Penjatuhan Sanksi Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum

khusus bagi anak pecandu narkotika. 77

C. Penjatuhan Sanksi Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum

Kaitannya Dengan Tujuan Pemidanaan Dan Prinsip Perlindungan Anak. Pembinaan dalam lembaga juga tidak menutup keterlibatan dan campur tangan orang tua. Tujuan pemberian sanksi bagi anak tidak dapat dilepaskan dari tujuan utama untuk mewujudkan kesejahteraan anak. Jadi hakim dalam menjatuhkan putusan pada peradilan anak harus berdasarkan pada tujuan peradilan anak yaitu kesejahteraan anak dalam menjatuhkan putusan hakim harus dilakukan dengan pertimbangan : a. Penghormatan terhadap kedudukan hukum si anak respect the legal status of juvenile; b. Memajukan kesejahteraan anak promote the wellbeing of the juvenile; c. Menghindari hal-hal yang merugikan atau membahayakan kepentingan anak avoid harm to her or him. 78 77 Ibid, hlm. 113 78 Romli Atmasasmita, 1992, Tindak Pidana, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung, PT. Eresco, hlm. 117. Pertimbangan-pertimbangan sosiologis di atas harus menjadi pegangan hakim karena tujuan dari pidana terhadap anak lebih mengutamakan menjaga kepentingan anak sehingga harus menghindari penjatuhan pidana yang akan menimbulkan labelling pelekatan indentitas sebagai penjahat terpidana, karena anak sebagai pelaku kejahatan harus dilihat sebagai individual yang belum seluruhnya sempurna baik dari segi kegiatan fisik maupun kegiatan non fisik. Universitas Sumatera Utara Dalam pemikiran kebijakan kriminal dan kebijakan penal, harus berpijak kepada adanya keterkaitan yang sangat erat antara landasan filsafat pemidanaan, teori-teori pemidanaan serta aliran-aliran hukum pidana. Hal itu akan menunjukkan adanya suatu perundang-undangan dengan tujuan pemidanaan. Oleh karena itu, sebagai suatu sistem pola pemidanaan tidak dapat dipisah lepaskan dari proses penetapan sanksi, penerapan sanksi dan pelaksanaan sanksi. 79 Pada dasarnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak lebih mengutamakan keadilan restorative dalam penyelesaian perkaranya, oleh karena itu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal ada proses penyelesaian perkara secara diversi. Dimana hal tersebut lebih mengutamakan agar keluarga dari masing-masing pihak yang berperkara dapat duduk bersama untuk Dalam model keadilan restoratif, sanksi hukuman terhadap pelaku delikuensi tetap ada, tetapi hukuman itu diletakkan sebagai bagian dari proses pendidikan, bukan sebagai balas dendam dan pemidanaan. Hukuman dalam kerangka proses pendidikan bukanlah hukuman yang melemahkan semangat hidup apa lagi mematikan masa depan anak, tetapi justru harus berfungsi mencerahkan secara moral dan mendewasakan sebagai pribadi yang utuh. Karena itu hukumannya bukan pidana, tetapi tindakan, melalui apa yang disebut pendidikan paksa. Anak memang dipaksa, tetapi dipaksa untuk tumbuh berkembang bebas dan sampai pada kedewasaan diri. 79 Nandang Sambas, Op.cit., hal. 214-215 Universitas Sumatera Utara bermusyawarah secara kekeluargaan untuk menentukan bentuk sanksi apa yang akan diberikan kepada anak yang berkonflik dengan hukum. Dapat dikatakan bahwa tujuan pemidanaan merupakan persoalan yang penting dan sulit, terutama dalam menentukan apakah pemidanaan ditujukan untuk melakukan pembalasan ataukah pemidanaan itu mempunyai suatu tujuan tertentu, misanya untuk mencegah terjadinya tindak pidana. 80 4. Untuk memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri Persoalan tujuan yang ingin dicapai dengan pemidanaan, ternyata tidak terdapat suatu kesamaan pendapat diantara para ahli, khususnya ahli hukum pidana dan kriminologi. Namun menurut P.A.F. Lamintang secara umum pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu : 5. Untuk membuat orang menjadi jera untuk melakukan kejahatan- kejahatan 6. Untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan lainnya, yakni penjahat- penjahat dengan cara-cara lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi Perbedaaan tujuan pemidanaan sudah terjadi sejak lama. Muladi menyebutkan, bahwa perbedaan tujuan pemidanaan, sudah terjadi sejak dulu kala, yakni antara mereka yang berpandangan pidana sebagai sarana retributif retributivism dan mereka yang menyatakan bahwa pidana mempunyai tujuan yang positif lebih lanjut teleological theoris. Selain itu muncul pula pandangan 80 Muladi dan Barda Nawawi, Op. Cit, hlm. 28. Universitas Sumatera Utara integratif di dalam tujuan pemidanaan teleological retributivist yang beranggapan bahwa pemidanaan mempunyai tujuan yang plural, yang merupakan gabungan antara pandangan utilitarian yang menyatakan bahwa tujuan pemidanaan harus menimbulkan konsikuensi bermanfaat yang dapat dibuktikan, keadilan tidak diperoleh melalui pembebanan penderitaan yang patut diterima untuk tujuan penderitaan itu sendiri, dan pandangan retributivist yang menyatakan bahwa keadilan data tercapai apabila tujuan yang teleological tersebut dilakukan dengan menggunakan ukuran-ukuran berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, misalnya bahwa penderitaan pidana itu tidak boleh melebihi ganjaran yang selayaknya diperoleh pelaku tindak pidana. 81 Selanjutnya Muladi menjelaskan bahwa dari sekian banyak pendapat para sarjana yang menganut teori integrative tentang tujuan pemidanaan, beliau cenderung untuk mengadakan kombinasi tujuan pemidanaan yang cocok dengan pendekatan sosiologis, ideologis dan yuridis filosofis, dilandasi oleh asumsi dasar bahwa tindak pidana merupakan gangguan terhadap keseimbangan, keselarasan, dan keserasian dalam kehidupan masyarakat yang mengakibatkan kerusakan individual ataupun masyarakat. Dengan demikian, tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki kerusakan individual dan sosial individual and social damages yang diakibatkan oleh tindak pidana. Hal ini terdiri atas seperangkat tujuan pemidanaan yang harus dipenuhi dengan catatan, bahwa tujuan manakah yang merupakan titik berat sifatnya kasuistis. 82 81 Ibid, hlm. 53-55 82 Nandang Sambas, Op.cit., hlm. 19-20 Universitas Sumatera Utara Jika dilihat dari sisi tujuan pemidanaan berdasarkan konsep KUHP buku I tahun 2002, yang mana pemidanaan adalah bertujuan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan mengenakan norma hukum demi pengayoman masyarakat, mengadakan koreksi terhadap terpidana dan dengan demikian menjadikannya orang yang baik dan berguna, serta mampu untuk hidup bermasyarakat, menyelesaikan konflik yang timbul oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat, membebaskan rasa bersalah pada terpidana serta pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. 83 Maka dari konsep tersebut penjatuhan atau pemberian sanksi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum berdasarkan aturan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada dasarnya tidak bertentangan dengan tujuan dari pemidanaan sebagai mana yang telah diuraikan dalam konsep KUHP di atas. Namun terdapat beberapa hal yang menjadi tujuan pemidanaan anak secara khusus yang berbeda dengan tujuan pemidanaan orang dewasa, sebagaimana yang terdapat dalam konsep KUHP tersebut. Pada dasarnya sanksi yang diberikan kepada anak yang berkonflik dengan hukum adalah bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi Anak, penghargaan terhadap pendapat Anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak, pembinaan dan pembimbingan Anak, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir serta penghindaran pembalasan. Dengan demikian jelas bahwa sanksi yang diberikan kepada anak bukanlah bertujuan 83 Ibid, hal.20. Universitas Sumatera Utara untuk pembalasan, tetapi bertujuan untuk pendidikan kepada anak yang berkonflik dengan hukum. Dilihat dari kaitannya dengan prinsip perlindungan anak sesuai dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam konvensi hak anak yaitu Non-diskriminasi dan kesempatan yang sama semua anak memiliki hak yang sama, kepentinggan terbaik dari anak kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama ketika membuat keputusan yang mungkin berdampak pada anak, kelangsungan hidup dan perkembangan anak mempunyai hak untuk hidup, anak mempunyai hak untuk mengekspresikan diri dan didengar. Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa penjatuhan sanksi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada dasarnya sudah sejalan dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam konvensi hak anak. Dimana dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sudah kita ketahui bahwa dalam penjatuhan sanksi terhadap anak, hal utama yang harus diperhatikan adalah kepentingan anak dalam tumbuh kembangnya dan keberlangsungan dari kehidupan anak,. Sistem Peradilan Anak pun wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif, serta wajib diupayakan diversi dengan tujuan mencapai perdamaian antara korban dan Anak, menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan, menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan, menghindarkan Universitas Sumatera Utara anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. 84 84 http:socialwelfare.fisip.ui.ac.idindex.php?op=readberitaidberita=27,Kehadiran-UU- No-11-Tahun-2012-Tentang- Sistem- Peradilan- Anak- dan- Peran- Pekerja- Sosial, diakses- pada tanggal 25 April 2016, pukul 12.10 wib. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Perlindungan Anak Di Bawah Umur Sebagai Saksi Dalam Suatu Tindak Pidana Dari Perspektif Undang – Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak

0 69 109

Tinjauan Kriminologi Dan Hukum Pidana Tentang Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta)

5 134 138

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Proses Peradilan Pidana Sesuai Dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak (Studi Kasus Di Wilayah Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli)

1 64 127

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

3 82 103

Pertanggungjawaban Pidana Anak Menurut Hukum Pidana Islam dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

0 8 0

Tinjauan Hukum Tentang Efektivitas Pemberlakuan Pidana Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak JUNCTO Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

0 10 64

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 16

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Terorisme (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor : 19 /Pid.Sus /11/PN.Klt )

0 0 21