

Pada penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada character strengths (kekuatan karakter) karena pada posisi yang seimbang antarathemesyang konkret dan virtue yang bersifat abstrak. Untuk dapat dikatakan sebagai character strengths, karakteristik positif harus memenuhi sebagian besar dari sepuluh kriteria yang ditetapkan (Peterson & Seligman, 2004, hal. 17-27), yaitu:

1. Strengths, memberikan sumbangan pada berbagai pemenuhan kebutuhan yang mengarahkan kepada good life untuk diri sendiri dan orang lain. Meskipun strengths dan virtues menentukan bagaimana individu berhadapan dengan ketahanan, fokus utama adalah pada bagaimanastrengths dan virtues mampu memenuhi kebutuhan individu.

2. Meskipun strengths mampu dan dapat memberikan hasil yang memuaskan, setiap strengths bernilai moral, walaupun hasil yang didapat tidak menguntungkan secara ekonomi.

3. Pemunculan strengths oleh individu tidak mengurangi kesempatan orang-orang di sekitarnya untuk memunculkan strengths yang sama. Sebaliknya, pemunculan strengths biasanya akan membuat orang-orang di sekitarnya terinspirasi dan berkeinginan untuk menampilkan strength. Menampilkan strength akan memunculkan emosi positif seperti kebanggaan, kepuasan, kegembiraan dan harmoni.


(36)

5. Strengthsharus melampaui tingkah laku, pikiran, perasaan, dan aksi, sehingga dapat diukur. Strengths seperti layaknya sifat yang memiliki tingkatan dalam generalisasi antar situasi dan stabilitas dari waktu ke waktu.

6. Strengths berbeda dari trait positif lainnya dalam hal klasifikasi dan tidak dapat dipisahkan dari klasifikasinya.

7. Strengthssebelumnya sudah diwujudkan dalam penokohan yang tauladan baik dalam kebudayaan atau cerita-cerita tertentu.

8. Seperti halnya inteligensi, beberapa strengths juga memiliki kategori jenius atau luar biasa.

9. Strengths memperhatikan eksistensi dari individu yang tidak menampilkan strengthssama sekali dalam hidupnya.

10. Lingkungan masyarakat menyediakan institusi dan kegiatan yang mengasahkan dan mereproduksistrengthssecara berkelanjutan.

2.1.4. Klasifikasi Kekuatan Karakter(Character Strengths)

Berikut ini akan dijelaskan kalsifikasi enam virtue serta 24 character strengths yang dimiliki individu (Peterson & Seligman, 2004; Seligman, 2005) :

1. WisdomdanKnowledge

Wisdommerupakan salah satu bentuk inteligensi tetapi berbeda dengan IQ dan bukan merupakan pengetahuan yang diperoleh dari membaca buku, kuliah ataupun belajar dari fakta (Peterson & Seligman, 2004). Peterson & Seligman (2004) menyatakan strengths (kekuatan) dariwisdommeliputi sikap positif yang berhubungan dengan kemahiran dan menggunakan informasi


(37)

dalam mencapai kehidupan yang berkualitas. Kekutan dari wisdom dan knowledgemerupakan aspek kognitif yang meliputi:

a. Creativity (originality, ingenuity)

Individu yang kreatif harus memiliki ide atau tingkah laku yang orisinil, unik, baru, mengejutkan dan tidak biasa (Peterson & Seligman, 2004). Namun, ide dan perilaku yang orisinil saja tidak cukup untuk individu dikatakan kreatif, tetapi ide dan perilaku tersebut juga harus sesuai dan adaptif (Peterson & Seligman, 2004). Selain itu, kreativitas individu harus memberikan kontribusi positif terhadap kehidupannya dan juga kehidupan orang lain (Peterson & Seligman, 2004).

b. Curiosity (interest, novelty-seeking, openness to experiences)

Curiosity merupakan ketertarikan dalam diri individu terhadap pengalaman (Peterson & Seligman, 2004). Individu yang memiliki rasa ingin tahu menyukai pengalaman-pengalaman baru yang unik, bervariasi, dan menantang (Peterson & Seligman, 2004). Seligman (2005) menambahkan, individu yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi biasanya terbuka terhadap seluruh pengalaman, dan fleksibilitas terhadap segala sesuatu yang tidak sesuai dengan konsepsi awal.

c. Open mindedness (judgment, critical thinking)

Open-mindedness merupakan keinginan untuk mencari secara aktif bukti untuk mengkritisi kepercayaan, rencana, atau tujuan orang lain dan untuk mempertimbangkan bukti yang ada secara adil jika terdapat bukti-bukti yang diperlukan (Peterson & Seligman, 2004). Seseorang yang open-mindedness biasanya akan mempertimbangkan segala bukti-bukti dalam


(38)

mengambil keputusan dan selalu terbuka akan bukti-bukti baru yang bisa jadi mengubah keyakinan yang dimilkinya selama ini.

d. Love of Learning

Love of learningsering dikaitkan pada konsep-konsep besar seperti kompetensi, nilai-nilai, dan pengembangan minat. Love of learning digambarkan sebagai cara dimana individu memperoleh informasi dan ketrampilan baru secara umum atau spesifik yang mengarah pada perkembangan pengetahuan individu mengenai minat mereka. Jika individu memiliki kekuatan (strengths) love of learning, maka individu tersebut akan menyatu secara kognitif. Individu akan mengalami perasaan positif berkenaan dengan proses perolehan ketrampilan, pemuasan rasa ingin tahu, atau pada saat mempelajari pengetahuan yang baru. Kekuatan ini membantu individu untuk bangkit dari kritikan dan tantangan (Peterson & Seligman, 2004).

e. Perspective (wisdom)

Perspective (wisdom) mengacu kepada kemampuan untuk mempersiapkan bekal hidup dalam waktu yang panjang, yang dapat dimengerti bagi dirinya dan orang lain (Peterson & Seligman, 2004). Kekuatan (strengths) ini merupakan kemampuan untuk memberikan saran yang bijaksana kepada orang lain, memiliki cara pandang terhadap dunia yang dapat diterima oleh orang lain. Perspective berbeda dengan inteligensi, dimanaperspectiveadalah taraf superior dari penguasaan ilmu, judgment, dan kapasitas untuk memberikan saran kepada orang lain. Perspective memungkinkan individu untuk menjawab hal-hal yang


(39)

kompleks dari kehidupan dan digunakan untuk mencapai kesejahteraan individu dan orang lain.

2. Courage

Couragemerupakan kekuatan emosional yang melibatkan keinginan untuk mencapai tujuan pribadi walaupun terdapat halangan baik yang bersifat internal maupun eksternal dalam pencapaiannya (Peterson & Seligman, 2004). Kekuatan ataustrengthsdaricouragemeliputi:

a. Bravery (valor)

Tidak takut terhadap ancaman, tantangan, kesulitan, atau rasa sakit, berani mengutarakan kebenaran walaupun bertentangan dengan orang lain, berani tampil berbeda walaupun tidak popular, termasuk keberanian fisik namun tidak hanya terbatas pada hal tersebut (Seligman, 2005). Beberapa elemen yang terkandung pada bravery adalah tindakan harus bersifat sukarela, terkandungjudgement yaitu mengetahui dengan pasti resiko dan menerima konsekuensi dari setiap tindakan.

b. Persistence (perseverance, industriousness)

Menyelesaikan semua pekerjaan yang telah dimulai, merasa puas atau senang bila dapat merampungkan semua tugas walaupun terdapat hambatan dan kesulitan. Mengukur dari lamanya seseorang berhadapan dengan tugas saja tidaklah cukup untuk menempatkan individu sebagai seorang yang persistence karena berhadapan lama dengan tugas yang menyenangkan dan memberikan hasil yang menguntungkan secara


(40)

ekonomi, tidak memerlukan daya tahan dan perhatian dari individu (Peterson & Seligman, 2004).

c. Integrity (authenticity, honesty)

Integrity berasal dari bahasa Latin “intergritas” yang berarti sesuatu yang menyeluruh, keseluruhan (Peterson & Seligman, 2004). Mengatakan yang sebenarnya, menampilkan diri apa adanya atau autentik, tanpa berpura-pura, bertanggung jawab atas perasaan dan tingkah laku (Seligman, 2005). Honesty mengacu pada fakta yang sebenarnya dan ketulusan hati dalam berhubungan dengan orang lain. Authenticity merupakan emosi yang sebenarnya keadaan psikologis yang mendalam. Integrity mengacu kepada kejujuran moral dan self-unity (Peterson & Seligman, 2004).

d. Vitality (zest, enthuasiasm, vigor, energy)

Individu yang memiliki kekuatan (strengths) ini menjalani hidup dengan penuh semangat dan dapat menjalani fungsinya dengan baik. Menjalani kehidupan dengan kegembiraan dan berenergi, tidak melakukan sesuatu setengah-setengah, menjalani hidup sebagai seorang petualang, merasakan hidup bahagia dan aktif (Peterson & Seligman, 2004).

3. Humanity

Humanity merupakan kekuatan yang berkaitan dengan interpersonal termasuk kemurahan hati, berbuat kebaikan walaupun tidak akan mendapatkan balasan (Peterson & Seligman, 2004). Kekuatan dari humanity yakni:


(41)

a. Love

Menghargai penting hubungan dekat dengan orang lain, terutama saling berbagi dan saling peduli, menjalin hubungan dekat dengan orang lain (Seligman, 2004). Love (cinta) yang dimaksud disini terbatas pada hubungan cinta yang bersifat timbal balik, sehingga cinta yang tidak terbalas dan hubungan parasosial tidak termasuk ke dalamnya. Hubungan romantis, rasa cinta antara orang tua dan anak, keterikatan antara anggota tim atau kelompok termasuk kategori dalam kekuatan ini. Love biasanya mencakup perasaan positif yang kuat, komitmen, bahkan pengorbanan yang termanifestasi dalam perilaku membantu, menerangkan dan menerima orang lain.

b. Kindness (generosity, nurturance, care, compassion, altruistic love, niceness)

Melakukan kebaikan kepada orang lain, membantu orang lain, dan menjaganya (Seligman, 2005). Empati dan simpati merupakan komponen yang penting dalam kindness. Individu yang menampilkan kekuatan ini tidak hanya membantu orang memiliki kedekatan, namun juga akan membantu dan berbuat baik kepada orang yang tidak dikenalnya.

c. Social Intelligence (emotional intelligence, personal intelligence)

Peduli terhadap alasan-alasan dan perasaan orang lain dan diri sendiri, mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan situasi sosial yang berbeda, mengetahui apa yang menggerakkan orang lain (Peterson & Seligman, 2004). Istilah lain yang digunakan dalam menggambarkan kekuatan ini adalah “hot intelligence”, yakni


(42)

kemampuan untuk dapat memproses informasi yang teraktual seperti sinyal yang berhubungan dengan kesejahteraan individu. Selain social intelligence, kekuatan ini juga mencakup emotional intelligence dan personal intelligence yang saling melengkapi satu sama lain. Emotional intelligence adalah kemampuan untuk mengolah informasi emosi secara baik di dalam penalaran. Personal intelligence mencakup ketepatan self-understandingdanself-assesment, termasuk kemampuan untuk memahami motivasi, emosi, dan dinamika internal. Social intelligence berhubungan dengan hubungan individu dengan orang lain, yaitu keintiman dan kepercayaan, kemampuan persuasi atau keanggotaan dalam suatu kelompok.

4. Justice

Justice merupakan kekuatan pada masyarakat yang melandasi timbulnya kehidupan masyarakat yang sehat. Kekuatan (strengths) padajusticemeliputi: a. Citizenship (social responsibility, loyalty, teamwork)

Kemampuan bekerja dengan baik pada situasi kelompok, loyal pada kelompok, berbagi dengan kelompok (Peterson & Seligman, 2004). Individu memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugasnya, bekerja untuk kepentingan kelompok daripada kepentingan dirinya, setia terhadap teman, dan dapat dipercaya dalam berusaha mencapai kepentingan kelompok (Peterson & Seligman, 2004).


(43)

b. Fairness

Memperlakukan setiap orang secara adil, memberikan kesempatan yang sama pada setiap orang, dan tidak membiarkan perasaan subyektif mempengaruhi keputusan yang menyangkut orang lain. Fairness merupakan hasil dari moral judgement, yiatu proses dimana individu menilai hal-hal yang dianggap baik ataupun buruk secara moral dan apa yang dilarang secara moral.

c. Leadership

Mendorong anggota kelompok untuk bekerja, menjaga hubungan baik dengan anggota kelompok, menyiapkan aktivitas kelompok dan mengevaluasinya. Leadership sebagai kualitas kepribadian harus dibedakan dengan leadership sebagai suatu proses yang bersifat praktis. Sebagai sebuah kualitas kepribadian, leadership adalah motivasi dan kapasitas untuk mengambil peran pemimpin dalam sistem sosial, kemampuan mempengaruhi orang lain, mampu mengatur aktivitas pribadi dan orang lain dalam suatu sistem ynag terintegrasi. Leadership sebagai sebuah proses praktis berisikan kemampuan untuk menetapkan tujuan dan mendorong bawahan untuk bekerja sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Peterson & Seligman, 2004).

5. Temperance

Temperance merupakan kekuatan yang melindungi individu dari sesuatu yang berlebihan, dimana temperancemengacu pada ekspresi yang sesuai dan


(44)

tidak berlebihan akan sesuatu yang dinginkan. Kekuatan pada temperance adalah sebagai berikut:

a. ForgivenessdanMercy

Memaafkan orang lain yang telah melakukan kesalahan, memberikan orang lain kesempatan kedua, dan tidak mendendam. Ketika seseorang mau memaafkan, maka kecendrungan bersikap kepada orang yang berbuat salah akan semakin membaik (Peterson & Seligman, 2004). Enright (1998 dalam Mc.Cullough, 2000) mengemukakan fogiveness adalah kesediaan atau kerelaan individu untuk melepaskan dendam, perilaku tidak adil, dan perilaku yang pernah menyakitinya. Individu yang memiliki kekuatan karakter ini tidak membalas perlakuan yang tidak adil, yang diikuti dengan sikap memaafkan, dan membiasakan emosi untuk menerimanya (Affinito, 1999).

b. Humility/Modesty

Tidak menganggap diri lebih spesial dari orang lain, dan tidak mencari perhatian, dan menyadari kesalahan serta kekurangan diri (Peterson & Seligman, 2004). Modesty lebih bersifat eksternal yang artinya bersifat sederhana secara perilaku dan penampilan. Humility bersifat internal yang artinya memiliki kecendrungan untuk merasa bahwa dirinya bukanlah pusat dunia. Tangney (dalam Peterson & Seligman, 2004) mengemukakan beberapa hal penting yang terkandung di dalam humility, yaitu perasaan yang akurat terhadap kemampuan dan prestasi, memberikan pengharapan kepada setiap orang walaupun orang tersebut berbuat kesalahan, kekurangan, dan memiliki keterbatasan dalam


(45)

pengetahuan, terbuka pada ide-ide baru, informasi yang kontradiktif, dan nasehat, menghargai kemampuan orang lain, rendah hati terhadap kemampuan diri, dan mengapresiasi segala hal sebagai sesuatu yang memberikan beragam kontribusi bagi kehidupan.

c. Prudence

Berhati-hati dengan keputusan yang dibuat, tidak mengambil resiko, tidak mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak bertanggung jawab. Dalam kehidupan sehari-hari, individu akan meninjau secara hati-hati masa depan mereka, berpikir dan memiliki perhati-hatian yang penuh terhadap masa depan, membuat rencana yang matang, dan menetapkan tujuan serta aspirasi jangka panjang. Individu terlatih untuk menghindari dorongan-dorongan dan keinginan yang mampu merusak diri (Peterson & Seligman, 2004).

d. Self-regulation (self-control)

Mampu mengatur perasaan dan tingkah laku, disiplin, mengontrol emosi dan nafsu. Individu mampu mengontrol gairah, kebutuhan, dan impuls serta menampilkannya pada kondisi yang memungkinkan. Saat berhadapan dengan situasi yang menyakitkan, individu mampu meregulasi emosinya, dan mengobati sendiri perasaan-perasaan negatif yang dirasakan (Peterson & Seligman, 2004).


(46)

6. Transcendence

Trancendence merupakan kekuatan yang dapat menciptakan hubungan yang dekat antara individu dengan alam semesta dan memberi makna bagi individu tersebut. Kekuatantranscendenceterdiri dari:

a. Appreciation of beauty and excellence (awe, wonder, elevation)

Mampu menyadari dan mengapresiasi keindahan, spesial, memiliki keterampilan dalam berbagai bidang kehidupan, mulai dari seni hingga matematika, dari ilmu alam hingga pengalaman hidup sehari-hari. Individu yang memiliki kekuatan ini akan seringkali merasakan terpana atau bergairah saat melakukan kegiatan-kegiatan sederhana seperti berkeliling kota, membaca novel atau surat kabar, menyelami kehidupan orang lain atau saat menonton pertandingan olah raga dan film. Diasumsikan bahwa individu yang pikiran dan hatinya terbuka untuk sesuatu yang indah dan menawan biasanya akan lebih menikmati kehidupan sehari-hari, menemukan makna hidup, dan dapat berhubungan dengan orang lain lebih mendalam (Peterson & Seligman, 2004).

b. Gratitude

Menyadari dan mensyukuri atas anugerah Tuhan dan menyediakan waktu untuk mengekspresikan rasa syukur (Peterson & Seligman, 2004). Gratitudeberarti bersyukur atas sesuatu hal yang baik, dermawan, hadiah, keindahan dalam memberi dan menerima, mendapatkan atau memberi sesuatu tanpa pamrih. Gratitude terbagi dalam dua macam yaitu personal dantranspersonal. Personal gratitude mengacu pada terima kasih kepada seseorang atas kebaikan dari orang tersebut. Transpersonal gratitude


(47)

adalah rasa terima kasih kepada Tuhan. Fitzgerald (dalam Peterson & Seligman, 2004) mengemukakan bahwa gratitude terdiri dari tiga komponen, yakni apresiasi terhadap seseorang dan sesuatu, niat yang baik kepada seseorang atau sesuatu, dan kecendrungan untuk bertingkah laku yang berasal dari apresiasi dan niat yang baik.

c. Hope (optimism, future-mindedness, future-orientation)

Mengharapkan yang terbaik bagi masa depan dan berusaha keras untuk mewujudkannya, percaya bahwa nasib dapat diubah (Peterson & Seligman, 2004). Berpikir mengenai masa depan, mengharapkan hasil yang terbaik di masa yang akan datang dan merasa percaya diri terhadap hasil dan tujuan.

d. Humor (playfulness)

Senang tertawa dan bergurau, memberikan senyum kepada orang lain, dan membuat gurauan (Peterson & Seligman, 2004). Secara keseluruhan, humor berarti pikiran yang menyenangkan, pandangan yang membahagiakan yang memungkinkan individu untuk melihat sisi positif dari sesuatu hal, dan kemampuan untuk membuat orang lain tersenyum atau tertawa (Peterson & Seligman, 2004).

e. Spirituality (religiousness, faith, purpose)

Memiliki kepercayaan mengenai kekuatan yang besar yang menguasai alam semesta, memiliki kepercayaan terhadap makna hidup. Spirituality mengandung keyakinan yang bersifat persuasive, pervasive, dan stabil yang membentuk atribusi individu dan bagaimana memaknai hidup dan hubungan dengan orang lain (Peterson & Seligman, 2004).


(48)

2.2. Narapidana

Warga Binaan Pemasyarakatan dalam keputusan Menteri Kehakiman RI No. M. 02 – PK. 04. 10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan meliputi:

1. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana yang kemerdekaannya dan ditempatkannya di Lembaga Pemasyarakatan.

2. Anak Negara ialah anak yang sedang menjalani putusan pengadilan dan ditempatkan di Lapas Anak.

3. Klien Pemasyarakatan ialah orang yang sedang dibina oleh Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (Balai Bispa) yang berada di luar Lapas.

4. Tahanan Rutan untuk selanjutnya disebut Tahanan, ialah tersangka atau terdakwa yang ditempatkan di dalam Rutan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Sesuai Undang-undang No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ayat (7), narapidana diartikan sebagai Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas. Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Narapidana merupakan salah satu bagian dari warga binaan Lapas selain Anak Didik Pemasyarakatan dan Klien Pemasyarakatan.

Walaupun disebutkan bahwa ketika seseorang menjadi narapidana akan kehilangan kemerdekaan, namun narapidana tetap mendapatkan hak-hak yang tetap dilindungi oleh sistem pemasyarakatan Indonesia. Hak-hak tersebut


(49)

tercantum dalam Undang-undang No.12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Pasal 14 ayat (1), yakni:

a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya. b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani. c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran.

d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. e. menyampaikan keluhan.

f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang.

g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.

h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya. i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).

j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. k. mendapatkan pembebasan bersyarat.

l. mendapatkan cuti menjelang bebas.

m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.2.1. Klasifikasi Narapidana

Pada dasarnya, narapidana merupakan terpidana yang yang dijatuhi hukuman oleh hakim berdasarkan tindak pidananya. Tindak pidana terbagi menjadi dua bagian yakni pidana umum dan pidana khusus. Pidana umum adalah pidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), misalanya pidana kriminal, sedangkan pidana khusus adalah pidana yang diatur


(50)

dalam undang-undang tertentu, misalnya narkotika, korupsi, illegal loging, perdagangan anak, perlindungan, pornografi, dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Dalam Undang-undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, sebagaimana yang dituangkan dalam Pasal 12 ayat 1 menerangkan bahwa dalam pembinaan narapidana dilakukan penggolongan atas dasar umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan dan kriteria lain sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan. Jenis kejahatan juga merupakan salah satu karakteristik ide individualisasi pemidanaan dalam pembinaan narapidana. Untuk itu di dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana haruslah dipisah-pisahkan berdasarkan jenis kejahatannya.

Hal ini dilakukan untuk menghilangkan prisonisasi atas narapidana. Sebagaimana dikemukakan oleh Djisman Samosir (1992 dalam Suwarto, 2009), memang harus diakui bahwa di dalam penjara terjadi prisonisasi atas narapidana, artinya narapidana itu terpengaruh oleh nilai-nilai yang hidup di penjara seperti kebiasaan-kebiasaan dan budaya di penjara tersebut. Adapun tujuannya mencegah agar jangan terjadi pemaksaan pengaruh dari narapidana yang satu terhadap narapidana lainnya, maupun bentuk pemerasan terlebih-lebih prisonisasi (Prisonitation). Untuk itu maka narapidana ditempatkan dalam ruangan yang berbeda-beda sesuai dengan jenis kejahatan yang mereka lakukan. Berdasarkan jenis kejahatan ini maka dilakukan pembinaan yang sesuai dengan narapidana agar dapat mengembalikan narapidana menjadi manusia yang baik dan berguna (Morris, 1985 dalam Suwarto 2009). Oleh karena itu, pembagian narapidana


(51)

berdasarkan jenis pidana atau kejahatannya yakni narapidana kriminal dan narapidana narkotika.

2.2.1.1 Narapidana Kriminal

Kejahatan merupakan kenyataan sosial, sebagaimana yang dikemukakan oleh Arif Gosita (2004 dalam Suwarto, 2009) bahwa masalah kriminilitas merupakan suatu kenyataan sosial yang tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, politik, dan budaya, sebagai fenomena yang ada dalam masyarakat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu, bentuk-bentuk perilaku kriminal pun bervariasi. Dalam hal ini, narapidana kriminal merupakan terpidana dengan kasus pidana umum, yang terdiri dari kejahatan politik, kejahatan terhadap ketertiban, penyuapan, pemalsuan materai/surat, kejahatan susila, perjudian, penculikan, pembunuhan, penganiyaan, pencurian, perampokan, pemerasan/pengancaman, penggelapan, penipuan, penadahan, dan lain-lain kejahatan.

2.2.1.2. Narapidana Narkotika

Narapidana narkotika merupakan narapidana yang terpidana karena kasus pidana khusus yang diatur dalam Undang-undang Narkotika. Narkotika, sebagaimana dalam Pasal 1 UU No.22/1997 tentang Narkotika didefinisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan


(52)

sebagaiman terlampir dalam UU ini atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan.

Bahan/zat/obat yang disalahgunakan juga dapat diklasifikasi (Pramono, 2003) yakni; pertama, sama sekali dilarang, yakni narkotika golongan I (heroin, ganja, kokain) dan psikotropika golongan I (MDMA/ekstasi, LSD, shabu-shabu). Kedua, penggunaanya harus dengan resep dokter (amfetamin, sedative, dan hipnotika). Ketiga, diperjualbelikan secara bebas (glue, thinner). Keempat, ada batas umur dalam penggunaanya (alkohol dan rokok).

2.3. Lapas Kelas II A Pemuda Tangerang

Dalam UU No.12 Tahun 1995, menerangkan pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pembinaan dalam tata peradilan pidana.

Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.


(53)

Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, tanggal 16 Desember 1983 Nomor: M.03.UM.01.06 Tahun 1983 Tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara. Dalam Lampiran II dari Surat Keputusan tersebut Lapas Kelas IIA Tangerang ditetapkan sebagai Lapas, juga sebagian ruangannya ditetapkan sebagai Rumah Tahanan Negara (Rutan).

Bangunan Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang dibangun pada tahun 1924. Bangunan ini didirikan di areal tanah seluas 385.420 m², dengan luas tanah bangunan sebesar 28.610 m² dan luas bangunan sebesar 10.312 m². Bentuk bangunannya bermodel Kipas, yang terdiri dari enam blok yaitu blok A, blok B, blok C, blok D, blok E, dan blok F sebanyak 120 kamar yang sudah direnovasi dengan kapasitas 1356 orang.

Fasilitas atau sarana yang terdapat di Lapas Kelas IIA Tangerang terdiri dari sarana pendidikan terdapat dua lokal kelas, perpustakaan satu lokal, ruang kantor satu lokal, tiga ruangan untuk Kamar Hunian Warga Binaan, satu ruangan Wihara, serta sarana ibadah Masjid yang terletak di blok A dengan kapasitas ±450 orang yang juga dilengkapi dengan perpustakaan Agama Islam.

Jumlah penghuni Lapas Kelas IIA Tangerang saat ini berjumlah 1.664 orang, seperti yang dijelaskan di atas bahwa Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang berfungsi juga sebagi Rumah Tahanan Negara (Rutan), maka Lapas kelas IIA Pemuda terdiri dari 867 orang narapidana dan 797 orang tahanan. Dan narapidana terdiri dari pidana khusus sebanyak 416 orang (406 narkotika dan 10 korupsi), dan pidana umum sebanyak 451 orang. Adapun perincian penghuni pada Lapas ini sebagai berikut:


(54)

Table 2.1

Klasifikasi Narapidana di Lapas Kelas II A Pemuda Tangerang Narapidana Tahanan

B.I 753 orang A.I 77 orang

B.IIa 107 orang A.II 55 orang

B.IIb - A.III 633 orang

B.IIIs 7 orang A.IV 23 orang

SH/Mati - A.V 9 orang

Titipan

-Jumlah 867 orang Jumlah 797 orang

2.4. Kerangka Berpikir

Lembaga Pemasyarakatan yang biasa kita sebut dengan Lapas, adalah sebuah lembaga yang berfungsi untuk menampung dan membina para warga binaan, seperti narapidana, anak didik pemasyarakatan serta klien pemasyarakatan.

Dalam Undang-undang No.12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, menerangkan bahwa lembaga pemasayarakatan mengacu pada sistem pemasyarakatan yakni suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.

Di dalam sebuah Lapas terdiri dari berbagai jenis narapidana sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya. Secara umum, berdasarkan kasus tindak


(55)

pidananya, narapidana dibagi menjadi dua bagian yakni pidana umum dan pidana khusus. Pidana umum seperti pencurian, perampokan, penipuan, pembunuhan, kejahatan seksual, perjudian, penculikan, dan sebagainya yang diatur dalam Kitab Undang-undang hukum Pidana (KUHP). Sedangkan yang termasuk pidana khusus adalah narkotika, korupsi, illegal loging, perdagangan anak dan sebagainya yang diatur oleh Undang-undang tertentu.

Setiap narapidana akan mendapatkan pembinaan dan pengayoman yang telah ditetapkan oleh Lapas. Pembinaan tersebut bertujuan untuk membina para narapidana agar menjadi manusia yang lebih baik. Pembinaaan tersebut juga mencakup pembinaan moral, pembinaan mental, pembinaan kemadirian, dan pembinaan keterampilan. Konsep pembinaan ini sejalan dengan konsep psikologi positif yang ingin menciptakan karakter-karakter positif individu yang sering dikenalcharacter strengths.

Menurut Peterson dan Seligman (2004),character strengthsatau kekuatan karakter adalah unsur, proses, dan mekanisme psikologis yang memperjelas konsep virtues. Kekuatan karakter merupakan karakter positif yang membawa individu kepada perasaan yang positif. Peterson dan Seligman (2004) menetapkan ada 24 character strengths yang membentuk enam virtues (keutamaan) yakni wisdom and knowledge, courage, humanity, justice, temperancedan temperance. Karakter-karakter yang dominan yang muncul pada narapidana akan mengerucut pada keutamaan tersebut.

Kekuatan karakter atau character strengths menampilkan karakter-karakter positif individu. Inilah yang juga menjadi tujuan pembinaan Lapas untuk para narapidana. Berdasarkan wawancara dengan salah satu petugas Lapas Kelas


(56)

IIA Pemuda Tangerang, pembinaan yang didapatkan para narapidana berbeda-beda. Misalnya untuk narapidana narkotika akan mendapatkan bimbingan konseling khusus. Pembinaan tersebut juga bertujuan agar para narapidana tidak mengulang kembali kesalahannya. Maka untuk mewujudkan cita-cita pembinaan tersebut maka dibutuhkan karakter-karakter positif serta keutamaan yang harus dimiliki oleh narapidana, sehingga kita juga dapat melihat bagaimana karakter yang muncul secara dominan pada narapidana narkotika dan kriminal. Oleh karena itu, berdasarkan fenomena dan teorinya yang telah diuraikan di atas, maka kerangka berpikirnya adalah sebagai berikut:


(57)

Narapidana Narkotika

Narapidana Kriminal

Pengayoman dan Pembinaan di Lapas

Karakter spesifik (Situational Themes)

24 Kekuatan Karakter (Character Strengths)

Kekuatan Karakter yang muncul dan

dominan

Enam Keutamaan (Virtue): Wisdom and Knowledge, Courage, Humanity, Justice, Temperance, Trancendence.


(58)

2.5. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka peneliti mengajukan hipotesis mayor dan minor, sebagai berikut:

Hipotesis mayor dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ha: Terdapat perbedaan yang signifikan kekuatan karakter narapidana pada tindak pidana kriminal dengan tindak pidana narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang.

Ho: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan kekuatan karakter narapidana pada tindak pidana kriminal dengan tindak pidana narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang.

Dan hipotesis minor pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ha: Terdapat perbedaan signifikan keutamaan Wisdom and Knowledge narapidana pada tindak pidana kriminal dengan tindak pidana narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang.

Ho: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan keutamaan Wisdom and Knowledge narapidana pada tindak pidana kriminal dengan tindak pidana narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang.

2. Ha: Terdapat perbedaan yang signifikan keutamaan Courage narapidana pada tindak pidana kriminal dengan tindak pidana narkotika di Lapas Kelas IIA Pemuda Tangerang.


(1)

(I) Usia (J) Usia

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

< 21 tahun 21 - 25 tahun 4.09524 3.08058 .880 -6.2433 14.4338

26 - 30 tahun 1.13636 3.15384 1.000 -9.4481 11.7208

31 - 35 tahun 4.35417 3.27810 .880 -6.6473 15.3557

36 - 40 tahun -2.91667 4.42019 .994 -17.7511 11.9177

> 40 tahun 3.75000 4.42019 .982 -11.0844 18.5844

21 - 25 tahun < 21 tahun -4.09524 3.08058 .880 -14.4338 6.2433

26 - 30 tahun -2.95887 1.95093 .806 -9.5063 3.5886

31 - 35 tahun .25893 2.14602 1.000 -6.9432 7.4611

36 - 40 tahun -7.01190 3.66027 .599 -19.2960 5.2722

> 40 tahun -.34524 3.66027 1.000 -12.6293 11.9388

26 - 30 tahun < 21 tahun -1.13636 3.15384 1.000 -11.7208 9.4481

21 - 25 tahun 2.95887 1.95093 .806 -3.5886 9.5063

31 - 35 tahun 3.21780 2.24992 .842 -4.3331 10.7687

36 - 40 tahun -4.05303 3.72214 .946 -16.5447 8.4387

> 40 tahun 2.61364 3.72214 .992 -9.8781 15.1053

31 - 35 tahun < 21 tahun -4.35417 3.27810 .880 -15.3557 6.6473

21 - 25 tahun -.25893 2.14602 1.000 -7.4611 6.9432

26 - 30 tahun -3.21780 2.24992 .842 -10.7687 4.3331

36 - 40 tahun -7.27083 3.82800 .608 -20.1178 5.5761

> 40 tahun -.60417 3.82800 1.000 -13.4511 12.2428

36 - 40 tahun < 21 tahun 2.91667 4.42019 .994 -11.9177 17.7511

21 - 25 tahun 7.01190 3.66027 .599 -5.2722 19.2960

26 - 30 tahun 4.05303 3.72214 .946 -8.4387 16.5447

31 - 35 tahun 7.27083 3.82800 .608 -5.5761 20.1178

> 40 tahun 6.66667 4.84208 .863 -9.5836 22.9170

> 40 tahun < 21 tahun -3.75000 4.42019 .982 -18.5844 11.0844

21 - 25 tahun .34524 3.66027 1.000 -11.9388 12.6293

26 - 30 tahun -2.61364 3.72214 .992 -15.1053 9.8781

31 - 35 tahun .60417 3.82800 1.000 -12.2428 13.4511

36 - 40 tahun -6.66667 4.84208 .863 -22.9170 9.5836


(2)

Multiple Comparisons Kekuatan Karakter

Scheffe

(I) Suku Bangsa

(J) Suku Bangsa

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

Betawi Sunda -.74444 2.06512 1.000 -7.6751 6.1862

Jawa -2.33333 2.20143 .952 -9.7214 5.0548

Padang -.75000 3.82884 1.000 -13.5998 12.0998

Palembang -1.66667 3.82884 .999 -14.5165 11.1831

Ambon 1.33333 5.16281 1.000 -15.9933 18.6600

Sunda Betawi .74444 2.06512 1.000 -6.1862 7.6751

Jawa -1.58889 1.94425 .985 -8.1139 4.9361

Padang -.00556 3.68698 1.000 -12.3793 12.3682

Palembang -.92222 3.68698 1.000 -13.2959 11.4515

Ambon 2.07778 5.05850 .999 -14.8988 19.0544

Jawa Betawi 2.33333 2.20143 .952 -5.0548 9.7214

Sunda 1.58889 1.94425 .985 -4.9361 8.1139

Padang 1.58333 3.76502 .999 -11.0523 14.2189

Palembang .66667 3.76502 1.000 -11.9689 13.3023

Ambon 3.66667 5.11566 .992 -13.5018 20.8351

Padang Betawi .75000 3.82884 1.000 -12.0998 13.5998

Sunda .00556 3.68698 1.000 -12.3682 12.3793

Jawa -1.58333 3.76502 .999 -14.2189 11.0523

Palembang -.91667 4.89787 1.000 -17.3542 15.5208

Ambon 2.08333 5.99864 1.000 -18.0484 22.2151

Palembang Betawi 1.66667 3.82884 .999 -11.1831 14.5165

Sunda .92222 3.68698 1.000 -11.4515 13.2959

Jawa -.66667 3.76502 1.000 -13.3023 11.9689

Padang .91667 4.89787 1.000 -15.5208 17.3542

Ambon 3.00000 5.99864 .998 -17.1318 23.1318

Ambon Betawi -1.33333 5.16281 1.000 -18.6600 15.9933

Sunda -2.07778 5.05850 .999 -19.0544 14.8988

Jawa -3.66667 5.11566 .992 -20.8351 13.5018

Padang -2.08333 5.99864 1.000 -22.2151 18.0484

Palembang -3.00000 5.99864 .998 -23.1318 17.1318


(3)

(I) Suku bangsa (J) Suku bangsa

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

Betawi Sunda -.85317 1.88056 1.000 -7.5880 5.8817

Jawa .85238 1.97923 1.000 -6.2359 7.9406

Padang -5.63095 4.94809 .972 -23.3516 12.0897

Palembang -1.79762 4.94809 1.000 -19.5182 15.9230

Aceh -1.29762 4.94809 1.000 -19.0182 16.4230

Bugis -4.63095 4.94809 .990 -22.3516 13.0897

Sunda Betawi .85317 1.88056 1.000 -5.8817 7.5880

Jawa 1.70556 2.04680 .995 -5.6247 9.0358

Padang -4.77778 4.97550 .988 -22.5966 13.0410

Palembang -.94444 4.97550 1.000 -18.7632 16.8744

Aceh -.44444 4.97550 1.000 -18.2632 17.3744

Bugis -3.77778 4.97550 .997 -21.5966 14.0410

Jawa Betawi -.85238 1.97923 1.000 -7.9406 6.2359

Sunda -1.70556 2.04680 .995 -9.0358 5.6247

Padang -6.48333 5.01363 .947 -24.4387 11.4720

Palembang -2.65000 5.01363 1.000 -20.6053 15.3053

Aceh -2.15000 5.01363 1.000 -20.1053 15.8053

Bugis -5.48333 5.01363 .977 -23.4387 12.4720

Padang Betawi 5.63095 4.94809 .972 -12.0897 23.3516

Sunda 4.77778 4.97550 .988 -13.0410 22.5966

Jawa 6.48333 5.01363 .947 -11.4720 24.4387

Palembang 3.83333 6.76037 .999 -20.3776 28.0443

Aceh 4.33333 6.76037 .999 -19.8776 28.5443

Bugis 1.00000 6.76037 1.000 -23.2110 25.2110

Palembang Betawi 1.79762 4.94809 1.000 -15.9230 19.5182

Sunda .94444 4.97550 1.000 -16.8744 18.7632

Jawa 2.65000 5.01363 1.000 -15.3053 20.6053

Padang -3.83333 6.76037 .999 -28.0443 20.3776

Aceh .50000 6.76037 1.000 -23.7110 24.7110

Bugis -2.83333 6.76037 1.000 -27.0443 21.3776

Aceh Betawi 1.29762 4.94809 1.000 -16.4230 19.0182

Sunda .44444 4.97550 1.000 -17.3744 18.2632

Jawa 2.15000 5.01363 1.000 -15.8053 20.1053

Padang -4.33333 6.76037 .999 -28.5443 19.8776

Palembang -.50000 6.76037 1.000 -24.7110 23.7110

Bugis -3.33333 6.76037 1.000 -27.5443 20.8776

Bugis Betawi 4.63095 4.94809 .990 -13.0897 22.3516

Sunda 3.77778 4.97550 .997 -14.0410 21.5966

Jawa 5.48333 5.01363 .977 -12.4720 23.4387

Padang -1.00000 6.76037 1.000 -25.2110 23.2110

Palembang 2.83333 6.76037 1.000 -21.3776 27.0443


(4)

Multiple Comparisons Kekuatan Karakter

Scheffe

(I) Tingkat Pendidikan

(J) Tingkat Pendidikan

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

SD SMP -1.78333 2.30969 .988 -9.5348 5.9681

SMA -2.00556 1.92046 .955 -8.4507 4.4396

Diploma -1.86667 5.10692 1.000 -19.0058 15.2725

S1 -7.61667 3.77171 .540 -20.2747 5.0414

S2 -.86667 5.10692 1.000 -18.0058 16.2725

SMP SD 1.78333 2.30969 .988 -5.9681 9.5348

SMA -.22222 2.06904 1.000 -7.1660 6.7216

Diploma -.08333 5.16463 1.000 -17.4161 17.2495

S1 -5.83333 3.84949 .806 -18.7524 7.0858

S2 .91667 5.16463 1.000 -16.4161 18.2495

SMA SD 2.00556 1.92046 .955 -4.4396 8.4507

SMP .22222 2.06904 1.000 -6.7216 7.1660

Diploma .13889 5.00269 1.000 -16.6504 16.9282

S1 -5.61111 3.62933 .792 -17.7914 6.5691

S2 1.13889 5.00269 1.000 -15.6504 17.9282

Diploma SD 1.86667 5.10692 1.000 -15.2725 19.0058

SMP .08333 5.16463 1.000 -17.2495 17.4161

SMA -.13889 5.00269 1.000 -16.9282 16.6504

S1 -5.75000 5.96360 .968 -25.7642 14.2642

S2 1.00000 6.88618 1.000 -22.1104 24.1104

S1 SD 7.61667 3.77171 .540 -5.0414 20.2747

SMP 5.83333 3.84949 .806 -7.0858 18.7524

SMA 5.61111 3.62933 .792 -6.5691 17.7914

Diploma 5.75000 5.96360 .968 -14.2642 25.7642

S2 6.75000 5.96360 .936 -13.2642 26.7642

S2 SD .86667 5.10692 1.000 -16.2725 18.0058

SMP -.91667 5.16463 1.000 -18.2495 16.4161

SMA -1.13889 5.00269 1.000 -17.9282 15.6504

Diploma -1.00000 6.88618 1.000 -24.1104 22.1104

S1 -6.75000 5.96360 .936 -26.7642 13.2642


(5)

Scheffe

(I) Tingkat Pendidikan

(J) Tingkat Pendidikan

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

SD SMP -.97500 2.28225 .996 -8.0611 6.1111

SMA -2.15278 2.04445 .893 -8.5005 4.1950

Diploma -4.29167 5.10326 .950 -20.1366 11.5533

S1 -1.73611 3.25733 .991 -11.8497 8.3775

SMP SD .97500 2.28225 .996 -6.1111 8.0611

SMA -1.17778 1.89764 .984 -7.0697 4.7142

Diploma -3.31667 5.04624 .980 -18.9846 12.3513

S1 -.76111 3.16725 1.000 -10.5950 9.0728

SMA SD 2.15278 2.04445 .893 -4.1950 8.5005

SMP 1.17778 1.89764 .984 -4.7142 7.0697

Diploma -2.13889 4.94325 .996 -17.4870 13.2093

S1 .41667 3.00044 1.000 -8.8993 9.7326

Diploma SD 4.29167 5.10326 .950 -11.5533 20.1366

SMP 3.31667 5.04624 .980 -12.3513 18.9846

SMA 2.13889 4.94325 .996 -13.2093 17.4870

S1 2.55556 5.55573 .995 -14.6943 19.8054

S1 SD 1.73611 3.25733 .991 -8.3775 11.8497

SMP .76111 3.16725 1.000 -9.0728 10.5950

SMA -.41667 3.00044 1.000 -9.7326 8.8993

Diploma -2.55556 5.55573 .995 -19.8054 14.6943


(6)

Multiple Comparisons Kekuatan Karakter

Scheffe

(I) Status Pernikahan

(J) Status Pernikahan

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

Belum Menikah Menikah -1.38596 1.58135 .682 -5.2813 2.5094

Duda -1.38596 3.62334 .929 -10.3113 7.5394

Menikah Belum Menikah 1.38596 1.58135 .682 -2.5094 5.2813

Duda .00000 3.62334 1.000 -8.9254 8.9254

Duda Belum Menikah 1.38596 3.62334 .929 -7.5394 10.3113

Menikah .00000 3.62334 1.000 -8.9254 8.9254

*Narapidana Kriminal

Multiple Comparisons Kekuatan Karakter

Scheffe

(I) Status Pernikahan

(J) Status Pernikahan

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

Belum Menikah Menikah .24630 1.56077 .988 -3.5984 4.0909

Duda 1.95000 3.56271 .861 -6.8260 10.7260

Menikah Belum Menikah -.24630 1.56077 .988 -4.0909 3.5984

Duda 1.70370 3.58066 .893 -7.1165 10.5239

Duda Belum Menikah -1.95000 3.56271 .861 -10.7260 6.8260

Menikah -1.70370 3.58066 .893 -10.5239 7.1165